Chapter 2: Chapter 2


IMPERFECT STORY

Sumber dasar : Masashi Kishimoto

Enjoy


Bunyi sepatu hell terdengar berirama dengan langkah normal di tengah-tengah kerumunan orang yang sedang menyantap makan siang. Hinata, gadis itu biasa di panggil melihat dengan saksama mencari seseorang di cafe tersebut yang memiliki janji bertemu dengannya.

Tepat di sudut paling ujung pria bernama Itachi sudah menunggunya melambaikan tangan tanda perintah untuk Hinata agar mendatanginya.

"Kenapa bertemu di sini Nii-san."

"Memangnya kenapa..." Itachi balik bertanya "...cafe ini cocok untuk bersantai melepas penat dari rutinitas kerja yang monoton."

"Kita akan membicarakan hal penting, bagaimana kalau ada orang yang mendengar." Ucap Hinata cemas.

"Maksudmu mata-mata begitu." Itachi menertawakan.

"Nii-san aku serius." Cuap Hinata mulai kesal.

"Baiklah, kau mau pesan sesuatu." Tawar Itachi melihat daftar menu.

"Tidak..." sanggah Hinata "...langsung ke intinya saja."

"Hm."

"Jadi bagaimana Itachi." Tanyanya serius menghilangkan embel-embel keluarga.

"Apa nya yang bagaimana." Canda Itachi pura-pura tak mengerti.

"Itachi !" Panggil Hinata memperingatkan.

Merasa tidak bersalah Itachi mengusap rambut Hinata berusaha menghilangkan muka masam anak sulung Hyuuga Hiashi tersebut.

"Baiklah dengar ini baik-baik, Kau harus siap untuk semua kemungkinan yang terjadi nanti." Itachi mengingatkan dengan begitu pria itu terus saja berbicara memberikan informasi yang di minta oleh Hinata. Membicaraan Mereka cukup serius karena terlihat dari raut wajah Itachi serta Hinata yang teramat serius berdiskusi.

Di akhir diskusi raut muka Hinata berubah terlihat kesal. "Selalu saja dia, aku tidak tahu menahu kenapa dia suka mengganggu kehidupan ku. Sepertinya aku tak pernah menyakiti atau merugikannya" sampainya.

"Hai, ini cuma perkiraan dimana setiap kemungkinan itu selalu ada, menemuinya bisa mengakibatkan jalanmu akan terbuka a-tau mempersulit mu Hinata." Beri tahu Itachi.

"Sore ini akan ku temui." Hinata memberi tahu.

"Jangan, pikirkan dulu dia bisa saja hanya pion dalam permainan ini." Cegah Itachi.

"Baiklah..." ucap Hinata terpaksa "aku akan menemuinya lain waktu, Nii-san tolong tetap awasi pergerakannya."

"Gadis penurut." Pujinya.

Senyum Hinata hambar "Nii-san habiskan makan siang nya aku duluan masih ada beberapa urusan yang harus ku kerjakan dikantor." Hinata meminta pamit.

"Hei Hinata, bisa tunggu sebentar." Cegah nya.

"..."

"Duduklah dulu jangan terlalu terburu-buru, temani kakak mu ini setidaknya sampai minuman ini habis." Katanya sembari memperlihatkan secangkir gelas transparan yang menampakkan separuh kosong.

Hinata pun menurut.

"Yakin tak mau pesan. Sejak tadi kau tak pesan apapun."

Hinata menggeleng.

"Bagaimana kalau secangkir air?" tawar nya tidak menyerah.

Hinata tetap menggeleng.

"Bagaimana kalau aku bertanya tentang-"

"Tentang?" mendengar Itachi menggantungkan kalimatnya dengan spontan Hinata menanyakan ulang.

"Pakaianmu itu ?"

"Kenapa, ada yang salah?" tanya Hinata ragu.

"Tidak juga, kau memakai tepat pada tempatnya. Baju di atas, rok di bawah." Gurau Itachi.

"Itachi." Panggil Hinata tak suka.

"Coba lihat ulang!, rok mu itu di atas lutut ku rasa hanya 20 senti dan juga kemeja macam apa yang kau pakai terlalu ketat." Komentar Itachi.

"Apa itu menjadi masalah?" tanya Hinata seakan ia merasakan kalau ia memakai pakaian yang sesuai.

"Tidak juga, tapi akan masalah jika Sasuke sampai melihatnya."

"Oh ya?" Tawa Hinata meremehkan " Kurasa ini tak seburuk yang terlihat, Matsuri yang mempersiapkan semua pakaian ku."

"Maksudmu Sekretaris mu itu."

Hinata mengangguk membenarkan.

"Penampilan seperti ini memang cocok untuk Sekretaris Hinata, tapi tidak untuk mu."

"..."

"Gantilah setelah kau kembali ke kantor." Usulnya.

"Para karyawan ku banyak berpakaian seperti ini, apalagi saat aku berada di Amerika. Mungkin seharusnya Sekretaris mu pun juga seperti ini. Aku tidak mau menggantinya Nii-san" Bantah Hinata.

"Aku tidak akan setuju pernah setuju jika Kabuto berpenampilan seperti ini." Itachi membayangkan. "Sasuke pasti tidak suka melihat mu seperti ini Hinata, Tolong gantilah!" bujuknya.

"Tidak Nii-san."

Membujuk Hinata sama dengan mencoba menghancurkan batu dengan tetesan air, Mustahil.

"Dan kenapa kau selalu melibatkan penampilan ku dengan embel-embel Sasuke, semua itu sudah berlalu aku dan Sasuke itu adalah kisah lama." Hinata mengingatkan.

Alis Itachi naik terangkat satu "Oh ya, Coba kita tanyakan langsung pada orangnya." Tantang nya.

Dahi Hinata mengerut tak mengerti, sampai telunjuk tangan Itachi menunjukkan sesuatu padanya, tepat tiga batas meja dari meja mereka ternyata orang yang mereka bicarakan sedang menyantap makan siang bersama seseorang yang diperkirakan adalah seorang wanita.

Sejak kapan? Entahlah

Tatapan Hinata kembali pada Itachi, tatapan intimidasi "Kau sengaja?"

"Mungkin sebuah kebetulan yang disengaja." Jawabnya santai "Ku kira tidak akan menemukannya di sini, dan ternyata perkiraan ku salah, dunia memang sempit." Guraunya.

"..."

"Lihat!" Pinta Itachi "Siapa wanita itu ya, sepertinya mereka terlihat dekat sampai-sampai Sasuke tidak sadar kalau kita sedang memperhatikan mereka, Sakura-kah?" Ucap Itachi menduga "Tunggu sebentar ada telepon masuk." Beri tahu Itachi berlalu.

Dari sudut padang Hinata yang masih mengawasi gerak-gerik Sasuke tanpa pria itu sadari. Ia lumayan penasaran dengan seseorang yang sedang bersama Sasuke. Cemburu kah ? ku rasa tidak, hanya saja terlihat wanita yang ada bersama Sasuke itu sepertinya berusaha menyembunyikan wajahnya di depan publik, dapat di buktikan dari selendang serta kacamata yang wanita itu usahakan menutup identitas wajahnya

Kenapa Hinata ingin tahu ? Jawabannya mudah, karena setiap manusia memang selalu memiliki tingkat penasaran yang tinggi. Sampai detik terakhir dimana Sasuke berdiri dan juga orang yang bersamanya berdiri mungkin mereka akan segera pergi, pikir Hinata.

Tapi semua itu salah, hanya wanita itu yang pergi sebelum pergi mereka sempat berpelukan atau lebih tepatnya wanita itu yang memeluk Sasuke. Hinata masih tidak dapat melihat siapa orang yang bersama Sasuke, tapi ia tahu pasti Jika orang itu adalah wanita menggunakan dress terusan warna merah muda.

"Kita temui Sasuke." ajak Itachi, datang dadakan.

Hinata sedikit kaget "O baiklah." Katanya kikuk.

"Hello..." Sapa Itachi ramah.

Sasuke melihat ke sumber suara yang ia yakini baru saja menyapanya. Tanpa menunggu di persilakan duduk, Itachi memberi akses terlebih dahulu untuk Hinata duduk dan juga untuk dirinya sendiri.

"Kau bersama siapa tadi?" tanyanya to the point.

"Sedang apa kau di sini?" tanya Sasuke tanpa menjawab.

"Berkencan dan sekaligus mengawasi mu." Jawab Itachi asal.

"Hn."

"Oh ya Sasuke, Kau mengenali dia..." Kata Itachi memperkenalkan Hinata "...dia adalah Hinata."

"Nii-san itu sama sekali tidak lucu." Tegur Hinata.

"Oh ya." Sambar Sasuke "ku kira Sekretaris barumu." Kata Sasuke datar.

Hati Hinata tercubit.

"Apa ku bilang Hinata..." tebakan Itachi tepat "Sasuke tidak suka penampilan mu." Katanya lebih pelan seperti berbisik.

Keheningan pun terjadi.

"Kalian harus bicara satu sama lain, aku tinggal ke kantor sajalah. Hinata tolong temani Sasuke. lihat apakah dia menghabiskan makanannya."

"Tapi Nii-san aku harus..."

"Sampai bertemu di rumah..." potong Itachi berlalu.

Keheningan untuk kesekian kalinya. Waktu yang cukup lama di cafe Hinata akhirnya ia memesan minuman sembari menemani Sasuke, walaupun tidak ada pembicaraan tapi Hinata juga bingung harus bicara apa.

"Terima kasih." Ucap Hinata kepada pelayan pria yang mengantarkan pesanannya.

"Kenapa dia melihatku seperti itu, apakah penampilan ini terlalu berlebihan." Suara pelan merasa risih saat pelayan yang membawa pesan melihat intens padanya walaupun kalimat itu masih dapat terdengar oleh Sasuke pria itu sepertinya tak mau ambil peduli sekedar untuk memberi tanggapan.

"Aku pergi ke toilet dulu." Ucap Hinata permisi, Sasuke hanya melirik sekilas.

Beberapa Wanita yang sedang berada di dalam toilet pun memperhatikan nya. Sekali lagi Hinata melihat pantulan dirinya di dalam cermin tidak ada yang salah. Hinata berinisiatif bertanya saat seorang petugas kebersihan wanita masuk.

"Permisi." Katanya.

"Ya Nona ada yang bisa saya bantu."

"Mmm apakah ada yang salah dengan penampilan saya." Katanya Hinata ragu "sejak tadi ada beberapa orang yang sepertinya memperhatikan saya."

Petugas kebersihan itu pun mengamati dari kaki sampai ujung rambut dengan serius. "Tidak Nona, Anda cantik." Beri tahunya "Mungkin mereka melihat anda karena mereka iri saja dengan tubuh anda yang terlihat seperti bak seorang model apalagi pakaian anda memperlihatkan lekukan sempurna tubuh anda. Mungkin pacar anda akan marah dan mengurung anda jika anda berpakaian seperti ini, pasti ia tak rela melihat anda terekspos seperti ini." Candanya.

Dengan mengucapkan terima kasih Hinata berlalu meninggalkan petugas kebersihan tersebut. Sambil berjalan ia merasa kesal akan dirinya sendiri, mungkin saja yang di maksud Itachi adalah pakaian ini terlalu menunjukkan setiap lekuk sempurna tubuhnya seakan ia sengaja melakukanya, apalagi saat mengingat pandangan pelayan tadi ia semakin kesal dan malu. Dan hari ini cukup buruk untuk Hinata, Sasuke yang ia temani makan siang pun malah sudah tidak ada di tempat.

Hatinya tercubit untuk kesekian kalinya.

"Permisi..." Ucap seorang pelayan yang tadi mengantar minuman.

Mungkin ingin menagih pembayaran.

"Pria yang bersama anda tadi sudah membayar semuanya." Ucapnya menunduk "dan ia meninggalkan Jasnya Nona." Sambung pelayan tersebut menyerahkan Jas besar milik Sasuke pada Hinata.

"Terima kasih."


"Nona Hyuuga dari mana saja. Ku pikir anda tidak masuk kantor hari ini." Matsuri dengan tergesa mengikuti langkah bos-nya tersebut. Hinata tak menghiraukan nya.

"Nona." Teriak Matsuri tergesa ikut masuk ke dalam lift.

"Siapa yang meminta mu mengikuti ku."Kata Hinata dengan suara serak..

"Nona menangis?" Tanya-nya cemas.

"Tidak." Sanggahnya.

"Baiklah."Katanya masih dengan rasa cemas.

"Oh ya Matsuri bisa kau ambilkan pakaianku yang lain. Dengan ukuran dua kali lebih besar." Katanya.

"Kenapa Nona, apakah pilihan pakaian saya membuat anda di permalukan atau kah karena ini anda jadi menangis." Katanya menduga-duga.

"Tidak Matsuri." Hinata berusaha meyakinkan Sekretaris nya. "Hanya saja pakaian ini terlalu ketat dan aku sedikit malu memakainya. Dan satu lagi aku tidak menangis hanya saja mataku sedang iritasi." Katanya bohong.

"Maafkan saya Nona." Kata Matsuri sembari menundukkan badannya.

Bertepatan dengan itu lift pun terbuka sampai pada tujuan nya.

"Saya akan mencari pakaian baru untuk anda." Beri tahu Matsuri di balas anggukan Hinata "Oh ya Nona, hampir saya lupa dua teman anda sedang menunggu di ruangan."

"Siapa ?, aku tidak membuat janji dengan siapa pun hari ini." Hinata mengingat-ingat.

"Saya sudah memberi tahu pada mereka jikalau belum membuat janji mereka harus kembali lain waktu..." ucapnya gusar "tapi mereka memaksa nona, sekarang mereka ada di ruangan anda sekitar lima belas menit yang lalu. Kalau tidak salah dia adalah desainer Yamanaka bersama teman-nya Sakura."

"Sakura." Katanya mengulang.

"Ya nona, bicaralah sebentar dengan mereka setelah mengambil pakaian anda saya akan masuk dan memberi jadwal kegiatan anda agar mereka sadar kalau anda sedang sibuk."

Hinata tersenyum mendengar perkataan Matsuri.

"Itu dia." Tunjuk Ino girang.

Hinata baru di depan pintu ruangannya mengamati dengan saksama dua wanita yang tak lain adalah teman-nya.

Berjalan dengan santainya sekilas matanya melihat Sakura. Tepat di depan kedua nya Hinata terdiri dan Tersenyum tulus.

Sedikit berbasa-basi saling berpelukan di mulai dari Ino "Maaf membuat kalian menunggu."

"Tidak apa, salahkan kami karena tak membuat janji terlebih dulu." Kata Ino tersenyum.

Giliran Sakura.

"Apa kabar Sakura, kemarin kita tak sempat saling menyapa." Kata Hinata sembari memeluk Sakura.

"Aku baik ku harap keadaanmu sama seperti ku."

"Dress yang bagus." Pujinya.

"Kau juga, Jas yang bagus kau menutupi tubuh indah mu dengan jas kebesaran itu." Sakura balik memuji.

"Aku akan melepasnya." Katanya "Kalian silahkan duduk kembali." Katanya lagi setelah Jas telah terlepas.

Sakura maupun Ino duduk kembali sesuai perintah.

"Benar bukan kataku, jas itu menutupi kecantikan mu." Puji Sakura mengulang.

Hinata tersenyum sembari duduk di kursi pimpinannya.

"Sebelum kau bertanya apa tujuan kami kemari, aku akan berinisiatif menjawabnya langsung."

Belum selesai perkataan Ino pintu telah di ketuk oleh Matsuri "Nona Hinata lima menit lagi anda ada pertemuan." Sambar nya dengan senyum penuh kemenangan.

Sakura memutar bola mata tanda tak suka sementara Ino menarik napasnya dalam-dalam agar tak terpancing emosi.

Hinata tersenyum melihat tingkah Sekretaris serta kedua teman nya.

"Tak apa Matsuri, aku akan selesaikan pembicaraan ini dulu, kau bisa masuk dan ikut bergabung."

Mengangguk kan kepala mantap, senyum wanita berambut kuning madu itu memudar dengan segera ia berjalan berdiri disebelah Hinata.

"Waktu cepat berlalu akan ku katakan dengan cepat tujuan kami kemari." Kata Ino lembut dan memandang tak suka pada Matsuri "kau penggangu" cuap batinnya.

Matsuri hanya angkat bahu melihat tatap maut Ino..

"Aku akan mengelar acara Fashions show perdana ku Hinata, malam dimana desain busana ku akan di tampilkan, malam hanya untukku, impian ku." Hinata tahu benar jika yang dikatakan Ino benar adanya. Yamanaka Ino seorang gadis yang bermimpi menjadi perancang busana khususnya untuk negara-nya impian yang akan tercapai dalam waktu dekat.

"Ku ucapkan selamat Ino, aku turut bahagia. Aku Pastikan akan datang."

"Kau tak ku undang Hinata.." Beri tahu Ino.

Mengerutkan dahinya Hinata bingung. "Maksudmu ?"

"Ya begitulah maksudku kau tidak akan ku undangan sebagai salah satu tamuku Hinata melainkan kau akan datang sebagai salah satu peserta yang akan ikut berpartisipasi dalam acara ku tersebut, kau mau kan menjadi salah satu model ku?"Umbar nya menjelaskan.

"APaaa !" Teriakan itu bukan berasal dari Hinata melainkan dari orang di sebelahnya, Matsuri.

"Tidak-tidak." Sanggah Matsuri "Nona tidak pantas untuk hal itu." Ucap Matsuri tanpa pikir panjang.

"Maksudmu model itu tidak pantas..."Sakura tersinggung akan ucapan Matsuri "...Dan hei kau, Sekretaris yang terhormat, apa kau pernah belajar tata krama tentang menyahut pembicaraan orang lain itu tidak baik." Kata Sakura ketus.

"Sakura tenanglah." Ino membujuk "Ayolah Hinata mau kan ?" Bujuk Ino.

Sekilas Hinata memandang Matsuri, wanita itu menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju. Tapi di sisi lain...

"Kenapa harus aku Ino ?, bukan kah kau punya banyak model."Tanya Hinata.

"Inilah kata orang masalah di tengah-tengah acara. Sebenarnya semua persiapan sudah selesai sama halnya juga dengan para model. Mereka tlah di ukur busana masing - masing dan tiba-tiba salah satu model ku hamil pada akhirnya busana yang ia pakai muat lagi sedang setiap ukuran tlah di sesuaikan dengannya."

"Maksudmu ukuran badanku sama dengan model mu itu?" Tanya Hinata lagi.

"Lebih tepatnya hampir sama. Mungkin akan ada sedikit perombakan di beberapa bagian. Tapi ku pastikan busana itu cocok untukmu Hinata." Ino meyakinkan.

"Kau akan bekerja keras jika harus melatih ku Ino." Hinata memperingatkan.

"Tak masalah, kan ada aku, Sakura dan jangan lupakan Ten-ten, kami pasti akan ada untuk menolongmu."

"Tapi..."suara Hinata tersekat di kerongkongan ia merasa berat untuk memilih.

"Kau orang yang tepat Hinata, apalagi kau dulu pernah berjanji akan menolong ku mewujudkan cita-citaku dan sekarang lah waktunya!"

"Kami bisa membantu dengan menjadi sponsor acara mu, tidak harus Nona Hinata menjadi model mu." Matsuri masih pada pendiriannya.

"Kami sudah banyak sekali memiliki sponsor hingga harus ada yang mengantari." Sahut Sakura.

"Bolehkah aku mencobanya, jika tak cocok bolehkan aku menolaknya."

"Baiklah ku anggap itu setuju." Senyum Ino mengembang.

"Kau bisa datang kapan kau mau untuk mencoba berlatih, ku pastikan kami akan menemani mu."

"Ku harap aku bisa."

Mereka semua tersenyum terkecuali untuk Matsuri.

"Baiklah Nona kita berangkat?" Kata Matsuri mengingatkan.

Hinata menganggukkan kepala berjalan dan berpelukan untuk kesekian kali dengan Ino maupun Sakura meninggalkan mereka berdua.

"Ingin rasanya ku cakar saja Sekretaris nya itu." Sakura berandai-andai.

"Kenapa tak kau lakukan." Tantang Ino.

Sakura tersenyum meremehkan "Baru pertama kali melihatnya aku sudah membencinya.."

"Siapa?"

"Sekretaris Hinata." Beri tahunya.

"Bukan Hinata." Kata Ino mempermainkan.

Sakura terdiam. Raut wajahnya berubah keruh.

"Kau orang baik Sakura, Hinata pun juga begitu. Dengan satu kesalahan kita tidak bisa mencap dia sebagai penjahat dan melupakan satu ribu kebaikan yang pernah ia tanam." Jelas Ino meyakinkan.

"Aku cemas Ino. Bagaimana kalau dia datang hanya untuk..."Sakura tak sanggup melanjutkan ucapannya.

"Untuk menyakiti kita.." tebak Ino "...tidak akan ada yang mampu menyakiti kita, siapa pun itu orang nya selama kita selalu saling melindungi."

"Tapi bagaimana Ino, kalau seandainya..." kembali Sakura tak dapat melanjutkan ucapnya.

"Tenang Sakura!"

Sakura mengangguk.

"Oh ya sejak tadi kita bicara sang pemilik kantor di ruangan nya sendiri bagaimana kalau terekam oleh CCTV."

"CCTV hanya merekam gerakan bukan suara."Sakura tahu Ino hanya berusaha membuat ia tertawa dengan memberi guyonan membosankan dan bodohnya itu berhasil.

"Habiskan teh mu kita tinggalkan ruangan ini." Kata Ino memBeri tahu.


"Tunggu !" Matsuri berteriak. Berusaha mengejar atasannya, Hinata.

"Begitu cara kau memanggil ku." Dengan suara datar Hinata menegur Matsuri.

Matsuri tentu saja kebingungan melihat sikap Hinata, bos nya bersikap dingin.

"Aku tidak suka sikapmu barusan Matsuri." Titahnya.

"Maaf Nona saya tidak akan memanggil anda seperti itu lagi." Tunduk nya.

"Sikapmu pada teman-teman ku barusan, dan dimana pakaian ganti ku !." Hinata melirik pada tangan kosong Matsuri "Kau melupakannya bukan, sikap ceroboh mu ini bisa membuatmu ku berhentikan." Ucapnya.

"Maaf." Kata Matsuri lemah.

"Ingat segala batasan Matsuri, apa tugasmu dan juga apa hakmu. Aku ingin pergi bertemu teman lama."

"Biar saya siapkan mobil dan sopir untuk anda."Katanya lemah.

"Tak usah..." sanggahnya "siapkan mobil, aku berangkat sendiri."

Baru saja Matsuri ingin mengatakan ketidaksetujuannya sirat mata Hinata mengatakan seakan kata-katanya mutlak sehingga Matsuri undur diri dan mempersiapkan apa yang di inginkan Hinata.


Setelah perjalanan empat jam dari kantor sampailah Hinata pada tempat yang ia tuju sebuah perusahaan cabang milik Hyuuga.

Langkah pasti kaki jenjang Hinata terlihat menawan apalagi pakaian yang sempat mendapat pujian karena menunjukkan setiap lekuk sempurna seorang wanita. Tidak merasa risih seperti tadi, ia berusaha yakin jika penampilannya masih terlihat normal Hinata melangkah memasuki pintu utama. Sambutan hormat dari beberapa karyawan di campur dengan wajah ter kaget-kaget karena tidak ada yang akan menduga anak sulung Hiashi berkunjung ke tempat ini.

Tempat ini terlihat sepi, hanya ada beberapa orang yang menyambutnya. Apa sudah jam istirahat, pikirnya.

Karena tak ada lift yang disediakan ia pun harus menaiki tangga menuju lantai tertinggi gedung ini, lantai tiga. Di setiap langkahnya hanya satu yang ia pikirkan ialah berusaha menyelesaikannya setiap masalahnya sendiri, tanpa bantuan siapa pun tak terkecuali.

Seperti dugaannya lantai tiga pun kosong akan aktivitas manusia, sekarang ia benar-benar bingung apakah perusahaan ini tidak memiliki karyawan ataukah sedang ada cuti, dan apakah orang yang ingin ia temui juga tidak berada di tempat. Hinata dengan cepat mengusir pemikirannya tersebut sudah tentu mana mungkin orang yang mengundang nya datang kemari malah tidak berada ditempat.

Satu pintu besar batas pembatasan Hinata menyelesaikan masalah perusahaan Hyuuga.

Tangannya mulai menyentuh kenop pintu tersebut "Menemuinya bisa mengakibatkan jalanmu akan terbuka a-tau mempersulit mu Hinata."Ucapan Itachi terngiang di kepala Hinata "Dia bisa saja hanya pion dalam permainan ini." seulas senyum terpampang di wajah ayu Hinata sebuah pion kata Itachi, jika benar maka ada yang menggerakan pion tersebut dan Hinata harus mengetahuinya.

"Selamat datang aku menunggu cukup lama." Sambutan seseorang akan kehadiran Hinata. Reaksi Hinata diam dan terus mendekat pada orang tersebut, tatapan Hinata pun tak melepaskan setiap gerak gerik nya.

"Bagaimana kalau kau duduk..." tawar nya "...akan ku bawakan minuman."

"Tidak usah berbasa basi." Tegur Hinata.

-Di tempat yang berbeda-

"Kau tahu Nona Hinata memarahi ku." Adunya.

"Siapa ini?" Suara Itachi kebingungan saat sebuah telepon terusan dari Kabuto langsung memberi tahu tentang yang hal mungkin kurang penting.

"Matsuri, Sekretaris Nona Hinata." Beri tahunya memperkenalkan diri.

Apa ini kelakuan Sekretaris zaman sekarang melaporkan atasannya pada orang lain "terus apa urusannya denganku?" Tanya Itachi berusaha bersikap baik.

"Tidak ada." Tawanya di seberang telepon.

Itachi menarik napas dalam-dalam lalu mengeluarkan secepat mungkin ia berusaha agar tak menyumpah pada orang di seberang telepon yang telah mengganggu waktunya.

"Tapi kau tahu..." bukannya merasa bermasalah Matsuri melanjutkan perkataannya "...awalnya ia datang ke kantor dan langsung meminta pakaian ganti padaku." Tanpa perlu bertanya Itachi sudah tahu alasannya "setelah itu ia menerima tamu yaitu teman-teman lamanya." Benar-benar obrolan tidak penting Itachi sudah berniat menutup telepon. "Jangan coba-coba menutup telepon Tuan Itachi..." peringatannya "...akan ku selesaikan dulu cerita ku." Beri tahunya "aku tahu Nona begitu dekat dengan anda jadi aku harus menghubungi anda karena sikap Nona Hinata begitu aneh setelah bertemu teman-teman."

"Sekarang dimana Hinata?"Tanya Itachi berusaha menanggapi dengan malas.

"Inilah inti dari cerita ku, tadi ia begitu tergesa-gesa berangkat. Sejak keluar dari ruangan raut wajahnya nampak gelisah seperti menyembunyikan hal penting." Matsuri memang berbakat menjadi presenter gosip.

"Jadi..." kata Itachi minta di lanjutkan.

"Jadi, aku menyelidikinya atau lebih tepatnya aku menemukan hand phone Nona Hinata yang tertinggal, ceroboh nya hand phone itu tanpa password." Keluh Matsuri "Dari sanalah aku tahu kalau ada Email dari teman Nona yang meminta ia untuk pergi ke perusahaan cabang Hyuuga di bagian barat."

Mendadak sirene bahaya menyala dikepala Itachi "Siapa yang mengirim email itu?"

"Tunggu lah, akan ku Beri tahu dulu padamu kalau perusahaan ini dimana para karyawan sudah mendengar issue tak baik tentang Hyuuga aku takut kalau mereka sampai melihat Nona Hinata., mereka akan..."

"Aku tahu itu, katakan siapa pengirim email itu." Itachi menyela, sebenarnya Itachi sudah dapat menduga siapa yang Hinata temui di sana namun ia menuntut kepastian.

"Karin."

"Bagaimana tawaran ku ?, kopi atau teh ?"

"Apa alasan mu memanggil ku kemarin." Ucap Hinata sinis.

"Santai." Ucapnya tenang "Kau yang datang untukku Hinata."

"Kau yang memanggil ku kemari Karin."

"Oh ya?." Katanya pura-pura lupa "untuk apa kau mau begitu saja datang kemari apa hanya untuk bertemu bawahan mu Hinata, bukankah seorang penerus seperti mu terlalu sibuk untuk mengunjungi aku yang bukan siapa-siapa." Ucap Karin panjang dengan seringai diiringi tawa yang di buat-buat.

"..."

"Kecuali, kau ingin mengetahui sesuatu tentang ku Hinata?" Sambungnya "ataukah kau sudah mengetahui sesuatu tentang ku." Seringai licik berhias di wajahnya.

Hinata diam saja ia yakin tanpa ia harus berbicara Karin sendiri akan terus menyelesaikan perkataannya.

"Dari mana ya aku memulainya." Karin berpikir "bagaimana saat kau duduk ku sajikan majalah bisnis."Karin pun melemparkan sebuah majalah bisnis terbitan Jepang di mana dapat Hinata lihat cover depan menunjukkan wajah keluarga Hyuuga "sudah membaca ulasan dari majalah tersebut, jika belum akan kubacakan." Tawar nya. Mengambil kembali majalah di meja tepat Hinata duduki.

Gadis berambut merah tersebut terus mengamati cover majalah memandangi dengan enggan apa yang tidak ingin ia lihat "hanya ada tiga paragraf di sini..." ucapnya "paragraf pertama menjelaskan anggota inti Souke Hyuuga serta pelayanan setia Hyuuga para Bunke..." ia menimbang-nimbang tak mengerti untuk istilah yang di tulis di majalah "lanjut ke paragraf kedua, di sini ditulis tentang perusahaan-perusahaan raksasa yang dimiliki Hyuuga dan juga beberapa collage setia kalian, menarik..." untai nya "dan paragraf ketiga penuh dengan kepalsuan isinya begini..." suara Karin terputus Hinata sempat melihat Karin berdeham memeriksa suara "'Hyuuga crop adalah perusahaan impian setiap potensi baru yang dapat di berikan wadah untuk bekerja sama dengan mereka dari kalangan mana pun' , Oh ya ?" Katanya bereaksi meminta tanggapan pada Hinata "Ada slogan di sini 'Selalu memberi kesempatan untuk setiap orang' ini benar-benar kebohongan." Ucapnya di akhir-akhir kata melempar kembali majalah tepat di dimana ia mengambil majalah tersebut.

Hinata ?, gadis itu berdiri menyejajarkan tinggi dengan Karin "Hanya itu..." ucapnya "Hanya itukah pembelaan mu." Ulangnya memperjelas.

"Aku tidak akan membela diri Hinata Hyuuga, ti-dak akan." Katanya penuh penekanan,"anda bisa duduk kembali karena cerita belum di mulai."

"Aku tidak punya banyak waktu untukmu Karin." Dirasa Karin hanya mempermainkannya saja, Hinata berniat pergi.

"Memangnya kau mau pergi kemana?" Karin tertawa kegirangan "Pintu terkunci otomatis sayang, kau akan pergi sesuai keinginanku, semua sesuai kehendakku.. Bisa saja aku melakukan hal diluar nalar seseorang padamu, tapi tidak sebelum kau mendengar cerita ku." Entah sejak kapan tangannya memegang pisau, Karin sudah tidak waras.

Hinata cukup tercengang akan apa yang dilihatnya, keringat keluar dari pelipis dahinya, tangannya mulai gemetar.

Karin yang melihat akan gerak-gerik Hinata tertawa nyaring "duduk kataku !" Sembari mengacungkan pisau kearah Hinata.

"Kau takut bukan ? Jawab !"Ia membentak.

"Semua takut akan kematian Karin." Hinata berusaha menjawab setenang mungkin walaupun hasilnya gagal.

"Begitu juga aku Hinata." Ucapnya sendu wajah Karin berubah sendu "Dulu hidupku bahagia sampai keluargamu yaitu ayahmu sendiri membunuh Ayah dan Ibuku."

Hinata menggeleng, tidak mungkin pikirnya.

"Tak percaya ?, Ayah dan ibuku bekerja sudah lama di perusahaan mu mereka melakukan kesalahan dan itu hanya sekali." Beri tahunya meyakinkan "Ayahmu tidak memberi mereka kesempatan, yang dilakukan Ayahmu adalah menendang mereka keluar menghukum mereka membuat mereka tidak dapat pekerjaan dimana pun." Teriakan Karin membayangkan "Dimana kata 'selalu memberi kesempatan' yang dimaksudkan majalah itu..."sekarang ia tertawa.

Hinata mulai mengikuti alur cerita Karin, wajahnya berubah sedih penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Ayahmu begitu jahat Hinata, ia terus saja menekan kami sampai di titik paling rendah. Semua kekayaan kami di ambil entah dengan cara kotor apa ia melakukan hal tersebut kami jatuh miskin."Tangisannya pecah.

"Karin !" Panggil Hinata sendu.

"Keluargaku kuat mereka dapat bertahan..." senyum Karin begitu menyakitkan "Sampai aku melihat batas dimana mereka bisa bertahan, mereka saling membunuh menancapkan pisau di tubuh pasangan masing-masing." Tangisnya tak teratur "Dan kabar baiknya di saat peristiwa tersebut, Ayah dan Ibumu sudah hadir sejak awal menyaksikannya terlebih dahulu sebelum aku datang. Mereka sama sekali tidak mencegahnya."Karin mendekat pada Hinata "Dapat ku lihat jelas ibumu menangis menyaksikannya entah itu tangis bersalah ataukah tangis bahagia." Deru nafas Karin tak teratur.

"Ayahku tidak akan seperti itu." Hinata membela.

"Oh ya." Mata menatap tajam Hinata, Karin menarik tangan Hinata paksa membawanya mendekat pada lemari kaca "Lihat itu?" Pinta Karin pada sebuah koran lawas. "Itu Ulasan akan kematian keluargaku, seharusnya dunia mengetahui kekejaman keluargamu tapi sekali lagi orang itu, ayah kesayanganmu itu ia bisa membuat media tutup mata akan hal itu."

"Tidak." Ucapnya lemah.

"Kau tak harus bertanya langsung pada ayahmu akan hal itu, karena kau sendiri tahu bukan bagaimana ayahmu begitu menjaga image-nya di masyarakat, kau pun sudah menyaksikannya ?"

"Maksudmu?"

Senyum kemenangan berhias di bibir Karin "Istri pengusaha besar Hyuuga meninggal dunia setelah di rawat selama dua tahun." Bukankah itu berita yang ada di media "atau-kah Istri pengusaha besar Hyuuga di temukan bunuh diri menggantungkan dirinya dan ditemukan pertama kali oleh anak sulung mereka."

"Kau ?" Hinata ngeri mengingat hal yang dikatakan Karin.

"Jika kau bertanya bagaimana aku tahu hal itu maka kau adalah orang yang paling bodoh. Seseorang yang memendam kebencian pada seseorang akan melalukan apapun untuk mengetahui hal sekecil apapun tentang musuhnya."

"..."

"Kenapa ibumu bunuh diri, apa ayahmu menyiksanya ?"

Hinata menggeleng.

"Kau tidak tahu a-tau kau tidak pernah mencari tahu ?"

Hinata kembali menggelengkan kepalanya, ia berjalan lunglai menjauh dari Karin, suara tertahan di tenggorokan hal yang ingin ia lakukan ada keluar dari ruangan tersebut setidaknya berhenti mendengarkan suara Karin lagi.

"Karma Hinata, Karma." Teriak Karin "Ayahmu menyiksa kami dan lihat hasilnya ibumu mati bunuh diri, itulah hukum karma."

Hentikan Karin, pinta Hinata diam ia terus berjalan menjauh.

"Sekarang perusahaan mu ini akan di tutup. Kau hitung saja berapa banyak karyawan yang akan telantar setelah itu dan pikirkan seberapa besar karma yang akan kau dapat." Ucapnya nyaring.

"Berhenti." Katanya lemah tak kuat mendengar.

"Hentikan aku jika kau bisa!" Tantang nya "sebelum itu temui karyawan mu diluar, jadilah kau pemimpin kendalian kemarahan mereka."

"Berhenti Karin." Ucapnya sekali lagi.

"Jangan hanya bersembunyi di balik nama besar ayahmu." Karin berjalan laju menuju Hinata.

Suara nyaring akan tamparan diberikan Karin.

Tamparan pertama "Ini untuk ayahku."

Tamparan kedua "Ini untuk Ibuku"

Tamparan ketiga "Dan ini untuk diriku."

Seberapa keras tamparan hanya Karin yang berbuat dan Hinata yang merasakan yang tahu, dapat di lihat hasilnya adalah pipi Hinata memerah dan di bibirnya sedikit mengeluarkan darah segar.

Masih tak puas dengan hal itu Karin pun menarik rambut Hinata secara paksa, ia pinta Hinata untuk terus mengikutinya. Teriakan Hinata minta untuk di lepaskan pun tak di dengar nya. Melewati pintu yang awalnya Karin kunci ia terus saja mencengkeram rambut Hinata tak peduli jika gadis yang di siksa memohon untuk di lepaskan.

Sampai di tangga penghubung antara lantai tiga dan dua Karin melepaskan cengkraman nya, sekarang ia mengacungkan pisau lipat yang ia ambil dari saku celananya.

Tidak berbuat seperti yang dipikirkan Hinata, jikalau Karin akan membunuhnya. Karin membalik badan Hinata menangkap kedua lengan Hinata dengan lihai ia menggunakan pisau tersebut untuk memotong rambut Hinata asal-asalan dan juga merobek bajunya.

Hinata menangis, ingin rasanya memberontak namun kakinya gemetar suaranya pun kembali menghilang hanya air mata dan suara sesenggukan yang dapat dikeluarkan, Hinata bodoh itulah yang ia pikirkan sekarang.

Karin mendorongnya, untung saja Hinata sigap jika tidak ia akan tersungkur.

"Pergi." Teriak Karin mengila. Gadis itu langsung berlari meninggalkan Hinata.

Menangisi nasibnya ia datang kemari dan ia pulang dengan dipermalukan, bukan dipermalukan di depan umun namun Karin menghancurkan kepercayaan dirinya.

"Jangan hanya bersembunyi dibalik nama besar ayahmu."Masih segar diingatan Hinata setiap kata-kata Karin, ia benar Hinata hanya bersembunyi dan bodohnya lagi Hinata sadar akan hal itu tapi ia hanya diam, Hinata ada boneka.

"Ayahmu menyiksa kami dan lihat hasilnya ibumu mati bunuh diri, itulah hukum karma." Seketika Hinata menangis kencang, sembunyikan aku dunia, pikir Hinata berharap. Hinatapun duduk di deretan anak tangga menutup wajah dengan tangan berusaha menghentikan tangisannya.

"Berhenti, berhenti." Pinta Hinata mencoba mengatur deru napas serta air mata "berhenti, jangan menangis." Ucapnya menguatkan dirinya sendiri.

"Hinata itu kau ?" Suara teriakan itu memanggil namanya.

Ia datang berlarian terdengar langkah kaki cepat menuju arahnya.

"Hei Hinata apa yang kau lakukan?" Tanyanya "kau menangis."

"Tidak Naruto." Mudah di tebak bagi Hinata karena suara Naruto memang khas.

Naruto pun membantu Hinata berdiri. Orang bodoh seperti Naruto pun tahu jikalau wanita di depan habis menangis dengan alasan yang tidak di ketahuinya. Cukup lama mengamati Hinata Naruto ingat tujuan.

"Kami ke sini mencarimu." Naruto berkata "kita harus segera keluar jalan pintu darurat yang lain masih menghadang karyawan mu yang ber-demo di depan, tapi kurasa mereka tidak akan bisa lama bertahan sebaiknya kita cepat pergi."Napasnya memburu Naruto baru sadar jikalau lari ini kesana kemari mencari ternyata melelahkan.

"Demo?"Hinata mengulang perkataan Naruto barusan, seketika itu juga ia berusaha mempertajam pendengarannya. Benar, ada teriakan yang terus memanggil namanya di iringi sumpah serapah.

"Aku akan memanggil yang lain agar segera pergi. Kau tunggu di sini. Dan Hinata hati-hati jangan sampai mereka melihat mu dari luar, cobalah untuk bersembunyi." Belum juga Hinata memberikan tanggapan Naruto berlari lagi ke tangga penghubung lantai satu dan dua.

Bersembunyi ?,

"Jangan hanya bersembunyi dibalik nama besar ayahmu." Kata-kata Karin itu.

Suasana diluar cukup ricuh.

Terdengar

"Masuklah kau ke Neraka !"

"Manusia iblis !"

Dan banyak lagi sumpah tak manusiawi yang terucap.

Sedang Kiba, Lee, Sai, Shikamaru

"Dimana Naruto katanya ia mencari Hinata." Teriak Lee agar terdengar yang lain mereka sedang membantu penjaga setia Hyuuga untuk mengamankan jalanya demo.

"Entahlah, aku harap polisi sekitar cepat sampai, Apa Shino sudah menelpon mereka ?" Kata Shikamaru harap-harap cemas.

"Dimana Sasuke ?" Tanya Kiba.

"Aku meminta dia membantu Naruto." Sai menjawab.

"Memangnya apa yang terjadi dengan Perusahaan Hyuuga kenapa mereka melakukan demo ?" Keingintahuan Kiba di waktu yang tidak tepat.

"Mana ku tahu, tanyakan pada Itachi yang meminta kita kemari." Teriak Shikamaru mulai lelah.

"Kita harus cepat menemukan Hinata dan membawanya pergi, mereka mulai tidak sabaran dan sekarang juga mendorong !"Sai berpendapat.

"Kita harus mendapat bala bantuan !"Kiba panik.

"Hei bukankah itu Hinata ! Di balkon lantai dua !" Ujar Lee.

"Aku-harus-apa-i-bu?" Tidak ada airmata lagi walaupun bibirnya masih gemetar hebat. Kosong, sebisa mungkin Hinata memikirkan jalan keluar akan masalah yang dihadapinya tapi jawabannya kosong. Bukan menemukan jalan keluar ia malah mendengar teriakan sumpah serapah para karyawan semakin nyaring di telinganya.

"Sekarang perusahaan mu ini akan ditutup. Kau hitung saja berapa banyak karyawan yang akan terlantar setelah itu dan pikirkan seberapa besar karma yang akan kau dapat."Suara Karin terdengar lagi

"Hentikan aku jika kau bisa, sebelum itu temui karyawan mu diluar, jadilah kau pemimpin kendalian kemarahan mereka."

Lantai ini tidak terlalu tinggi ia dapat melihat jelas karyawannya. Setiap mengingat perkataan Karin, Hinata merasa tertantang untuk melakukan hal yang di anggap Karin ia tak dapat melakukannya.

Apa ini waktunya membuktikan diri ?

Naruto memintanya agar tidak keluar, tapi dia tidak menurut. Suara ricuh dibawah pun diam sesat mereka memfokuskan penglihatannya melihat objek di lantai dua, meyakinkan jika benar itu target yang di cari.

Mendadak suhu di sekitar Hinata panas telapak tangannya berkeringat. Dengan jelas ia melihat beberapa teman-nya berlari memasuki gedung.

Saat melihat para karyawannya Hinata pun membeku, Harus bicara apa ?

"A-aku sudah putuskan perusahaan ini ditutup." Titahnya.

Bukannya memberikan kabar ggembira Hinata malah memberikan kabar sebaliknya. Hal itu mengundang marah dari karyawan di bawahnya mereka dengan sengaja melempari Hinata dengan batu.

"Ku mohon berhenti."Bertubi-tubi lemparan baru mengenai tubuh, sakit tapi tidak se sakit hatinya. Ia melangkah mundur memasuki kembali gedung tersebut.

"Hinata apa yang kau lakukan." Naruto kesal ia baru sampai dan, "Hinata Awas !" Kata Naruto terpotong belum sempat ia menyelesaikannya saat jendela kantor itu pecah akibat salah satu batu tepat mengenai kaca tersebutt.

Naruto berteriak kaget. Berlari mendekati Hinata serta Sasuke yang tersungkur melindungi Hinata.

"Kalian tak apa?" Pertanyaan bodoh Naruto mana mungkin jawabannya baik-baik saja saat kau terkena belingan kaca dan terseret lantai untuk menghindar.

"Sasuke punggungmu terluka." Sai melihat belingan kaca menancap di tubuh Sasuke, di sisi lain ia melihat Hinata syok.

"Kita pergi polisi sudah datang."

Naruto mengangguk.

"Aku tidak mau..." bantah Hinata "...ini masalah ku aku harus menyelesaikannya. Kalian silahkan pergi."Ia memerintahkan.

"Maksudmu menyelesaikan itu adalah dirimu menjadi korban begitu." Sai berkata tajam.

Hinata berjalan menjauh dari yang lain "Apapun itu silahkan pergi." Tunjuk jari nya pada pintu darurat.

"Ini bukan pilihan Hinata kau harus ikut dengan kami, Itachi yang-"Naruto berusaha lembut.

Sebelum Naruto selesainya mengucapkan kata-katanya Hinata mengangkat salah satu tangannya bertanda ia meminta Naruto tidak melanjutkan perkataan tersebut.

Ia malah berusaha semakin menjauh.

"Kami tidak sedang berkompromi di sini." Tatapan tajam seorang Uchiha Sasuke dengan nada tak sabaran.

Dibalas tatapan Hinata bercampur kaget dan amarah.

"Lepas." Pinta Hinata saat tangannya begitu erat di pegang bukan tapi di cengkam.

Hinata terus saja berontak saat Sasuke mulai memaksa mengikuti langkahnya ia terus saja melunturkan ancaman pada Sasuke.

Semakin Hinata berontak maka semakin kencang pegangan yang di berikan Sasuke, teori lelaki lebih kuat dari wanita sepertinya memang benar adanya. Walaupun Hinata memberontak tapi akhirnya ia berhasil diseret paksa sampai keluar.

"Bodoh, sialan." Umpatnya tak tertahankan ada nada frustrasi di sela suaranya, Hinata berteriak histeris.

Sasuke tetep tidak ambil peduli dengan teriak wanita di sebelah kursi pengemudi tersebut ia lebih memilih konsentrasi mengikuti arahan mobil di depannya untuk melarikan diri secepatnya dari sini.

"Hinata bisakah kau berhenti menangis-" Naruto yang duduk di kursi belakang bicara lembut berusaha menghibur Hinata yang terluka.

"Aku minta turun." Bukannya tenang Hinata terus saja berusaha mendobrak pintu mobil.

"Naruto apa yang kau lakukan." Sasuke Kaget Saat Naruto memukul leher Hinata seketika itu juga Hinata pingsan.

"Sepertinya aku salah." Tawanya hambar "Aku hanya berusaha agar ia berhenti berontak dan melukai dirinya sendiri, aku tak tega melihatnya Sasuke." Ujarnya.

"Terserahmu.." Sasuke memberi tanggapan singkat.

"Apa yang dikatakan Karin pada Hinata sampai ia syok begini." Naruto bergumam sembari melihat Hinata yang pingsan akibat olahnya, sisa-sisa tangisan serta beberapa bagian di tubuh Hinata terluka sangat memilukan di mata Naruto.

Malam telah menjelang kicauan jangkrik menandakan jika malam ini suasana sunyi senyap.

Hinata, duduk tersenyum memandang kolam renang di depannya. Wajahnya sayu saat ingatan demi ingatan itu mulai terlintas. bibir melengkung ke bawah, pandangan-nya kabur seperti air mata ingin keluar.

"Apa yang kau lakukan." Tegur seseorang yang baru datang.

"Aku tidak bisa tidur.." Ucapnya pelan "...terima kasih karena temanmu telah membuatku pingsan setidaknya tubuhku sempat beristirahat."

Ucapan Hinata tak mendapatkan respond balasan, ia masih yakin orang yang berbicara dengannya masih berdiri di belakangnya.

"Mau menemani aku duduk sebentar di sini Sasuke ?" Tawar nya.

Sasuke pun duduk disebelah Hinata tidak terlalu dekat, tapi saat Hinata mendekat kearahnya, wanita itu menyandarkan kepalanya kepada bahu Sasuke.

Hinata tahu ini perbuatan yang salah ia merasakan perubahan ekspresi Sasuke saat ia menyandarkan kepalanya. Dalam kondisi seperti ini ia perlu sandaran, mengetahui fakta yang selama ini tidak pernah kau pikir itu terjadi pada keluargamu, hati siapapun pasti akan terluka.

"Aku ingin berenang" katanya.

"..."

Senyumnya terukir kembali berusaha melanjutkan kata-katanya "Merendamkan seluruh tubuhku dan tidak muncul lagi ke permukaan." Ucap Hinata dengan nada datar.

Seketika itu juga Sasuke menghadap dirinya dengan Hinata memberikan tatapan tidak suka.

Hinata tertawa, ia tertawa lepas "Jangan kira aku pengecut, Aku hanya mencoba menemui ibuku meminta penjelasan tentang apa yang di katakan Karin." Katanya sendu.

Hinata berjalan melewati Sasuke melepaskan baju tidur yang ia pakai meninggalkan pakaian dalam dan celana pendek di tubuhnya, hawa dingin sudah pasti menusuk tubuhnya.

Saat tangannya di tarik oleh Sasuke, pria itu mendekapnya begitu erat kulit Hinata dapat merasakan deru napas Sasuke nang panas seperti menahan emosi.

"Hanya pengecut yang menyelesaikan masalah seperti ini." Ucapnya parau, suara nang pelan membisikkan kalimat tersebut tepat di daun telinga Hinata.

"Aku gagal, lagi dan lagi." Hinata terisak ia semakin mempererat pelukannya pada Sasuke seakan Sasuke-lah penopang tubuhnya.

"Ayahku membohongi ku, Ibuku meninggalkan ku, dan kalian sama sekali tidak merindukanmu yang kulihat adalah tatapan kebencian, apa kau tidak tahu aku sakit hati."

"..."

"Karin bilang ini Karma tidak ada yang akan peduli serta akan merindukan ku saat aku tiada nanti."

"Aku merindukanmu."

Hinata terdiam sesaat mencerna kata-kata Sasuke, ia tersenyum bahagia.

"terima kasih." Hinata memeluk semakin erat.

Sasuke adalah milik Sakura, Hinata tahu itu. Ia terlarang bagi Hinata, dan Hinata juga tahu. Tapi saat kau berusaha mencari kedamaian dan orang yang terlaranglah dapat memberikan ruang untukmu bernaung, mungkin tidak salah juga. Hanya waktu yang tidak tepat. Orang yang bersama Hinata adalah seseorang terlarang walau tanpa sengaja istilah yang tepat untuk digunakan ialah memakan buah terlarang saat kau mencobanya maka akan ada hukuman untuk hal itu.

Hinata akan mendapatkan hukuman tersebut... suatu saat nanti.


dedewdobe

25 Februari 2018

Respond Please...

FLAME ? NO