Baik Naruto dan HS DxD bukan milik saya.
Sudah berapa lama, mungkin 2 tahun lebih… sejak update terakhir sebelum saya meninggalkan ffn dan semua tulisan saya. Hari ini libur panjang dan kemarin ada notif ffn untuk cerita saya, jadi saya berfikir untuk melanjutkan beberapa selama libur.
Jujur saja cerita ini sudah di luar ide yang dulu yang saya miliki… dan skill menulis saya mungkin sudah tidak ada lagi. Tetapi mari kita nikmati saja, saya mencoba yang terbaik.
Chapter 8 : Dunia ini, dari Ia yang Paling Jahat.
Ia tau bahwa jalan yang telah mereka semua ambil hanyalah kemalangan yang tak berujung. Dia ngetahui bahwa apa yang telah ia perjuangkan akan diturunkan oleh generasi sebelumnya. Saat tahta itu penuh dengan cahaya kemuliaan tersembunyi racun dari ironi yang dalam. Legenda dan yang di sebut Hukum [Kehendak] dari Dewi Malam bukan sebuah lelucon, [Kehendak] dari kaisar Dewa pertama Malam. Saat kenginan dari semua Dewa untuk lepas dari belenggu Malam yang sinting dan mendambakan untuk mendapatkan kebebasan sejati, saat itulah Li mulai menduduki tahta… mencela Malam dan mengusirnya dari tempat yang seharusnya. Harapan para Dewa untuk Li dan lelucon busuk yang akan di ciptakan bagi generasi selanjutnya.
Tahta berdarah yang ternoda oleh kesintingan setiap 'Nama' pada Dewa.
Mahkota itu penuh duri dan darah, sejak Era Tiga Kaisar Dewa yang agung. Ironi dan Kemalangan itu terus di turunkan dari generasi ke generasi berikutnya. Orang-orang melihat mereka… para pemengang tahta. Kaisar para Dewa dengan penuh iri dan benci, serta harapan untuk masa yang lebih mereka tidak pernah tau bagaimana rasanya duduk di sana. Mereka yang tidak pernah tau bagaimana rasanya untuk harus menerima sebuah kemalangan, yang harus di teruskan ke generasi berikutnya.
Tahta itu penuh dengan darah, dan hal-hal yang celaka lainnya. Dan mereka para Kaisar tidak lebih dari hanya sekedar badut menyedihkan yang terpaksa menurunkan kutukan dan hujatan itu untuk keturunan selanjutnya.
Bahkan jika keturunan mereka binasa pada akhirnya, tahta itu harus di lemparkan kepada orang malang lainnya.
Ingatan itu tidak pernah menjadi lengkap, saat dunia yang ia lihat tidak lagi bisa untuk di terima. Ia telah tertinggal jauh di saat semua yang telah dikenali melangkah jauh dan tidak kembali. Ia menatap tangannya penuh dengan perasaan sedih untuk dirinya sendiri dan mereka semua yang telah hilang. Ia menatap hal-hal di sekitarnya, semua yang tidak dapat ia kenali lagi.
Naruto melihat dari jauh, menembus ruang saat ia melihat gadis berambut merah itu. Dia bersedih, gadis itu bersedih. Anak laki-laki yang akrab dengan wajah konyol itu tidak terlihat lagi, di sana hanya ada wajah penuh dengan amarah… ia melihat yang lain, wajah-wajah yang sempat ia kenali… telah berubah.
Entah mengapa… "Begitu jauh.."
"Jah'ad… mengapa, pada akhirnya tidak ada yang berubah. Apakah semua usaha kita sia-sia?" Naruto berbicara dalam kenangan, kemaran, dan kekecewaan yang dalam. Ia merasakan dunia bergeser, ingatan, berbagai ingatan datang dan mucul di dalam dirinya. Dunia ini, untuk dunia yang sudah gagal ini. Ia melihat para dewa generasi baru… mereka begitu benci, penuh kebencian.
Setiap wajah yang bebeda dari mereka… hanya ada satu ekspresi yang sama.
"Kalian…" Naruto tidak dapat melanjutkan apapun saat petir menghantam tubuhnya. Itu tidak benar-benar menghantam tubuh, petir itu lenyap sebelum menyentuh tubuh nya.
Namun sesaat sebuah energi pedang lurus memotong kepalanya. Tapi tetap tidak peduli, para Dewa harus melihat kenyataan bahwa mahluk di depan mereka akan tetap ada. Tidak peduli bagaimana mereka menghancurkan nya. Naruto tetap akan bangkit.
Naruto, mengabaikan pedang itu. Ia tertarik memperhatikan dari mana lintasan pedang itu datang, seorang Dewa yang terlihat tua telah kehilangan kepalanya. "Keturunan Chaos.."
Ia melihat dan segera mengetahui apa dan berasal dari mana mereka semua. Mereka semua keturunan dari teman maupun musuh lamanya. Ia mungkin tidak menyadari saat awal terbangun, dalam ingatan yang tidak lengkap tidak menyadari.
Tapi sekarang… ingatan itu lengkap.
Dan ia tau… semua tatapan benci itu ia tau, itu mengingatkan bagaimana pada saat itu.
Pada saat penghancuran itu, mereka semua menatap dengan cara yang sama.
Kebencian
Ketidakrelaan akan nasib mereka.
Naruto tidak tau harus berkata apa, tentang hal yang harus di mulai ketika ia melihat mereka lagi. Semua. Hampir semua dewa yang ada di depannya pernah ia lihat di masa lalu, pada saat ia menduduki tahta tertinggi itu. Ia ingat wajah-wajah mereka, ingatan tentang mereka semua datang padanya seperti air yang mengalir. Semua… semua dari mereka.
Sebuah ledakkan.
Naruto terdiam untuk sejenak. Tombak itu telah menembus dadanya. Namun ia tidak merasakan sakit dan tidak merasakan apapun. Ia mencoba menyentuh dewa itu. Mengetahui namanya dari pengaruh sebab akibat [Karma] Poseidon, namun saat itu juga sinar energy yang lain di lepaskan dan membelah tangannya. Sebelum ia. Naruto sempat bereaksi lebih. Kepalanya telah di tebas sekali lagi.
Dalam pandangan terakhir ia melihat, setiap bagian tubuhnya telah di belah dan di hancurkan.
Ra tertawa dengan gila dan bahagia dalam ketakutan umat Manusia Kyoto.
"Matilah… matilah Kau! Ōtsutsuki!" Dewa itu berteriak begitu girang dan keras, meneriakkan nama terakhir seperti piringan rusak. Dia tidak peduli bahkan untuk menjaga ucapan nya. Tidak peduli untuk setiap kepala Manusia yang meledak di sekitarnya, atas pengucapan nama yang telah di kutuk itu. Dia bahagia melihat kekacauan itu.
Berharap bahwa dia, Naruto mati.
Berharap untuk mantan temannya itu mati.
Berharap untuk sosok yang pernah dia ikuti dan kagumi itu binasa.
Melihat bagaimana gedung-gudung itu runtuh dan tanah yang terbelah, dia mengangakat tangannya. "Aku, Ra [Berkata] kau Ōtsutsuki akan di timpa oleh petir Primodial." Dan sesaat Ra melihat tanah-tanah di sekitarnya runtuh dan berjatuhan. Lalu langit itu runtuh seperti pecahan kaca, setelah semua ratusan petir jatuh menghantam bumi.
Kyoto runtuh dan Jepang terbelah.
Ra tidak peduli dengan kerusakan itu semua "Aku, Ra [Berkata] kau Ōtsut-"
Ra tidak sempat melanjutkan kalimatnya, tenggerokan nya meledak, darah berhamburan dan kepalanya nyaris putus saat itu juga. Dia tergeletak dan mati, namun tidak ada emosi sakit dalam wajahnya. Bahkan ekspresi itu terpelintir dan gila.
Kemudian.
Sejenak waktu seakan stagnan, di samping mayat Ra yang mati. Sosok bayi telanjang ada dari ketiadaan, merangkak, dan dalam hitungan detik tumbuh dan menjelma menjadi sosok wanita telanjang dewasa yang indah.
Di tengah lautan darah dan mayat manusia yang berjatuhan tanpa kepala. Dia Ra yang di bangkitkan, berjalan mendekati mayatnya sendiri. Sampai di sana. Dia tertawa dan menginjak kepalanya sendiri hingga hancur. Tawa itu indah dan begitu gila.
"Ōtsutsuki kau tidak mengharapkan ini bukan… kau dan Liga Iblis tidak mengharapkan ini bukan."
Dia menatap, jauh cakrawala di ujung dunia… dia melihat kilatan petir dan cahaya yang berjatuhan jauh melewati batas ujung kepulauan Jepang… tepat di atas Formosa. Dia menunjuk ke arah itu.
"Aku [Berkata], kau Ōtsutsuki akan di benci oleh Lautan!"
Sesaat setelah dia mengucapkan hal tersebut. Hubungan sebab akibat [Karma] segera berlaku. Dia. Ra. Tubuhnya patah dan tercabik dengan cara yang aneh. Dia jatuh, wajahnya membiru seperti telah tenggelam dalam lautan. Dia jauh, namun tidak ada rasa sakit dalam di atas wajahnya.
Dia bahagia.
Debu berkumpul sesaat, di dalam waktu. Naruto bangkit… seperti mimpi ia kembali membuka matanya. Melihat semua Dewa-dewa baru yang berkumpul. Ia melihat, begitu banyak tanah yang telah terlipat dan runtuh. Bahkan tanah di bawah kakinya telah amblas ke bawah, tidak sanggup untuk menahan tekanan yang begitu hebat.
Seperti Kuoh, Kyoto telah hancur.
Tidak seperti Kuoh, kali ini ia tidak bisa menyelamatkan Manusia. Atau sejak awal perlukah menyelamatkan Manusia.
'Jah'ad kita gagal lagi.' Naruto berguman, untuk dirinya sendiri. Tidak peduli berapa kalipun ia di hancurkan. Naruto tidak sekalipun peduli pada meraka di sekitarnya. Ia. Naruto mengabaikan mereka…. Ketidak pedulian yang ekstrim hingga jauh untuk hal-hal di sekitarnya.
Ia yang sepenuhnya seperti telah berubah setelah mendapat ingatan.
Tapi mungkin tidak berubah, mungkin sejak awal Naruto memang seperti itu. Ketidak pedulian yang jelas… ketidak pedulian yang pada akhirnya menjadi ekstrim setelah ingatan yang kembali.
"Mahluk seperti diri mu." Sebuah teriakkan datang dari depan.
Naruto melihat tepat ke bawah saat salah satu Dewa siap menghantamkan sebuah palu tepat di bawah dagunya. Tapi ia diam, tidak bergerak. Ia menatap palu tersebut… dan lebih jauh, menatap Dewa dengan palu tersebut. Naruto tidak mengenalinya, tapi ia mengenali garis keturunan tersebut.
"Keturunan Audhumla…" Naruto tertarik, ingin mengucapkan kata-kata yang lain.
Tapi tangannya terangkat. Energy merah dan nafas penghancur yang akrab menghancurkan tangannya. Naruto tidak perlu melihat untuk mencari tau siapa dia, ia tahu… siapa itu.
Bunga yang tak dapat di hancurkan.
Begitu juga dengan Naurto yang tak dapat di hancurkan, debu ada di sekitarnya. Debu dan pasir kembali ada untuk meciptakan tangannya dari ketiadaan. Seakan semua kehancuran yang terjadi atas dirinya hanyalah mimpi. Power of destruction itu kuat, Lucifer itu kuat… tapi Naruto ada, akan tetap ada… ia seperti tidak dapat di hancurkan.
.
Sirzechs menggeram pelan, ia melihat tangannya perlahan melepuh seperti terkena panas. Suatu hal yang sangat tidak mungkin untuk Iblis seperti dirinya. Tapi kenyataan adalah kenyataan, kulit tangannya terluka dengan parah… merah dan mengerut, hingga akhirnya pecah dan berdarah. Tidak bisa di hentikan.
"Usaha mu sia-sia, dia bukan lawan mu Lucifer." Zeus, melihat luka di tangan itu. Dan dia tidak peduli. Saudaranya sendiri. Poseidon, sudah memiliki lubang di jantungnya. Tapi bagi dewa itu tidak masalah. Kehilangan anggota badan bukanlah masalah.
Bahkan jika kau kehilangan kepala mu. Itu juga bukan masalah.
Sirzechs diam, dia tidak membalas. Melihat tangannya kembali luka itu makin menyebar sepeti wabah. Dan dia menjadi tegas, tangan kirinya jatuh pada akhirnya. Dia tidak peduli, mengabaikan luka dan darah yang menetes setelah dia memotong lengannya sendiri.
Tapi dia tidak bisa khawatir atas apa yang telah dia lakukan. Tangannya telah tercemar oleh [Karma]. Dia di paksa untuk memotong tangannya sendiri. Dan tangan yang telah jatuh itu. Mencemari hal-hal di sekitarnya dengan hebat.
Dan dia menyaksikan para Dewa tidak peduli dengannya. Mereka tidak peduli dengan kerusakan yang dia sebabkan.
Sebaliknya pandangan mereka tertuju kedepan. Tertuju pada mahluk di depan mereka.
.
Thor merasakan kepalanya remuk. Meski setelah gangguan itu, Mjolnir telah menghantam dan menghancurkan kepala mahluk di depannya. Dia tau bahwa mahluk di depannya tidak runtuh. Dari rasa sakit yang hebat, dia tau bahwa mahluk itu akan ada kembali.
'Dewa sejati… apakah begitu mengerikannya mereka.'
Bahkan tidak sempat untuk berfikir lebih jauh, sebuah tangan terulur tepat di depannya. Telapak tangan mengembang darinya. Hingga saat itu Thor merasakan horror.
Naruto membuka matanya kembali, sejenak ia seperti meresa sedang bermimpi… pada saat Thor menghancurkan kepalanya. Tangannya terulur dengan gaya tolak setelahnya, mendorong Dewa baru itu menjauh darinya. Itu teknik dari Ōtsutsuki yang terkenal, tapi mereka mungkin tidak tahu. Tidak perlu juga meneriakkan namanya… buang-buang suara.
"Semua rencana telah gagal, mungkin aku harus memulai dari awal." Naruto berguman, ia tidak berbicara kepada siapapun. Itu di tujukan untuk dirinya sendiri.
"Kau bajingan!"
Tapi Naruto menoleh, mendapat banyak Dewa datang kepada dirinya. Ia melihat, mata yang penuh dengan pola riak itu menatap mereka. Ia terdiam, ia merasa akrab dengan perasaan ini.
Menatap mereka, menatap keturunan para teman dan musuhnya. Ia merasa nostalgia.
Pada waktu itu, dunia juga membenci nya.
Perasaan itu tetap ada, bahkan jika dalam ketidak pedulian yang ekstrim. Perasaan itu tetap ada dan menjadi cela di dalam dirinya. Naruto ingin berkata, ingin membicarakan apa yang ia maksud… namun tidak ada suara yang keluar atas niatnya.
Ia ingin menyampaikan, tapi tangannya bergerak untuk menahan laju badai yang datang.
Susano telah datang.
Merasakan energy yang akrab, ia mengerti… Uchiha Sasuke telah membagi tubuhnya menjadi beberapa bagian ke dalam apa yang di sebut sebagai para Dewa Jepang. Ameterasu dan Susano adalah satu dari sekian eksistensi yang terlahir dari tubuhnya, dia menolak kematian… sama seperti Ra, mereka menolak [Karma] yang datang dengan cara mereka sendiri. Ia, Naruto menahan beban badai itu. Naruto memahami keinginan itu, dia menolak untuk musnah… jadi dia membagi dirinya sendiri. Menjadi seperti ini.
Susano mengamuk, pedang di tangannya membesar. Bergerak, membelah jauh kedepan dengan sekuat tenaga. Walau ada rasa keakraban dan takut di dalam diri untuk mahluk tersebut. Tapi kebencian di jiwa juga sama besarnya.
Dia membenci, dia sangat membencinya… untuk ingatan yang tersisa dari masa lalu. Untuk seorang Pria tua yang mana mereka para Dewa Jepang terlahir dari pada dirinya. Dalam kenangan dan ingatan yang jauh…. Susano melihat, penyesalan seperti hari kemarin. Lelaki tua itu, Sasuke bahkan sebelum kematiannya.. "Naruto… mengapa engkau menghianati kami? Mengapa setelah duduk di tahta itu… kau menjadi Gila dan kehilangan alasan. Kenapa membunuh semua mahluk? Mengapa kau membuat dua dunia ini saling tumpang tindih,
Mengapa? Apa alasan mu menghancurkan dua dunia."
Suara gemuruh mengema. Pedang raksasa itu jatuh dengan hebat, membuat tanah di sekitarnya bergetar dan terbelah. Jalan menjadi hancur dan gedung runtuh berjatuhan. Meski dengan teriakan dan tangisan Manusia yang berlarian para Dewa tidak peduli. Pandangan mereka ada di depan, menatap reruntuhan bagunan yang ada.
Susano melihat, dia tetap ada… tidak peduli bagaimana mereka menghancurkannya. Naruto akan tetap ada.
"Naruto… kegilaan mu tidak akan menghasilkan apa-apa." Susano diam untuk sejenak… bayangan masa lalu Sasuke dan perkataan itu terlintas dalam pikirannya.
"Kau bisa menghancurkan Dunia ini… kenapa juga harus menyeret Realm of the Gods bersama dengan kami dan menimpakannya pada Dunia ini." Kenangan di hari itu, ingatan di bawah senja saat dia menatap iris merah pria tua itu. Pria tua itu… sumber dari segala akan dirinya.
Hanya untuk sesaat dia ingin melihat, Dewa Shinto yang lain di dekatnya… matanya tertuju pada Ameterasu. Dalam keheningan yang tidak pasti, dia seakan bisa melihat detail dari wajah Dewi tersebut. Banyak emosi yang terasa, mungkin dari kenangan yang datang atau kebencian tak terjawab kepada mahluk di depannya… respon naluriah mencari wajah yang dia kenali.
Namun Ameterasu balas menatapnya… wajah dewi itu penuh dengan horror dan ketakutan. Susano ingin membuat gerakan nenangkan, tapi dia menyadari tangannya sudah tidak ada di sana. Ada perasaan dingin datang dari dadanya… dia tidak pernah menyadarinya, sejak kapan Naruto sudah ada di depan nya. Tangan pemuda itu merah akan darah, jantung miliknya yang masih berdetak ada dalam genggamannya.
Bukan hanya jantung, bahkan rohnya ikut keluar menuju pemuda itu.
Susano tau. Dia akan jatuh.
Dia melihat Ameterasu berteriak, namun suara sudah tidak bisa mengapainya lagi. "Diri mu…." Susano ingin berkata, namun darah telah memenuhi tengerokannya. Dia hanya bisa menatap mata Naruto, bahkan jika mahluk itu tidak memiliki emosi… entah mengapa, matanya sangat indah.
Naruto menhancurkan jantung di tangannya, merasakan jiwa itu jatuh kedalam dirinya. Emosi yang bergejolak menjadi tenang hingga ke ekstrim. Melihat kejatuhan Susano di depannya, perasaannya bahkan hampir tidak bergetar. Ia hampir tidak memiliki lagi perasaan, seperti kata Ophis… Ōtsutsuki kalian tidak berperasaan.
Tangisan pecah dari arah tertentu, namun itu telah tidak bisa menyentuhnya lagi. Naruto bergerak dalam wajah yang kaku. Ia seketika mucncul di hadapan Zeus, mencoba menarik Jiwa Dewa itu keluar. Ia tidak lagi menahan semua… ia mencoba melepaskan tangannya, merespon dan membalas setiap serangan yang di tujukan kepadanya.
Tangannya kembali hilang, Zeus berhasil kabur dan Naruto mengejarnya.
"Mengapa kabur?" entah bagaimana ia bisa ada di sebelah Zeus.
Naruto bergerak, tentakel Gurita mucul dari belakang punggungnya. Menahan semua serangan yang di arahkan kepada dirinya. Hanya dia dan Zeus yang tersisa… "Apa kau takut?" Naruto berbisik untuk Zeus… sebuah suara kecil yang bahakan mampu untuk di dengar oleh semua Dewa yang hadir… seakan Naruto berbisik secara pribadi di sebelah mereka. "Apa kau takut, pemilik garis darah Chaos?"
Naruto akan bergerak untuk membunuh, sebelum api hitam muncul dari ketiadaan dan melahapnya. Zeus kembali kabur, tangannya terjulur… petir lansung keluar dari ujung jarinya. Sebuah ledakkan kembali ada untuk kesekian kalinya. Para Dewa, mereka semua terbang menjauh dalam sekejap. Menunggu untuk sisa ledakkan itu hilang, menunggu untuk Naruto bangkit kembali.
Namun tidak seperti sebelumnya, Naruto tidak hancur.. ia bertahan, terlihat baik-baik saja. Ia bertahan , mengambang di atas tanah dengan ekspresi yang kosong. Kilatan petir itu telah menjadi percikan di sekitanya, dan api hitam itu telah padam secara perlahan.
Mata itu menakutkan, dan riak di dalamnya sangat mengerikan. Di dalam suara tangis, tangan Naruto menggengam erat pukulan Ameterasu yang datang. Ia meremas tangan dewi itu hingga hancur.
Ameterasu berteriak, namun pukulan di wajah membuatnya diam.
Naruto ingin menghancurkannya, menarik jauh jiwanya. Tapi tombak Poseidon kembali datang, melubangi wajahnya. Dan dari sebelah wajah yang hancur, mata itu melihat… bahkan jika anak keturunan Chaos kehilangan jantungnya. Dia akan masih tetap eksis, ya… seperti itu, dewa memang seperti itu.
Tetapi tidak kali ini, Naruto tidak diam. Ia bergerak membiarkan kepalanya tertembus makin jauh oleh tombak tersebut. Menarik Poseidon yang tidak siap kedalam pelukannya. Dan melahap jiwanya.
"TIDAKK!" Zeus meraung, amukan petir datang bersama dengan raungannya.
Tetapi semua sia-sia, itu tidak berdampak apapun. Poseidon tetap mati pada akhirnya, meninggalkan dunia ini… mengutuk dan membenci orang di depannya.
Naruto mencabut tombak itu dari wajahnya. Ia tidak memperhatikan sekitar, mengabaikan petir yang datang padanya… itu tidak berpengaruh apa-apa padanya.
Para Dewa mencoba menjauh, menyerang Naruto dan mencoba menjaga jarak mereka. Tetapi Naruto mengejar mereka, menarik dan menyerap setiap jiwa dari dewa yang dia dapat. Melahap seakan Ia adalah mahluk yang kelaparan.
Kegilaan yang tidak, pernah terpikir oleh para dewa bahwa mereka mati dengan cara seperti ini.
"Tidak pernah terbayang oleh ku Dewa akan jatuh dengan cara seperti ini." Heimdall, melihat dari jauh kegilaan dan tragedy yang terjadi. Seraya memangkul Thor yang terluka, dia melihat bagaimana Kyoto runtuh dan banyak manusia berjatuhan darinya.
Melihat bagaimana para dewa berjatuhan dan menjadi abu.
Berbeda dari apa yang dia ingan… di tangan Naruto para dewa tidak butuh manusia uintuk melupakan Nama dan Legenda mereka. Di tangan mahluk itu, dewa jatuh seperti anai-anai.
"Apa benar tidak ada masa depan bagi kita." Heimdall kembali bergumam.
"Ada.. ada masa depan bagi kita." Thor menyahut.. "Harus berjuang, bertarung… dan membunuh momok di depan mu!"
Bahkan jika tubuhnya hancur dan palu di tangannya patah. Darah Thor masih panas untuk tidak menerima kekalahan ini. Sebagaimana dia pelindung Asgard tidak menyerah. "Heimdall jangan menyerah."
Naruto menarik jiwa yang lain. Kemarahan dan ratapan dapat ia rasakan, bahkan kutukan dan ketakutan mereka dapat ia rasakan. Namun melihat dewa yang menjadi abu, melihat keturunan kawan dan musuhnya menjadi abu… ia tetap tidak pedulu. Seakan ingatan itu telah terbaca dan kembali padanya.
Membuatnya mengeti bahwa Dunia ini kembali menjadi sia-sia.
Tidak ada yang berubah, dan tidak ada yang benar-benar dapat selamat.
Dan jika tidak dapat di selamatkan… bunuh semua. Bunuh semua mahluk.
Mari mulai Dunia ini kembali dari awal.
Namun sebelum dapat bergerak lebih lanjut. Naruto tertahan, seseorang telah memeluknya dengan erat, mengunci pergerakannya. Tangan dan kaki dewa tersebut memeluk Naruto dengan erat, bahkan belalai pada kepalanya mencekik mahluk di depannya dengan keras. Ganesa mengorbankan hidupnya.
"Monyet tuaaa! Sekarang!"
Naruto merasakan yang lain tiba di depannya. Ia ingin bergerak namun tertahan, mencoba kembali menggunakan ruang untuk menolak mereka semua dalam sekejap. Namun sebelum melakukan itu Naruto merasakan ujung tongkat yang menyentuhnya.
Ia melihat Monyet di depannya bergumam.
Tongkat itu memanjang. Dan dia menjauh dari Jepang, menjauh dari daratan menuju lautan. Menuju Formosa.
Naruto mencengkram tongkat itu. Berusaha mematahkannya, dan membunuh Ganesa yang masih menguncinya erat.
"Aku, Ra [Berkata] kau Ōtsutsuki akan di timpa oleh petir Primodial."
Naruto terdiam, seakan mendenga suara Ra dari jauh. Tidak suara itu tidak pernah jauh, suara itu tepat berada di sampingnya. Seperti berbisik tepat di sampingnya… berbisik kepada jiwanya.
Lalu langit itu runtuh seperti pecahan kaca. Bertebaran indah dan memilukan, memperlihatkan luka dari Dunia lain di baliknya. Memperlihatkan luka dari Real of the Gods yang jatuh. Naruto melihat di balik langit biru bumi yang terluka, berbagai warna dari kaleidoskop yang korup mencoba memasuki bumi… jasat dari maluk raksasa yang terlihat sekilas. Dan kutukan dari kehendak mereka yang mati.
Naruto melihat, jauh dari dalam langit yang robek. Berbagai petir jatuh menghantamnya memalunya hingga ke dasar samudra. Petir yang begitu ganas hingga merobek lautan dan merusak ruang di sekitarnya hingga menjadi bengkok. Begitu ganas hingga tak menyisakan apapun yang di laluinya… menghancurkan bahkan ruang itu sendiri.
Naruto mencoba bertahan. Ia berteriak namun kembali di tekan. Namun Naruto mengangkat tangannya, berbegai tentakel gurita keluar dari tubuhnya mecoba membantunya untuk bangun berdiri. Ia mencoba terbang. Tangannya mengacung ke arah langit, matanya bereaksi dan petir itu perlahan di hisap olehnya.
Lalu ia dari melihat jauh. Petir yang sama jatuh dan menghantam Kyoto.
"Aku [Berkata], kau Ōtsutsuki akan di benci oleh Lautan!"
Suara itu kembali terdengar, seperti sebuah bisikan. Naruto mengerti Ra kembali mengutuknya. Ia melihat kebawah lautan yang telah tenang kembali bergejolak. Membencinya, mencoba mengapai untuk membuatnya tenggelam.
"Ra… sepertinya kau ingin mati terlebih dahulu." Naruto bergumam, tidak ada kemarahan dalam suaranya. Datar dan hamper tanpa emosi. "Banshō Ten'in"
Untuk sesaat dunia bergetar hebat. Lautan kembali bergejolak dan bahkan lebih dahsyat. Lempeng-lempeng bumi patah, muncul dan tenggelam seakan sesuatu yang tidak normal memaksa mereka bergerak ke arah tertentu. Dan perlahan tapi pasti Jepang dan beberapa kepulauan di sekitarnya bergerak dengan keras dan rusak ke arah Formosa dengan tidak normal.
Melukai bumi semakin parah dan menyebabkan bencara yang tak berujung. Jepang atau lebih tepatnya Ra di paksa untuk bergerak menuju Naruto.
"Halo Ra..."
Hingga pada suatu titik. Di saat daratan jepang tidak lagi untuk di kenali. Mengabaikan banyaknya nyawa Manusia yang di korbankan untuk semua ini. Di atas gunug-gunug yang baru saja muncul dari patahan lempeng, dan semua ruruntuhan yang ada.
Naruto mencengkram erat leher wanita itu.
"Lama tidak berjumpa, Naruto."
Capter ini penuh dengan pertarungan. Saya tidak yakin.
Dan lalu ini saja untuk hari ini, saya kehabisan ide untuk chapter ini. Mari beristirahan sejenak dan pikirkan ide untuk chapter ke depannya.
Ide rikudo sudah jauh berbeda… sebenarnya mungkin dulu tidak seperti ini, sial sudah 2 tahun lebih hahaha. Chapter 8 adalah ide baru setelah kembali membaca semua chapter lama rikudo…. Mungkin.
Terimakasih.
