Hinata menggaruk pipi sementara Toneri menggelus tengkuk. Sesaat kemudian, mereka saling menatap. "Ahaha ayo bersikap seolah tidak ada siapa pun di sini selain kita bertiga."

Toneri berusaha keras menampik fakta bahwa perempuan yang dia selamatkan adalah Shion tapi hanya ketakutan yang dia terima. Minato mendekat dan menepuk pundaknya. "Kerja bagus," pujinya. "Kau menyelamatkan kita dari bahaya yang lebih besar dengan menyelamatkannya. Bisa kau bayangkan apa yang terjadi bila penyihir jahat mencuri tubuhnya dan melakukan hal yang buruk?" Toneri membayangkannya dan Minato tersenyum kikuk sebagai penutup.

"Waktu kita tidak banyak." Minato mengalihkan pembicaraan. "Aku bisa merasakan Naruto akan segera datang."

"Benar." Hinata menakutkan hal yang sama. Dia mengambil langkah mendekat untuk menyita perhatian Minato. "Aku tahu kau tidak membunuh Shion tapi dia memilih mati untuk suatu alasan."

.

.

.

.

Disclaimer : Demi apapun, Naruto bukan punya saya, punya Masashi Sensei, saya hanya pinjam saja.

BENTENG KELEMAHAN

(Hati hati typo, tulisan mendadak hilang, OOC, AU dan lain-lain. Udh usahain sebagus mungkin)

Benteng Kelemahan by Authors03

.

.

Chapter 18

.

.

"Kau adalah orang yang membuat perjanjian dengannya," duga Minato dan Hinata mengganguk sebagai jawaban.

"Aku bertemu dengan Shion dan dia memberitahu aku apa yang sebenarnya terjadi tapi aku perlu tahu mengapa."

Ekpresi wajah Minato berubah ragu sampai akhirnya dia mau berbicara , "kami tidak bisa mengatakan kebenaran karena Naruto akan terluka."

"Shion pun menyebut Naruto sebelum bayangannya menghilang." Kata-kata Minato membuat Hinata yakin bahwa apa pun alasannya adalah karena Naruto.

Minato butuh cukup banyak waktu sampai akhirnya mengungkap, "Istriku meninggal setelah melahirkan Naruto. Orang di dunia ini tidak mati seperti itu. Saat itu aku punya dugaan bahwa hal itu berkaitan dengan kelemahan Naruto dan aku benar. Kelemahan Naruto adalah dia tidak bisa merasakan cinta. Naruto ... tidak bisa dicintai."

Hinata mengatup bibir kembali sebelum sempat berbicara. Dia berpikir cukup keras. "Maksudmu adalah Shion tidak bisa mencintai Naruto? Bukan hanya Shion tapi siapa pun itu." Minato mengganguk sebagai respon, membuat Hinata sedikit tertegun. "Sekarang semuanya menjadi jelas."

Akhirnya Hinata mengerti mengapa Shion memutuskan untuk mati.

Minato membuatnya jelas, "aku menurunkan tahta pada Naruto, berharap kekuatan yang dia terima akan berguna tapi itu tidak banyak membantu. Keadaannya kembali memburuk satu tahun setelah menerima tahta hingga hampir tak terselamatkan. Karena itu Shion menjadi tak sabaran. Dia terus menyalahkan dirinya sendiri dan berniat menyelamatkan Naruto dengan caranya. Aku terlambat menghentikannya tapi meski begitu usahanya tidak sia-sia karena setelah kematiannya, Naruto sembuh dengan cepat."

Ekpresi wajah Hinata kecut, mereka bertiga kompak menatap Shion. Minato menebak, "Sepertinya perjanjian di antara kalian belum selesai. Tubuhnya akan lenyap setelah kau menuntaskan janjimu."

"Kau benar ...," cicit Hinata, entah mengapa perasaan bersalah melingkupi hatinya. "Aku sedikit putus asa tapi sekarang aku mengasihaninya. Aku juga menghasihanimu, Tuan ..."

Minato tersenyum tipis menanggapi, "Kau tidak harus merasakan perasaan itu. Seharusnya aku yang merasa bersalah karena bagaimana pun kau ada di sini karena salahku. Aku tidak bisa mengatakan kebenaran karena terlampau takut aku akan menghancurkan hati Naruto lebih buruk lagi."

Hinata mengepalkan tangan, memikirkan apa yang harus dirinya lakukan. Melihat Shion terkapar tak berdaya membuat kegigihan datang entah dari mana.

"Naruto ... di depan." Suara Minato menyita perhatian Hinata dan Toneri, membuat mereka kompak menoleh.

"Aku akan menemuinya," kata Hinata. Dia bergegas beranjak tapi Toneri menarik tangannya untuk menghentikan. Sebelum Toneri berbicara, dia menyela, "aku harus bertemu Shion." Hinata melepas pelan tangan Toneri sebelum tersenyum tipis, kemudian pergi meninggalkannya.

Saat meninggalkan pintu depan, Hinata dihadapkan oleh Naruto yang telah menunggu. Lelaki itu mengamati kekosongan di belakang Hinata sebelum berbicara, "di sana tempatmu bersembunyi selama ini?"

Hinata tidak menjawab tapi mengambil dua langkah mendekat, kini hanya tersisa jarak satu meter di antara mereka.

"Aku akan memberimu satu kesempatan terakhir," kata Hinata langsung ke inti pembicaraan. Naruto mengangkat sebelah alis dan Hinata melanjutkan, "hentikan kegilaanmu dan sadari kesalahanmu atau kau akan menyesal."

Kata-kata terakhir Hinata menghadirkan senyuman remeh di wajah Naruto. Nada bicaranya seolah menantang, "apa yang bisa kau lakukan?"

Kali ini Hinata tidak mau kalah, dia membalas senyuman menyebalkan itu dengan senyuman yang sama. "Sesuatu yang tidak pernah kau bayangkan."

Naruto yakin Hinata hanya membual, perempuan lemah itu tak berdaya dan tidak mungkin bisa melakukan apa pun tapi keseriusannya menggangu kepercayaan diri Naruto.

"Aku serius soal aku bertemu Shion." Hinata mengulurkan tangan dan Naruto menatap jari-jari lentiknya sebentar. "Perlihatkan aku pedang yang Shion beri dan akan aku buktikan kata-kataku."

"Kau masih berniat bermain-main denganku?" Naruto menggeram tapi ditanggapi tenang oleh Hinata.

"Aku bilang aku bisa buktikan." Keseriusan Hinata menarik rasa ingin tahu Naruto. Ragu-ragu dia melakukan apa mau Hinata, mengeluarkan pedang yang Hinata singgung.

Hinata memberanikan diri mendekat guna mengambil alih pedang itu, sialnya malah terjatuh disebabkan oleh beratnya. "Oh, sial!" Hampir saja Hinata menghantam hidungnya ke lantai. "Ini tidak terlihat berat," eluhnya, membuat Naruto menggelengkan kepala penuh hinaan.

Pipi Hinata bersemu merah dibuat malu, padahal dia tengah berlagak keren. "Bisa bantu aku?" Naruto menurut, dia mengangkat pedang itu, mengarahkannya ke depan dan Hinata menabrakkan dirinya ke ujung tajam senjata itu

Mata Naruto terbelalak, terkejut dan bertanya-tanya perihal apa yang sedang Hinata lakukan. Sempat-sempatnya Hinata mengejek dengan seringai sebelum tubuhnya berubah menjadi manik-manik dan lenyap di udara.

Naruto setengah mematung, sudut bibirnya tertarik naik membentuk senyuman jengkel. "Dia baru saja menipu aku ...?"

Sementara tubuh Naruto memanas dibuat amarah, Hinata terkapar di lantai dan mulai tergelak. Sangat puas Hinata mengingat betapa lucu Naruto yang telah dirinya tipu dengan bodoh. "Kapan lagi aku bisa mempermainkannya? Pria menyebalkan itu."

Setelah puas tertawa, Hinata meniup nafas dan berdiri. Di balik pintu sudah berdiri perempuan yang ingin dia temui sedari tadi. "Shion," panggil Hinata. Dia menghampirinya.

"Kini kau tahu semuanya," kata Shion sembari meremas kedua tangan di depan perut. "Kami berteman sedari kecil tapi aku tidak pernah tahu apa kelemahan Naruto. Ketika kami bertumbuh dewasa, cinta di antara kami pun ikut tumbuh dan aku menyadari bahwa dia sakit. Kemudian Minato memberitahuku kebenarannya tapi kami sudah jatuh terlalu dalam. Aku bisa menjauhi Naruto tapi aku tidak bisa berhenti mencintainya, itu adalah alasan mengapa aku melakukan apa yang aku lakukan, Hinata."

Abaikan ungkapan perasaan itu. Mengetahui jalan cinta mereka tidak membantu. "Benar, aku tahu dan aku sedang berpikir apa yang harus aku lakukan. Haruskah aku memberitahu Naruto yang sebenarnya? Tidak?" Tatapan jengkel Hinata sudah cukup memberitahu Shion bahwa ada amarah dan kebencian di hatinya.

"Jangan melakukannya," pinta Shion, nada bicaranya memohon. "Aku memang telah bersikap egois tapi aku mohon jangan melakukannya. Lagipula tidak akan ada untungnya untukmu."

Hinata mendengus, membenci kenyataan bahwa Shion benar. Mengungkap kebenaran hanya akan membuat Naruto kian terpuruk dan menjauhkan Hinata dari kebebasan.

"Kalau begitu, kau harus bantu aku. Bila kau bisa muncul di hadapanku, pasti ada cara agar kau bisa bertemu Naruto."

"Kau ... ingin aku bertemu ... Naruto?"

"Benar." Hanya cara itu yang bisa Hinata pikirkan. "Aku dan ayahnya tidak bisa menenangkannya, jadi aku pikir kau adalah harapan terakhirku. Pasti ada cara agar kau bisa muncul di depannya dan itu yang aku mau."

Shion menggigit bibir bawah di pundaknya berubah kaku. "Aku ..."

TO BE CONTINUE

Hi, guysss

Gimana gimanaaaaaaa aaaaaa

Semoga sukaa yaaakkkkk

Lope you