Perasaan luar biasa memalukan dan menyedihkan itu meninggalkan jejak yang sulit dilupakan di hati Naruto. Siapa perempuan itu? Dia tidak dikenali apalagi ditemukan meski Naruto telah mencari sampai ke ujung negeri.
Orang-orang dari tempat ini tidak bermimpi, tapi itu adalah cara berkomunikasi. Ketika seseorang muncul di dalam mimpi, mereka seharusnya datang dengan pesan penting tapi Hinata hanya berdiri di sana dan mengasihinya, membuat Naruto merasa selayaknya binatang terkurung. Dia membuat Naruto yang menyedihkan menjadi jauh lebih menyedihkan. Karena itu, Naruto setengah mati membencinya.
Ruangan sangat hening, yang terdengar hanya detikkan jam. Naruto duduk menyandari kursi singgahsana, mata terpejam dan jari telunjuknya mengetuk-ngetuk tangan kursi. Naruto menghitung mundur, sebentar lagi waktu akan menunjuk pukul dua belas malam dan masih tidak ada bunyi lonceng terdengar seperti yang telah dia perintahkan.
Sepuluh detik berlalu dan mata Naruto melotot tajam.
.
.
.
Disclaimer : Demi apapun, Naruto bukan punya saya, punya Masashi Sensei, saya hanya pinjam saja.
BENTENG KELEMAHAN
(Hati hati typo, tulisan mendadak hilang, OOC, AU dan lain-lain. Udh usahain sebagus mungkin)
Benteng Kelemahan by Authors03
.
.
Chapter 03
.
.
.
.
"Kau yakin tidak ingin tidur?" Kiba bertanya, mencemaskan Hinata yang menolak memejamkan mata untuk suatu alasan. "Ini sudah tengah malam," katanya sembari menatap jam yang baru saja mengeluarkan bunyi ketukan. "Sakura sudah tidur."
Mereka bertiga berbaring berdampingan di atas kasur luas yang sama. Kiba dan Hinata saling menatap di dalam kegelapan dan Hinata memberitahu, "kalau aku pejamkan mata, aku akan memimpikan dia lagi." Hinata tidak ingin melakukannya karena takut, sial rasa kantuk sulit dilawan. Dia memejamkan mata hanya sebentar dan semua yang terlihat telah berubah.
Semua orang menjerit. Sepuluh orang dari sepuluh kelas yang berbeda tidak bisa mengendalikan tubuh mereka, ditarik bagaikan magnet dalam kecepatan tinggi menuju lokasi tertentu. Semua orang buru-buru mengikuti, penasaran dan mencemaskan apa yang akan terjadi.
Mereka ngos-ngosan setelah berhenti di lapangan luas di samping istana. Satu per satu dari mereka menahan nafas menyadari apa yang terjadi. Sepuluh orang teman mereka terikat di antara tiang dan terdapat sepuluh prajurit ditugaskan untuk menikam jantung mereka berkali-kali. Mereka menjerit kesakitan dan menangis, tapi pedang itu lagi-lagi menghunus setelah luka sebelumnya pudar dan tertutup.
Semua orang membeku, menatap tak percaya bagaimana bisa seorang raja yang seharusnya melindungi malah melakukan hal keji. Naruto tidak duduk di sana dan menonton tapi perbuatannya tetap adalah yang paling buruk.
"Ini gila." Salah satu dari orang itu berkomentar, perlahan mengambil langkah mundur dan menjauh. "Ini benar-benar di luar nalar. Kita harus keluar dari tempat ini!"
Mustahil tidak ada yang tidak setuju. Mereka berlari menuju gerbang depan tapi pintu tidak bisa dibuka. Bukan karena dijaga oleh prajurit tapi terdapat perisai halimunan. Mereka tidak bisa menyentuh apa pun kecuali perisai tak terlihat yang Naruto ciptakan untuk mencegah keluarnya manusia dari tempat itu. Mereka ketakutan, putus asa menjerit dan meminta tolong tapi itu tidak berguna.
Istana dan akademi yang menjadi tujuan dan impian semua orang seketika berubah menjadi tempat menggerikan. Naruto menyadari betul apa yang dia lakukan tapi tidak bisa berhenti. Hatinya terlalu hancur untuk bisa merasakan tapi apakah itu berarti dia benar-benar tidak peduli?
Naruto menyadari bahwa Hinata merupakan satu-satunya orang yang tahu dan melihat perasaannya. Ketika kontak mata bertemu, mulut tidak berbicara tapi mata melakukannya sebagai ganti.
Hinata meremas tangan di depan perut, ekpresi wajahnya lirih mengetahui Naruto pun terluka. Namun, apakah perasaan menyedihkan itu disebabkan oleh kejahatan yang dia lakukan pada mereka yang tidak bersalah atau karena perasaan bersalah yang tidak kunjung lenyap meski setelah satu tahun berlalu?
"Tolong hentikan, aku mohon," bisik Hinata, berharap Naruto tidak menyakiti dirinya sendiri lebih dari itu. "Kau menyakiti semua orang dan mereka tidak pantas menerimanya."
"Kau bukan hanya muncul di dalam mimpiku tapi melihat semuanya." Naruto mendekati kaca bening yang memisahkan mereka sebelum bertanya, "Hal apa yang membawamu kemari?"
Hinata sudah dari lama memikirkan pertanyaan itu tapi dia tidak punya alasan. Hinata tidak pernah ingin datang atau bertemu Naruto. "Aku tidak tahu." Jawaban Hinata membuat Naruto meninju kaca, suara besar yang menggema menggetarkan sampai ke dalam jantungnya. Hinata berusaha tetap tenang, dengan pelan menjelaskan, "kau bisa tidak mempercayaiku tapi aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu."
"Omong kosong." Naruto menaruh nol kepercayaan pada kata-kata Hinata. "Tidak semua orang bisa berkomunikasi dengan cara memasuki mimpi seseorang. Kau hanya bisa melakukannya ketika kau memiliki kekuatan itu dan kau berdiri di sana dan bilang padaku kau tidak tahu?"
Hinata mendekat, menatap lekat dan ekpresi wajahnya berubah serius kala bertanya, "jika kau tidak mempercayaiku, beritahu aku caranya meninggalkan tempat ini. Beritahu aku bagaimana caranya tidak kembali dan kau tidak akan pernah melihatku lagi."
"Kau benar-benar mencoba mengusik amarahku?" Raut wajah Naruto berubah garang tapi itu malah membinggungkan untuk Hinata yang tidak memiliki niat lain kecuali keluar dari pertemuan tak berujung ini. "Kau datang ke sini dengan kemauanmu sendiri dan satu-satunya cara untuk keluar adalah dengan tidak datang. Kenyataannya kau di sini dan itu sudah cukup menjelaskan kau bermaksud bertemu denganku untuk mengganguku."
"Aku tidak—"
"Siapa yang memberimu perintah?!" Suara Naruto menggema, lagi-lagi menyentak Hinata ketika meninju kaca.
"Kau akan menyakiti dirimu sendi—" Lagi-lagi tinjuan pada kaca bening itu menyela. Hinata menutup mata dan mulut rapat-rapat tidak ingin melihat Naruto terluka. Naruto tidak menunjukkan rasa sakit, tapi itu hanya karena dia terlalu fokus pada amarah. Tidak menunjukkan, bukan berarti tidak merasakan. Hinata tahu Naruto terluka tapi dia tidak mau mengaku.
"Diam!" hardik Naruto, menyela dengan mata terbelak yang dibakar oleh kobaran api. "Aku punya seseorang yang selalu memperhatikan aku dan aku tidak butuh kau. Jangan pernah kau berani mengasihani aku!" Naruto mengamuk, meninju dan menendang kaca dengan niat membunuh. Dia mengeluarkan kekuatan dari tangan tapi tenaga itu memantul setelah mengenai kaca.
"Tolong …" Hinata mengambil langkah mundur. Dia tidak takut kaca itu pecah, tapi Naruto terluka karena terkena serangannya sendiri. "Tolong berhenti!" Hinata tidak bisa menahan diri untuk tetap diam dan menonton. Dia lirih memohon, "Kau—"
"Kau yang seharusnya berhenti!" Suara Naruto melonjak tinggi, lagi-lagi membungkam Hinata dan menghapus semua perasaannya kecuali takut. Lelaki itu meraup pasokan oksigen untuk menenangkan rasa lelah. Setelahnya menyentuh kaca dan berbicara, "Apa pun kelemahanmu …, kau akan menjadi yang pertama aku bunuh." Dia menggertak gigi, mengeraskan rahang untuk menunjukkan keseriusan dan kebencian. "Sangat lancang orang sepertimu mengasihani aku. Berani orang sepertimu mengkritik dan memberitahuku apa yang harus aku lakukan! Tunjukkan dirimu dan berhenti bersikap seperti pengecut. Datang padaku atau salahkan dirimu atas mereka yang mati."
"Naruto …" Punggung Hinata yang tegang perlahan mencair, begitu pula dengan ekpresi wajahnya. Dia mengerjap mata dan mengerucutkan bibir saat melihat tidak ada lagi Naruto di balik kaca. Hinata berjalan mendekat dan menyentuh kaca itu pelan seolah-olah ingin merasakan keberadaan pemuda itu. "Naruto …"
Naruto terbangun, menyadari posisinya terlelap di kursi singgahsana. Semua amarah begitu nyata ketika dia menarik nafas panjang, merasakan tubuhnya panas karena pembicaraan tadi.
Naruto mengingat seperti apa Hinata mengasihaninya dan itu membuatnya menjadi lebih murka. Dia bergumam, "entah siapa pun kau, aku akan menemukanmu." Bahkan jika harus mencari sampai ke ujung dunia, Naruto menolak untuk berhenti. "Shion adalah satu-satunya orang yang peduli dan mencemaskan aku … lancang sekali kau melakukan apa yang seharusnya dia lakukan."
TO BE CONTINUE
Anjay galak bangat Naruto kannnn ayo ada yg bisa tebak gak gimana kelanjutan hubungan Naruto dan Hinata???
See you guys
Lope you.
