Lebih dari sepuluh tahun lalu—
.
Dia menangkap beberapa ikan tanpa pandang bulu entah ikan itu kecil, sedang atau berukuran besar. Dia menangkap mereka sekaligus dengan cara membekukan sisi perairan sungai.
Senyum kecil yang tampak manis tumbuh di wajahnya yang mungil melihat ikan-ikan membeku melayang ke arahnya. Dia tidak tahu kenapa ikan-ikan itu bisa terbang tetapi memikirkan akan mengambilnya dari sungai langsung dengan tangan kosong akan tidak praktis. Jadi dia mulai berpikir; kenapa bukan mereka saja yang datang kepadaku?
Lalu segerombolan ikan yang membeku pun datang satu persatu ke arah gadis kecil itu.
"Huh, kamu menangkap banyak ikan lagi. Apa yang akan kamu buat dengan semua ikan itu, Aenina?"
"Oshio…?!"
Gadis berseru pelan, wajahnya sumringah ketika melihat seorang laki-laki dewasa berjalan menuju ke arahnya. Begitu laki-laki itu sudah dekat, barulah sang gadis dapat melihat jelas wajahnya.
Melihat senyum jenaka di wajh sang laki-laki, dia pun mencicit pelan.
"A-ku mau ikan bakar."
"Ikan bakar yang biasanya?"
Dia mengangguk pelan dan ragu. Rasa takut akan ditolak menghampirinya. Namun yang dia dengar bukanlah penolakan.
"Kedengarannya enak. Tapi akan lebih enak kalau dikasih garam."
"Ga-Garam?!"
Laki-laki itu tersenyum simpul lalu mengelus pelan rambut pirang sang gadis yang memiliki ekspresi rumit.
"Itu garam. Bukan laut. Jangan takut. Rasa asin garam akan membuat rasa makanan jadi lebih hidup. Selama kita masih bisa merasakan berbagai macam perasaan, artinya kita masih hidup."
Dia merasa nyaman, pikiran dan hatinya seketika langsung tenang. Dia menikmati elusan lembut di kepalanya hingga memejamkan matanya.
"Ayo. Aku akan membuat apinya."
"B-aik! Oshio!"
Pada siang hari itu dia menikmati ikan yang dibakar di atas perapian kecil. Meski hanya diberi taburan garam, rasa nikmat yang dia rasakan saat itu merupakan rasa terbaik yang pernah dia cicipi….….….….
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
—Disclaimer—
Highschool DxD – Ichiei Ishibumi
[Demise]
Present by Mizkevna
Taste : Her Life
.
.
Lavinia tersenyum kecil melihat Xia tampak khusyuk berdoa sebelumnya.
"Apa harapanmu untuk tahun depan, besok ya?" dia bertanya, tentunya karena sedikit penasaran. Bagaimanapun mereka berdua baru bertengkar beberapa jam lalu, sebelum akhirnya berakhir di sebuah Kuil Shinto.
"Kamu ingin tahu?" Xia balik bertanya seraya memberi tatapan main-main. Lavinia mengangguk semangat. Xia pun melanjutkan setengah bercanda, "Aku berharap bertemu dan bertarung dengan Dewa."
"(ꏿ﹏ꏿ;)?!"
Lavinia speechless. Matanya melirik ke sana kemari. Ada banyak 'mata' yang mengintip mereka di kejauhan. 'Xia-san terlalu random!' pikirnya.
"Aku cuma bercanda."
Lavinia menghela nafas lega mendengarnya, tapi,
"Xia-san. Itu tidak bagus loh. Candaan seperti itu bisa menyebabkan masalah untukmu." dia tidak mau 'orang-orang itu' datang kemari karena mendengar kata-kata Xia tadi.
"Benar sekali." Xia mengangguk setuju. Hal itu jelas membuat Lavinia heran. "Tapi Aku sudah terbiasa. Paling-paling nanti Nenek yang akan membereskannya."
"….….Kamu sangat mempercayainya."
"Tentu saja. Ayo."
Lavinia menghela nafas, lalu dengan tenang berjalan bersama Xia menuruni tangga Kuil dalam diam.
"Aku akan ikut Nenek pergi ke Denmark."
"Begitukah?" Lavinia melirik sekilas, kemudian bertanya dengan nada acuh. "Kapan kamu akan pergi?"
"Besok siang."
Itu, agak disayangkan. Lavinia pikir mereka akan bisa menghabiskan waktu tahun baru bersama tapi sepertinya itu tidak mungkin.
"Aku tidak bisa menolaknya. Kalau Aku menolak Aku tidak akan punya uang."
"Kamu butuh uang?"
Xia menoleh, menatap Lavinia dengan wajah heran.
"Kalau Aku tidak punya uang, bagaimana caraku menghidupi diriku?"
"A-ku tidak bermaksud begitu."
"Huft. Jangan berpikir kamu akan memberiku uang milikmu yang tidak seberapa itu."
"Hei!" Lavinia berseru tak terima, kemudian melanjutkan dengan sombong. "Aku punya banyak uang, tau! Kalau Aku mau, Aku bisa membeli jet tempur dan kapal pesiar!"
Dia menatap Xia, berharap menyaksikan gadis berambut hitam itu akan terkejut. Tapi, yang dirinya terima malah sebuah dengusan meremehkan.
"Aku sudah punya dua kapal pesiar dan enam jet pribadi. Dua Hotel Bintang Lima. Dua belas mobil sport. Tujuh villa. Satu Golf Resort. 5-10% saham di Sepuluh Perusahaan Terbesar di China. Aku juga punya perusahaan daring milikku sendiri. —Apa? Kamu pikir Aku cuma bicara omong kosong saja?"
—Tentu saja!
Lavinia inginnya berkata begitu. Tapi banyak orang yang melihat mereka di jalan. Dan yang paling tidak dia mengerti adalah, Xia tiba-tiba saja melepas fur winter-nya.
"Apa yang mau kamu lakukan?"
Xia tidak menjawab, dan hanya membalikkan fur winter di tangannya lalu mengocoknya ke bawah.
Dan,
Prulululululukkk, puk!
"Aku punya banyak uang. Tapi masalahnya, kalau Aku tidak ikut ke Denmark besok siang, Nenek kejam itu akan memblokir aksesku ke kartu milikku. Semuanya."
Di bawah, ada hampir dua puluh Kartu ATM yang berjatuhan dari saku fur winter Xia. Mau tak mau Lavinia terbelalak syok dan tak bisa berkata-kata dibuatnya. Ada yang hitam ada yang putih. Juga ada yang dilapisi emas pada beberapa Kartu ATM itu.
"Aku cukup kaya. Tapi bisa mendadak miskin kapan saja."
Setelah mengakhiri kata-katanya, Xia pun lalu mengambil kembali kartu-kartu ATM tersebut dengan tanpa merasa bermasalah sama sekali.
Lavinia melihat-lihat ke sekitar. Ia menghela nafas pelan. Beruntunglah tidak banyak orang yang memperhatikan kejadian ini, kalau tidak, mereka mungkin akan mengundang hal-hal yang tidak diinginkan. Lavinia hanya tidak menyangka kalau Xia akan tiba-tiba bertindak impulsif.
Tapi, (ꏿ﹏ꏿ;)
'Dia orang kaya sungguhan!'
"Kamu tahu tempat makan yang enak?" Xia yang telah memakai kembali fur winter-nya langsung menanyakan itu dengan santainya.
Ah, kalau itu… Lavinia tersenyum cerah. "Aku tahu! Ada satu tempat makan yang sangat enak!"
"Sungguh?"
"Tentu saja! Aku jamin kamu tidak akan menyesal!"
"Hmm. Apa itu lebih enak dari Chongqing Super Pedas buatanku?"
(ꏿ﹏_﹏ꏿメ)
"Huh. Aku penasaran. Ayo pergi."
Dengan begitu keduanya berjalan dimana lavinia yang memimpin menuju tempat yang dimaksud.
.
#—#—#
.
"Sudah kuduga, rasa lapar adalah bumbu terbaik."
Lavinia yang berwajah sedikit cemberut pun pada akhirnya tersenyum mendengar gadis yang duduk di sebelahnya berkata demikian dengan wajah seriusnya.
Setelah berputar-putar sampai memakan waktu yang cukup lama, pada akhirnya dua gadis itu menentukan perhentian mereka di sebuah kedai. Lokasinya agak tidak biasa karena itu berada di lantai dua sebuah gedung.
Pada akhirnya, karena dia tidak begitu tahu tempat makan yang sesuai yang diinginkan, Lavinia terpaksa membawa Xia ke Slash-Dog Bar—.
"Hei, Bos. Teknik filet-mu boleh juga. Kupikir kamu sangat ahli dalam memotong."
"Haha, Ya? Aku terus menerus mengasah skill-ku."
Kunyah, kunyah.…
"Hmm. Tekstur kulit ikannya yang krispi dan aroma asapnya yang wangi, dagingnya empuk, rasa manis dan asin kecapnya yang pas. (Kunyah, kunyah) Meski rasanya cukup ringan tapi baru kali ini Aku merasakan shioyaki (ikan bakar) seenak ini. Rasanya seperti memakan daging naga panggang."
(ꏿ﹏ꏿ;)?
"….B-enarkah? Aku turut senang kalau anda menikmatinya."
"Benar sekali. Jadi tolong tambah tiga porsi lagi."
Lavinia speechless melihat tumpukan piring yang menggunung di meja sebelahnya. Xia seperti tak terhentikan! Benar-benar terlihat sangat menikmati shioyaki masakan si Bos kedai. Juga, dia benar-benar banyak bicara bahkan kepada orang baru. Itu sama sekali tidak seperti pertama kali Lavinia bertemu dengannya.
"Baik. Apakah masih dengan cita rasa yang sama?"
Lavinia melihat si Bos kedai—Tobi yang juga adalah rekannya terlihat cukup kewalahan melayani keinginan Xia. Meski begitu, Tobio, dengan tulus tersenyum profesional.
"Aih, benar. Buatkan yang sangat pedas! Aku suka pedas!" Lalu Xia menoleh ke arahnya, menatapnya dan berkata dengan nada serius. "Reni. Ayo makan yang pedas-pedas."
"Ha?! T-idak! Aku sudah kenyang!"
"Hmph!"
Lavinia menghela nafas panjang. Dia juga mendapati Tobio yang berdiri di balik stan tampak tercengang.
"Nenekku pernah bilang padaku, kalau; rasa pedas bisa mengingatkannya bahwa dirinya masih hidup. —Aku masih hidup. Dan Aku sangat menikmati hidupku."
kunyah kunyah kunyah….
Setelah mendengar kata-katanya, Lavinia termenung sesaat. Melihat Xia yang dengan khidmat melanjutkan memakan shioyaki-nya pun membuat Lavinia tersenyum. Wajahnya langsung segar.
Lavinia menggebrak meja.
Tobio yang baru saja berbalik dan akan menuju tempat memasak langsung berbalik lagi dengan wajah kaget.
"Tobi! Tolong buatkan seporsi shioyaki pedas untukku juga!"
"….Ha-haah?"
Lavinia tersenyum lebar, matanya terbakar oleh api tekad yang membara. Xia melirik ke arahnya, tersenyum miring.
Aku ingin tahu hidupku!
Aku akan terus hidup sebagaimana yang Aku inginkan.
Aku ingin tahu seperti apa hidup yang kamu berikan padaku. Oshio….
"Hmph, dasar pemula."
.
.
.
—TBC—
