"Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan!" Hinata memekik histeris, kian kalut dan kebinggungan dibuat suara lonceng yang terdengar. Dia ingin menghentikan Deidara tapi mengingat kenyataan dirinya tidak berdaya membuatnya kembali memasuki ruangan Naruto. Memohon satu-satunya hal yang bisa Hinata pikirkan.

Hinata gemetaran, kakinya bak tak bertulang terjatuh begitu saja di hadapan Naruto. Lagi-lagi suara lonceng terdengar, membuat isi pikirannya kian melayang. "Aku membuat kesalahan, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud mengusikmu, aku aku hanya ingin keluar dari tempat ini. Aku tidak akan melakukannya lagi! Aku benar-benar minta maaf." Hinata berusaha berbicara sejelas dan setenang yang dia bisa.

Naruto tetap di posisinya, menatap menggunakan pandangan yang masih saja dingin. Dia menyadari tubuh gemetaran Hinata hingga air mata yang terus menetesi lantai, tapi hatinya begitu keras.

"Kau ingin aku menghentikan perintahku?" tanya Naruto tak acuh. Hinata disentak oleh suara lonceng sebelum akhirnya mengganguk pasrah.

Naruto tersenyum kritik, begitu jahat berkomentar, "Aku berniat melakukannya tapi ingat ketika kau menghinaku hari itu? Aku pikir sepuluh orang terlalu sedikit. Haruskah aku tambah sepuluh lagi?"

Ini tidak akan berhasil! Pikir Hinata, seketika merasa bodoh karena sempat berharap memohon akan berhasil. "Aku benci kau!" Hinata menyeka air matanya. "Aku memohon dan berharap masih tersisa kebaikan pada hatimu meski hanya sedikit. Aku benar-benar memohon padamu tapi kau bahkan tidak mau mengedipkan mata untukku."

"Terus berbicara," tantang Naruto. "Semakin banyak kau melakukannya, kau akan semakin menyesalinya."

Hinata tidak lagi sanggup menahan amarah yang perlahan berubah menjadi kebencian. "Aku akan membuatmu menyesal." Hinata mengepalkan kedua tangan, sangat erat sampai telapak tangannya terasa sakit. "Aku pastikan. Aku bersumpah aku akan membuatmu menyesal." Hinata berbicara di sela isakan. Dia tidak tahu bagaimana cara membuat Naruto menyesal tapi dia bersumpah akan melakukannya.

Merasa tidak ada lagi harapan, Hinata berdiri dan pergi meninggalkan Naruto begitu saja.

.

.

.

.

Disclaimer : Demi apapun, Naruto bukan punya saya, punya Masashi Sensei, saya hanya pinjam saja.

BENTENG KELEMAHAN

(Hati hati typo, tulisan mendadak hilang, OOC, AU dan lain-lain. Udh usahain sebagus mungkin)

Benteng Kelemahan by Authors03

.

.

Chapter 16

.

.

Hinata berlari menuju salah satu dorm, melihat Deidara bersama lima temannya mengacau tempat itu.

"Hentikan, Deidara!" Hinata mendorong salah satu dari mereka dan merentangkan kedua tangan untuk menjadikan dirinya perisai.

Sementara itu, Toneri panik berlarian ke sana kemari mencari di mana Deidara membuat kekacauan. Dia menuju asap kebakaran dari sebuah dorm dalam keadaan terengah-engah. Dari kejauhan dia melihat Hinata menutupi pintu keluar agar Deidara tidak bisa mengejar teman-teman mereka yang berlari meninggalkan dorm.

"Aku tidak tahu mengapa Naruto meminta aku untuk membunuh mereka tapi tidakkah kau bersamanya?" Deidara menyimpulkan alasannya adalah karena Hinata, perasaan bersalah yang tidak bisa disembunyikan dari tatapan Hinata memberitahu bahwa dugaannya tidak meleset.

"Tolong jangan melakukannya." Hinata hanya bisa memohon. "Aku tahu kau takut dia akan membunuhmu bila kau tidak patuh tapi bukankah mereka semua adalah temanmu?"

"Hinata!" Toneri berlari menghampiri, tergesa-gesa menarik dan menyembunyikan Hinata di balik punggungnya.

Deidara memutar bola mata mengkritik sikap sok pahlawan Toneri, kemudian menjawab pertanyaan Hinata, "Ketika itu soal nyawa, tidak ada yang namanya teman atau perasaan." Dia melanjutkan, "aku tidak punya waktu untuk ini."

Deidara telah berbaik hati mengabaikan Toneri dan Hinata di saat bisa membunuh mereka tapi ternyata Hinata sama keras kepalanya dengan Toneri. Dia keluar dari punggung Toneri untuk menghalangi jalan keluar.

"Aku berusaha mengampuni kalian dan ini yang kalian inginkan?" Seperti yang Deidara katakan, dia tidak punya waktu karena Naruto memberinya hanya sampai tengah malam atau nyawanya sebagai ganti.

Deidara menyerang Hinata, mencengkram lehernya. Begitu cepat gerak tangannya hingga Hinata ataupun Toneri tidak sempat melakukan apa pun. Dei!" Toneri ingin membantu tapi teman-teman Deidara menghentikannya. Pertarungan terjadi sementara Hinata mulai kesulitan bernafas.

Hinata mencakar tangan Deidara tapi dia seolah tidak merasakan sakit. Deidara berbicara, "aku membantumu terakhir kali, kau ingat itu? Aku tidak bisa membunuhmu karena tidak tahu apa kelemahanmu tapi kau membuang waktuku dan itu akan membunuh aku. Jadi bisakah kau menepi?" Deidara melepaskan pegangannya dan menyebabkan Hinata tersungkur.

Dia berjalan keluar tapi Hinata menolak menyerah. Hinata buru-buru menyusul dan merentangkan tangan seperti pagar untuk menghalangi. Keras kepalanya membuat Deidara menatap tak percaya, kesabaran setipis tisunya telah habis.

"Aku tidak bisa menjadi sebaik Toneri!" Deidara tidak bisa membunuh Hinata tapi lebih dari bisa membuatnya tak sadarkan diri dalam satu pukulan. Deidara mengeratkan tinju dan melayangkannya, tapi pukulan itu tidak pernah sampai.

Perlahan Hinata memberanikan diri membuka mata, sangat sulit untuk mengatakan kalau seseorang yang berdiri di depannya menghalangi pukulan itu adalah Naruto. Naruto? Hinata lebih percaya bila dirinya telah mati tapi kenyataanya adalah itu benar-benar Naruto.

Reaksi terkejut bercampur ketakutan di mata Deidara menjelaskan semuanya. Buru-buru Deidara menarik tangannya dan menundukkan kepala dalam-dalam memohon maaf. Naruto memutar kepala menatap Hinata, mengamati amarah dan kebencian di matanya untuk sesaat.

Naruto berkata, "dia sangat lemah sampai kau tidak bisa melayangkan satu pukulan pun. Jadi, jangan menyentuhnya. Aku lebih suka matanya tetap terbuka untuk melihat hasil dari kelancangannya."

TO BE CONTINUE

Hi, guys

Maaf baru sempat update

Asli aku gregetan bangat mau mengungkap kebenaran Aowkwkwk

Hanya tinggal beberapa bab. Ayo ayo setelah semua clue, coba untuk menebak sebenarnya ada apa, kenapa dan mengapa. Clue terbesarnya ada di bab-bab pertama saat Hinata banyak berbicara

Sekian dan bye bye