D-Day
CHAPTER 9
.
.
Seoul Medical Center
Pukul 13.25
[Dari F : Lantai 3. Pengambilalihan selesai]
[Dari D : Lantai 4. Pengambilalihan selesai]
[Dari B : Lantai 1. Pengambilalihan selesai]
[Dari E : Lantai 2. Pengambilalihan selesai]
"Pengambilalihan selesai." C memberitahu setelah empat buah pesan masuk di layar laptopnya.
A kembali menyalakan interkom. "Kepada semua orang yang berkumpul di lobby lantai 1. Kami akan mengambil ponsel kalian. Silakan menyerahkan tanpa ragu-ragu. Jika satu orang menyembunyikan ponselnya, kami akan menghukum dua orang."
E memasukkan HP Kyuhyun ke dalam kantong plastik besar, lalu memerintahkannya untuk mengoper plastik itu kepada orang yang di sebelah. Kyuhyun memberikan kantong itu kepada orng yang ada di sebelahnya. Kantong mulai bergulir namun sangat lambat.
"Setelah kalian memasukkannya ke dalam kantong, berikan kepada orang berikutnya!" seru B keras melihat kantong itu berpindah sangat pelan. Ketika tiba di deretan orang-orang yang berlutut di kursi, matanya yang terlatih melihat seorang perawat pria langsung memindahkan kantong kepada orang di sebelahnya. "Tunggu!"
B dengan pistol di tangan mendekat, membuat beberapa wanita meringkuk ketakutan.
"Berdiri!" Ia mengacungkan pistolnya kepada perawat tadi. Begitu perawat itu berdiri, ia langsung menggeledahnya dan mendapati sebuah HP di saku depan. Ia memberi isyarat kepada E yang tak jauh darinya.
E tiba-tiba memukul kepala perawat itu dengan gagang pistol, dan menyerang pria yang ada di sebelahnya juga. Jeritan dan tangisan muncul ketika kedua sosok pria itu tersungkur di lantai tak sadarkan diri. E dan B segera menodongkan pistol kepada orang-orang yang berteriak dan menangis, menghardik mereka untuk diam.
"Masukkan!" seru E sambil menodongkan pistol kepada seorang wanita tua yang sedang memegang kantung dengan tangan gemetar.
"Aku benar-benar tidak memilikinya," ratap sang ibu.
E akhirnya mengambil kantong itu dan memberikannya kepada orang berikutnya. "Masukkan!"
Kyuhyun melihat semua itu dengan perasaan marah. Ia mengalihkan pandangannya ke lantai sebelum mereka berdua merasa seseorang menatapnya. Tidak ada yang ia bisa lakukan saat ini. Banyak informasi yang belum ia ketahui, bahkan ia belum tahu keberadaan Ryeowook. Hal ini akan membahayakan jika ia berlaku ceroboh. Kyuhyun terpaksa menahan dirinya.
.
.
A kembali melihat jam tangannya. Ia melirik Ryeowook yang terus mengawasinya dengan diam, lalu meraih handphonenya sendiri. "D, naiklah ke sini!"
Tak berapa lama, D muncul di ruang perawat lantai 5.
"Kurung SP ini di ruang Terapi Fisik." A memberi perintah. "Perawat ini bisa bergabung di lobby."
"Berdiri!" D berjalan menuju Ryeowook dan menariknya berdiri. Perawat Ahn ikut berdiri. "Jalan!"
Perawat Ahn berjalan lebih dulu, lalu Ryeowook disusul oleh D yang tetap menodongkan pistolnya. Dalam keadaan lain, Ryeowook bisa mencoba merebut pistol itu, namun saat ini kondisi tidak menguntungkan. Ia akan kalah dan aksinya hanya membuat jatuhnya korban tak bersalah.
"Aku kira kita bisa memulainya," kata A kepada C.
"SIAP!"
"Apa ada masalah?"
"Tidak ada sama sekali."
A tersenyum puas. Ia meraih telepon rumah sakit, melilitnya dengan beberapa lapis tisu sebelum memulai panggilan.
.
.
Ruang duduk kediaman mantan Perdana Menteri Lee Beom Joo
Istri Lee Beom Joo tengah berada di ruang duduk bersama anak perempuan dan cucunya, ketika telepon berbunyi. Ia mengangkat telepon tersebut dan suara seorang pria yang agak aneh menanyakan apakah suaminya saat ini sedang menjalani operasi di Seoul Medical Center.
"Saya tidak mengerti apa yang Anda katakan," kata istri Lee Beom Joo dengan jantung berdebar. Tidak ada yang tahu tentang ini kecuali pihak-pihak yang terkait.
"Jangan berbohong." Suara A yang berubah karena terhalang tisu terdengar. "Yah, sudahlah... Kami baru saja mengambil alih Seoul Medical Center. Jika kamu ingin kami menjamin keselamatan suamimu, lakukan apa yang aku katakan."
Istri Lee Beom Joo mencoba tenang meski tangannya gemetar. Ia memberi isyarat agar sang anak membawa cucunya ke ruangan lain.
"Anda siapa?" tanyanya setelah menenangkan diri.
"Kami adalah teroris yang mengkhawatirkan masa depan Korea."
"Bolehkah aku mendengar suara suamiku?"
"Dia sedang menjalani operasi. Perutnya terbuka dan tidak bisa bergerak sekarang." Suara A menjadi dingin. "Jika kamu tidak melakukan apa yang kami katakan, kami akan menyerbu ke ruang operasi dan mengganggu operasinya. Oh, ngomong-ngomong, menurutmu berapa lama seorang pria tua bisa bertahan hidup dengan perut terbuka?"
"Bisakah saya..."
"Jika kamu mencoba mencari tahu apakah kami benar-benar mengambil alih rumah sakit, itu hanya membuang-buang waktu!" A menegaskan. "Aku yakin polisi bisa datang kapan saja sekarang. Minta pada mereka untuk konfirmasi."
Istri Lee Beom Joo terduduk lemas. Kalimat itu cukup menegaskan bahwa sang penelepon tidak main-main dan ia tidak takut akan kedatangan polisi.
"A...apa yang harus saya lakukan?"
"Itu mudah." Suara A kembali melunak. "Hubungi sekretaris suamimu, Jung Ho Jin, untuk ke rumahmu dalam waktu 30 menit."
"Baik."
"Ketika panggilan ini berakhir, segera hubungi dia, bawa dia ke rumahmu dan buat dia menunggu di sana. Aku akan menelepon lagi dalam 30 menit. Apakah kamu mengerti?"
"Saya mengerti," jawab istri Lee Beom Joo tetap dengan bahasa sopan meski ia sangat kalut dan bingung.
"Jika semua tuntutan kami tidak dipenuhi pada saat operasi berakhir, bersiaplah untuk tidak pernah melihat suamimu hidup lagi. Pastikan untuk bergegas setelah panggilan ini berakhir. Siap?"
Suara telepon pun terputus.
.
.
Area Pelatihan Menembak
Pusat Pelatihan Polisi
Leeteuk sedang mengamati hasil tembakannya setelah menghabiskan semua peluru, ketika seorang polisi berseragam biru memasuki ruang pelatihan.
"Leeteuk sshi." Polisi itu menyerahkan secarik kertas kecil setelah Leeteuk melepaskan kacamata dan pelindung telinganya.
Ia menatap kertas kecil itu, yang menandakan sesuatu yang darurat dan rahasia. Leeteuk membaca isinya dan menahan rasa marah yang muncul. Sejak awal ia tidak ingin meremehkan tugas apapun. Ia dipaksa mengirim dua anggota timnya tanpa perencanaan matang dan dengan jumlah agen yang sangat minim.
Leeteuk bergegas mengenakan jasnya. Ia langsung menghubungi Shindong sambil berjalan menuju mobil.
"Tampaknya mantan Perdana Menteri Lee Beom Joo disandera di rumah sakit oleh kelompok teroris," terang Shindong di ujung sana.
"Ketua belum mengkonfirmasinya?"
"Ketika kami mengirim seorang polisi patroli untuk memeriksa rumah sakit, dia melihat bahwa beberapa perawat sedang menutupi semua kaca di lantai 1 dengan kain. Aku yakin kita dapat menyimpulkan bahwa pengambilalihan ini benar."
"Apakah ada kontak dengan Kyuhyun atau Ryeowook?"
"Tidak, belum ada." Shindong menghela napas berat. "Apa yang dituntut teroris? Dalam skenario terburuk..."
"Saya kira mereka juga disandera di dalam atau lebih buruk lagi..." Leeteuk mempercepat langkahnya. Ia berharap keduanya anak buahnya itu masih hidup.
"Teroris meminta sekretaris Lee Beom Joo, Jung Ho Jin, sebagai kontaknya." Shindong menjelaskan. "Dia saat ini dalam perjalanan menuju kediaman Lee Beom Joo."
"Divisi mana yang mengambil inisiatif dalam kasus ini?"
"Semua divisi saat ini sedang memperebutkannya. Kami juga berusaha semaksimal mungkin. Saat ini, Tim Tanggap Darurat Divisi Intelijen berada di kediaman Lee."
Langkah Leeteuk terhenti. Ia tidak menyukai keadaan saat ini, dan Shindong sepertinya menyadari hal itu.
"Harap segera kembali ke markas besar. Kita akan mengadakan pertemuan darurat dengan divisi lain."
"Saya mengerti."
Leeteuk menutup telepon dan kembali mempercepat langkahnya.
.
.
Seoul Medical Center
Lantai 1
"Pastikan semuanya tertutup!" B memberi instruksi kepada para wanita baik staf maupun kerabat pasien untuk menempelkan kain-kain sprei sebagai penutup kaca jendela. Ia juga memerintahkan beberapa perawat pria untuk menumpuk kursi ruang tunggu cukup tinggi di setiap area yang menuju lorong di luar lobby, sehingga jalan masuk tertutup hingga setengahnya. Hal ini akan mempersulit tim SOU menyerbu, sementara akses mereka sangat luas terhadap ratusan sandera. Tidak ada kursi atau meja yang menghalangi jika mereka terpaksa melakukan pembantaian massal saat tim SOU menyerbu masuk. "Sekarang bagian bawah! Cepat!"
Suara lift menarik perhatian Kyuhyun yang masih mengawasi keadaan sekitarnya. Ia mati-matian menahan perasaan leganya melihat Ryeowook keluar dari lift setelah kepala perawat Ahn. Di belakang mereka tampak D menggiring mereka dengan pistol di tangan.
Meski sudut bibir Ryeowook tampak bekas darah dan tangannya diborgol dengan borgol milik SP, selebihnya ia tampak tidak terluka. Kyuhyun merasa peluangnya untuk menang menjadi lebih besar. Ia sedikit mundur ke belakang sehingga B dan E tidak bisa melihatnya membelokkan tubuh untuk melihat ke arah mana Ryeowook dibawa pergi. Namun ia hanya berhasil melihat koridor yang dimasuki. Tumpukan kursi yang tersusun menghalangi pandangannya untuk mengetahui dengan pasti ruang tempat Ryeowook dibawa.
.
.
D memaksa Ryeowook duduk di lantai bersandar pada bath up yang ada di ruang Terapi Fisik. Ia memutar kedua tangan Ryeowook ke belakang kepala dan memborgolnya pada pegangan logam yang ada di sisi bath up itu. Ia lalu mendorong kepala perawat Ahn dengan kasar untuk kembali berjalan. Namun mendekati pintu ruang terapi, D membalikkan tubuhnya.
"Kau tahu bukan, bahwa berapapun agen SP yang ada, sama sekali bukan tandingan kami?" D tersenyum mengejek. "Kalian tidak lebih dari aksesoris para pejabat dan politisi untuk membuat mereka terlihat hebat."
Ryeowook terdiam. Ia tahu tidak ada gunanya mencari masalah meski ia merasa sangat tersinggung dan marah oleh ejekan itu. Para agen SP dengan sepenuh hati berlatih untuk melindungi orang-orang yang menjalankan negeri ini, agar mereka bisa membangun negeri ini dengan konsentrasi penuh tanpa mengkhawatirkan ancaman dari pihak-pihak yang tidak menyetujui kebijakan mereka.
"Ini!" D menjatuhkan kunci borgol tiga meter jauhnya dari Ryeowook. "Aku akan menaikkan kesempatanmu untuk mengalahkan kami menjadi 2%."
Setelah melemparkan senyum sinis dan menghina, D mendorong kepala perawat Ahn hingga keluar dari ruangan.
Ryeowook menghitung jarak kunci itu. Terlalu jauh untuk ia raih dengan cara apapun. Satu-satunya kemungkinan ia bisa meraihnya hanyalah keluar dari borgol yang membelenggu tangannya. Andai saja borgol itu sedikit lebih longgar, ia bisa mematahkan ibu jarinya untuk meloloskan satu tangan. Tetapi D memasang borgol itu begitu ketat.
Meski begitu, Ryeowook mulai mencoba membebaskan diri. Ia tidak ingin duduk diam dan menyerah tanpa perlawanan.
.
.
Kepala perawat Ahn digiring oleh D ke arah lobby. Mereka melewati tumpukan kursi yang membuat ujung koridor hanya bisa dilewati oleh satu orang sebelum bisa mencapai lobby. D mendorong wanita itu ke bagian yang masih cukup kosong di depan lift, sementara ia sendiri langsung masuk ke dalam lift untuk kembali ke posisi awalnya.
Kepala perawat Ahn yang sudah bekerja puluhan tahun di rumah sakit itu, tidak bisa diam melihat para pasien yang ketakutan. Ia menyapa mereka yang ada di dekatnya dengan senyum lembut.
"Apa kalian baik baik saja?" tanyanya cemas.
"Kami baik-baik saja," jawab beberapa di antara mereka.
Saat kepala perawat Ahn melangkah menuju area lantai yang kosong untuk berlutut, matanya menangkap sosok Kyuhyun. Meski sosok itu mengenakan jas dokter, mengubah rambutnya dan mengenakan kacamata, ia masih bisa mengenali mata itu sebagai mata milik agen SP yang bersamanya tadi.
Kyuhyun menatapnya sambil menekankan telunjuk ke bibirnya, menandakan agar kepala perawat Ahn diam. Tangan satunya lagi menutupi gerakan itu dari arah pandangan para teroris. Mereka hanya akan melihat kedua telapak tangannya dikepalkan di depan mulutnya seperti orang yang sedang cemas.
Kepala perawat Ahn dengan gerakan yang tidak menarik perhatian, mengambil tempat di sisi Kyuhyun yang menempel pada tiang.
"Apakah Tuan Lee baik-baik saja?" bisik Kyuhyun.
Wanita itu menjawabnya dengan anggukan tak kentara.
"Berapa banyak yang ada di lantai 5?" bisik Kyuhyun lagi.
"Dua," balasnya dengan berbisik juga.
"Di sana!" Tiba-tiba suara bentakan diikuti suara pistol dikokang terdengar. Orang di sekitar mereka berteriak ketakutan karena E tengah mengacungkan senjata itu ke arah Kyuhyun dan kepala perawat Ahn. Keduanya segera mengangkat tangan mereka. "Jangan bicara!"
E kembali membantu B mengawasi barikade yang dibuat di lobby. Cepat atau lambat mereka tahu tim SOU akan datang mengepung. Semua persiapan harus selesai secepat mungkin.
Kyuhyun kembali menurunkan tangannya perlahan diikuti oleh kepala perawat Ahn. Ia memandang kedua teroris itu dengan pandangan tajam. Kini semua kepingan puzzle yang ia perlukan sudah terkumpul. Kyuhyun mulai bisa menyusun rencana.
"Aku akan segera menyelamatkan kalian. Jangan khawatir."
Bisikan yang nyaris tak terdengar itu membuat mata kepala perawat Ahn melebar. Ia tidak tahu bagaimana Kyuhyun akan menolong mereka melawan semua anggota teroris ini. Namun wajah Kyuhyun tampak begitu tenang dan yakin sehingga ia mencoba mempercayainya.
Ini bukan pilihan. Mau tidak mau, siap tidak siap, aku harus mengalahkan mereka sebelum ada korban jiwa yang jatuh... Dan aku tidak boleh gagal!
Kyuhyun kini berdiam diri untuk memeriksa ulang semua hal yang ia ketahui dan apa saja yang ia perlukan untuk bisa mengalahkan mereka semua.
.
.
Markas Besar Badan Kepolisian Nasional
Ruang Pertemuan Lt. 17
Leeteuk melangkah dengan cepat memasuki ruang pertemuan. Jauh di ujung sana, tampak Komisaris Divisi Keamanan – Kim Jun, Direktur Public Security - Choi Seung Hyun, dan Kepala Seksi-4 - Shindong He.
Komisaris Kim berdiri diikuti oleh Direktur Choi dan Shindong. "Aku akan mengijinkan kalian tahu setiap kali situasi di sana berubah," janjinya.
Direktur Choi dan Shindong membungkuk memberi hormat.
Komisaris Kim berjalan mendekati Leeteuk yang masih berdiri jauh dari mereka. Leeteuk memberi hormat. Sang komisaris menepuk bahu Leeteuk dengan tepukan menghibur.
Sebenarnya Komisaris Kim selalu bertanya-tanya kenapa Leeteuk tidak pernah meraih nilai tinggi dalam ujian kenaikan pangkat, padahal ia tahu Leeteuk sangat mampu dibandingkan kedua orang lainnya di ruangan itu. Leeteuk seperti sengaja untuk tetap berada di lapangan, namun posisi itu dibarengi dengan keharusannya menelan keputusan yang tidak baik dari para atasan yang tidak punya kemampuan berpikir panjang.
"Kau harus menahan diri. Jangan mengambil tindakan gegabah," bisik Komisaris Kim sambil menepuk kembali bahunya.
Leeteuk memandang Komisaris Kim Jun yang berjalan menjauh dengan ekspresi bingung. Keputusan konyol apalagi yang mereka ambil? Ia menatap tajam ke arah dua orang yang sudah kembali duduk di meja mereka.
"Penyelidikan akan dipimpin oleh kantor Perdana Menteri," jelas Shindong begitu Leeteuk berdiri di hadapan mereka berdua.
"Kepala Sekretaris Kabinet akan mengambil kepemimpinan?" tanya Leeteuk tak percaya.
"Inisiatif ini secara teknis akan dipimpin oleh Biro Keamanan," jelas Shindong. "Namun karena tuntutan mereka kemungkinan bersifat moneter, Divisi Public Security akan memegang peran utama."
Leeteuk tidak bisa menyembunyikan ketidaksukaannya kepada Direktur Choi.
"Apa yang harus dilakukan Divisi Keamanan?"
"Divisi Keamanan telah dikeluarkan dari kasus ini." Direktur Choi menjawab dengan wajah keras. Senyum yang biasa diperlihatkannya sepanjang waktu telah menghilang. "Dilihat dari seberapa efisien teroris bergerak, kemungkinan besar mereka telah merencanakan serangan ini dengan matang sebelumnya. Artinya, kemungkinan besar jadwal Tuan Lee bocor entah dari mana."
"Apakah maksud Anda kebocoran itu dari Divisi Keamanan?!" Leeteuk mengeraskan rahangnya menahan amarah yang mulai muncul dengan cepat.
"Divisi Public Security sepertinya beranggapan begitu," jawab Direktur Choi dengan nada yang membuat kemarahan Leeteuk semakin tinggi.
"Bahkan ada rumor kalau Kyuhyun dan Ryeowook merencanakan ini bersama para teroris," tambah Shindong dengan ringannya sehingga Leeteuk meledak.
"ITU TIDAK MUNGKIN!"
Rasanya Leeteuk ingin menembak kedua orang di hadapannya ini. Kesabarannya sudah semakin tipis dengan sikap sewenang-wenang mereka. Seandainya ia tidak membutuhkan posisinya sekarang untuk rencana yang ia tunggu selama 20 tahun, ia sudah meraih posisi perwira tinggi dan menendang keduanya dari Biro Keamanan.
"APA KALIAN MEMINTA SAYA UNTUK DUDUK DIAM DAN MENONTON, SEMENTARA DUA ANGGOTAKU MASIH TERLIBAT?!"
"Leeteuk sshi, jangan terlalu kasar!" tegur Shindong.
Leeteuk memandang pimpinannya dengan pandangan marah dan kecewa. Seandainya ia ada di posisi Shindong, ia akan membela nama baik Kyuhyun dan Ryeowook, tidak akan membiarkan siapapun menuduh mereka dengan sembarangan.
Direktur Choi angkat suara. "Pergilah ke Ground Zero (istilah yang digunakan untuk menunjuk titik pusat sebuah bom atau kejadian teroris. Dalam kejahatan biasa sama dengan TKP)."
"Tapi, Direktur Choi..." Shindong tampak tidak setuju.
"Saya akan memberi tahu mereka bahwa kamu akan datang," katanya lagi kepada Leeteuk yang masih berdiri diam. "Namun, jangan melakukan apa pun yang dapat membingungkan dan memperumit situasi. Kamu hanya akan memastikan keselamatan anak buahmu. Paham?"
"Baik." Tanpa membuang waktu, Leeteuk bergegas meninggalkan ruangan.
"Menurutmu dia akan baik-baik saja di sana?" tanya Shindong begitu pintu tertutup.
"Bahkan jika dia mengamuk, setidaknya divisi keamanan bisa dilibatkan."
Direktur Choi tersenyum lebar.
.
TBC
Akhirnya 2500 kata selesai lagi hehehe
Apakah kalian menyukai cerita ini?
Aku menantikan review kalian untuk menulis chapter selanjutnya,
karena hal itu menjadi pemicu semangat hehehe
Akhir kata, selamat membaca dan jangan lupa untuk meninggalkan review kalian.
Kamsahamnida
