Chapter 23: What Happened in the Car


"Harry, listen," Cedric langsung berbicara begitu ia dan Harry sudah berada di dalam mobil, "Bukan aku yang memulainya." Cedric tidak memberikan Harry waktu untuk menyala. "Malfoy yang memukulku duluan, padahal aku tidak melakukan apa-apa padanya. Dan Ron, dia tiba-tiba saja datang dan ikut-ikutan memukulku. Aku juga tidak mau menghajar balik, tapi teman-temanku tidak terima. Aku, aku benar-benar terseret dalam perkelahian itu."

Harry mendengarkan Cedric tanpa menyela. Ia juga membiarkan Cedric terus berbicara omong kosong, membuat alasan dan penjelasan yang sangat tidak masuk akal. Harry baru membuka mulutnya setelah Cedric akhirnya diam.

Harry memperbaiki posisi kacamatanya dan menghela napas. Ia menatap Cedric cukup lama sebelum berbicara. "Apa yang kau lakukan hingga Ron sampai memukulmu?"

Pertanyaan Harry membuat Cedric terdiam lama. Apa yang harus dikatakannya? Bahwa Ron mengamuk karena mendengarnya berbicara buruk tentang Harry? Bahwa Ron menghabisinya karena bermain dengan perempuan lain? Cedric jelas tidak bisa mengatakannya.

Melihat Cedric yang hanya diam, Harry kembali menghela napas, lebih berat dari sebelumnya. "Malfoy, aku tidak tahu masalahnya. Dia suka ikut campur urusan orang dan berbuat seenaknya. Meskipun dia punya alasan untuk menghajarmu, aku tidak peduli.

"Tapi Ron tidak sama dengannya. Ron memang sering bertindak terlebih dahulu sebelum berpikir. Tapi dia tidak pernah memukul orang lain terlebih dahulu jika orang itu tidak sedang mencari masalah dengannya." Harry menatap Cedric yang berusaha menghindari pandangan matanya. "Aku mengenal Ron seperti saudaraku sendiri, Cedric. Aku sangat mengenalnya. Kau membuatnya marah, dan itu membuatnya ingin menghabisimu seketika."

Cedric mencoba membujuk Harry kembali. Ia ingin menyentuh tangan Harry, tapi pemuda Potter itu sudah lebih dahulu menarik tangannya menjauh. "Harry, kumohon, jangan marah padaku. Aku serius, aku tidak ingin menghajarnya."

"Cedric," Harry mendesah lelah, "tidakkah kau mengerti apa yang sudah aku katakan tadi? Aku tidak sedang membicarakan pukulan yang kau berikan pada Ron. Aku membicarakan alasan Ron memukulmu."

Cedric kembali bungkam.

"Apa yang kau lakukan hingga membuatnya marah?" tanya Harry menuntut jawaban.

Cedric berpikir cepat. "W-well, it just... that I was," Cedric terbata-bata dan bicara tidak jelas. "Harry, apa pun yang kau dengar dari mereka, aku sebenarnya tidak..."

"Mereka belum bicara apa pun padaku," sela Harry. "Hermione hanya menyuruhku datang karena ada kekacauan besar yang kalian ciptakan. Dia sama sekali tidak mengatakan alasan kenapa kalian berkelahi."

Cedric tentu tidak bisa menyembunyikan rasa leganya. Tapi itu tidak bertahan lama saat Harry kembali bicara.

"Tapi bukan berarti aku tidak tahu, Cedric," Harry bicara dengan intonasi dingin. "Sepertinya Ron dan Hermione sudah tahu, makanya mereka mengawasimu."

"Tahu soal apa?" tanya Cedric gugup.

Harry memberi jeda yang lama sebelum menjawab. "Bahwa aku melihatmu berciuman dengan seorang perempuan."

Cedric terlalu terkejut hingga tidak bisa membuka mulutnya.

"Aku ada di sana, Cedric," Harry kembali bicara, "saat kau membatalkan kencan malam kita, dan pergi untuk menghibur temanmu yang patah hati. Aku melihatmu. Bukan menghibur temanmu, tapi menghibur dirimu sendiri." Harry menatap Cedric lurus ke arah matanya. Suaranya terdengar tenang dan tidak gemetar.

Namun Cedric adalah kebalikannya. Cedric menjadi semakin gelisah. Ia terus mengatakan kata-kata seperti, "Tidak, kau salah, Harry." Atau, "Harry, maafkan aku. Saat itu aku mabuk dan tidak bisa memikirkan apa pun."

Harry menggeleng. Ia terus menolak Cedric yang berusaha menggandeng tangannya. Harry juga tidak sekali pun mendengarkan perkataan Cedric. Ia tidak akan goyah sekarang. Harry tidak akan memberikannya kesempatan lagi.

"Cedric," panggil Harry tegas. "Aku tidak bisa lagi mengalah. Aku tidak mau lagi mengiyakan semua perkataanmu. Aku tidak akan lagi memberimu kesempatan untuk membodohiku. Dan asal kau tahu saja, aku tidak sebodoh itu untuk tahu bahwa selama ini kau tidak serius denganku."

Harry menarik napas dalam. Mata hijaunya menatap Cedric tanpa gentar, suaranya keluar tanpa ragu. "Let's break up."

.

"That's my friend!" Ron berseru dengan rasa bangga. Namun belum sempat ia mengungkapkan rasa bahagianya, ia mengaduh kesakitan saat Hermione tanpa aba-aba mengoleskan obat di wajahnya. "Aw... Lakukan dengan pelan-pelan, Hermione," rengek Ron.

Hermione tidak peduli dengan rengekan Ron dan terus mengobati luka-luka di wajah dan tangannya. Kemudian Hermione menoleh ke arah Harry. Ia tersenyum dengan wajah bangga sama seperti Ron. "Well done, Harry."

Harry balas tersenyum. Namun kemudian rasa bersalah menyelimuti Harry. "Aku tahu jika Cedric hanya bermain-main denganku, dan kalian juga tahu itu. Dan aku malah memilih untuk tidak peduli karena berpikir jika Cedric akan berubah suatu hari nanti. Tapi apa yang kulakukan malah memberikan masalah pada kalian. Maafkan aku."

Hermione menggeleng. "Tidak kau tidak boleh meminta maaf. Kalau kau meminta maaf, maka kami juga harus. Seharusnya kami sudah melakukan sesuatu padanya dari awal, bukannya malah membiarkanmu tersiksa untuk waktu yang lama."

Ron mengangguk setuju. "Seharusnya sudah kuhajar dia dari dulu."

Harry terkekeh pelan. Betapa ia bersyukur telah memiliki sahabat sebaik Ron dan Hermione.

Kemudian Harry teringat sesuatu. Ia berseru membuat Hermione dan Ron kembali menaruh perhatian padanya. "Kalian belum cerita apa-apa padaku."

"Cerita soal apa?" Hermione bertanya bingung. "Kau ingin tahu apa yang dikatakan Cedric hingga membuat Ron sampai mengamuk?"

Harry buru-buru menggeleng. "Tidak, aku tidak perlu mendengar hal itu," balasnya. "Ini tentang," Harry berdeham, "Draco."

Hermione dan Ron ber-ah dengan kompak. Keduanya saling lirik, bertanya siapa yang akan menjelaskan.

Harry jelas menangkap raut wajah bingung kedua sahabatnya. "Dia ada di sana juga, apa kalian yang..."

"Tidak," jawab Ron segera. "Percayalah, aku bahkan terkejut saat melihatnya tiba-tiba datang dan menghajar Cedric."

Hermione mengangguk. "Dia kebetulan ada di sana dan melihat Cedric," ia menjelaskan. "Draco sudah marah padanya sejak kau menangis di hadapannya. Dan karena itulah dia tidak bisa meninggalkan Cedric begitu saja. Lalu, ketika dia mendekat, dia mendengar Cedric membicarakanmu—bukan tentang hal yang baik. Dan tepat setelah itu, dia juga melihat bagaimana Cedric mendekati seorang perempuan dan kemudian langsung saja memukulnya." Hermione menjelaskan dengan buru-buru.

Harry terdiam sesaat, menunggu apakah Hermione masih ingin lanjut bicara. Tapi sepertinya Hermione memang sudah selesai. Kini giliran Harry yang bicara. "Dia memberitahu kalian kalau aku menangis setelah melihat Cedric berciuman dengan perempuan itu?"

Hermione dan Ron mengangguk kompak.

"Jadi, kalian teman dekat sekarang? Berbagi cerita satu sama lain?" Harry kembali bertanya.

"Jangan katakan sesuatu yang sial, Harry," balas Ron, merinding.

Hermione tertawa pelan. Ternyata kekasihnya ini masih belum bisa menerima fakta bahwa dirinya dan Draco bahkan sudah cukup untuk sekadar dikatakan teman akrab. Bahkan keduanya bertarung sangat baik dengan kerja sama yang hebat.

"Aku tahu ada sesuatu di antara kau dan Draco," ungkap Hermione. "Jangan pikir aku mempercayaimu saat kaubilang bahwa orang yang dilihat oleh temanku itu bukanlah kau dan Draco. Aku bisa mengenali punggungmu dengan baik. Bahkan jika kau menutupi seluruh tubuhmu, aku masih bisa mengenalimu."

Harry agak terkejut. Ternyata sudah selama itu Hermione mengetahuinya.

"Dan tentu saja kami tahu tentang malam panasmu dengannya."

Sekarang Harry benar-benar terkejut. Wajahnya sampai memanas. Harry yakin jika wajahnya sekarang sudah semerah tomat.

"Lalu, setelah berhasil membuatnya mengaku menyukaimu," Hermione melanjutkan, "aku tanpa pikir panjang mengajaknya bekerja sama. Tentu saja bekerja sama untuk membuatmu melihat seperti apa Cedric yang sebenarnya. Aku hanya tidak menyangka jika dia benar-benar mengiyakan perkataanku."

Harry mengangguk-angguk ringan. Ia terdiam sebentar sebelum membalas perkataan Hermione. "Jadi, kalian menerimanya?" tanya Harry sedikit gugup.

"Menerima? Menerima apa?"

"Yah," Harry mengalihkan pandangannya, "menerima perasaannya padaku? M-maksudku, kalian mendukungnya?"

"Hell no," lagi-lagi Hermione dan Ron menjawab kompak. Bahkan ekspresi wajah mereka sama. Seolah berkata, "Kau pasti bercanda."

Harry tertawa untuk mengusir rasa gugup yang datang entah dari mana. "Of course, that's crazy. That's very, very, very crazy."

Hermione dan Ron mengangguk. Tentu saja itu hal yang gila. Kemudian Hermione kembali mengobati luka-luka Ron, menutup luka-luka di wajah dan tangannya dengan plester.

Harry diam dalam waktu yang lama. Ia hanya memandangi kedua sahabatnya. Jantungnya berdebar cepat karena gugup. Harry menarik napas dalam, memberanikan diri untuk bicara. Harry akhirnya bersuara. "Er, guys, ada sesuatu yang harus aku bicarakan dengan kalian."

.

Betapa senangnya Harry bisa kembali mengemudikan mobilnya sendiri. Harry pun tidak menemui kesulitan apa pun dalam mengemudi. Yah, mungkin hanya ada sedikit masalah saat Harry berada di tempat parkir. Ia tidak sengaja melihat seseorang yang sangat dikenalnya baru saja keluar dari mobilnya. Harry pun tanpa sadar mengambil tempat parkir di samping orang tersebut.

Begitu Harry memarkirkan mobilnya, sebuah siulan terdengar. Sungguh siulan yang menyebalkan. Harry keluar dari mobilnya dengan helaan napas panjang. "Kata-kata menyebalkan apa lagi yang mau kau berikan?" tanya Harry dengan nada suara malas.

Draco menyeringai lebar. "Kau mengemudikan mobilmu sendiri? Di mana supirmu? Maksudku, supir yang tidak pernah mengantarkanmu itu."

"Kau yang membuatnya tidak bisa lagi menjadi supirku," balas Harry.

Draco mengedikkan bahu tidak peduli. Lagi pula, apa yang dikatakan Harry tidak salah. Draco bahkan menahan sorakannya karena berhasil membuat Harry dan Cedric putus.

Sedangkan Harry hanya diam memperhatikan plester yang menempel di wajah Draco. Beberapa luka tidak ditutupi karena hanya sekadar memar. Harry jadi merasa harus meminta maaf dan berterima kasih sekarang juga. "Um, well, thanks and sorry, I guess?"

"Hm?" Cengiran Draco menghilang dan digantikan raut wajah bingung.

"Kau tahu apa maksudku. Jangan berpura-pura bodoh," ucap Harry kesal. Tapi melihat Draco yang masih memasang wajah bingungnya, sepertinya Harry memang harus menjelaskannya. "Terima kasih dan maaf soal yang semalam. Padahal aku tidak memintamu untuk melakukannya." Harry berbisik pada kalimat terakhir.

Draco mengangguk. "Tentu saja kau harus berterima kasih," balasnya, "tapi kenapa kau meminta maaf?"

Sekarang Harry yang bingung. "Bukankah memang seharusnya begitu? Kau babak belur."

"Aku babak belur? Aku yang membuat dia babak belur," koreksi Draco. "Dan kau tidak perlu meminta maaf. Memang keinginanku sendiri ingin menghajarnya. Lagian, pukulan yang diberikannya dan teman-temannya tidak terasa sama sekali."

"Kalau begitu, aku minta maaf tentang yang sebelum-sebelumnya," Harry bersikeras. Namun sekarang kakinya bergerak gelisah. Ia tiba-tiba merasa gugup.

"Untuk yang sebelumnya?" Draco masih terlihat bingung. Ia tidak mengerti sama sekali dengan apa yang dibicarakan Harry. Namun sebelum sempat bertanya lebih, ponselnya berbunyi.

Draco melihat sekilas ponselnya dan berseru pendek. "Ah, sial, aku harus pergi sekarang," katanya pada Harry.

Harry mengangguk. "Ya sudah, pergi saja sana."

"Hanya itu yang ingin kau katakan?" tanya Draco karena Harry tidak lagi mengucapkan apa pun. Anggukan kecil Harry membuat Draco terpaksa menyerah. "Hm, kalau begitu aku pergi. Sampai jumpa." Draco pun meninggalkan Harry dan terus melambai hingga ia menjauh.

Harry menghembuskan napas lega. Sebenarnya Harry tidak yakin dengan apa yang membuatnya lega, tapi, ya sudahlah. Harry pun berbalik untuk pergi ke kelasnya.

.

.

TBC

.

.

.

.

A/N

Nih nih nih... buat yang pada gemes karena Harry gak mau mutusin Cedric nih... Mereka udah putus nih...

Aaaaaand thank you buat semua readers yang selalu nungguin cerita ini^^

See you!

Virgo