Frost of God

Dislclaimer: Masashi Kishimoto dan Satomu Satou

Genre: Adventure, Sci-fi, Fantasy, Tragedi.

Rate: T semi M

Warning: AU, OC, OOC, Typo bertebaran, penggunaan kata sering berubah dan kesalahan lainnya.

Happy Reading.


Memandang satu sama lain begitu lekat. Pandangan dua orang insan anak didalam sebuah taman hutan. Sedikit terasa, angin lembut berhembus diantara mereka. Tidak cukup kuat, tapi mampu membuat beberapa helai rambut milik ia dan gadis itu bergerak.

Tidak ada balasan, bahkan ketika dirinya bertanya mengenai keadaan gadis ini. Alih-alih membalas ucapannya, tatapan bengong penuh pertanyaanlah yang dia tunjukan sekarang. Ia tak tahu apa yang dipikirkan gadis ini ketika melihat dirinya. Mendapati seorang anak seumuran berada ditempat ini sendirian memang menimbulkan pertanyaan.

Tidak berselang lama, gadis ini mulai membenahi diri dan menghapus air mata yang masih ada.

"A-aku tersesat. Aku keasikan bermain menyusuri jalan ini. Sampai tak sadar jika aku sudah berada jauh dari jalan masuk. Aku mencoba untuk mencari jalan keluar, namun aku malah tersesat lebih dalam, hiks."

Sedikit terisak disetiap perkataannya. Jadi ini alasannya kenapa gadis ini bisa berada disini. Bagaimana dengan orang tuannya, apa mereka mencarinya? Apa ia perlu membantu gadis ini kembali menuju orang tuannya.

"Begitu ya. Tapi berbahaya lho berada ditempat seperti ini. Bisa saja hal buruk menimpa dirimu."

Walau tak tahu harus berkata apa tapi menasehatinya adalah sesuatu yang benar. Meskipun nasehat itu berlaku untuk dirinya sendiri mengingat kondisinya yang tak jauh berbeda dari gadis ini. Ini pertama dalam hidupnya ia membuat interaksi normal. Berterima kasihlah pada buku yang ia baca.

"Jika kau ingin kembali pergilah kearah sana. Sampai disana kau akan menemukan pohon yang besar. Ketika menemukan pohon itu berbeloklah kearah kanan dan teruslah maju. Itu adalah jalan keluar yang ku tahu."

Gadis itu terdiam, mendengar perkataan anak ini tentang jalan keluar. Tapi entah kenapa, baginya ini terasa aneh. Seorang anak kecil seumurannya bisa berada disini dan berkata seolah tahu tentang seluk beluk tempat ini. Ia yang semula menangis sekarang malah terdiam dengan heran. Apa dia memang tinggal didaerah sini?

Sekarang apa yang harus ia lakukan? Beberapa saat lalu gadis ini menangis dan sekarang malah melihatnya dengan tatapan aneh. Apa ada yang salah dengannya, ia rasa tidak. Biarlah lagipula ia sudah memberitahukan jalan keluar kepadanya. Tak ada yang perlu dikatakan lagi.

Melenggang pergi begitu saja, meninggalkan gadis ini yang masih melihatnya dengan tatapan aneh. Seakan tak peduli dengan kondisinya yang tengah ketakutan. Tak apa, ia yakin orangtuanya akan datang untuk langsung mencarinya. Lagipula ia sudah memberitahukan jalan untuk keluar.

Itu yang ingin ia katakan pada gadis ini hanya saja semuanya terasa aneh. Melangkah pergi menuju lebih dalam. Langkah yang pelan dengan suara hutan yang begitu tenang, ditambah dengan langkah satunya dibelakang. Memilih menghiraukan namun lama-lama membuatnya terganggu.

"Nee jalan keluarnya kearah sana, bukan kesini. Apa kau ingin tersesat di hutan ini lebih dalam?"

Mempertanyakan tindakan gadis ini. Ia tak mengerti kenapa dia malah mengikuti dirinya memasuki hutan. Ia tak bisa memahami jalan pikiran gadis ini.

"Ano, apa kau sering bermain disini. Apa kau tidak takut dengan hutan ini?"

"Tidak. Aku sering bermain disini, walau seorang diri. Sekarang tolong pergilah."

"Tidak. Aku ingin bermain bersamamu. Entah kenapa terasa menyenangkan. Jika kau sering bermain disini kau pasti mempunyai tempat persembunyian rahasia'kan? Aku ingin ikut."

Bisa dibilang kedua irisnya sedikit melebar mendengar perkataan gadis ini. Siapa sangka jika ucapannya mengenai sasaran. Jika gadis ini ada didunianya maka ia harus merelakan untuk kepalanya terpisah dari tubuhnya. Membunuh gadis seperti ini bukanlah perkara sulit untuknya seperti halnya membalikan telapak tangan. Satu tebasan saja sudah cukup untuk membuatnya tutup mulut. Tapi dia mengurungkan niatnya itu. Untuk sekarang ia tak ingin melakukan pembunuhan didunia saat ini ia berpijak.

"Tidak. Aku tak mempunyai tempat seperti itu."

Tentunya ia berusaha mengelak dari pernyataan gadis ini. ia tak ingin dia tahu jika ia memang mempunyai tempat persembunyian atau lebih tepatnya tempat tinggalnya sementara.

"Bohong. Dengan melihatmu saja aku tahu itu. Kau memang punya tempat seperti itu' kan?"

Seakan sulit membantah perkataannya. Keyakinannya barusan entah kenapa membuat ia merasa terpojok. Jika ini didunianya ia pasti akan menyabet leher kecil miliknya dengan cepat bilamana jika ia merasa terancam. Tapi memikirkan kembali tindakannya itu pasti akan menimbulkan masalah yang besar.

Meski begitu ia tak bisa begitu saja mengiyakan pernyataan gadis ini. Bahkan jika dia mengiyakan gadis ini tentang tempat persembunyiannya, ia tak bisa begitu saja mengajaknya kesana. Ingat jika dia ini sedang tersesat dan bukan sedang main-main. Ia tak ingin ada grup pencarian langsung datang memasuki tempat ini.

"Hal seperti itu mana ada. Ditempat yang penuh dengan semak belukar dan pepohonan ini."

"~Guuuu. Kau masih saja tidak mau mengaku tentang tempat persembunyiannmu. Aku yakin jika kau sedang membohongiku sekarang."

Ia tak tahu apa yang mendasari intuisi gadis ini yang memang benar adanya. Tahu jika ia sekarang sedang berbohong kepadanya soal tempat rahasia. Ia ingin tahu apa gadis ini memang mempunyai intuisi yang tinggi atau ini hanya murni keegoisannya semata.

"Lebih dari itu, bukankah kau sedang tersesat. Apa kau tak khawatir dengan kedua orangtuamu."

"Ah itu benar. Papa dan Mama pasti sedang khawatir. Tapi, aku juga ingin menelusuri tempat ini lebih dalam bersamamu. Duhh gimana dong?!"

Bagus, ini berhasil. Mengalihkan pembicaraan mengenai tempat rahasia dan mengangkat topik tentang dia yang sedang tersesat. Daripada itu kenapa dia malah bingung antara menemui orangtuanya atau terus memasuki lebih dalam tempat ini. jawabannya sudah jelas bukan.

"Bukankah sudah jelas, kau harus segera pergi ketempat orang tuamu."

"Ta-tapi aku juga ingin pergi ketempat persembunyianmu bersama. ~Guuu, kenapa pilihannya begitu sulit."

"Tenang saja. Kau bisa melakukannya lain kali. Itupun jika ada lain kali."

"~Jahatttt. Padahal aku sudah deg-degan untuk pergi ketempat persembunyianmu."

Nih anak. Masih tetap keras kepala soal tempat persembunyian.

Ini tidak bagus. Jika terus seperti ini ada kemungkinan anak ini akan terus bersamanya, kemudian tak lama orang tuanya datang mencari ditemani pasukan SAR. Itu sungguh buruk bilamana terjadi.

"Untuk sekarang lebih baik pulang dulu. Tidak baik membuat kedua orang tuamu khawatir sampai membuat repot mencari keberadaanmu. Apapun itu, kau tidak boleh membuat mereka khawatir padamu."

"Ba-baik."

Mendengar perkataan darinya barusan, dia tampak merasa lesuh. Ia rasa hal itu bisa dipungkiri, mengingat perkataanya barusan tepat mengenainya. Ia yakin jika perkataannya tidak terlalu menohok kedalam hati. Mengingat jika umur gadis didepannya masih anak-anak, tak aneh jika dia merasa lesuh.

"Baiklah, ikuti aku. Akan kuantarkan kau menuju jalan keluar. Ini juga tidak baik jika terlalu lama berada disini."

Mendengar itu, gadis tersebut sedikit tersentak. Itu benar terlamu lama berada disini akan membuat kedua orang tuanya khawatir. Karena ia sendiri sudah mengikuti cukup jauh anak laki-laki didepannya, ia sendiri agak cemas jika salah mengambil jalan. Untuk itu ia mengiyakan ajakan anak lelaki ini.

Melihat tidak ada penolakan yang keluar dari gadis ini, maka ia langsung saja bergegas untuk mengantarkannya menuju jalan keluar. Lebih cepat lebih baik. Ia berharap jika orang tua gadis ini masih belum sadar jika anak mereka hilang dan melakukan pencarian besar-besaran.

Kaki kecil miliknya kembali melangkah menuju jalan setapak. Menelusuri hutan untuk kembali menuju jalan keluar. Dari perjalanan kecil ini, tidak ada pembicaraan diantara mereka. Berdiam diri satu sama lain, entah karena memang tak ada topik pembicaraan.

Berada didepan memimpin jalan, sementara gadis itu berada dibelakang mengikuti langkah kaki miliknya. Dalam posisi ini memang sulit rasanya untuk melakukan percakapan. Terlebih mereka berdua sendiri baru bertemu beberapa saat yang lalu. Sulit untuk mencari sebuah topik pembicaraan.

Sedikit waktu berlalu, tak terasa mereka berdua sudah berada didepan jalan keluar.

"Sudah sampai. Dari sini tinggal lurus saja dan kau sudah keluar dari tempat ini."

"Eh, kenapa kita tidak keluar bersama. Bukankah kau sendiri juga harus keluar dari sini."

"Ada beberapa hal yang harus kuurus. Aku masih belum bisa keluar darisini."

"Sudah kuduga jika itu pasti tentang tempat rahasiamu."

Ia bisa melihat wajah cemberut gadis itu, merasa sebal karena keinginannya tak terkabulkan. Melihat itu, entah kenapa ada perasaan imut keluar darinya.

"Sudah-sudah. Daripada itu kau harus segera bertemu orang tuamu. Kau juga tak ingin mereka merasa cemas`kan."

Mendengar perkataan dari anak lelaki ini, ia tak mempunyai pilihan selain mengiyakan perkataannya. Bukan berarti dia salah, malah memang benar. Hanya saja ia merasa tak puas karena keinginannya merasa tak terpenuhi. Tapi mau bagaimana lagi, ia sendiri harus segera pergi menuju ketempat orang tuanya.

Mengucapkan terima kasih kepada anak lelaki didepannya. Ia kemudian melenggang pergi dari tempat ia berdiri. Melangkah menuju sebuah jalan masuk untuk keluar dari dalam hutan. Untuk beberapa saat, sebelum langkah kaki miliknya membawa ia keluar, ia lupa menanyakan hal penting. Berhenti disana, dengan ekspresi miliknya ketika mengingat sesuatu yang penting.

"Setidaknya bisakah kau beritahu nama…mu."

Ia kemudian berhenti dan berbalik sembari sedikit berteriak. Ia melupakan hal penting mengenai pertemuan mereka. Tetapi, ketika dia membalikan badannya, sosok anak lelaki itu sudah menghilang dari tempat ia berada. Menyisakan dirinya, seorang diri dengan suara hening sebuah hutan. Menengok kesegala arah untuk mencari anak itu, tapi ia tak bisa menemukannya.

Cepat sekali, padahal ia yakin jika anak itu masih berada tak jauh disini.

Ingin kembali masuk kedalam namun ia ingat mengenai pesan yang dikatakan anak itu kepadanya. Ia tak boleh membuat orang tuanya merasa khawatir kepada dirinya. Untuk itu ia langsung pergi menuju keluar. Beruntung, tempat dia keluar tak terlalu jauh dari tempat dimana ia dan teman-temannya berkumpul.

Ia akhirnya bisa kembali berkumpul dengan teman-temannya serta orang tuanya yang khawatir kenapa dirinya pergi terlalu jauh. Ia kemudian menceritakan sedikit hal yang terjadi serta pertemuaannya dengan seorang anak kecil misterius berambut pirang dengan dua iris mata berbeda. Mendengar itu, ada berbagai macam reaksi yang muncul, salah satunya adalah reaksi takut.

Gadis itu tak mengerti kenapa teman-teman dan orang tuanya malah memandang seperti itu kepada dirinya. Haa, kalau saja ia bisa tahu nama anak lelaki itu, maka ia yakin mereka semua tak akan memandanginya seperti itu.

Misi telah selesai. Mengembalikan seorang anak tersesat ketempat orang tuanya berada. Ia beruntung, segala sesuatunya bisa berakhir cepat tanpa ada banyak gangguan. Sekarang, ia hanya perlu menikmati kehidupan monotonnya ditempat ini. Berjalan menelusuri tempat ini, istirahat ditempat persembunyiannya, dan melakukan pencarian informasi didunia luar.

Itulah yang seharusnya terjadi.

Tapi ia tak menyangka, jika hal seperti ini akan kembali terulang dalam jangka waktu 2 hari.

Berdiam diri disatu sudut tempat. Memandang kearah dimana terdapat seorang anak kecil terduduk dengan isak tangis. Dari perawakan dan ciri-cirinya ia yakin jika anak itu sama dengan anak kemarin. Ia tak mengerti kenapa dia datang kembali ketempat ini dan lagi-lagi tersesat.

Sekarang, apa yang harus ia lakukan. Mendekat kembali kearah anak itu atau memilih untuk menghiraukannya.

Menimbang segala sesuatunya yang akan terjadi, pilihannya berakhir kepada mendekati anak itu. Astaga. Pikirnya hal ini tak akan terjadi lagi.

Keluar dari tempat ia berpijak, melangkah kembali mendekati anak kecil tersebut. Berdiam diri tak jauh ditempat anak tersebut terisak. Memandang diam kearah anak tersebut yang tengah terisak. Tetapi, begitu dia akan menyapa anak tersebut sembari menenangkannya, hal tak terduga langsung terjadi.

Tidak disangka, jika gadis ini akan langsung terbangun dan langsung memandang kearah dirinya. Terlebih, ekspresi wajahnya penuh akan senyum kemenangan.

Jadi yang daritadi itu cuma tangisan palsu.

"Kau itu emang sengaja ya. Sampai pake nangis-nangis segala lagi."

"Jelaslah. Kuyakin kau tak akan langsung muncul begitu saja jika aku tidak melakukan ini."

"Yah aku tidak peduli. Cepat pulang sana, orangtuamu akan khawatir."

"~Enggak. Aku ingin main bersamamu disini. Lagipula jangan khawatir, aku sudah mendapat izin dari orang tuaku. Bahkan jikapun masih kurang, aku masih punya ini untuk memberitahukan keberadaan diriku."

Ia kemudian menunjukan semacam gelang dipergelangan tangannya. Melihat itu, ia berpikir jika itu semacam gelang untuk mendeteksi keberadaan seseorang. Tapi, bukan itu yang menjadi pertanyaan. Lagipula kenapa orangtuanya malah mengizinkannya untuk pergi masuk ketempat ini seorang diri.

"Kau seharusnya tahu, bahkan jika kau mengenakan barang seperti itu, tak ada jaminan jika kau tak akan berada dalam bahaya."

"Jangan khawatir. Karena ada kau bersamaku, aku yakin akan keselamatanku."

"Kau seharusnya lebih meragukan keberadaan orang asing sepertiku, bukan malah mempercayainya begitu saja."

"Tentu saja aku percaya. Karena kau itu memang orang yang baik."

"Heh! Kalau itu…"

Kali ini ia tak bisa menyelesaikan perkataannya. Mendengar pernyataan tiba-tiba dari gadis kecil didepannya. Ia tak tahu harus membalas apa pada kepercayaan anak ini yang tinggi. Karenanya, ia hanya bisa memalingkan wajahnya tanpa tahu harus berkata apa.

"Yah pokoknya ayo pergi ketempat persembunyianmu."

Ia tidak merasa senang, malah merasa malas melihat tingkah penuh semangat gadis ini. Meski sempat terpana beberapa saat, itu semua seakan lenyap begitu saja. Kalau seperti ini ia sendiri tak bisa menolak keinginan anak ini yang begitu membara. Mau bagaimana lagi, ia harus melakukannya.

"Iya-iya. Tapi berjanjilah untuk pulang setelah ini."

"Tentu!"

Menyerah pada sifat riang gadis didepannya, ia dengan tak rela menyanggupi keinginannya. Beberapa waktu yang lalu dia sendiri terisak ketakutan, hal yang wajar untuk anak seumurannya. Tetapi, melihat dia begitu bersemangat memberikan pertanyaan besar untuknya. Terlebih bagaimana dengan orangtuanya, apa mereka benar-benar mengizinkannya untuk pergi ketempat ini seorang diri. Entah karena dia merengek sejadi-jadinya atau memang orangtuanya tak bisa berkata tidak pada anak mereka.

Yah sudahlah, karena sudah seperti ini ia harus mengawasinya agar tidak terjadi yang tidak-tidak.

"Benar juga, ngomong-ngomong namamu siapa? Aku tak sempat menanyakannya kemarin karena kau keburu pergi."

"Reishi. Kau bisa memanggilku Reishi. Juga Reishi bukanlah nama asliku."

"Eeh. Kenapa begitu?! Kenapa kau tak mengatakan nama aslimu?"

Reishi. Itu hanya nama asal yang ia pilih secara acak. Ia tak ingin identitas aslinya diketahui oleh seseorang, bahkan jika itu anak kecil sekalipun. Ia tak ingin memperkenalkan dirinya sebagai Mashiro Yuki. Demi keamanannya kelak lebih baik untuk memberikan nama palsu.

"Ada beberapa alasan tentunya. Untuk membuat ini adil kau juga tak perlu memberitahukan nama aslimu."

"Kau memang suka main rahasia-rahasiaan, bahkan untuk nama sekalipun."

"Kupikir ungkapan, 'jangan beritahu informasi pribadi pada orang asing' adalah benar bukan."

"Iya sih. Kita baru bertemu belum lama ini, meski begitu aku sudah tak menganggapmu sebagai orang asing lagi."

"Tidak apa. Seperti kataku tadi, kau juga tak perlu memberitahu nama aslimu juga."

Reishi, itu adalah nama milik anak lelaki ini yang dia katakan kepadanya. Ia sendiri tak tahu kenapa lelaki ini bersikeras untuk menggunakan nama palsu ketimbang nama asli. Bahkan jika itu untuk tidak memberitahu sesuatu yang pribadi pada orang asing.

"Kalau begitu…" Ia tampak berpikir sejenak akan nama apa yang bagus untuknya. Gadis ini juga tak tahu kenapa anak yang menyebut dirinya Reishi ini enggan untuk memberitahukan nama aslinya. "….Sayu. panggil aku dengan Sayu, Reishi-kun."

"Tentu Sayu-san."

Memperkenalkan diri masing-masing dengan nama samaran. Reishi dan Sayu, dua nama palsu mereka. Reishi yakin jika dia memang memakai nama palsu, tapi ia tak yakin jika gadis disampingnya demikian. Menimbang umurnya yang masih belia bisa saja dia memperkenalkan diri menggunakan nama asli.

Memasuki hutan lebih dalam, dalam perjalanan ini, gadis bernama Sayu lebih banyak bicara dari sebelumnya. Perasaan riangnya begitu tinggi, seakan lupa akan kejadian beberapa waktu yang lalu ketika dia tersesat. Mungkin baginya Sayu hanya ingin sekedar mengusir rasa sunyi diantara mereka. Karena ia yang selalu diam membuatnya terusik akan suasana tempat ini yang sunyi.

Terus berjalan memasuki hutan, mengikuti jalan yang ada serta melewati sebuah sungai kecil akhirnya mereka sampai ditujuan. Ia langsung menujuk pada batang kayu besar yang sudah mati dimana batang kayu itu mempunyai celah.

"Kita sampai. Itu tempat persembunyianku."

Sayu melihat kearah batang pohon itu yang begitu besar, dimana batang pohon itu mempunyai celah seperti pintu masuk. Ketika ia mulai memasuki pintu itu, ia tertegun dengan apa yang ada didalamnya. Seperti sebuah kamar sendiri, dengan banyak sekali peralatan. Tempat ini lebih banyak dikuasai oleh buku yang berjajar didinding kayu. Untuk penerangan terdapat sebuah lentera disana.

"Jika kau tak betah disini kau bisa kembali. Aku akan mengantarmu pu-"

"Hebat!"

"Eh?"

Lagi-lagi prediksinya meleset. Gadis kecil seperti Sayu mungkin akan merasa tak betah ditempat seperti ini. Berada didalam batang kayu dimana bisa saja ada serangga yang menakutkan atau tempat ini yang kotor. Tapi jawabannya benar-benar diluar perkiraannya. Apa Sayu berbeda dari gadis kota kebanyakan.

"Sungguh? Kukira kau tak akan betah berada ditempat seperti ini. Sepertinya aku salah menilaimu."

"Apa yang kau katakan, Reishi-kun. Bisa menemukan tempat seperti ini dan menatanya dengan rapih. Ini seperti sebuah kamar disebuah Istana. Apa ini semua kau tata seorang diri, ini sungguh hebat."

Khayalan anak-anak. Menyebut tempat ini sebagai sebuah kamar mewah disebuah istana. Ia tak akan berkomentar mengenai ucapannya. Sial. Ini semua benar-benar diluar dugaannya. Ia yakin sekarang Sayu tak akan pergi dari sini dengan cepat. Ia berharap waktu bisa berjalan dengan cepat.

Ngomong-ngomong entah kenapa dari tadi perasaannya sedikit tak enak. Melihat kearah Sayu ia bisa melihat wajah itu yang begitu takjub. Lebih tepatnya takjub karena apa?. Tanpa sadar kedua iris berbeda warna itu saling bertatap. Merah delima milik Sayu serta iris beda warna milik Reishi. Keduanya saling memandang dalam waktu yang lama. Sampai Reishi membuka suaranya yang sedari tadi memilih diam saja.

"Ada apa? Apa ada yang aneh denganku."

"Ti-tidak bukan begitu. Hanya saja matamu itu entah kenapa begitu indah untuk dipandang. Ini pertama kalinya aku melihat seseorang dengan mata berbeda."

"Kukira apa. Indah atau tidak aku malah merasa kalau mataku ini begitu menakutkan."

"Itu tidak benar. Matamu itu tidaklah menakutkan malah sebaiknya. Bahkan aku tadi tak bisa berpaling darinya."

"Terima kasih atas pujiannya. Kuhargai itu."

Bukan tanpa alasan kenapa ia merubah kornea matanya menjadi hijau. Ia tak ingin kelak seseorang tahu jika Reishi dan identitas aslinya sebagai Mashiro Yuki itu adalah orang yang sama. Ia yakin suatu saat nanti, entah kapan dan dimana ia pasti akan bertemu lagi dengannya. Itu semua berlaku untuk semua orang nanti. Tak ada salahnya menjadi orang lain.

Akhirnya ia mulai menghabiskan waktu miliknya dengan Sayu. Entah itu membaca buku-buku yang ada disini dimana isinya hanya sebatas ilmu pengetahuan saja. Bukan buku yang diperuntukkan untuk anak-anak. Jika beruntung mungkin ada sedikit buku berisi cerita novel ataupun novel ringan.

Menghabiskan sedikit waktu dengan membaca beberapa buku yang ada. Mengingat usia Sayu masih belia, ia sendiri tak menangkap semua hal yang terdapat didalamnya. Buku lain seperti novel mungkin bisa menghiburnya, walau sepertinya dia harus berhenti dipertengahan.

Merasa bosan, Sayu akhirnya memilih untuk mengajak Reishi berkeliling sedikit. Kenapa Sayu melakukan ini karena ia merasa jika Reishi mengetahui beberapa seluk beluk tempat ini. Mendengar ajakan dari Sayu, mau tak mau ia menerima tawarannya. Bahkan jika ia menolak, Sayu pasti akan memaksanya.

Untuk itu, mengikuti ajakan dari Sayu, ia langsung menemaninya berkeliling daerah ini. Reishi tentunya tahu seluk beluk dari tempat ini. Ia bisa saja mengajak Sayu mengelilingi seluruh hutan taman. Tapi ia tak perlu melakukan hal merepotkan itu. Cukup menemani Sayu berkeliling tak jauh dari tempat persembunyian sudah membuat gadis ini senang.

Agar dia tak bosan, Reishi sendiri menunjukan beberapa hal yang ada ditempat ini. Seperti pohon dengan buah beri yang bisa dimakan, sebuah aliran sungai namun tak deras, pohon besar dengan daun yang rindang. Memperlihatkan hal ini cukup membuat Sayu merasa senang. Melihat wajah senang milik Sayu, ia entah kenapa tak bisa untuk tidak menunjukan beberapa hal yang sekiranya bagus.

Ketika puas berkeliling dan menemukan sesuatu untuk dimakan seperti buah, Sayu akhirnya memilih untuk kembali ketempat persembunyian Reishi untuk melepas lelah. Dalam perjalanan kembali ia menceritakan pengalaman ini yang terasa baru pada Reishi. Siapa sangka jika sesuatu yang menyenangkan seperti ini memang ada.

Mendengar itu, Reishi hanya mengiyakan saja celotehan anak kecil dari Sayu. Ia juga bingung dalam menanggapi hal yang sekiranya terasa biasa untuknya.

Sibuk bermain hingga tak mengenal waktu. Hari sekarang sudah menjelang sore. Tak terasa waktu berlalu begitu saja dengan cepat.

"Sudah sore. Sebaiknya kau segera kembali pulang. Bisa-bisa orang tuamu khawatir dengan keberadaanmu."

"Iya. Ini sungguh menyenangkan. Tak kusangka jika hari sudah selarut ini."

"Aku akan mengantarmu."

Memilih rute berbeda yang merupakan rute terpendek untuk keluar dari sini. Ia sengaja melakukannya agar Sayu tak akan datang kesini lagi. Ia yakin jika anak kecil seperti Sayu tak akan mempunyai ingatan akan jalan untuk kembali ketempat ini. Karena itulah ia membuat rute lain untuk membuat Sayu bingung. Dan sampailah mereka dijalan keluar.

"Dari sini kau lurus saja dan akan langsung keluar dari tempat ini."

"Hari ini begitu menyenangkan. Terima kasih sudah mau bermain denganku, Reishi-kun."

"Tentu Sayu-san. Kalau begitu sampai jumpa."

Membalikkan badan dan meninggalkan Sayu setelah mengucapkan salam perpisahan. Namun langkah miliknya harus terhenti, ketika Sayu kembali bertanya.

"Reishi-kun kapan-kapan main lagi ya. Aku pasti akan datang ke tempat persembunyianmu."

"Lebih baik tak usah. Lagipula tempat ini cukup berbahaya untukmu. Demi keamananmu lupakan saja semua hal yang baru saja kau alami."

"~Gak mau. Aku pasti akan datang ketempatmu lagi. Bahkan jika kau tak mau aku akan memaksamu untuk bermain lagi denganku, Reishi-kun."

"Terserah kau saja Sayu -san."

Di tempat itu Sayu melihat Reishi yang kembali melenggang pergi menuju hutan. Hingga tak lama sosoknya mulai menghilang. Wajahnya yang cemberut dengan sikap Reishi barusan mereda. Walau sikapnya seperti itu tapi dia sungguh baik. Ia juga tak tahu kenapa saat pertama kali ia bertemu, ada sesuatu yang terasa beda dengannya.

Ketika ia pertama kali melihat Reishi, ia yakin jika dia merupakan seorang peri hutan. Ia beranggapan seperti ini ketika melihat bagaimana parasnya. Itu adalah paras yang tak pernah ia lihat. Rambut pirang dengan dua iris mata berbeda. Itu sudah menjelaskan jika dia memang bukan sembarang anak biasa.

Melihat bagaimana dia datang menghampirinya dan berusaha untuk membuat dirinya merasa tenang. Saat itu ia juga tak merasa takut ataupun cemas ketika Reishi mengahampiri kearah dirinya. Ia merasa tenang, tak merasakan suatu hal yang berbahaya pada Reishi. Karena alasan inilah, ia sangat bersikeras untuk mengenal Reishi lebih jauh.

Itu terbayar dengan dia yang memang mempunyai tempat persembunyian rahasia.

Meski begitu ada banyak hal yang terasa misterius. Mulai dari Reishi yang terlihat tahu dengan seluk beluk tempat ini. Dia yang bisa bersikap tenang tanpa merasa takut pada sekitar sungguh memberikan pertanyaan. Dia sendiri juga jarang berkekspresi dan selalu terlihat datar. Terlebih ia tak pernah mendengar atau melihat Reishi akan pulang menuju rumahnya.

Ini agak misterius, bahkan sekarangpun. Ketika ia berpikir untuk bisa pulang bersama kerumah masing-masing, dia malah pergi kembali masuk kedalam sana. Apa memang fakta jika Reishi seorang peri hutan atau memang dia mempunyai rumah didalam taman hutan ini.

Melihat ini, ada banyak hal yang ingin ia ketahui mengenai Reishi. Besok, ia pasti akan datang lagi dan menanyainya.

Frost of God

Seakan menjadi sebuah kebiasaan, entahlah ia tak tahu harus berkata apa. Didepannya seorang gadis cantik bersurai hitam, dengan iris merah delima datang kembali menghampirinya. Bahkan datang seorang diri menuju tempat persembunyian. Senyumnya yang begitu riang ditambah dengan barang yang ia bawa. Sepertinya ia mempersiapkan segala sesuatunya.

"Reishi-kun ayo main."

Menghela nafas dengan berat. Ia tak tahu jika Sayu bisa begitu nekat untuk datang kemari. Tapi ia harus memuji akan ingatannya. Siapa sangka anak kecil sepertinya bisa menghapal rute tempat ini. Kebanyakan anak seusianya harusnya tak begitu hapal dalam mengingat jalan. Apalagi sebuah rute hutan yang bisa berubah-ubah. Tapi dia, senyumnya seolah berkata kalau itu bukanlah apa-apa.

Rutinitas baru bersama seseorang dimulai.

Melihat Sayu begitu antusias dengan beberapa barang yang dia bawa, Reishi seakan tak bisa menolak ajakan darinya. Ia akhirnya menerima ajakan Sayu untuk kembali bermain seperti biasanya. Mula-mula mengabiskan sedikit waktu ditempat persembunyian dengan membicarakan beberapa hal. Topiknya bisa saja beragam, namun ia tak menyangka jika Sayu akan menanyakan beberapa hal yang terasa pribadi.

Seperti dimana rumahnya berada dan bagaimana dengan orang tuanya. Ini agak diluar ekpektasi melihat dia menanyakan hal seperti ini. Memikirkan kembali jawaban yang harus Reishi katakan, ia langsung saja memberikan jawaban secara blak-blakan. Ia sama sekali tak mempunyai rumah dan ia juga seorang yatim piatu, itulah yang ia katakan kepada Sayu.

Mendengar ini, Sayu tak tahu harus berkata apa karena sudah menanyakan hal yang terlalu sensitif. Dia bahkan kembali terisak akan jawaban mengejutkan yang ia katakan kepadanya. Ia harus kembali menenangkan Sayu dan berkata jika ia tak merasa keberatan. Walau, ia sendiri agak terkejut ketika Sayu menganggapnya seorang peri hutan.

Hmm, mungkin peran seorang peri bisa ia lakukan sekarang.

Cukup bersenang-senang ditempat persembunyian, maka selanjutnya adalah pergi menuju beberapa tempat ataupun mencari hal baru. Jika beruntung bisa saja menemukan hewan kecil seperti tupai ataupun sebuah pohon dengan buah yang bisa dimakan. Memang ada pohon beri tapi Sayu merasa ingin menemukan pohon lain dengan buah yang berbeda.

Tak lupa sedikit bermain dengan Reishi dialiran sungai yang tak deras. Sayu juga menemukan adanya beberapa ikan kecil dialiran sungai. Sayu ingin menangkapnya, namun ia tak mempunyai alat ataupun kemampuan menangkap ikan. Tapi tak apa, ia bisa melakukan hal lain dialiran sungai ini. Contohnya adalah menyiramkan air kearah Reishi.

Melihat ekspresi datarnya berubah terkejut, ketika air segar terkena wajahnya. Melihat itu, Sayu merasa lebih riang dan terus menyerang kearah Reishi. Seperti tak mau kalah, Reishi lantas membalas kembali kepada Sayu. Perang kecil saling menyiramkan air terjadi diantara mereka. Hingga akhirnya mereka sadar sudah basah kuyup.

Ini tidak bagus. Jika terus terusan menggunakan baju basah bisa saja Sayu terkena demam.

"Kau ini tak bisa menahan diri, sekarang baju kita sudah basah kuyup seperti ini. Tidak baik menggunakan baju yang masih basah. Bisa saja kau terkena deman."

Berada disamping sungai dengan keadaan basah kuyup. Tak lupa untuk memberikan sedikit ceramah kepada Sayu karena tak bisa menahan diri. Kalau tak salah ia mempunyai beberapa pakaian ganti, namun ia tak tahu apa bisa meminjamkannya kepada Sayu.

"Jangan khawatir. Aku membawa ini. Hal kecil seperti ini aku bisa mengatasinya."

Melihat Sayu menunjukan gelang ditangannya, Reishi bisa tahu jika itu semacam CAD untuk melakukan kalkulasi sihir. Melihat Sayu mengenakannya, apa dia memang sudah bisa menggunakan sihir dunia ini.

Tak berselang lama, menekan beberapa tombol yang ada, pancaran aura biru keluar diantara Sayu. Baju miliknya yang sudah basah menjadi kering seperti sebelumnya. Selesai menggunakan sihir pada dirinya, Sayu lantas mulai menggunakan sihir miliknya kepada Reishi. Sama seperti Sayu, pancara aura berwarna biru menyelimuti dirinya. Baju miliknya yang semula basah sudah mengering.

"Gimana, hebat bukan. Hal kecil seperti ini bisa kuatasi dengan kemampuanku."

"Itu yang namanya sihir`kan. Bukankah kau tak boleh sembarangan menggunakannya."

"Tidak apa-apa`kan. Bukan berarti seseorang akan datang ketempat ini. Lagipula ini hanya sihir kecil untuk mengeringkan pakaian."

"Yah itu ada benarnya."

Selesai mengeringkan baju yang basah, petualangan kecil diantara mereka kembali berlanjut. Pergi memasuki tempat ini lebih dalam, singgah sebentar disebuah pohon besar sembari beristirahat, menemukan sebuah pohon dengan buah persik yang bisa dimakan. Reishi kemudian memanjat pohon itu untuk mengambil beberapa buah untuk dirinya dan Sayu.

Melihat Reishi memanjat pohon itu membuat Sayu merasa khawatir jika dia akan terjatuh. Tapi syukurlah hal itu tidak terjadi dan Reishi berhasil mengambilnya. Mengambil buah itu dan langsung memakannya. Rasa manis dari buah persik memenuhi mulutnya.

Merasa petualangannya sudah cukup jauh, Sayu memutuskan untuk kembali ketempat persembunyian. Beristirahat sejenak disana untuk memulihkan tenaga, kemudian pamit kepada Reishi karena hari sudah menjelang sore.

Satu lagi Petualangan Sayu bersamanya. Ia masih tak menyangka jika anak ini akan kembali datang menemui dirinya. Mengantarnya kembali ketempat masuk agar dia baik-baik saja. Sampai dijalan masuk ia langsung berpamitan pada Sayu dan kembali ketempat persembunyian.

Reishi ingin berpikir jika ini adalah yang terakhir kalinya ia menemani anak ini bermain bersama. Namun, didalam dirinya ia yakin jika ini bukan yang terakhir kalinya. Apa yang ia harapkan tak lebih seperti sebuah pertanda. Jika seperti itu ia harus mempersiapkan diri untuk kunjungan Sayu dihari lainnya.

Benar saja.

Apa yang ia harapkan sebelumnya telah menjadi pertanda kalau ini tak akan berakhir begitu saja. Dia datang lagi dan lagi untuk bermain bersamanya. Seperti sebelumnya dia datang membawa beberapa hal didalam tas punggungnya. Isinya berupa beberapa mainan ataupun sebuh buku cerita untuk dibaca bersama.

Namun kali ini ada satu barang yang dibawa Sayu yang dia tunjukan kepadanya. Itu kamera. Sebuah kamera kecil berada dalam kedua genggamannya. Dia menunjukan kamera itu dengan perasaan riang.

"Lihat-lihat, Reishi-kun, ini kamera lho. Aku akan mengambil banyak foto sekarang."

Ia tahu itu kamera. Tapi apa boleh anak seumurannya membawa benda berharga seperti kamera. Terlebih dia akan mengambil banyak foto, dengan kata lain foto dirinya juga akan terambil. Apa kira-kira ada konsekuensi bilamana foto tentang dirinya terambil. Ia rasa itu tak apa. Wujudnya sekarang tampak berbeda, ia merasa hal seperti ini tak akan mempengaruhi dirinya dimasa depan kelak.

"Apa boleh anak sekecil dirimu membawa benda berharga seperti kamera. Kau tahu, kau bisa saja ceroboh dan menghilangkan kameramu itu."

"~Jahat. Aku sendiri tak akan seceroboh itu. Lagipula ayahku sudah mengizinkannya setelah aku berhasil meyakinkannya selama beberapa jam."

Dengan kata lain, dia bersikeras memaksa ayahnya untuk memberikan kamera.

"Nakal juga ya kau ini. Sampai membuat ayahmu kerepotan meladeni tingkahmu."

"Sesekali tidak apa'kan. Lagipula aku jarang sekali meminta sesuatu kepada ayahku."

Mendengar itu, Reishi tak mempunyai hak untuk mengomentari tentang Sayu dan kamera yang didapatkan olehnya. Bahkan jika dia merengek dan memaksa untuk mendapatkannya sekalipun. Karena dia sudah membawa benda yang bisa dibilang berharga, ia harap dia tak melakukan sesuatu yang ceroboh.

Click!

Mendengar suara tersebut, wajahnya langsung mendongak kearah Sayu. Melihat bagaimana kamera tersebut sudah terarah kepadanya.

"Oi, jangan mengambil fotoku seenaknya."

"Ayolah jangan kaku seperti itu. Cobalah berpose dan tersenyum kearah kamera. Ayo! Chess, Chess."

Meskipun disuruh berpose atau sekedar untuk tersenyum, Reishi sama sekali tak tahu atau tak bisa mengikuti apa yang dikatakan Sayu padanya. Berpose, pose macam apa yang harus dilakukan. Tersenyum, ia masih belum bisa untuk melakukannya. Karena itu ia memilih untuk diam saja membiarkan Sayu memotret dirinya hingga puas.

Seakan kesal karena Reishi sama sekali tak berekspresi ataupun menggunakan pose lain. Mau tak mau Sayu turun tangan untuk mengarahkan Reishi agar bisa berpose ataupun berekspresi. Jujur saja, untuk pose, Sayu setidaknya bisa memaklumi Reishi yang mana bisa bergerak sesuain keinginannya, tapi itu semua seakan pudar oleh wajahnya yang tanpa ekspresi. Mau pose apapun jika wajahnya sama sekali tak berekspresi maka itu sama saja kurang bagus.

"Cobalah untuk tersenyum. Jangan menggunakan ekspresi kaku mu terus menerus."

"Meskipun kau bilang begitu. Aku sendiri tak tahu harus bagaimana untuk membuat wajahku tersenyum."

Mendengar alasan konyol seperti itu, membuat Sayu sendiri tak habis pikir akan anak lelaki ini. Ia sendiri sudah menunjukan cara untuk melakukannya namun itu tidak juga membantu. Ia dengan tergesa-gesa langsung melangkah kedepan Reishi dan langsung memegang wajahnya. Menggunakan kedua tangannya seperti menguleni adonan, Sayu mencoba untuk membentuk ekspresi pada wajah Reishi.

Ia terus melakukannya sembari berguman ini, ini dan ini. Hingga tak lama ia akhirnya sadar akan perbuatannya ini. Menyentuh begitu saja wajah milik Reishi membuat dirinya menjadi tidak biasa. ia takut jika tindakan spontan miliknya ini akan membuat Reishi tidak menyukainya. Karenanya ia langsung terdiam sembari melihat kearah wajah Reishi. Melihat wajah Reishi sekarang, Sayu tak bisa menahan dirinya.

"Buhahaha!"

"Kenapa kau malah tertawa seperti itu."

Bukan tanpa alasan, melihat ekspresi Reishi ketika ia menguleni dengan tangannya sungguh sesuatu yang tak bisa ia tahan. Karena itu Sayu langsung tertawa terbahak-bahak. Sayu tak mengira jika Reishi akan menampilkan wajah seperti itu.

Setelah beberapa saat Sayu akhirnya bisa menenangkan kembali dirinya. Reishi hanya menatap tak berekspresi sembari malas pada tingkah Sayu barusan. Dia sendiri yang memegang wajahnya kemudian dia sendiri malah tertawa. Sungguh, ia tak bisa mengikuti tingkah Sayu.

Cukup dengan foto-foto ditempat ini, Sayu kembali mengajak Reishi untuk mengunjungi kembali setiap tempat yang sudah didatangi oleh mereka berdua. Berbekal kamera ditangannya, ia ingin mengabadikan beberapa momen ditempat ini bersama Reishi.

Mendengar itu Reishi hanya mengiyakan keinginan dari Sayu. Sama seperti sebelumnya mendatangi beberapa tempat yang sudah pernah dikunjungi, ataupun jika beruntung menemukan sesuatu yang belum pernah Sayu lihat. Ia dengan penuh semangat mendatangi setiap tempat bersama Reishi.

Tak lupa dengan kamera ditangannya, ia memfoto pemandangan ditempat ini. bukan hanya foto pemandangan saja, tapi ia menyempatkan untuk memfoto dirinya, Reishi, ataupun bersama-sama. Hal ini berlangsung cukup lama sampai mereka sampai ditempat terakhir. Beristirahat sejenak sembari melihat hasil foto yang sudah diambil.

Sebenarnya ada satu lagi tempat disini yang bagus untuk dikunjungi. Hanya saja Reishi ragu untuk memberitahunya mengingat sifat Sayu yang begitu bersemangat. Ia takut jika Sayu tak bisa menahan diri dan membuat dirinya celaka. Tetapi melihat Sayu sekarang, ia merasa perlu memberitahunya.

"Kau tahu, ada satu lagi tempat disini yang sangat bagus untuk dilihat. Apa kau ingin pergi kesana untuk melihatnya."

"Eh sungguh. Kenapa kau tak mengatakannya pada hari-hari sebelumnya. Kau memang suka sekali bermain rahasia-rahasiaan."

"Yah maaf saja. Aku takut kau tak bisa menahan diri hingga akhirnya membuat dirimu terluka. Karena itu aku sengaja tak mengatakannya kepadamu."

"Kalau begitu ayo kita pergi kesana sekarang. Kalau tidak bagus awas ya, nanti kuuleni lagi wajahmu."

Reishi tak begitu mempedulikan perkataan Sayu barusan. Ia langsung saja mengajak Sayu menuju tempat yang sengaja tak ia katakan kepadanya. Kembali menyusuri jalan dan sedikit menaiki beberapa gundukan tanah, mereka berdua akhirnya sampai. Menyingkirkan bebera semak belukar yang menghalangi, Sayu akhirnya melihat dengan jelas tempat yang ia datangi.

Iris miliknya langsung terbuka. Menatap takjub pada pemandangan didepannya. Apa yang Sayu lihat adalah sebuah danau dimana airnya begitu bening. Danau ini juga tidak terlalu besar ataupun terlalu kecil. Ukurannya begitu pas untuk sebuah danau berada ditempat seperti ini.

"Bagaimana, indah`bukan?"

"~Guuu, kau harusnya memberitahuku jika ada tempat sebagus ini. Haaa, entah kenapa aku merasa melewatkan sesuatu yang bagus. Reishi-kun kau jahat."

"Aku sudah bilang padamu`kan. Tempat ini memang indah namun cenderung berbahaya untuk dikunjungi olehmu yang masih anak-anak. Aku takut kau mengacau dan berakhir tenggelam didanau ini."

"Kau sendiri juga masih anak-anak. Berhenti memperlakukanku sebagai anak yang ceroboh. Aku juga bisa menjaga diriku agar tak berbuat sembarangan."

Sayu sedikit merengek karena terus-terusan diperlakukan sebagai anak yang ceroboh. Walau hal itu datang dari seorang anak yang terlihat seumuran dengannya. Biarlah, ia akan membalasnya dengan bermain disini bersamanya sampai puas. Akan ia paksa Reishi untuk menuruti keinginannya.

Untuk itu Sayu akhirnya mulai menjelajahi daerah sekitar sembari mencari tempat yang sekiranya aman untuk bermain air didanau ini. Pemandangan sekitar bisa dikatakan sama seperti kebanyakan, yang membedakan paling hanya danau ini saja. Tak lupa Sayu juga mengambil foto tempat ini.

Benar juga, tempat ini bagus untuk mengabadikan momen diantara mereka berdua. Sayu langsung saja mencari tempat yang bagus serta sandaran untuk menyimpan kameranya. Ia ingin memotret dirinya bersama Reishi disini. Bersama Reishi mencari tempat yang sekiranya sesuai, akhirnya mereka menemukannya.

Setelah menyesuaikan beberapa pengaturan serta pose apa yang harus dipilih, mereka akhirnya siap. Berada didepan kamera yang tersimpan pada sebuah batu. Sayu dan Reishi berdiri satu sama lain menghadap kearah kamera. Tiba-tiba, dengan sigap Sayu langsung memegang salah satu tangan Reishi sebagai mana seorang sahabat yang begitu dekat.

Tahu akan tindakan tiba-tiba dari Sayu, Reishi tidak bereaksi dan lebih memilih fokus kearah kamera. Setelah beberapa detik berlalu kamera berhasil memotret mereka berdua. Melihat hasil foto barusan, membuat bibir Sayu sedikit terangkat. Ia merasa puas melihat hasil yang terlukis pada foto di kameranya.

Ada sedikit waktu yang tersisa, untuk itu Sayu memanfaatkannya untuk bermain disekitar danau. Sesuai saran dari Reishi ada pinggiran danau yang bisa dimanfaatkan untuk sekedar menurunkan kaki. Mendengar itu ia langsung saja menyuruh Reishi untuk membawanya kesana. Sampai disana Sayu dan Reishi langsung saja mencelupkan kaki mereka berdua kedalam danau. Rasa dingin dari air danau beserta segarnya angin berhembus. Tempat ini cocok sekali untuk sekedar menikmati suasana.

Mengingat hanya ada sedikit waktu, Sayu memutuskan untuk menghabiskannya disini sembari mengobrol beberapa hal bersama Reishi. Sayu berharap setidaknya ada beberapa waktu lagi baginya untuk bersama Reishi, tapi ia tahu hal itu tak bisa dilakukan mengingat hari sekraang hampir menjelang sore. Karena itu ia hanya bisa menghabiskannya disini saja.

Ini tak apa. Lagipula tempat ini juga sudah melebihi ekspektasinya.

Haripun menjelang sore sudah saatnya bagi Sayu untuk pulang.

Berada dijalan masuk, terlihat adanya Reishi yang hendak mengantarkan Sayu untuk pulang. Seperti biasanya Reishi hanya bisa mengantarnya sampai sini.

"Hari ini benar-benar menyenangkan. Aku sangat senang Reishi-kun mau menemaniku bermain sepanjang hari. Khususnya danau itu, jika saja aku mengetahuinya lebih awal aku bisa menghabiskan waktuku disana lebih lama."

"Mau bagaimana lagi, aku lebih mengkhawatirkan keselamatanmu. Aku berpikir kau akan menceburkan dirimu begitu saja pada danau itu. Masih ada hari esok, lagipula kau pasti akan datang kesini lagi bukan."

Mendengar perkataan Reishi barusan, Sayu entah kenapa sedikit melebarkan iris matanya. Tak lupa ia juga tersenyum secara spontan akan pernyataan barusan. Ia merasa senang jika Reishi berpikir jika ia akan datang lagi besok.

"Yah tentu. Aku pasti akan datang lagi besok. Siap-siap saja aku akan memaksamu mengikuti kemauanku."

"Beri aku istirahat."

Mengucapkan selamat tinggal, Sayu lantas pergi untuk kembali kerumah miliknya. Melambaikan tangannya kepada Reishi, keberadaan Sayu mulai menghilang dari pandangan. Melihat Sayu yang sudah pulang, Reishi sendiri lantas melangkahkan kakinya pergi ketempat persembunyiannya. Disamping beristirahat, ia juga perlu melakukan kegiatan utamanya didunia ini.

Akan tetapi, segala sesuatunya akan berakhir ataupun tak sesuai dengan apa yang dikatakan.

Hari berlalu dan berlalu, namun entah kenapa Sayu tidak berkunjung lagi ketempat ini seperti biasanya. Setelah apa yang dikatakannya beberapa hari yang lalu setelah kunjungannya kedanau itu. Sayu sendiri yang berkata bahwa dia akan datang kembali ke tempat persembunyiannya untuk bermain. Tapi sekarang dia sama sekali belum datang ketempat ini.

Sesuai dugaannya.

Ada sesuatu yang berbeda dengan Sayu di hari itu. Dia boleh saja bersikap riang dan gembira seperti biasanya, namun disatu sisi ia sendiri kerap menemukan Sayu dengan ekspresi yang jarang sekali dia perlihatkan. Dengan kata lain sesuatu telah terjadi dirumahnya hingga dia menjadi seperti itu.

Sekarangpun, 2 bulan telah berlalu semenjak kunjungan Sayu untuk terakhir kalinya.

Ia berasumsi jika Sayu mendapat teguran dari keluarganya yang membuatnya tak bisa kembali kesini. Atau mungkin keluarganya memutuskan untuk pindah dari daerah ini. Haa, setidaknya ia berharap bisa memberikan salam perpisahan yang baik. Biarlah. Lagipula sejak awal ia ingin membuat Sayu berhenti mengunjunginya. Kebetulan saja apa yang ia harapkan terjadi. Sekarang ia bisa kembali leluasa untuk melakukan kegiatan utamanya.

Sekarang, kembali melanjutkan kehidupan monotonnya dengan mengumpulkan berbagai macam informasi. Entah itu informasi yang berada dinegara ini ataupun informasi baru yang bisa ia cari di belahan bumi lain. Jikalau beruntung semoga saja ada teori sihir mengenai ruang dan waktu. Jika memang ada ia akan langsung segera mempelajarinya.

Lagi-lagi semua berlalu begitu saja seolah tak terjadi apa-apa. Kesehariannya kembali ia dapatkan. Keberadaan Sayu dari dalam benaknya perlahan mulai menghilang. Ia juga tak tahu alasan mengenai Sayu yang berhenti mengunjunginya. Untuk seseorang seperti Sayu, mungkin memang terjadi sesuatu diluar kemampuannya.

Jika memang seperti itu, ia berharap jika Sayu bisa melewati ini semua tanpa harus terbayangi oleh dirinya.

Untuk sekarang, mencari informasi ia hentikan sementara. Begitu jenuh dengan semua hal yang harus diserap. Otaknya serasa berdenyut-denyut dengan segala kegiatan informasi ini. Berjalan-jalan sejenak bukanlah hal yang buruk. Sedikit refreshing bagus untuk kesehatan otaknya. Setidaknya ia ingin mengubah moodnya ini.

Sampai ia tiba disebuah danau kecil. Mendekati sisi danau untuk melihat pantulan wajahnya. Iris torquis dan emerald masih terpatri dimatanya. Untuk kedepannya ia akan menggunakan identitas baru yang ia buat saat bersama dengan Sayu. Identitas ini akan ia gunakan ketika bertemu seseorang secara tak terduga.

Tak lama kemudian ia duduk disisi danau itu. Mencelupkan kedua kakinya hanya sebatas untuk merasakan dinginnya air danau. Kemudian menggerakannya secara vertikal. Ia tak tahu kegiatan apa yang harus ia lakukan. Pergi ke kota dan mulai berbaur dengan masyarakat yang ada. Rasa lelah dan jenuh bisa membuat konsentrasinya buyar ketika berada dalam wujud orang dewasa.

Mungkin saatnya ia berperan sebagai anak-anak semestinya. Anak kecil yang hanya tahu bersenang-senang saja. Tapi entah kenapa ketika ia ingin menghilangkan penatnya, selalu saja ada hal yang mengganggunya. Ia tak perlu menoleh untuk mengetahui kehadiran seseorang, karena sedari tadi ia merasakannya. Memilih menunggu orang itu untuk menyapanya.

Seseorang berperawakan tinggi sedang berjalan santai menelusuri jalan setapak. Dari ciri-cirinya ia adalah seorang wanita. Mempunyai penampilan yang begitu menawan. Bak seorang ratu dari kerajaan eropa. Wajahnya tidak terlalu terlihat karena topi besar yang ia pakai. Tak lama wajah miliknya terpaku pada sebuah danau disamping wanita itu.

Cukup lama melihat untuk menikmati keindahan sebuah danau beserta hembusan anginnya. Namun tak lama perhatiannya teralihkan pada seorang anak yang tengah duduk disisi danau. Wanita itu tak mengerti kenapa ada seorang anak kecil ditempat seperti ini. Karena penasaran ia coba untuk mendekati bocah itu.

"Bocah apa yang kau lakukan ditempat seperti ini seorang diri?."

Berada dibelakangnya ia panggil bocah itu yang seperti merenung. Perlahan bocah itu menengok menuju asal suaranya. Ia melihat tatapan bocah itu yang begitu tak biasa. Apalagi dengan kedua iris matanya yang memiliki warna berbeda. Biru dan hijau bagai permata. Bocah ini pasti mengidap penyakit Heterochromia, terbukti dari matanya yang berbeda.

Sesuai dugaan. Sensor miliknya tidaklah rusak. Kali ini seseorang berperawakan dewasa. Seorang wanita, jika dilihat dari perawakannya telah berkeluarga. Wajah itu begitu anggun bak seorang ratu dari eropa. Tatapan yang begitu tenang dari iris merah itu, sungguh menawan. Pancaran kecantikannya setingkat memang setingkat ratu.

"Tak ada. Hanya berdiam diri merasakan dinginnya air danau. Apa anda datang kesini untuk merasakannya juga?."

Mendengar perkataan bocah ini barusan ia merasa heran. Entah kenapa ucapannya itu terlalu dewasa untuk anak sepertinya. Begitu sopan seakan tahu tata krama dalam berbicara. Tapi untuk anak seusianya, entah kenapa melihatnya begitu aneh. Bahkan tatapan serta nada bicara yang seakan tak mempunyai emosi. Apa anak ini sedang depresi?.

"Tidak. Aku hanya kebetulan lewat dan menemukan danau ini. Juga bahaya untuk anak kecil sepertimu bermain seorang diri, apalagi ditempat berbahaya seperti danau ini. Bisa saja kau tenggelam tanpa ada yang membantumu."

"Tidak apa-apa. Aku sudah terbiasa bermain sendiri. Lagipula aku tahu batasanku akan bahaya. Kau tidak perlu mengkhawatirkanku, Nyonya."

"Bagaimana dengan orang tuamu? Mereka pasti khawatir denganmu bila berada ditempat yang cukup berbahaya seperti ini."

"Aku yatim piatu. Aku tak mempunyai seseorang yang mengkhawatirkanku. Aku bisa menjaga diriku dengan baik. Terima kasih atas kekhawatirannya."

Lagi. Mendengarnya saja membuatnya tersentak. Apa-apaan cara bicara anak ini. Cara dia bicara tak sesuai dengan umurnya. Seolah ia sedang berbicara dengan lelaki dewasa saja. Sedikit menghela nafas dengan pelan untuk menenangkan hatinya. Ia tak menduga akan bertemu anak seperti ini. Sifat dan perilakunya, sungguh tidak biasa. Terlebih ia merasa bersalah pada anak ini dengan perkataannya barusan.

"Begitu ya. Maaf atas perkataanku tadi yang begitu kasar. Ngomong-ngomong namamu siapa?."

"Reishi. Anda bisa memanggilku Reishi. Juga Reishi bukanlah nama asliku."

"Kenapa? Apa kau merasa takut jika seseorang tahu nama aslimu. Apa ada alasan kenapa kau menyembunyikan namamu, Reishi?."

"Mungkin. Ada beberapa hal yang tak bisa kukatakan. Itu saja."

Anak yang menarik dan juga aneh. Bersikap begitu sopan dihadapannya, ia sudah biasa menghadapi semua orang seperti itu. Tapi aneh jika seorang anak sepertinya yang berbicara seperti itu. Seorang anak seharusnya mempunyai wajah yang polos dan sikap yang masih labil. Dimana mereka hanya tahu bersenang-senang saja. Bukanlah pemurung seperti dia, apalagi tatapan itu yang begitu kosong. Apa telah terjadi sesuatu yang mengerikan padanya?

"Kalau begitu perkenalkan, aku Yomi. Juga Yomi bukanlah nama asliku. Dengan begini kita impas' kan, Reishi."

Tak lupa ia juga memperkenalkan dirinya sebagai Yomi. Nama samaran yang ia pilih dari nama aslinya. Reishi, apa itu adalah nama keluarganya. Jika memang benar, ia akan mencari tahu tentang seluk beluk keluarga ini. Tapi untuk sekarang ia akan coba untuk menemani anak ini sebentar.

"Indah sekali, matamu itu. Ini pertama kalinya aku bertemu seseorang yang mempunyai mata berbeda. Hijau dan biru, perpaduan yang bagus. Seperti permata yang bersinar."

"Mata ini tak seindah yang anda katakan, Yomi-san. Malah sebaliknya, begitu mengerikan. Mata ini melihat terlalu jauh."

"Kenapa kau berkata seperti itu. Aku yakin tak ada yang salah dengan matamu itu."

"kalau begitu apa anda ingin tahu? Kenapa aku menyebut mata ini begitu mengerikan."

Perlahan ia mulai beranjak dari sisi danau. Melihat kearah Yomi dengan tatapan yang begitu dalam. Tatapan miliknya begitu menerawang, seakan apa yang ia lihat tak mungkin bisa dilihat oleh orang lain. Melihat Reishi yang menatapnya seperti itu, ia merasa sedikit risih.

Bukan terganggu hanya saja ia sedikit takut dengan tatapan itu. Itu bukanlah tatapan yang bisa diberikan oleh seorang bocah seperti dirinya. Sebisa mungkin Yomi mencoba untuk tenang akan situasi sekarang. Untuk beberapa alasan ia merasakan aura yang berbeda dari anak ini.

"Beritahu aku apa yang kau lihat."

"Tentu. Kuharap anda tak menyesal. Yang kulihat dari diri anda…. Adalah kematian. Anda akan mati dalam beberapa tahun lagi."

Sekarang ia benar-benar terkejut. Ia sudah menduga jika anak ini bukan anak sembarangan. Tapi mendengar apa yang ia katakan tentang dirinya. Mati. Ia akan mati dalam beberapa tahun lagi. Apa anak ini mempunyai kekuatan untuk melihat masa depan.

Itu tidak mungkin.

Di dunia ini hal seperti itu tak pernah ada. Bahkan jika ini adalah dunia sihir, hanya sihir kunolah yang bisa mewujudkan itu. Dan juga ia tak merasakan adanya semacam aura, entah itu psion atau aura lainnya. Dia berbohong. Mana mungkin ia bisa melihat hal semacam itu.

"Percaya atau tidak itu tergantung anda. Kalau begitu aku permisi."

Hanya bisa terdiam tanpa ada niatan untuk menghentikan Reishi dan menjelaskan lebih rinci mengenai pernyataannya. Ia yakin apa yang dikatakannya itu sudah pasti bohong. Namun entah kenapa ia tak mempunyai keinginan untuk menyangkalnya. Terdiam tanpa bisa berbuat apapun. Hanya bisa melihat punggung kecil itu meninggalkan dirinya.

Tunggu, mau pergi kemana dia. Jangan bilang jika ia akan memasuki tempat ini begitu dalam. Ini berbahaya. Anak kecil seusianya tak mungkin bisa menghindar dari bahaya. Namun begitu ia ingin menghentikan Reishi, anak itu sudah menghilang dari pandangannya. Tak salah lagi ia pergi masuk kedalam hutan ini.

Pertemuan yang tak terduga, baik Reishi maupun Yomi. Tak lupa akan pernyataan tentang dirinya yang akan mati. Sifatnya yang dingin dan auranya yang begitu misterius. Baru kali ini ia bertemu dengan seseorang yang begitu aneh seperti Reishi. Untuk pernyataannya itu, sungguh tak berguna.

Ia yakin dengan pendiriannya bahwa tak ada manusia yang bisa melihat masa depan. Kasihan sekali. Anak itu pasti menderita. Penderitaannya membuat ia melenceng dari pemikiran orang normal, walau untuk anak kecil sekalipun. Ia putuskan untuk kembali, jalan-jalannya telah usai. Memikirkannya kembali hanya membuang-buang waktunya saja.

Hari lainnya. Kegiatannya masih sama. Mengumpulkan informasi dunia ini yang begitu melimpah. Serta dikala jenuh ia kembali ketempat ini guna mencari pemandangan baru. Wanita bernama Yomi itu berbeda dengan Sayu. Ia sempat mengira jika wanita itu akan terus datang menemuinya. Tapi entahlah pembicaraan dengannya juga tidak terlalu baik. Bahkan tak ada kenyamanan dalam pembicaraan itu.

Itu yang ia harapkan. Tapi siapa sangka jika harapannya mengkhianatinya lagi. Lagi-lagi dia datang. Penampilannya sama, namun dia tak mengenakan topi yang ia gunakan saat pertama kali bertemu. Berada ditempat yang sama namun dengan posisi yang berbeda. Saling berdiri menatap satu sama lain.

"Reishi bisakah kau jelaskan lebih spesifik lagi dengan pernyataanmu di waktu itu. Kematian seperti apa yang akan terjadi padaku?."

Sepertinya Yomi salah paham dengan ucapannya waktu itu. Ia pasti berpikir jika dirinya bisa melihat masa depan, namun bukan itu yang ia lihat.

"Yomi-san sepertinya anda salah paham mengenai perkataanku waktu itu. Dari apa yang anda katakan, anda pasti berpikir jika aku bisa melihat masa depan'kan. Namun bukan itu yang kulihat. Aku hanya melihat kedalam diri anda. Lebih spesifiknya organ dan jaringan tubuh, saraf dan peredaran darah, neuron otak dan mental anda. Kinerja tubuh anda perlahan berkurang setiap waktunya dan apa anda sering mengalami stress akhir-akhir ini. Jika benar anda harus segera mengusir stress itu sekarang juga. Jika aku harus memprediksikan dengan spesifik kapan anda akan meninggal, jawabannya 6 tahun 7 bulan 14 hari 10 jam 45 menit 22 detik dari sekarang."

Haruskah ia terkejut mendengar pernyataan spesifik Reishi, apalagi waktu kematiannya yang begitu detail. Ini adalah dunia dimana sihir sudah berhasil di sistemasikan dimana hal mustahil menjadi mungkin untuk terealisasi. Hanya saja ada beberapa hal didunia ini yang masih belum terealisasi. Contohnya kemampuan dari bocah ini.

Lagipula perkiraannya saat itu tidak salah. Tak ada manusia di dunia ini yang bisa melihat masa depan dan itu terbukti dari pengakuannya. Ia benar. Pemikirannya tidaklah salah. Tetap saja ia tak tahu harus terkejut atau tidak dengan kemampuan yang dimilikinya. Beberapa hal yang dikatakannya hampir semua benar. Mendengar itu, tak salah bukan jika kedua iris merahnya harus membulat. Anak ini bukanlah anak biasa.

Untuk Reishi sendiri apa yang dikatakannya itu bukanlah suatu kebohongan. Ia adalah seseorang yang dapat membuat suatu hal mustahil bahkan tak mungkin sekalipun untuk tercipta. Salah satunya adalah kemampuannya ini. Dengan mengkonsentrasikan kekuatan melalui matanya, ia bisa menciptakan penglihatan apapun. Bahkan penglihatan yang mustahil seperti ini.

"Begitu rupanya. Aku sedikit salah paham tentangmu. Seperti yang kau katakan sebelumnya, aku sedikit menyesal telah mengetahui sesuatu seperti ini. Benar atau tidaknya itu aku tak tahu. Tapi itu tak apa. Sebenarnya ada beberapa hal yang ingin kutanyakan padamu. Dimana kau tinggal sekarang dan apa kau selalu bermain ditempat ini?."

"Tentu aku selalu bermain ditempat ini. Untuk tempat tinggal aku tidak punya".

"Tidak punya rumah apa-apaan itu! Bagaimana kau bisa hidup seperti itu. Jadi selama ini kau tidur tanpa alas dan atap begitu."

"Sebagian benar. Yomi-san aku ini hanyalah seorang gelandangan yang mencoba untuk terus hidup. Kebetulan aku menemukan tempat yang bagus seperti tempat ini. Sedikit mencari dan berbenah aku bisa membuat alas dan atap untuk melindungiku kala malam tiba."

Ini terlalu berlebihan. Walau ia bisa mengurus hidupnya, tetap saja untuk seorang anak seumurannya ini terlalu berlebihan. Dengan segala aspek kehidupan yang begitu maju sekarang, banyak sekali panti sosial yang bisa menampung anak tanpa orang tua.

"Reishi, ada banyak sekali panti sosial yang bisa menampungmu guna mendapat kehidupan yang layak. Kenapa kau malah memilih untuk hidup seperti ini."

"Aku tidak mau tinggal ditempat seperti itu. Layaknya anak kucing dalam kandang yang menunggu seseorang untuk dipungut. Kebebasanku seakan direnggut dan jalan hidupku seakan sudah ditentukan begitu saja. Daripada tinggal ditempat seperti itu, aku lebih memilih untuk menjalani kehidupanku seperti ini. Jika sudah terbiasa, bukanlah hal yang sulit untuk terus bertahan."

Ia terdiam mendengar penuturannya. Tak ada keluhan disetiap kata-katanya. Bahkan wajah itu tak mensiratkan penderitaan yang teramat. Ia menerima semua hal itu secara cuma-cuma. Mendengar itu, ada satu keinginan didalam hatinya. Keinginan egois dimana seluruh keluarganya pasti akan menentang keputusannya. Walau begitu, anak seunik dia dan jalan hidup yang dilewatinya sungguhlah hebat dalam beberapa artian.

"Reishi, ikutlah denganku. Hentikan semua kehidupan malangmu. Aku berjanji akan memberikanmu hidup yang lebih layak. Anak seusiamu tidaklah pantas untuk hidup seperti ini. Banyak hal yang harus kau tahu dan pelajari, Reishi."

"Dengan segala hormat aku menolaknya. Yomi-san kau tak perlu mengulurkan bantuan sebesar itu pada orang yang baru kau kenal. Dilihat dari penampilan dan aura anda yang begitu tinggi, anda pasti berasal dari keluarga tersohor. Tindakan anda barusan hanya akan menimbulkan masalah untuk keluarga anda. Dengan memungut gelandangan sepertiku sudah pasti akan ada banyak penolakan dari keluarga anda, Yomi-san."

Apa yang dikatakannya tidaklah salah, ia tahu itu. Memungut seorang anak sudah pasti menimbulkan konflik diantara keluarganya. Apalagi dia ini berasal dari keluarga terpandang, memungutnya sudah pasti akan mencemarkan nama dan membawa aib untuk keluarganya. Tapi walau begitu ia ingin Reishi untuk menerima tawarannya.

"Yomi-san aku mohon permisi. Ada beberapa hal yang harus kulakukan. Dan terima kasih atas niat baik anda."

Dengan itu Reishi pergi meninggalkan Yomi. Untuk beberapa alasan ekspresi Yomi tak terlihat begitu jelas. Terlihat murung dengan penolakan sopan yang baru saja didengarnya. Reishi sendiri tak peduli dengan keadaan Yomi sekarang. Ia tak ingin menjadi bagian dari keluarga seseorang. Terkekang tanpa bisa bergerak bebas demi mencapai tujuannya. Ia rasa menolak permintaan Yomi adalah hal benar.

Sringgg!

Ia tahu mengenai dunia ini yang telah berhasil mensistemasikan sihir. Semua orang pastinya bisa menggunakan sihir. Entah ia memang lupa atau sengaja membiarkan dirinya diserang oleh sihir dunia ini. Lingkaran sihir yang tercipta seakan sebuah hologram yang menscan tubuhnya. Dengan suara jentikan jari, saat itu juga kesadarannya hilang seketika. Hanya satu orang yang ada disini, dan itu adalah Yomi. ia rasa Yomi mempunyai sihir mengendalikan kesadaran seseorang. Dengan bukti kesadaran miliknya yang langsung hilang seketika.

Ambruk begitu saja, tubuh yang oleng tanpa ada tenaga. Iris merah itu tetap saja anggun, meskipun mempunyai tatapan dalam dengan berbagai artian. Melihat reishi yang tak sadarkan diri sekarang akibat tindakannya tadi. Ia tak peduli. Untuk masalah yang akan ia terjadi akan ia pikirkan nanti. Untuk sekarang ia akan membawa anak ini menuju tempatnya.

..

.

..

Kedua iris mata itu perlahan terbuka, menampilkan dua iris berbeda warna. Hijau seperti batu emerald dan biru seperti lautan dalam. Tampilan yang semula pudar sesaat menjadi jelas. Kali ini ia beruntung. Ia tersadar disebuah tempat yang lebih baik. Disebuah ruangan yang sepertinya ini adalah kamar tidur. Sampai kedua irisnya melebar menyadari apa yang terjadi padanya.

Hanya ada satu alasan kenapa ia berada ditempat ini. Didalam sebuah ruangan dengan dekorasi yang terbilang mewah. Hingga pandangannya tertuju pada seseorang yang duduk disamping dirinya. Sebuah senyum terukir dibibir lentik itu. Sebuah senyum tulus namun mempunyai makna tersembunyi.

"Akhirnya kau bangun juga, Reishi."

Memilih diam menanggapi perkataan orang didepannya ini. Menggunakan salah satu ekspresi kebanyakan anak seusianya. Bingung.

"Kau tak perlu bingung seperti itu. Sekarang kau berada di tempat tinggalku. Karena Yomi adalah nama samaranku, ijinkan aku memperkenalkan lagi namaku. Aku Shiba Miya, dulunya aku bernama Yotsuba Miya. Karena menikah, sesuai dengan tradisi aku harus mengganti margaku mengikuti suamiku. Aku harap kau bisa akrab dengan semua orang yang ada disini, terutama dengan kedua anakku."

Yotsuba. Salah satu dari 10 Clan besar, dimana kekuasan dari clan ini hampir sama seperti sistem pemerintahan negara ini. Ada beberapa informasi yang mengatakan jika 10 clan besar ini hampir menguasai berbagai macam kegiatan pemerintahan, mulai dari politik, perekonomian, dan juga militer. Kebetulan Yotsuba merupakan salah satu dari klan yang paling berpengauh di negara ini. Reputasi dari clan ini bahkan sudah terkenal di penjuru negeri, atau bahkan sampai belahan dunia lain.

Jika ini memang adalah Yotsuba, maka ia tak perlu ambil pusing mengenai siapa kepala clan saat ini. dia, seorang wanita yang dijuluki sebagai "Iblis dari Timur" atau bahkan sang "Ratu malam". Kemampuan sihir milik wanita ini bahkan ditakuti oleh setiap kepala keluarga dari 10 clan besar.

Yotsuba Maya.

Kebetulan Yotsuba Maya mempunyai seorang saudari kembar. Reputasi saudarinya memang tak seterkenal dirinya, namun dari beberapa pihak dia terkenal akan kemampuan yang dimilikinya. Kebetulan juga saudari dari Yotsuba Maya saat ini sedang berada dihadapan Reishi. Siapa sangka jika wanita dihadapannya ini berasal dari Yotsuba, terlebih dia merupakan saudari kembar dari Maya.

Yotsuba Miya, jadi begitu. Reishi saat ini bisa menangkap kenapa Miya menamai dirinya dengan Yomi saat mereka pertama kali bertemu. Yomi, gabungan dari Yotsuba Miya. Terdengar sederhana namun tak pernah terpikirkan olehnya. Ia sempat mengira, bahkan jika itu adalah nama palsu bisa saja nama itu dia ambil secara acak dan tak mempunyai maksud khusus. Meski begitu nama samaran terkadang ada yang mempunyai maksud khusus atau tidak sama sekali. Seperti dirinya dan wanita ini.

Yang sudah terjadi biarlah terjadi. Karena kondisi ini tak pernah ada didalam pikirannya. Mau tak mau ia harus menuruti kemauan dari wanita ini. jika menilai dari situasnya, bisa dibilang kondisinya sangat bagus dan sangat buruk. Bagus untuk bisa mencari informasi dan buruk untuk menjadi satu bagian dari keluarga ini. Tak ada salahnya memang untuk menjadi satu bagian keluarga. Hanya saja status macam apa yang akan ia dapatkan dikeluarga ini. Ia rasa hanya dialah yang akan menentukannya saat ini.

Kemungkinan untuk memberontak saat ini adalah hal yang buruk. Bisa saja Reishi langsung membunuh wanita ini dan pergi begitu saja meninggalkan kawasan ini. Tentu, itu bukan keputusan yang bagus. Karena pada akhirnya ia akan menjadi target dari keluarga Yotsuba. Itu akan membuatnya sulit kelak untuk berbaur dan mencari informasi.

Untuk sekarang mau tak mau ia akan mencoba memenuhi apa yang diinginkan Miya. Entah apa yang akan terjadi sekarang dikeluarga ini. Karena dia ada disini, bukan berarti ia akan diperlakukan istimewa. Malah sebaliknya perlakuan mereka pasti akan sangat memusuhinya. Kemungkinan terburuk dari apa yang akan didapatkan. Mungkin dia akan menjadi semacam budak dikeluarga ini.

….

..

.

TBC

A/N:Niatnya mau update kemarin malah error nih situsnya. Ga bisa upload malah stuck di verifikasi mulu. kebetulan baru bisa upload sekarang. BTW, thank buat yang udah baca ama kasih review.