Chapter 3: I Have My Own Way


Harry awalnya hanya berjalan tanpa mau mengalihkan pandangan dari ponsel. Saat ia mengangkat kepalanya dan tidak sangaja menangkap sosok pemuda berambut merah yang begitu dikenalnya, Harry tersenyum lebar. Harry segera berlari menghampiri pemuda yang baru saja masuk ke mobilnya itu. Tapi Harry tidak langsung menghampirinya, ia malah mengendap-endap agar tidak ketahuan.

"Ron! Antarkan aku pulang!"

"Bloody hell!"

Ron hampir saja memukul wajah Harry yang muncul dari jendela mobilnya. Ia memarahi Harry dengan matanya. Ron makin kesal lagi karena Hary masih terus saja tertawa karena sudah membuatnya terkejut. "Stop laughing, Harry," titahnya kesal.

Harry akhirnya berhenti tertawa karena Ron masih terus menatapnya kesal. Setelah berhenti tertawa, Harry kemudian dengan seenaknya pergi ke samping dan membuka pintu di kursi penumpang. Ia dengan santai duduk di samping Ron. "Sudah, ayo kita berangkat."

Ron sungguh dibuat tercengang dengan sikap asal-asalan temannya yang satu ini. "Di mana mobilmu?"

"Cedric," jawab Harry sambil memasang sabuk pengaman.

"Kau bahkan memberikan kunci mobilmu padanya. Hanya perlu menunggu hingga kau memberikan sertifikat rumahmu padanya," kata Ron sambil menggeleng. "Lalu kenapa kau tidak pulang saja dengannya? He's your boyfriend."

"Dia harus menemui teman-temannya. Aku tidak mau menggangunya, itu saja."

"Kau tidak mau menggangunya tapi malah menggangguku."

Harry balas tertawa. "Kau hanya perlu mengatarku pulang, itu tidak akan terlalu sulit," katanya sambil tersenyum lebar.

Ron diam sesaat memperhatikan Harry dan kemudian bicara saat ia menyadari sesuatu. "Dia sibuk dengan teman-temannya tapi sepertinya masih punya waktu untuk bermesraan."

Kening Harry berkerut. Ia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Ron. "Apa maksudmu?"

Ron menunjuk bibir Harry sambil tersenyum menggodanya. "Sepertinya kau memberinya ciuman perpisahan dulu sebelum pergi."

Harry otomatis menutup bibirnya dengan telapak tangannya. Wajahnya seketika memerah. "Bukan! Ini bukan karena Cedric tapi..." Harry tercekat. Nama seseorang yang bukan pacarnya hampir saja keluar dari mulutnya.

Ron menaikkan sebelah alis. Ia menunggu Harry melanjutkan perkataannya.

"Sariawan." Harry sudah menyingkirkan tangannya. Sekarang ia tersenyum dengan canggung dan menghindari tatapan Ron.

Sekarang giliran Ron yang bingung. Ron sudah pasti tidak akan memercayai perkataan Harry. Bibirnya dengan jelas menunjukkan bahwa dia baru saja berciuman panas dengan seseorang. Ron hanya tidak mengerti kenapa Harry malah gugup begini.

"Tidak ada yang salah dengan mencium kekasihmu," ucap Ron dan kemudian menjalankan mobilnya. Ia tidak lagi menyinggung obrolan itu dan fokus pada jalanan di depannya.

Ya, dan yang kucium bukanlah kekasihku.

Harry pun hanya diam sambil terus melihat ke luar jendela. Ia mencoba untuk melupakan kejadian yang terjadi di toilet tadi. Harry tidak mau rasa bersalah menguasainya. Ia benar-benar ingin melupakan fakta bahwa dirinya tidak menolak Draco saat itu. Andai saja dirinya tidak mendorong Draco lebih cepat, entah apa yang akan terjadi berikutnya.

.

Draco menendang bola dengan malas. Ia tidak berlari untuk mengejar bola itu, bahkan ia hanya diam. Draco juga tidak peduli pada rekan satu tim yang terus memanggilnya untuk menerima operan mereka. Draco benar-benar tidak punya semangat untuk bermain. Pada akhirnya, ia memanggil satu orang temannya untuk menggantikannya di lapangan.

Benar-benar aneh melihat seorang Draco Malfoy duduk di kursi cadangan dan tidak tertarik sama sekali dengan pertandingan di depannya. Matanya dari tadi terus melihat ke sana kemari, tapi ia tidak benar-benar sedang mencari sesuatu.

Draco hanya sedang berpikir. Ia berpikir bagaimana agar bayangan pemuda berkacamata yang diciumnya tadi siang bisa hilang dari benaknya.

Menghela napas, Draco kemudian menyenderkan tubuhnya. Ia mengusap wajah karena merasa pusing. Draco benar-benar tidak bisa melupakannya. Seberapa keras dirinya berusaha, ia tidak bisa. Pikirannya seolah sengaja menyimpan bayangan Harry selamanya. Dan ia memilih untuk menyerah. Draco akan membiarkan Harry untuk mengambil alih pikirannya. Lagi pula, sudah bertahun-tahun Draco melakukan hal yang sama.

Satu pikiran telah ia singkirkan, sekarang muncul yang lainnya. Apa yang akan ia lakukan pada Harry sekarang? Draco memang dengan percaya diri mengatakan kalau dirinya akan mendapatkan apa yang ia mau hanya untuk membuat Harry tidak memandang remeh dirinya. Tapi apa yang benar-benar bisa ia lakukan? Draco memang sedikit kasar dan tidak sopan, tapi bukan berarti ia akan semudah itu mengencani seseorang yang punya pacar. Harga dirinya sebagai laki-laki dipertaruhkan. Dan seorang gentleman tidak akan mencuri pacar orang lain. Draco tidak bisa bohong kalau ia sebenarnya merasa tidak enak karena telah mencium Harry, bahkan tidur dengannya.

"Kalau saja aku bergerak lebih cepat," desah Draco sambil menutup matanya perlahan. Ia ingin beristirahat sebentar. Atau, seharusnya begitu.

"Cedric!"

Draco langsung membuka matanya. Keningnya berkerut melihat pacar dari orang yang disukainya muncul. Draco berdecak kesal. Draco sangat tidak menyukainya. Bahkan sebelum Cedric dan Harry berkencan, Draco sudah membencinya.

Draco tidak merasa butuh waktu istirahat lagi. Ia kembali berdiri dan masuk ke lapangan menggantikan temannya. Draco akan kembali bermain, tapi bukan untuk mendapatkan kemenangan bagi timnya. Ia hanya ingin berhadapan dengan Cedric.

Baru saja masuk ke lapangan, Draco sudah berlari ke arah Cedric yang mengiring bola. Draco tidak segan-segan untuk merebut bola dengan sedikit mendorong Cedric. Raut wajahnya tetap datar meskipun Cedric mengernyit padanya.

Cedric mencoba untuk mendapatkan kembali bola. Ia berkali-kali mencoba, hingga akhirnya ia mendapatkannya. Ia menyeringai ke arah Draco saat bola itu berhasil didapatkannya.

Raut wajah Draco masih terlihat tenang. Ia bahkan sama sekali tidak terpancing oleh senyum meremehkan yang diberikan Cedric padanya. Draco tidak terburu-buru. Saat ada kesempatan, maka ia tidak akan melewatkannya.

Saat Cedric memberikan seringai yang kedua, saat itulah Draco menemukan kesempatan. Ia mentekel Cedric hingga pemuda itu terjatuh. Draco terlihat tenang, karena ia memang sengaja melakukannya. Draco tidak peduli pada bola yang tidak dikuasai oleh siapa pun. Bahkan saat rekan satu tim Cedric datang untuk menyumpahinya, Draco juga tidak peduli. Ia hanya membalikkan badan dan pergi. Cukup untuk hari ini.

.

Besoknya, Draco langsung menghela napas begitu keluar dari mobil. Jika tidak tahu apa yang akan dikatakan eh Harry, maka Draco akan dengan senang hati menyambut Harry. Tapi Draco tahu betul alasan Harry mendatanginya. Ia bisa saja berlalu tanpa memedulikan Harry yang berdiri di depannya. Tapi pemuda berkacamata itu terus menghadangnya. Draco mau tidak mau akhirnya meladeni Harry.

"Apa?" tanya Draco malas. "Pagi-pagi begini kau sudah menemuiku. Apa kau kangen padaku?" Draco menunduk sedikit untuk balas menatap manik hijau yang menatapnya dengan begitu berani.

Bibir Harry menekuk sama seperti alisnya. Mudah mengetahui kalau ia sedang marah, dan Harry tidak mau bercanda sekarang. Ia terus menatap tajam ke arah Draco hingga seringai jahil Draco hilang.

"Untuk apa kau melakukan itu?" Harry akhirnya bersuara.

"Melakukan apa?"

"Cedric. Teman-temannya mengatakan kalau kau sengaja mengincarnya kemarin." Suara Harry begitu serius dan tajam.

"Oh, yang kemarin," Draco masih tidak takut meskipun tahu kalau Harry benar-benar marah padanya. "Well, aku tidak mengincarnya dengan sengaja. Dia yang memprovokasiku duluan."

Harry jelas tidak percaya dengan omongan Draco. "Apa ini ada hubungannya dengan hal itu?" tanya Harry.

Draco lagi-lagi dibuat bingung. Kenapa juga Harry harus bertanya setengah-setengah begini. "Itu? Aku tidak mengerti apa maksudmu."

Harry berdetak kesal. Ia sebenarnya sangat tidak ingin membahas hal ini. "Semua yang kau bilang kemarin. Kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan."

Sebuah dengusan keluar dari mulut Draco. Sudut bibirnya terangkat menertawai perkataan Harry. "Dan apa yang kau pikir ingin aku dapatkan dengan melukai Diggory? Kau tidak akan mengatakan kalau itu adalah dirimu, kan?"

Harry mengepalkan tinjunya. Ia mencoba menahan amarahnya yang telah meluap-luap. "Kau hanya ingin memperminkanku. Dan untuk bisa bermain sepuasnya, kau perlu menyingkirkan Cedric terlebih dahulu. Aku benar, kan?"

Draco berpikir. Ia hanya berpura-pura, tidak menjawab dalam waktu singkat untuk membuat Harry lebih kesal lagi padanya. "Setengahnya benar, kurasa?" Ia menghapus seringai di wajahnya dan kembali menampilkan raut tenang. "Dia memang menyebalkan, dan aku sangat tidak menyukainya. Tapi bukan berarti aku harus melenyapkannya untuk mendapatkanmu, kan? Aku menginginkamu, aku tidak punya waktu untuk mengurusnya."

Harry tidak membalas. Ia tidak bisa membuka mulutnya. Entah apa yang salah pada dirinya karena mendengar jawaban Draco.

Melihat Harry tidak membalasnya, Draco kembali bicara. "Aku punya caraku sendiri, Potter. Tapi aku bukan monster berdarah dingin yang menyakiti orang lain untuk mendapatkan apa yang aku inginkan. I'm a man, not a coward. Aku membawa nama Malfoy bersamaku. Dan seorang Malfoy tidak akan bersikap menyedihkan dengan mencelakai pacar orang yang dia suka."

Draco melepaskan sedikit keseriusan dalam suaranya. "Jika aku menyukaimu, maka aku akan fokus hanya padamu. Apa yang aku lakukan pada Diggory sama sekali tidak ada urusannya dengan ini semua. Aku sudah tidak menyukainya dari dulu. Bahkan sebelum aku memutuskan untuk merebutmu darinya. Tapi yah, kebetulan kemarin mood-ku sedang buruk saat melihatnya."

Lagi, Harry tidak membalas. Ia bahkan terlihat lebih tenang dari sebelumnya. Mungkin karena Draco yang merendahkan nada bicaranya, Harry mulai bisa meredakan kemarahannya. Juga karena sorot mata dari manik kelabu yang tidak lagi memandangnya dengan dingin. Harry merasa jauh lebih baik sekarang. Entah apa alasan sebenarnya.

"Liftnya mungkin akan penuh jika kau masih berdiri di sini. Pergilah kalau kau tidak mau terlambat masuk ke kelasmu," ucap Draco yang sudah berlalu melewati Harry. Ia tidak menoleh lagi. Sekali pun tidak.

Kalau saja Draco menoleh, maka ia akan menemukan Harry yang berbalik untuk melihatnya menjauh. Harry masih kesal. Ia masih memiliki sedikit rasa marah. Tapi Harry tidak bisa lagi untuk mengatakan semuanya. Ia terlalu lelah. Ia membenci Draco dan sangat ingin menyumpahinya. Tapi, Harry tidak tahu ia melakukannya untuk apa. Apakah untuk Cedric? Kenapa ia harus peduli ketika pacarnya saja tidak peduli.

.

.

TBC

.

.

.


.

A/N

Adakah yang nungguin cerita ini lanjut? :)