"Ada apa Gaara-san?" tanya Sakura saat mereka hanya berdua diluar.
"Kau baik-baik saja?" tanya Gaara menatap gadis itu. Gaara kembali teringat dengan kejadian di SMA dulu, setelah kasus penculikan itu dan seisi sekolah mengetahui tentang masa lalu Sakura dan seorang detektif muda yang ditawan dan menyebabkan detektif muda itu tewas, Sakura melewati masa sekolahnya dengan sangat suram. Tidak ada hari tanpa bully-an ditambah kecelakaan yang menyebabkan Hyuuga Hinata terluka cukup membuat Sakura menjadi musuh semua orang. Gaara mendengar berita itu dari salah satu temannya yang memiliki adik yang bersekolah disana, saat mengetahui hal itu segera Gaara mencari Sakura di apartementnya. Dia beruntung dapat bertemu dengan gadis itu sebelum ia benar-benar menghilang tanpa kabar.
"Aku.." Sakura menatap sendu pria didepannya itu.
-flashback-
"Aku kira kau tidak akan datang." ucap Gaara yang berjalan disamping Sakura.
"Akukan bilang akan datang jika pertandinganku selesai lebih cepat, jadi secara teknis aku memang tidak berjanji dan juga tidak bilang tidak akan datang senpai." jawab Sakura tertawa.
"Yah.. Itu benar juga." jawab Gaara pasrah.
"Jadi.. Apakah kau menanda tanganinya?" tanya Sakura antusias.
"Menanda tangani apa?" tanya Gaara acuh.
"Hei.. Aku mendengarnya. Bukankah senpai ditawari untuk bermain baseball di club yang lebih besar. Aku yakin setelah lulus kuliah nanti karir senpai akan semakin melejit." ucap Sakura yang memang mendengar pembicaraan Gaara dengan team sponsor yang mencari pemain baru untuk memperkuat team mereka.
"Ntahlah. Aku masih harus memikirkannya. Ini bukan hal yang kecil dan bisa diputuskan sembarangan." jawab Gaara lagi. Keduanya tengah berdiri di halte bis, menunggu bis selanjutnya menuju stasiun.
"Wah.. Semenjak kapan senpai jadi sekeren ini." ucap Sakura kagum.
"Apa kau mempermainkanku?" ucap Gaara mengacak rambut Sakura.
"Aku sampai tidak bisa berkata-kata." jawab Sakura jujur.
"Bukankah itu dia?" bisik-bisik pejalan kaki disana melihat keduanya.
"Benar.. Itu dia.. Wah, bagaimana mungkin dia bisa dengan santainya menunjukkan wajahnya itu." bisik yang lainnya.
"Setelah hampir mencelakai anak konglomerat Hyuuga itu dia masih terlihat santai saja."
"Wah, bagaimana bisa ada orang yang terlahir dengan membawa segudang kesialan itu. Karma apa yang sedang ia tuai akibat perbuatannya?"
"Entahlah, tapi aku yakin dia melakukan dosa yang sangat besar hingga tuhan menghukumnya seperti itu."
"Bukankah tidak adil jika tuhan menghukum orang disekitarnya dan bukan dirinya?"
"Saki.." Gaara menatap dalam gadis itu. Ia yakin Sakura dapat mendengar bisikan ibu-ibu itu.
"Sepertinya ini ide yang buruk senpai, sebaiknya kita berpisah disini saja." ucap Sakura dengan senyum palsunya itu.
"Tidak.. Lagipula kasus itu.. Aku tau kau tidak bersalah.. Aku tau kau tidak mungkin menyakiti siapapun." ucap Gaara membuat Sakura tertegun.
"Pihak sekolah tidak memandangnya seperti itu senpai. Aku dibiarkan menyelesaikan pendidikan disini saja sudah membuatku cukup bersyukur." jawab Sakura tersenyum getir.
"Jangan pernah putus asa Sakura. Masa depanmu masih panjang." ucap Gaara meyakinkan.
"Hahaha.. Mudah-mudahan apa yang senpai katakan benar. Hah.. Sudahlah senpai, jangan membahas topik ini lagi." ucap Sakura merasa lelah hanya dengan membahas topik itu.
"Jadi kau ingin membahas apa?" tanya Gaara lagi.
"Senpai.. Sebaiknya kita benar-benar berpisah disini. Aku tidak ingin kontrakmu dibatalkan karena terlihat berhubungan denganku." pinta Sakura.
"Aku tidak mau dan aku tidak peduli. Kau taukan aku akan tetap pada pendirianku." ucap Gaara santai.
"Hah.. Baiklah.." ucap Sakura mengalah.
"Apakah ada topik yang ingin kau bahas?" tanya Gaara yang tidak nyaman dengan keheningan itu.
"Bagaimana kalau membahas ice cream rasa baru yang diluncurkan di supermarket Yamanaka?" ucap Sakura antusias.
"Aku tau kau bekerja disana, apakah ini salah satu cara menarik pelanggan untuk membeli ice cream itu? Kaukan tau aku tidak suka makan makanan manis." ucap Gaara hanya bisa menghela nafas.
"Hee.. Aku memang tidak bisa membodohi mahasiswa teladan ini, bukankah senpai bisa membelikannya untuk Temari nee. Kalau begitu aku sudah kehabisan topik." ucap Sakura santai.
"Kau mengerjaiku ya?" ucap Gaara gemas dengan tingkah Sakura.
"Sedikit." jawab Sakura tertawa.
JLEB
"Eh?" Sakura berusaha memproses apa yang baru saja terjadi. Semuanya terjadi begitu cepat hingga Sakura kesulitan memprosesnya.
"Argh.." ringis Gaara menahan rasa sakit dibahunya.
"Sen..pai.." Sakura menatap Gaara yang bersimpuh memegangi bahunya. Sesuatu menancap disana.
"Si.. Sial.." gerutu Gaara yang pandangannya mulai terasa berputar.
"Senpai bertahanlah!" ucap Sakura sambil berusaha menghubungi 119.
Tidak butuh waktu lama hingga ambulance datang dan Gaara segera mendapatkan pertolongan yang ia butuhkan. Keesokannya, Sakura datang mengunjungi Gaara dirumah sakit.
"Ah.. Kau datang.. Aku kira kau tidak akan datang." ucap Gaara menyambut Sakura yang baru saja memasuki ruang rawatnya itu, kata-katanya terdengar bagai déjà vu ditelinga Sakura.
"Senpai.. Maafkan aku." ucap Sakura tidak bisa menahan air matanya melihat kondisi Gaara, berjalan mendekati kasur rawat Gaara itu dengan buket bunga kecil ditangannya.
"Kenapa meminta maaf? Kau tidak salah." ucap Gaara kaget, menatap gadis yang duduk dibangku samping ranjangnya itu.
"Tapi.. Tapi senpai.. Luka itu.. Kau tidak akan bisa bermain baseball lagi gara-gara luka itu dan itu semua karena kesalahanku. Maafkan aku." ucap Sakura tertunduk menangis, saat ia mendapatkan kabar bahwa akibat luka tusuk yang didapat Gaara dibahunya saat melindunginya kemarin malam merobek otot bahunya.
"Ini bukan kesalahanmu Saki. Lagipula aku tidak begitu menyukai baseball." ucap Gaara menghibur.
"Senpai.. Maafkan aku sudah merebut kebahagianmu juga." ucap Sakura menatap Gaara yang tanpa sadar menangis, bagaimana tidak. Impiannya menjadi pemain baseball professional pupus dalam satu malam.
"Sakura, pulanglah. Aku merasa tidak enak badan." pinta Gaara membuang pandangannya dari Sakura.
"Senpai." Sakura merasa hatinya dihujam beribu pisau melihat Gaara yang membuang pandangannya darinya.
"PULANGLAH! KAU MERUSAK SEMUANYA! AKU TIDAK MAU MELIHAT WAJAHMU LAGI!" teriak Gaara.
"Ma.. Maafkan aku." ucap Sakura yang segera pergi dari sana.
-end flashbask-
"Sakura.." Gaara memahami tatapan kosong itu, ia merasa sedih sudah membuat gadis itu menderita karena ucapannya dulu dan tanpa sadar memeluk erat gadis itu.
"Gaara-san, tolong lepaskan." Sakura berusaha melepaskan pelukan itu, ia tidak ingin ada yang melihatnya dan salah sangka.
"Ma-Maaf.. Sakura, apa kau selalu membawa ini?" ucap Gaara yang bisa merasakan pistol dipinggang belakang Sakura saat memeluk gadis itu tadi.
"Tentu saja. Ini prosedur standar dan aku mengikuti protokol." Ucap Sakura lagi. Memang Sakura selalu memastikan pakaiannya menutupi pistol yang ia sembunyikan dipinggang belakangnya.
"Bukankah tidak nyaman?" tanya Gaara lagi.
"Aku lebih merasa tidak nyaman jika tidak membawanya." Ucap Sakura santai.
"Hah.. Baiklah." Gaara akhirnya menyerah dan membiarkan Sakura.
"Lalu.. Aku minta maaf.. Karena kejadian itu kau harus merelakan mimpi terbesarmu." Ucap Sakura menunduk.
"Lupakan saja Sakura. Aku tidak pernah menyesali tindakanku. Kalaupun aku bisa mengulangnya aku akan tetap melakukan hal yang sama." Ucap Gaara yakin.
"Tapi.."
"Sakura.. Lupakan ok. Apa yang terjadi saat itu bukan salahmu, ucapanku dulu padamu hanyalah emosi sesaat dan aku tidak pernah bermaksud mengatakan itu." Ucap Gaara meyakinkan Sakura.
-flashback-
"Ah, ternyata kau disini."
"Ada apa Ino? Lalu kenapa kau disini?" tanya Sakura melihat gadis itu menghampirinya.
"Apa maksudmu dengan kenapa aku disini? Aku hanya penasaran kemana perginya lulusan terbaik tahun ini." ucap Ino duduk disamping Sakura.
"Memangnya ada yang peduli? Bukankah Uchiha yang memberikan speech penutupnya. Lagipula kau seharusnya dibawaha sana berfoto dengan teman-teman dan keluargamu." ucap Sakura enggan.
"Aku sudah selesai dan orang tuaku juga sudah pulang duluan. Kau taukan betapa sibuknya mereka. Soal speech itu memang si Uchiha itu memberikan speech sebagai murid berprestasi nomer 2 yang isinya sangan membosankan dan sangat Uchiha." jawab Ino bosan.
"Bukankah Uchiha memang seperti itu." jawab Sakura enggan.
"Jadi, kau benar-benar akan mengambil jalan itu?" tanya Ino penasaran.
"Un, aku sudah berjanji. Aku harus menepatinya." jawab Sakura.
"Hei Sakura."
"Hmm?"
"Hubungi aku kapan saja ok? Jangan pernah menghilang ataupun melakukan hal bodoh lagi ok?" ucap Ino menatap Sakura lembut.
"Un, terima kasih Ino." ucap Sakura tersenyum.
"Kabari aku jika kau lulus. Aku akan datang diacara kelulusanmu." ucap Ino lagi.
"Terima kasih." jawab Sakura.
"Ayo pulang, kau juga harus bersiap-siapkan." ajak Ino.
"Kau duluan saja Ino." ucap Sakura.
"Memangnya kau mau kemana lagi?' tanya Ino bingung.
"Arah rumah kita berbeda Ino dan lagi supirmu pasti sudah menunggu." jawab Sakura seadanya.
"Ah, aku sudah bilangkan akan membantumu berkemas hari ini." ucap Ino mengejutkan Sakura.
"Hah.. Baiklah." ucap Sakura mengalah dan beranjak pergi dari sana.
"Hei, apa kau tidak melupakan sesuatu?" tanya Ino saat mereka beranjak pergi dari atap sekolah itu.
"Apanya?" tanya Sakura bingung.
"Kunci atap. Kau harus mengembalikan itu." ucap Ino mengingatkan.
"Ah, benar juga. Ini." ucap Sakura menyerahkan kunci menuju atap sekolah itu.
"Ayo." ajak Ino yang mampir keruang guru saat mereka akan keluar dari gedung sekolah untuk mengembalikan kunci menuju atap sekolah.
"Hei Ino.. Berapa banyak kancing yang kau terima?" tanya Sakura menyadari betapa ramainya Lorong sekolah hari itu dengan orang tua dan murid-murid yang berfoto dengan sebuket bunga.
"Memangnya itu penting?" jawab Ino santai.
"Apa kau masih mengejar pelukis yang kau temui dipameran SMA seni itu?" tanya Sakura curiga.
"Yup. Benar sekali." jawab Ino enteng.
"Hey, berhenti mengejarnya. Dia tidak terlihat normal. Apalagi dia suka sekali tersenyum palsu." komentar Sakura pedas.
"Bukankah kau melakukan hal yang sama?" ucap Ino polos.
"Itu berbeda. Dia tersenyum sambil mengatakan hal-hal yang menyakitkan hati. Aku ingin sekali menonjok mukanya itu." ucap Sakura kesal.
"Hahaha.. Dia itu baik. Kau akan mengerti jika sudah mengenalnya lebih dalam." ucap Ino.
"Tidak, terima kasih." tolak Sakura enggan.
Keduanya berjalan menuju apartement Sakura yang tidak begitu jauh dari sekolah. Setibanya diapartement itu, Ino segera membantu Sakura mengepack barang-barangnya. Sakura memutuskan hanya akan membawa baju-bajunya dan sisanya akan ia jual. Walau begitu ternyata keduanya cukup menyita waktu saat mengepack barang-barang dan memilah mana yang akan dibuang. Keduanya akhirnya memutuskan untuk beristirahat sejenak sembari menunggu pizza yang dipesan Ino datang.
TING TONG~
"Biar aku saja." ucap Sakura saat mendengar bel apartementnya berbunyi. Segera Sakura pergi kedepan pintunya, membuka pintu itu.
"Sakura.."
"Apa yang kau lakukan disini Gaara-san?" tanya Sakura menatap datar pria dihadapannya itu.
"Sakura aku.."
"Hentikan. Sebaiknya kau tidak berada disini, itu tidak akan baik untuk karirmu." ucap Sakura bersiap menutup kembali pintu itu.
"Tunggu Sakura!" Gaara yang melihat itu segera menahan pintu apartement itu agar tidak tertutup.
"Mau apa lagi?" tanya Sakura dingin.
"Sakura selamat atas kelulusanmu dan maafkan aku, aku tau sudah mengatakan bodoh dan itu semua hanya karena emosi sesaat. Maafkan aku." ucap Gaara yang tiba-tiba memeluk Sakura.
"Lepaskan aku." ucap Sakura dengan cepat mendorong Gaara menjauh.
"Sakura ada apa?" tanya Ino saat mendengar suara ribut-ribut didepan pintu masuk apartement Sakura itu.
"Saki."
"Jangan.. Jangan panggil aku dengan nama itu." ucap Sakura menolak dipanggil dengan nama kecilnya itu.
"Senpai hentikan." ucap Ino segera menjadi tembok pemisah antara keduanya.
"Ino."
"Aku sudah melupakan semua yang berhubungan denganmu senpai. Termasuk kejadian itu. Aku tidak menyimpan dendam apapun dan aku menyesal dengan apa yang terjadi denganmu. Tapi aku mohon jangan lagi usik kehidupanku. Jalani hidupmu sendiri senpai. Aku mohon jangan usik aku lagi dan lupakan semua hal yang berhubungan denganku." pinta Sakura yang sudah tidak bisa menahan air matanya.
"Sakura, masuklah." saran Ino, Sakura dengan patuh masuk kedalam meninggalkan keduanya.
"Ino, aku hanya.."
"Hentikan.. Hentikan senpai. Kau harus menghargai keputusannya itu. Dia menjalani kehidupan yang sulit. Hargailah permintaannya yang satu itu." saran Ino.
"Hah, baiklah. Tapi kenapa kau mengepack barang-barangnya? Dia akan kemana?" tanya Gaara lagi.
"Senpai.. Pulanglah." ucap Ino, mendorong pelan Gaara agar keluar dari apartement itu dan segera menutup pintu itu.
-end flashback-
"Sakura, bisakah kita memulai semuanya lagi dari awal?" tanya Gaara menatap Sakura.
"Hah.. Baiklah.. Kita mulai semuanya dari awal." ucap Sakura setuju.
"Sabaku no Gaara. Salam kenal dan mohon kerja samanya." ucap Gaara mengulurkan tangannya.
"Haruno Sakura. Sebuah kehormatan bisa menjadi ajudan anda Gaara-san." ucap Sakura menjabat tangan Gaara.
TBC
