"Aku bisa melakukannya." Pertanyaan Shion menghadirkan senyuman yang kemudian mengambang indah di wajah Hinata. Sayangnya kebahagiaan itu tidak bertahan lama. "Tapi itu akan sangat menyakitkan, Hinata. Jauh jauh lebih menyakitkan daripada mati ditikam pedang. Kau tidak bisa membayangkan rasa sakitnya, itu sangat-sangat menyakitkan."
Kalimat penuh penekanan dan keseriusan membuat Hinata merinding seketika, dia mengelus tengkuk yang terasa dingin. "Kau tidak harus menakuti aku seperti itu," cicitnya gelisah.
Shion tersenyum geli sesaat sebelum memasang ekpresi serius kembali. "Ada cara yang tidak akan menyakitimu, hanya aku tidak berpikir kau bisa melakukannya semudah cara pertama."
Setidaknya sekarang Hinata punya harapan, bukan ketakutan. Dia bertanya, "cara apa itu?"
"Kau bisa menggunakan tubuhku sendiri sebagai wadah. Kau harus menikam tubuhku menggunakan pedang yang aku beri ke Naruto, tapi seperti kataku, kau tahu itu akan sulit karena ada dua kemungkinan, satu, kau berhasil tapi Naruto mengira kau membunuhku. Dua kau gagal, dan Naruto akan tahu soal keberadaanku dan kau tahu apa yang akan terjadi seterusnya."
Seketika sirna harapan kecil Hinata, berpikir bahwa menghindari pertamuan di antara mayat Shion dan Naruto adalah pilihan yang tidak bisa diganggu gugat. "Tunggu! Maksudmu jika aku pilih pilihan pertama, aku harus menusuk diriku sendiri? Lagi?!" Shion mengangguk, membuat punggung Hinata mencair seketika.
"Tapi ini bukan hanya soal menikam dirimu sendiri. Kau harus tetap bernafas dan hidup di saat pedang itu menikammu. Aku akan menyerap semua kekuatan yang tersisa dari pedang itu dan dikala itu kau akan merasakan sakit yang luar biasa menggerikan. Tubuhmu akan terasa seperti terbakar dan sakitnya memburuk sampai dengan aku menghilang. Pikirkan, Hinata ..."
.
.
.
.
Disclaimer : Demi apapun, Naruto bukan punya saya, punya Masashi Sensei, saya hanya pinjam saja.
BENTENG KELEMAHAN
(Hati hati typo, tulisan mendadak hilang, OOC, AU dan lain-lain. Udh usahain sebagus mungkin)
Benteng Kelemahan by Authors03
.
.
Chapter 19
.
.
Shion mengambil satu langkah mendekat guna menatap secara intens. Dia tidak terlihat seperti memohon agar Hinata tidak berubah pikiran tapi malah sebaliknya. Sorot matanya seolah menginginkan Hinata untuk tidak memaksanya untuk menyakitinya lebih jauh lagi. "Rasanya sangat menyakitkan seolah-olah kau dibakar hidup-hidup."
Membayangkannya sudah membuat Hinata merinding dan kesakitan, tapi Hinata tidak bisa mundur. Tidak setelah dia menemukan cara untuk membalas perbuatan keji Naruto. Hinata menghela nafas frustasi, memantapkan diri untuk mencoba peluang apa pun itu yang tersedia. Dia telah membulatkan niatnya. "Aku bisa merasakan amarah Naruto dari sini setelah memperakukan dia bak orang bodoh dan menipunya. Singkat kata, aku tidak punya banyak waktu untuk menimbang, jadi keputusan aku adalah ayo lakukan."
"Aku tidak ingin menyakitimu lebih dari ini dan bila rencana ini gagal. Aku tidak bisa lagi muncul atau membantumu dan itu artinya selamanya kau akan bermimpi buruk." Shion adalah orang yang ragu di antara mereka meski besar harapannya untuk membantu. "Aku tidak berbohong soal rasanya akan sangat menyakitkan. Kau--"
"Aku tidak akan mati," sela Hinata yang sudah cukup mendengarkan. Bagaimana pun dia tidak berniat berubah pikiran. "Sesakit apa pun rasanya. Selama aku tidak mati, aku bisa menahannya." Dia mendengus sebelum tersenyum tipis. "Aku telah memikirkannya dan mereka benar bahwa bagaimana pun kau telah menyelamatkan aku. Terima kasih, Shion. Aku belum sempat mengucapkannya tapi aku benar-benar berterima kasih."
Shion menundukkan kepala, perasaan bersalah dan sedih melingkupi hatinya. Hinata menambahkan, "Mereka benar bahwa penderitaan ini tidak seberapa dibandingkan nyawa dan kehidupan yang aku dapatkan. Maka dari itu, sudah sepantasnya aku membalasmu dan sebenarnya, aku mengasihi Naruto."
Shion mengangkat kepala dan mempertemukan kontak mata, menunggu apa yang hendak Hinata katakan. "Aku melihat rasa sakit di sorot matanya dan aku hanya tahu dia akan terpuruk setelah duka itu menghilan. Aku hanya tidak mau dia merasakan rasa sakit itu lagi. Kau benar, aku tidak yakin rencana ini akan berhasil tapi kita harus mencobanya."
Shion meremas kedua tangan di depan perut dan pada akhirnya tersenyum lirih. "Terima kasih ... karena telah berpikiran seperti itu, Hinata." Shion mendekat sembari mengulurkan tangan. "Ini artinya pertemuan ini adalah yang terakhir. Aku harap kau tidak menyesali keputusanmu."
"Aku sudah menyesal tapi aku tidak bisa berubah pikiran." Hinata tersenyum geli. Dia menatap telapak tangan Shion sebelum menepuknya. Setelahnya menyaksikan bayangan perempuan itu menghilang.
Hinata meniup nafas berkali-kali, berusaha menenangkan diri dan bersiap sedia menanti Shion menariknya memasuki dunia itu. Perhatiannya disita oleh pintu ruangan yang berbunyi. Pintu terbuka, Sakura muncul dari baliknya.
"Hinata!" Senyuman Sakura mengambang indah. Dia berlari mendekat untuk memeluk tapi tiba-tiba Hinata menghilang. "Hinata?" Senyuman Sakura lenyap digantikan oleh ekpresi panik. "Hinata!!!" pekiknya frustasi.
Sementara itu, tubuh Hinata oleng. Dia berakhir di dalam dekapan Toneri dan beruntungnya tidak jatuh. "Aku temukan cara untuk mengutuk Naruto." Pernyataannya mendapatkan tatapan penuh tanya dari Minato dan Toneri.
"Ah!" Menyadari keadaan, Hinata buru-buru menarik dirinya menjauh dari Toneri dan mengoreksi, "maksudku, aku punya ide." Hinata menyadari mereka masih berada di tempat tadi, gudang. Dia menatap Shion dan tersenyum tipis. "Sebelum itu, aku perlu memasuki istana untuk mendapatkan sesuatu."
"Aku akan membantumu." Sigap Toneri menawarkan tapi malah mendapatkan gelenggan kepala dari Hinata.
Hinata menatapnya, memberitahu, "kau harus tetap di sini, Toneri. Kau harus menjaga Shion jangan sampai siapa pun apalagi Naruto melihatnya karena bila rencana kami berhasil, tubuh Shion akan segera lenyap, tapi dalam waktu dua jam tubuhnya masih ada di sana, itu artinya aku gagal."
"Tapi--" Toneri ingin membantah karena tidak mau menunggu tapi Minato menyela.
"Maka dari itu, biarkan aku membawamu ke istana." Ekpresi wajah Toneri cemberut. Minato melanjutkan, "aku punya firasat kau akan kembali, jadi kami menunggu tapi sepertinya ada kekacauan di luar sana."
Toneri menimpali, "aku tidak tahu mengapa tapi Naruto sangat marah dan mencoba membunuh semua orang."
Ungkapan itu membuat Hinata menggaruk tengkuk yang tak gatal, tahu betul itu salahnya yang sudah menipu Naruto. "Kita tidak punya banyak waktu!" Hinata berlari pergi, disusul oleh Minato.
"Tunggu!" Toneri ingin menyusul tapi keraguan menghentikannya. Dia menatap Shion, mengingat bahwa Hinata memintanya menunggu. Toneri cemberut. Tugas Hinata memanglah besar, dia mencoba menghentikan kegilaan Naruto tapi tugasnya pun tak kalah besar, dirinya harus menjaga Shion dari pandangan Naruto agar lelaki itu tidak semakin menggila karena timbul harapan dia bisa menghidupkan mayat Shion.
Toneri berusaha menghibur diri, tapi wajahnya tetap saja cemberut.
TO BE CONTINUE
Maaf ya guys baru update. Aku sibuk dan capek bangat akhir2 ini hadehh
Semoga kalian suka. Lope you
