Tanpa menjawab, Sang Kazekage langsung merendahkan tubuhnya. Kini ia sedang berlutut di depan Ino dan sepasang mata turquoise-nya masih setiap menatap wanita itu.

"D—Dia?!" Ino cukup terkejut.

Saat tubuh Gaara hendak direndahkan lagi, Ino lebih dulu mencegahnya. Meskipun ia ingin melihat Sang Kazekage merendah di hadapannya, sisi belas kasihan di dalam dirinya mengambil alih. Mungkin ini keterlaluan. Pada kenyataannya sikap Gaara tadi tidak bisa dibilang sepenuhnya salah –meskipun memang sedikit menyebalkan– tetapi Kankurou-lah yang harus bersujud di hadapannya.

"Stop!" tahan Ino.

Pergerakan Gaara terhenti, tetapi sepasang matanya tak lepas dari Ino.

"Berdiri!" perintah Ino.

Sikap bossy Ino kembali. Seolah sekarang ia-lah yang menjadi orang nomor satu di sana, bukan Gaara sebab pria itu tampak tunduk kepadanya.

"Katanya kau ingin menikah denganku, tetapi kau masih tidak tahu bagaimana caranya membujuk seorang wanita? Se-kaku itukah dirimu? Aku rasa Sai atau Sasuke-kun yang sama dinginnya sepertimu lebih pandai membaca situasi dan bersikap. Sasuke—"

"Tolong berhenti menyebut nama laki-laki itu disaat aku bersamaku, Ino," sela Gaara.

Setelah cukup lama menahan perasaan aneh di dadanya, akhirnya Gaara memilih untuk mengatakan apa yang membuatnya tidak nyaman. Gaara jelas tidak suka ketika ia mendengar Ino menyebut nama Sasuke, apalagi sekarang wanita itu mulai berani membandingkan dirinya dengan pria lain.

"Kenapa? Pada kenyataannya Sasuke-lah yang menemaniku. Bukan kau, laki-laki yang baru saja tidur denganku," cibir Ino sambil menekankan nada bicaranya saat ia menyebut kata 'tidur' yang artinya lebih dari sekedar mengistirahatkan badan atau kesadaran.

"Pada kenyataanya aku hanya teman tidur bagimu, 'kan? Seperti yang ada di dongeng-dongeng, seorang raja membutuhkan gundik untuk menemaninya dikala bosan?" cecar Ino.

Tawa kaku lolos dari mulut Ino. Ia menertawakan dirinya sendiri. Biarlah Gaara mengangapnya aneh karena saat ini Ino sedang menangis sambil tertawa. Namun, yang jelas perasaan Ino saat ini sedang campur-aduk sampai ia tak tahu harus bagaimana lagi. Malu, marah, dan kecewa. Ino sangat ingin berteriak dan melempar apa saja di dekatnya ke arah Gaara, tetapi ia tahan.

"Ino, aku tahu jika aku salah—"

"Lalu?" potong Ino.

"Aku tidak butuh maafmu. Semua orang bisa dengan terpaksa mengatakan maaf setelah melakukan kesalahan. Lakukan sesuatu jika kau memang sepenuhnya merasa bersalah!" tekan Ino.

Ino menyeka dengan kasar air matanya menggunakan punggung tangan. Ia lelah dan ingin menyudahi pertengkarannya dengan Gaara.

"Jika kau benar-benar mencintaiku seperti apa yang pernah kau katakan, pikirkan bagaimana caranya agar aku bersedia memaafkanmu! Tetapi jika kau menyerah, biarkan aku pergi dari sini. Aku tidak mau tinggal di Suna," putus Ino.

Berjuang atau menyerah. Itu pilihan Gaara. Sebagai perempuan, Ino tidak ada keharusan untuk memperjuangkan laki-laki itu, 'kan? Dulu ia memang mengejar cintanya, tetapi sekarang ia penganut kaum perempuan harus menunggu! Cukup lelah jika harus mengejar cinta yang tiada ujungnya.

"Sekarang keluar dari kamarku!" perintah Ino masih dengan nada tingginya.

Gaara seolah tidak mengindahkan perintah itu. Pria itu sudah bangun dari posisi berlutut, tetapi ia masih tetap diam di tempatnya.

"Kazekage-sama, keluar dari kamarku sekarang!" Ino mengulangi kalimat perintahnya sambil menunjuk ke arah pintu kamarnya.

Saat melihat Gaara, Ino tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh pria itu.

Gaara tak bergeming. Pria itu terlihat sedang… melamun. Sebenarnya Gaara sedang menilai perasaannya sendiri. Entah mengapa ia merasa kesal saat melihat segala sesuatu yang berhubungan dengan Sasuke melekat pada Ino. Jubah hitam itu… telah berhasil mengusik Sang Kazekage. Namun, mulut dan otaknya tak mau sejalan dengan hatinya. Ia menahan perasaannya itu.

"Apa ini…," batin Gaara.

Gaara terus menyangkal jika dirinya mulai tertarik dengan Ino. Meskipun tidak diungkapkan, Gaara bisa dibilang telah bersumpah jika ia tidak akan pernah tertarik dengan Ino dan hal semacam itu tidak boleh terjadi. Semua hanya semata-mata karena ia kasihan dengan Ino sebab perempuan itu adalah teman dari Naruto. Ia hanya berusaha menghormati Ino.

Gaara juga tidak percaya dengan apa yang dikatakan Temari. Pria itu tidak tahu apa itu cemburu, jadi ia menyangkal perasaan tak sukanya itu. Mungkin hanya sebatas perasaan tidak menyukai orang lain, bukan cemburu seperti yang dibilang Temari.

Cemburu? Cinta saja tidak! Ini hanya sandiwara. Gaara yakin jika ini karena perasaan ibanya, jadi ia tidak mungkin cemburu, apalagi dengan Sasuke. Mungkin ia hanya tertarik dengan tubuh Ino setelah 'tidur' bersama–pikir Gaara. Ia terus menepis rasa ketertarikannya pada Ino. Barangkali ia hanya tidak mau laki-laki lain menikmati tubuh Ino seperti dirinya.

"Gaara!" teriak Ino dengan kesal.

Tak sopan sekali, bukan? Ya, mau bagaimana lagi. Ino lelah berdebat.

"Kalau kau tidak mau pergi, biar aku yang pergi! Tinggal di sini tidak menjamin kebahagiaanku," cibir Ino seraya berjalan menuju pintu kamar.

Satu-satunya jalan untuk keluar, Ino harus melewati Gaara. Saat wanita itu lewat di samping Gaara, seketika lengannya dicengkeram dengan kuat.

"Ugh! Lepas!" perintah Ino sambil menatap tajam ke arah Gaara.

"Aku tidak suka kau memakainya. Buang itu segera," ucap Gaara.

Ino mengernyit heran. Ia tidak salah dengar dan mengartikan, bukan? Apa Gaara cemburu? pikirnya. Akan tetapi… mana mungkin?

"Tidak mungkin!" batin Ino menepis jauh-jauh pemikirannya itu.

Ino memang mengharapkan cinta dan perhatian Gaara, tetapi ia tidak mau langsung percaya dan menyimpulkan dengan cepat jika Gaara sedang cemburu hanya karena ia masih mengenakan jubah Sasuke.

"Sasuke-kun memberikannya langsung padaku," kata Ino dengan kesal.

Sasuke-kun… Sasuke-kun… Sasuke-kun! Mudah sekali Ino memanggil nama Sasuke dengan imbuhan -kun yang membuat hubungan keduanya tampak sangat dekat dan intens. Sementara saat bersama Gaara, Ino selalu memanggilnya dengan sebutan Kazekage-sama padahal Gaara sudah meminta wanita itu untuk memanggil nama kecilnya. Ino selalu meralat panggilannya jika hubungan mereka tampak merenggang dan canggung.

"… jadi aku berhak menyimpannya," lanjut Ino

Ino menarik tangannya. Ia berusaha melepaskan diri dari Gaara, tetapi pria itu masih mencengkeram lengannya dengan kuat. Sedetik kemudian Gaara menarik tubuh Ino hingga wanita itu menghadap ke arahnya. Lalu, dengan tergesa-gesa Gaara melepaskan jubah itu dari tubuh Ino dan membuangnya ke lantai dekat tempatnya berpijak.

"Hei! Kau merusaknya!" protes Ino saat ia sadar jika tindakan Gaara telah merusak jubah itu. Ia dengar sendiri suara robekan kainnya.

Saat Ino hendak memungut jubah itu, Gaara kembali menahan tangan Ino.

"Jangan kekanak-kanakan! Kau seorang kazekage!" sungut Ino.

Gaara menjadi sulit untuk dihadapi ketika ia sedang merajuk. Tampaknya pria itu tidak cocok menjadi orang yang sudah berumur 20 tahun! Ia lebih mirip seperti adik laki-laki yang sedang marah ketika melihat sesuatu tidak sesuai dengan apa yang dikehendakinya.

"Aku juga manusia," bantah Gaara.

Oh! Tampaknya perdebatan masih akan terus berlanjut sampai dini hari.

"Lalu?" tanya Ino.

"Apa-apaan, sih, sikapmu ini? Kau marah hanya karena jubah tak bersalah itu? Berhenti merajuk! Aku lelah dan ingin tidur, jadi singkirkan tanganmu itu! Aku ingin pergi!"

Ini adalah pertengkaran antara dua orang dewasa dengan sikap keras kepala yang sama dan keduanya sama-sama denial soal perasaan. Ino lebih dulu jatuh hati dengan Gaara, sementara Gaara tidak dapat menyadari perasaannya.

Gaara menghela napas. Gaara memang menyangkal soal kecemburuannya, tetapi satu hal yang dapat ia simpulkan adalah hati Ino tidak akan melunak. Wanita itu tidak akan mau mengalah saat berdebat. Dia adalah Ino yang keras kepala. Jika Gaara tidak mau menekan egonya, mereka akan terus berdebat sampai pagi. Bahkan kemungkinan besok dan seterusnya akan ada perang dingin antara Gaara dan Ino jika tidak ada salah satu dari mereka yang mau mengalah.

"Kita bicarakan lagi masalah ini besok."

Terpaksa Gaara harus mengalah meskipun perasaannya belum tersampaikan sepenuhnya –walaupun ia sendiri tak yakin akan mengatakannya juga.

Gaara melepaskan cengkeraman tangannya. Sebelum ia keluar kamar, ia lebih dulu memungut jubah Sasuke agar Ino tidak mengambilnya lagi. Jujur saja, ia tidak mau jika Ino tidur dengan berselimut jubah itu.

"Tetap di rumah, aku tidak akan mengganggu tidurmu," ucap Gaara sebelum ia keluar dan menutup pintu kamar Ino.

Ino tertegun. Setelah ia merasa Gaara tidak lagi berada di depan kamarnya, ia menghela napas panjang. Entah kenapa ia merasa sedikit lega dan senang ketika melihat gelagat Gaara. Gaara baru saja menunjukkan kecemburuannya perkara Ino memakai jubah Sasuke. Apa itu artinya perasaan Gaara tidak palsu seperti apa yang ia pikirkan akhir-akhir ini? Apa kecemasannya itu hanya pikiran buruk sesaat yang singgah ketika hari pernikahan sudah dekat?

"Apa aku hanya takut… tapi…. Mana yang harus aku percaya," gumam Ino.

Ino merebahkan tubuhnya di kasur sambil memijat pelipisnya yang terasa nyut-nyutan. Ini pertengahan hebat pertamanya dengan Gaara sebagai sepasang kekasih. Benar, 'kan? Kekasih atau….

"Argh! Lama-lama aku bisa gila! Kenapa menjadi dewasa itu tidak menyenangkan?" keluh Ino sambil menjambak rambutnya sendiri.

Tak mau dirinya dipusingkan dengan pikiran-pikiran negatif, Ino memutuskan untuk memejamkan matanya. Ia ingin tidur dan kali ini tanpa membersihkan dirinya. Ia terlalu lelah untuk sekedar mencuci tangan, kaki, dan wajah.

Waktu berjalan dengan cepat. Ino rasa ia baru saja memejamkan kedua matanya, tetapi tahu-tahu pagi telah tiba.

Wanita itu masih berbaring di kasurnya sambil menatap langit-langit kamar. Beberapa potongan memori kemarin malam terlintas di benaknya. Ia jadi malas untuk bangun dan menghadapi orang-orang di Suna. Ia tidak mau bertemu dengan Gaara, apalagi Kankurou –Si Mulut Kompor itu.

Baru saja Ino ingin memejamkan matanya lagi, ia dikejutkan dengan suara benda-benda jatuh di rumah itu. Suaranya berasal dari lantai bawah. Itu seperti peralatan memasak –tebak Ino.

"Rumah sebesar ini ada tikus? Yang benar saja? Jika iya, aku harap tikus di gurun tidak sebesar babi," gerutu Ino.

Ino memutuskan untuk bangun. Sebelum turun, ia lebih dulu mencuci muka dan menggosok giginya. Seperti hari sebelumnya, ia tidak ada agenda, jadi ia tidak perlu mandi dan mengenakan riasan wajah ketika di rumah.

"Ohayou."

Saat tiba di sumber suara –yaitu di dapur yang menyatu dengan ruang makan– Ino dikejutkan dengan sapaan selamat pagi dari seseorang yang tidak mungkin ia lihat di jam-jam seperti ini. Selain itu, penampakan dua piring berisi roti panggang sedikit gosong dengan telur mata sapi cukup membuat Ino terkejut.

"Ohayou," ulang orang itu.

"Kenapa kau ada di sini?" Bukannya membalas sapaan itu, Ino malah melemparkan pertanyaan sambil menatap heran ke arah orang itu.

"Karena ini rumahku," jawabnya.

"Aish! Bukan itu. Maksudku… kenapa kau masih ada di sini?" Ino mengoreksi pertanyaannya.

"Hanya sedang memperbaiki kesalahan," jawab Gaara.

Gaara sendiri tak tahu kenapa ia mau melakukan itu. Tetap tinggal di pagi hari sambil membuat sarapan bukanlah tipenya. Ia jarang pulang ke rumah apalagi sarapan. Namun, tubuhnya seperti bergerak tanpa persetujuannya. Ia bahkan rela membuang banyak telur demi menghasilkan telur mata sapi yang sempurna –tidak gosong maksudnya– sebab toast yang ia buat hampir hitam sepenuhnya.

"Apa Temari-nee mampir ke sini lagi?" tanya Ino sambil menoleh ke sekeliling untuk mencari keberadaan Temari.

Ino masih tak percaya dengan apa yang ia lihat. Seorang Gaara tidak mungkin seperti ini, 'kan? Atau ia saja yang belum mengenal Gaara? Pria itu bahkan tidak butuh satu hari untuk memikirkan cara demi membujuknya. Serius ini ide Gaara? –batin Ino tak percaya.

"Tidak ada Temari di sini," jawab Gaara.

Gaara merapikan beberapa peralatan memasak yang tadi tidak sengaja ia jatuhkan.

"Maaf karena aku terlalu berisik di dapur dan juga soal menu sarapannya. Aku jarang memasak," kata Gaara.

Gaara berjalan ke arah meja makan dan menarik salah satu kursi untuk Ino. Pria itu tak segera menyingkir. Ia masih diam di tempat sambil menunggu Ino menghampirinya.

Ino memang tidak menanggapi perkataan Gaara, tetapi wanita itu berjalan mendekat dan duduk di salah satu kursi yang disiapkan untuknya.

Setelah Ino duduk nyaman di tempatnya, Gaara berpindah ke seberang meja. Ia duduk di kursi lain yang berhadapan dengan Ino.

"Habiskan sarapanmu karena setelah ini kita akan ke gedung kage," kata Gaara.

"Maaf?" balas Ino.

Ino tidak tuli. Ia mendengar semua perkataan Gaara, tetapi ia tidak tahu maksudnya. Ia ingin pria itu mengulang semuanya dengan jelas.

"Aku ingin kau ikut membuat keputusan bersamaku. Sebagai calon istriku, aku ingin kau ikut andil dalam pemerintahan. Kau bahkan boleh mengajukan program dengan anggaran desa. Apapun itu," jelas Gaara.

Ino mengernyitkan alisnya. Sebelum-sebelumnya Gaara memang manis, tetapi kali ini pria itu kelewatan sangat manis! Ia dilibatkan dalam urusan pemerintahan meskipun statusnya belum legal sebagai pendukung Suna. Kelewat nekat atau Gaara memang sudah percaya sepenuhnya dengan Ino?

"Aku?" ulang Ino.

"Ya."

"T-Tunggu! I-Ini tidak mungkin!" Ino memijat pelipisnya lagi.

"Aku masih shinobi Konoha. Aku tidak bisa ikut campur urusan desa," tolak Ino.

Ino senang, tetapi ia tahu batasan-batasan yang harus ia patuhi.

"Aku tidak akan mempermasalahkannya karena sebentar lagi kita akan menikah," jawab Gaara.

Dahi Ino masih mengernyit dan sekarang ia sedang menggigit bibir bawahnya dengan kuat. Tidak-tidak! Ini terlalu… manis. Kenapa pria itu sulit untuk ditebak?

"Aku tidak mau kau bosan di rumah, jadi mulai hari ini aku akan mengajakmu ke gedung kage. Tapi saat kau sudah menjadi istriku, kau bebas menentukan untuk aktif bekerja denganku atau menjadi ibu rumah tangga. Kau yang memutuskan," tutur Gaara.

Gaara berbicara tanpa beban seolah semua sudah dipersiapkan dengan baik. Apa mungkin pria itu semalaman mengintrospeksi diri dan memikirkan cara untuk membujuk Ino agar tidak marah?

"Apa Temari-nee yang mengusulkan ini?" Ino masih tidak percaya.

Setelah apa yang terjadi semalam, Ino semacam terkena trust issue. Ia tidak mau tertipu.

"Tidak," jawab Gaara singkat.

Lihat! Mau bagaimana pun pasti tabiat Gaara akan terbongkar. Pria itu tidak bisa terus berbicara panjang kali lebar.

"Aku tidak akan tertipu lagi. Maaf." Ino segera bangun dari duduknya.

"Aku hanya mencoba memperbaiki semuanya," kata Gaara.

Gaara ikut berdiri. Ia memandangi Ino yang masih melihat ke arahnya.

"Apa masih belum cukup?" tanya Gaara.

"Mungkin…. Aku benar-benar takut kau akan meninggalkanku lagi seperti kemarin," jawab Ino jujur.

Meskipun kenyataannya Ino tidak mau mengejar cintanya, tetapi ia takut ditinggalkan oleh Gaara setelah apa yang terjadi. Pria itu sudah mendapatkan hal yang paling berharga di dirinya, sementara Ino tidak mendapatkan apa-apa. Tidak adil.

"Itu tidak akan terjadi lagi. Aku akan meninggalkan surat jika memang harus pergi karena urusan mendadak." Gaara berjalan menghampiri Ino.

Pria itu berdiri di dekat Ino dan memandangi wajahnya, seperti sedang menilai setiap detail pahatan paras cantik itu.

"Kalau begitu jawab pertanyaanku. Apa kau cemburu denganku kemarin?" tanya Ino.

"Aku tidak paham bagaimana rasanya cemburu, tetapi aku tidak suka saat laki-laki itu menciummu," jawab Gaara.

Okay… sekarang Gaara menyerah bergelut dengan batinnya sendiri. Mungkin Temari benar soal perasaannya. Mungkin ia memang cemburu. Gaara memang tidak suka saat melihat Ino bersama laki-laki lain, apalagi Sasuke. Ia tidak suka saat pakaian Sasuke melekat di tubuh Ino karena wangi laki-laki itu akan bercampur dengan wangi wanitanya. Ia tidak suka saat orang lain memeluk hingga mencicipi bibir ranum itu. Hanya ia yang boleh melakukannya!

"Mencium? Siapa yang berciuman?" protes Ino terhadap tuduhan itu.

"Kau dan Uchiha," jawab Gaara.

Gaara percaya dengan omongan Kankurou soal Sasuke yang berciuman dengan Ino.

"Kami tidak! Yang benar saja! Siapa yang mengatakannya? Kakak laki-lakimu itu? Kazekage-sama! Kau menuduhku yang tidak-tidak!" protes Ino tak terima.

Hell! Ino merasa dituduh melakukan perselingkuhan dengan laki-laki lain disaat ia memutuskan untuk memilih Gaara.

"Kau menyebalkan," kata Ino sambil melipat kedua tangannya di dada.

Meskipun Ino merasa hubungannya dengan digantung, ia tidak mungkin asal mencium laki-laki lain. Bahkan ia selalu menjaga dirinya dengan baik ketika mendapatkan misi menyamar. Itu semua Ino lakukan karena ia tidak mau ada sembarang laki-laki menyentuhnya, apalagi sampai berani menciumnya.

"Maaf, seharusnya aku tidak menuduhmu," balas Gaara.

"Aku hanya tidak suka kau berada di dekatnya," lanjutnya.

"Kau cemburu buta," sungut Ino.

Gaara tidak merespons sebab ia baru tahu istilah cemburu buta. Perasaan yang bagaimana itu? Cemburu dengan mata yang tertutup? Atau apa? Ia bukan orang buta, mengapa disebut cemburu buta?

"Sudahlah, kau merusak mood-ku."

Ino hendak berbalik meninggalkan Gaara, tetapi pria itu menahan tangannya –lagi, seperti kemarin.

"Sekarang apa lagi?" Ino memutar bola matanya saat Gaara menahannya.

"Maaf, Ino. Aku minta maaf," ucap Gaara.

Kenapa rasanya jadi aneh ketika Gaara mengulangi permintaan maafnya secara terus-menerus. Meskipun Ino sudah mengabaikannya, Gaara seperti tidak mau menyerah. Kali ini pria itu tidak akan meninggalkannya lagi, 'kan?

"Asal kau tidak akan mengulanginya lagi, aku akan memaafkanmu dan jangan pernah menyembunyikan sesuatu dariku. Dan satu hal lagi… kau cemburu karena kau benar-benar mencintaiku, 'kan?" tanya Ino sambil menatap Gaara penuh selidik.

Meskipun gelagat Gaara jelas menunjukkan jika pria itu merasa cemburu saat melihatnya berdekatan dengan Sasuke, Ino tetap mencurigai pria itu. Itu disebabkan karena Gaara lebih banyak menghilang secara tiba-tiba disaat ia membutuhkan pria itu.

"Ya, aku mencintaimu," jawab Gaara.

Berbeda dari sebelumnya, kali ini Gaara tidak merasa bersalah saat mengatakan itu, bahkan ia tak perlu memikirkan ulang kata-katanya. Ia hanya tidak ingin Ino pergi bersama Sasuke karena ia ingin mengklaim Ino sebagai wanitanya.

Ino tersenyum tipis. Memberikan kesempatan kedua sepertinya bukan ide buruk.

Setelah keduanya sarapan bersama, Gaara serius mengajak Ino ke gedung kage. Setibanya di sana, beberapa tetua desa terlihat kaget dengan kedatangan Ino.

"Oh, hai, Ino," sapa Temari saat ia melihat Gaara tiba bersama Ino.

Ino mengekor di belakang Gaara ketika ia masuk ke ruangan pria itu.

"Temari-nee," sapa balik Ino.

Ino baru saja tersenyum lebar, tetapi saat ia sedikit mengalihkan pandangannya, seketika senyuman itu menghilang. Ia melihat Kankurou sedang berdiri di dekat jendela.

"Hai, Adik Ipar!" sapa Kankurou tanpa rasa bersalah.

Jangan harap Ino membalas sapaan itu. Ino membenci mulut kompor laki-laki itu, jadi ia tak sudi berbicara dengannya.

"Sepertinya mood-mu buruk, ya?" tanya Kankurou sok polos.

Cih! Memuakkan –batin Ino.

"Kankurou, beberapa penduduk desa mengeluh soal keterlambatan surat yang mereka terima. Mengapa kau tidak segera mengecek bagian pos?" Temari memahami ketidaknyamanan Ino, jadi ia membuat agenda palsu untuk Kankurou.

"Oh, benarkah? Harus aku langsung?" tanya Kankurou.

"Ya, karena ada banyak dokumen yang harus diperiksa oleh Gaara jadi dia tidak bisa melakukan pemantauan langsung," balas Temari.

"Oh, ya. Lagipula Gaara harus menemui Uchiha pagi ini, 'kan?" Kankurou ingat jika Temari sendiri-lah yang menyusun jadwal pertemuan Gaara dan Sasuke setelah kegaduhan kemarin malam.

"Ya."

Mendengar nama Sasuke disebut, Ino sedikit merasa gugup. Ia merasa tidak enak hati dengan Sasuke karena ia hampir menipu laki-laki itu. Belum lagi soal Gaara yang mengaku cemburu dengan Sasuke. Diam-diam Ino melirik ke arah Gaara yang sedang berdiri di sampingnya.

"Sepertinya ada hal penting yang ingin kalian obrolan. Aku—"

"Temari akan mengajakmu berjalan-jalan sebentar selagi aku berbicara dengan Sasuke." Belum sempat Ino menyelesaikan kalimatnya, Gaara lebih dulu menyela.

Ada dua alasan mengapa Ino tidak diizinkan berada di ruangan itu. Pertama karena Gaara dan Sasuke akan melakukan obrolan penuh rahasia atau yang kedua karena Gaara cemburu saat Ino berada di dekat Sasuke. Ino tidak dapat menebak mana yang benar dari dua dugaan itu.

Pada akhirnya Ino tak menolak meskipun ia memiliki banyak pertanyaan. Setelah itu, Temari langsung mengajaknya keluar.

Setelah menunggu kurang lebih 10 menit, pintu ruangan Gaara terbuka. Sasuke telah tiba dan segera masuk untuk membicarakan sesuatu dengan Gaara.

Setelah apa yang terjadi semalam, hubungan keduanya tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Canggung dan aneh. Kedua laki-laki itu saling memandang dengan ekspresi datar dan serius.

"Jadi, apa laporanmu kemarin masih belum cukup?" tanya Gaara.

-to be continued-

Denial aja terus sampai mampus ya Gaara ya TwT. Dah, enggak tau lagi deh. Pokoknya selamat menikmati chapter ini. Happy reading~

~Sesi ngobrol~

Mikachan: Terima kasih atas pengertiannya. Tidak-tidak, aku enggak sakit hati, kok. Mungkin bukan ke peran, ya... Cuma aku enggak yakin menyebutkan apa, yang pasti akan ada scene SasuIno lagi.

Inzaghi: Aku senang, deh. Ada yang ngikutin chapter terbaru fanfic receh ini. Duh, Kak Inzaghi... kenapa harus nyuri jendela Polsek, sih TwT.

kchi77327: Sayang enggak bikin dosa bareng xD.

Ai Moriuchi: Mamang Sad Boy xD. Sama-sama, Kak. Terima kasih juga sudah mau ngikutin chapter baru fanfic ini!

Evil Smirk of the Black Swan: Napas dikit aja, yang penting enggak pingsan xD. Jangan sampai jatuh cinta di waktu yang salah, nanti nyesel xD. Sengaja dia, kalau kebawa kabur jadi perang dunia, Obito ver 2. Kankurou gitu-gitu ngebantu, walau dikit doang hahahaha. Sama-sama, makasih juga ya~

Azzura yamanaka: insecure dikit xD.

Guest: Terima kasih, semoga suka chapter kali ini.

See you next chapter~