—Brukk!
Aomine berputar cepat.
"Astaga, Tetsu!"
Aomine dengan segera berlutut, menyamakan posisinya dengan Tetsu yang kini sudah tersungkur di lantai sambil mencengkram dadanya. Ia terlihat kesulitan mengambil nafas. Bahkan bibirnya pun mulai terlihat pucat.
"Ia sesak nafas, Aomine!," Sahut Seijuurou yang ternyata sudah berada di sebelah remaja tan tersebut. Iblis memang.
"Tenangkan dirimu. Cobalah untuk bernafas secara perlahan," ujar Seijuurou seraya mengelus punggung si surai baby blue, mencoba menenangkan rasa paniknya.
"Apa kau memiliki obat untuk sesak nafas?".
Tetsuya hanya mengangguk lemas. Ia menepuk-nepuk tasnya seakan berusaha menunjukkan letak obat yang ia bawa. Seijurou pun dengan segera menggeledah isi tas remaja itu sampai akhirnya ia menemukan benda yang sepertinya adalah inhaler.
"Ini."
Ketiganya berusaha menenangkan remaja bersurai biru tersebut. Obat yang ia konsumsi mungkin tidak serta merta langsung mengstabilkan pernafasannya, tapi setidaknya mulai membuat anak itu tidak merasa terlalu tercekik lagi.
—Drrt.. Drrrrt...
Momoi merongoh tasnya. Tak lama kemudian menampakkan handphone lipat dengan gantungan teddy bear. Ia lalu mengangkat telponnya yang sudah tidak sabaran ingin direspon.
Percakapannya tidak lama. Hanya saja dari gerak-geriknya saja sudah bisa menunjukkan kegelisahannya.
"Kalian berdua pulanglah lebih dulu. Biar aku yang menemaninya."
"Tapi..."
"Pulanglah. Aku sudah merasa baikan. Maaf merepotkan kalian," ujar Tetsu lemah.
Keduanya tampak menimang-nimang, walau akhirnya mengangguk dan pamit pada kedua makhluk cebol tersebut.
Dan seperti inilah, hening cipta dimulai.
"..."
"Akashi-san, 'kan? Akashi-san juga pulanglah. Aku bisa sendiri"
Wow. Berani sekali memerintah dirinya.
"Namamu?"
"Apa namaku terlihat penting untuk diketahui saat ini?," balasnya sambil mulai memakai kembali tasnya yang terjatuh tadi. Surat pengunduran dirinya pun diasak masuk ke dalam tasnya, walau tak luput dari pandangan Akashi.
Sudah berani memerintah seorang Akashi, sekarang malah berani juga untuk membalas perkataannya?
"Setidaknya aku sudah membantumu,"
"Maaf menyusahkanmu. Aku tidak akan melakukannya lagi. Ini pertama dan yang terakhir kalinya," ujarnya sambil membungkuk meminta maaf.
Sensi amat.
"Bagaimana kondisimu? Kau terlihat seperti orang yang mau mati soalnya,"
Mendengus, kedua manik birunya kini menatap sang absolute.
"Aku sudah baikan. Tidak perlu khawatir, ini sudah biasa terjadi sejak aku masih kecil. Alam baka seperti tempat kedua untuk ku,"
"Kuroko Tetsuya, kan?," ucap Akashi mengkonfirmasi.
Yang satu jadi sedikit mengernyit. Tau dari mana?
"Tadi kulihat dari amplop surat pengunduran diri mu."
Sudah kuduga.
Tetsuya tersenyum kecut, tanpa sadar mencengkram erat pegangan tasnya.
"Kenapa kau ingin berhenti? Bahkan dari pembicaraanmu dengan Aomine pun bisa disimpulkan bahwa kau sudah memiliki pengalaman bermain seperti veteran.
Tetsuya terdiam. Ia tampak menimang-nimang sesuatu sebelum akhirnya membelakangi Seijuurou dan kembali berjalan menuju ke arah pintu.
Sekilas tatapannya terlihat sendu.
Tapi ia sudah malas membicarakan tentang hal ini. Mau dibahas berulangkali pun tidak ada gunanya. Tidak akan ada yang paham tentang dirinya.
Termasuk kau, Se—.
Whooozzzz!
Instingnya menyadarkannya. Dengan cekatan, ia bergeser sedikit dari posisinya dan tangannya langsung mengubah arah benda yang dilempar kencang ke arahnya.
'Bola basket? Sejak kapan dia pegang bola itu?!'
Dahinya mengerut kesal, "Apa masalahmu?!"
"Aku paling tidak suka dengan orang yang mengabaikanku saat aku sedang berbicara, Kuroko Tetsuya." Jawabnya sedikit mengintimidasi sambil kedua iris matanya terkunci pada kedua permata Tetsuya.
Bukannya takut, ia malah balas menatap mata sinis lawan bicaranya.
"Tidak ada lagi yang perlu kujelaskan padamu, Akashi Seijuurou-san. Kau sudah tau semuanya, bukan?"
"Tentu saja. Oleh karena itu aku tanya dan ini untuk yang terakhir kalinya, Kuroko Tetsuya. Aku paling benci harus bicara berulang kali," Ia memijat keningnya penat, "Kenapa kau mau berhenti dari tim basket Teiko?"
Padahal semua orang mendambakan agar boleh bergabung di tim basket Teiko!
"Karena aku berbeda dengan kalian! Aku sama sekali tidak memiliki bakat apapun. Termasuk basket! Aku payah! Kau yang sejak awal hebat dalam segala hal tidak akan mungkin bisa paham apa yang aku rasakan, Akashi Seijuurou-san. Bahkann—!"
Ia menggigit bibirnya hingga berdarah untuk menahan emosinya. Matanya sedikit berkaca-kaca.
'Bahkan akupun dilupakan begitu saja'
"Bahkan sekalipun kau mampu bermain dengan skill dan style mu sendiri?"
Ia membelalak kaget.
"...? Apa maksudmu?"
"Apa kau tidak sadar bahwa kau memiliki insting bermain yang bagus?" ujarnya sambil menunjuk bola basket yang tadi dilempar begitu saja.
"..."
"Tidak hanya insting bermain, kau pun mampu mengubah arah bola yang kulemparkan secara asal. Walau tidak berarah, tapi setidaknya kau bisa mengubah alurnya agar tidak langsung mencideraimu. Kau perlu paham, tidak semua orang bisa melakukan hal tersebut.
Mungkin karena kau tidak pernah menyadari kelebihanmu sendiri dan terlalu sibuk dengan suara bising dari luar sana. Entahlah, itu kau sendiri yang bisa tahu, Kuroko Tetsuya. Tapi entah bagaimana, aku bisa rasa bahwa kau masih memiliki teknik bermainmu sendiri. Teknik yang di mana hanya kau yang bisa melakukannya."
"..."
"Pahamilah cara bermainmu dan temui aku ketika kau sudah berhasil menemukannya."
Akashi berjalan mendahului Tetsuya yang masih terpaku di tempatnya. Tepat saat ia melangkahkan kakinya keluar dari gedung olahraga third string, ia sedikit bergumam.
"Bahkan aku sama sekali tidak menyadari kehadiranmu saat pertama kali aku masuk di tempat ini, Kuroko Tetsuya. Sadarilah itu."
Hari yang cerah untuk sejuta umat yang mencintai hangatnya mentari di tengah musim dingin yang masih berlangsung. Salju di sini memang sudah tidak turun lagi, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa sisa tumpukan salju di berbagai tempat masih membuat wilayah ini hampir berada di titik 0 derajat celcius.
Yah.. Walaupun hal tersebut sama sekali tidak berpengaruh apapun bagi tim basket first string di Teiko. Entah itu dingin ataupun panas, mau badai ataupun hujan asam, latihan agar selalu menjadi juara tetap nomor satu. Bahkan saat ini pun, semua anggota first string sedang sibuk melakukan latihan harian mereka.
—semua kecuali Haizaki dan Aomine.
Haizaki? Tidak perlu ditanya lagi. Yes! Membolos adalah jawabannya. Bahkan sejak pagi dia tidak masuk sekolah dengan alasan kurang enak badan.
Tapi tenang saja, dengan otak cerdas yang mengalahkan satuan intel, kapten andalan Teiko sudah berhasil mendapatkan bukti berupa foto dan bahkan video si surai abu sedang berpesta bersama para gadisnya di Café Nyannyan. Kalau soal ngancam aja sih, sudah tidak perlu diragukan lagi. Bisa dipastikan bahwa saat ini Haizaki sedang dalam perjalanan ke SMP Teiko.
Oke, mari kita abaikan si makluk silver yang tidak jelas dan balik berfokus pada makhluk kedua, si pemilik kulit eksotis.
Akhir-akhir ini dirinya terlihat kehilangan motivasi untuk bermain basket. Seperti orang yang sudah diputuskan secara sepihak oleh pacarnya.
Terkadang ia hanya mengikuti pemanasan, kemudian latih tanding dengan ogah-ogahan. Bahkan kali ini, dia hanya duduk melamun sambil sesekali menghela nafas panjang.
"...Sudah hampir 3 bulan," gumamnya.
Seketika orang-orang di sekelilingnya berhenti beraktivitas.
Hah?
Mereka tidak salah dengar, 'kan? 3 bulan apanya?
Memang benar kalau temannya yang satu ini sedikit mesum.. tapi masa' ia sampai satu server dengan si preman abu-abu?
Midorima memperbaiki kacamatanya yang kedodoran, "Aku tidak menyangka kalau kau sebejad itu, nanodayo."
Haaahh?!
Aomine tersentak dari lamunannya dan langsung paham dengan apa yang dimaksudkan oleh teman hijaunya itu. Walau tidak begitu kelihatan di kulit eksotisnya, tapi bisa dipastikan kalau saat ini wajahnya sudah memerah seperti kepiting rebus— yang terlanjur gosong.
"JELAS BUKAN ITU, MIDORIMA SIALAN! AKU TIDAK SEBEJAD ITU TAU!"
Semuanya langsung tertawa terbahak-bahak
—kecuali Seijuurou tentunya. Sang kapten hanya memandang dari kejauhan. Ia lebih memilih untuk menyaksikan kehebohan yang terjadi dibanding harus meladeni kebodohan anggotanya.
Tapi.. apa yang dikatakan Aomine itu ada benarnya juga. Ini sudah hampir 3 bulan. Makhluk polos sarkastik yang dia temui waktu itu masih tak kunjung datang. Padahal seharusnya, inilah waktunya.
'Apa dia masih hidup?,' Batinnya sedikit psikopat.
Colek.
"Akashi-kun?"
Ia menoleh, "Ada apa Momoi?"
"Ada yang mencarimu. Kalau tak salah ingat, dia anak yang waktu itu," ujar Momoi mengonfirmasi sembari menunjuk ke arah pintu gedung.
BINGO!
Seijuurou tersenyum— sedikit menyeringai. Kepalanya mengangguk kecil, mengisyaratkan Momoi untuk menyuruh remaja yang jadi bulan-bulanan itu masuk.
Di sisi lain, Tetsuya yang sedang menunggu di luar gedung merasa sangat gugup. Jujur saja, perihal tugas yang diberikan oleh kapten iblis tersebut sebenarnya sudah lama ia temukan.
Itu loh, soal gaya bermain basket ala Tetsuya sendiri.
Hanya saja rasa gugup untuk bertemu dengan Seijuurou sebagai kapten first string jauh lebih tinggi. Dia ini seorang kapten. Seorang Akashi pula. Tanpa dijelaskan secara detail pun semua orang bisa paham kalau tindakan apapun itu harus sempurna. Ujiannya berat. Belum lagi kalau berhasil lolos dari tes yang diberikan oleh sang kapten, antek-antek lainnya di first string juga perlu diwaspadai. Mereka pasti menguji kelayakannya.
Huft. Memikirkannya saja sudah membuatnya lelah dan ingin cepat mengakhiri hari ini.
Tetsuya menutup kedua matanya. Ia lalu meletakkan tangan kirinya di dada, menarik nafas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya kembali.
'Ganbarimasu!'
Ia membuka matanya kembali. Menampakkan dua bola kristal berwarna biru muda yang jernih.
—yang kemudian disertai dengan semburat merah muda pada pipi porselennya setelah menyadari bahwa dirinya sejak tadi diperhatikan oleh gadis pink idola sejuta umat Teiko— atau kurang lebih seperti itulah desas desusnya yang ia dengar.
Momoi terkekeh, "Tenanglah! Kapten kami tidak menelan orang kok!"
Disiksa bagai di neraka saja kemungkinan!
Momoi memberikan gestur agar Tetsuya mengikutinya.
"Ma-maaf.."
"Malah sebenarnya, Ia sudah lama menunggu jawabanmu. Dai-chan juga."
Dai-chan?
"Ah! Itu rahasia kita berdua ya! Mereka bisa malu kalau ketahuan soal itu."
Kalimat terakhir dari Momoi tidak begitu didengarkan oleh Tetsuya yang langsung terpesona separuh kagum dengan gedung besar kelas atas yang sedikit berbeda dengan tempat ia biasa berlatih. Bahkan orang-orangnya pun terasa bukan seperti orang biasa pada umumnya. Seperti segelas vanila milkshake Majiba favoritnya dengan ukuran Super Large yang sangat beda dengan ukuran reguler yang biasa ia beli.
Kedua iris matanya sedikit berbinar.
"Aku pikir kau melarikan diri."
Iya, hampir sebenarnya.
Fokusnya berubah ke arah sang kapten.
"Lama tak berjumpa, Akashi-san. Maaf pergerakanku sedikit lambat," ujarnya sambil membungkuk.
"OIII TETSUU!" Ia bisa merasakan berat Aomine yang ditumpukkan pada bahunya. Terlihat seperti seseorang yang sedang merangkul pundak sahabat lamanya memang. Tapi beda halnya dengan Tetsuya yang merasa seperti dicekik oleh seekor gorila.
Ingat, dia itu rapuh bak boneka porselen tau?
"Kau darimana saja?! Kupikir kau benar-benar berhenti bermain basket, sialan!"
"Aomine, manners."
Tetsuya tidak begitu peduli dengan kata-kata yang dilontarkan oleh Aomine, tapi ia sangat berterimakasih pada Seijuurou karena sudah menyelamatkan tulangnya dari keencokan di usia muda. Iya, Aomine langsung berdiri tegap seperti tiang bendera sambil mengucapkan kata maaf pada keduanya.
Sekali lagi, dia tidak begitu peduli.
"Tunjukkan jawabanmu," perintah Seijuurou to-the-point.
Tetsuya tersenyum.
DOUMO~~
Terima kasih buat kalian yang sudah follow sampai ke chapter 2 ~ uwu
*bows deeply*
Tenang ajaa, untuk update tetap dilakukan seminggu sekali
See u next week!
RnR?
