D-Day
CHAPTER 10
.
.
Seoul Medical Center
Lobby Lt. 1
B dan E masih terus mengawasi para sandera yang mereka kumpulkan di lobby rumah sakit. Keduanya berkeliling dengan pistol di tangan, bersiaga jika ada perubahan situasi. Kyuhyun sendiri masih tetap di tempatnya semula bersama kepala perawat Ahn.
Aku harus mencari waktu yang tepat. Saat ini adanya 2 teroris dengan kemampuan prajurit militer bukanlah hal yang mudah dihadapi sendirian. Aku memerlukan bantuan Ryeowook.
Tiba-tiba seorang ibu mengangkat tangannya. "Jeogiyo (permisi )..."
"Ada apa?" tanya B sambil berjalan mendekat.
"Aku ingin pergi ke kamar mandi."
"Oke, berdiri!"
Mendengar permintaan itu dikabulkan, beberapa orang ikut mengangkat tangan meminta ijin untuk ke kamar mandi juga.
"Bergiliran dua-dua," kata B. Ia menunjuk salah seorang yang juga mengangkat tangan. "Kamu berdiri!"
Sementara E terus berjaga, B mengantar para sandera bergiliran ke kamar mandi.
.
.
Seoul Medical Center
Ruang Perawat Lt. 5
"Tidak ada perubahan?" tanya A kepada C.
"Ada sedikit perubahan tapi tidak terlalu besar."
A melirik jam tangannya, waktu menunjukkan pukul 13.53. Ia akan memulai rencana besarnya, jadi ia ingin memastikan semua lantai dijaga untuk menghindari adanya polisi ataupun tim SOU yang menerobos masuk. "Suruh E untuk kembali ke lantai 2!"
"BAIK!"
C segera mengirim pesan kepada E untuk kembali menempati posisinya di lantai 2.
.
.
E yang membaca pesan itu langsung memberi kode kepada B dengan gerakan tangan. Ia lalu melangkah meninggalkan tempat itu melalui tangga.
Kyuhyun mengendap untuk melihat ke arah mana E pergi. Dari sisi B berjaga, tiang tempatnya duduk memiliki 2 sisi yang ada di titik buta B. Karena itu Kyuhyun cukup leluasa untuk bergerak selama tidak menarik perhatian. Pikirannya berputar cepat. Perubahan posisi E bukanlah pesan yang bagus. Itu bisa menandakan akan dimulainya babak baru penyanderaan ini. Aku tidak boleh menunggu terlalu lama, atau semuanya bisa terlambat...
.
.
Ruang duduk kediaman mantan Perdana Menteri Lee Beom Joo
Pukul 14.00
Jung Ho Jin, sekretaris mantan Perdana Menteri Lee Beom Joo tampak bertengkar dengan wartawan yang menghubunginya.
"Kami belum benar-benar memahami situasinya, jadi aku tidak bisa bicara apa-apa! Berapa kali aku harus mengatakan ini kepadamu?!"
Di sofa, istri dan anak Lee Beom Joo saling berpelukan dengan cemas. Tampak beberapa anggota Tim Tanggap Darurat dari Divisi Intelijen telah memasang alat penyadap dan bersiap mendampingi saat tuntutan dari teroris datang.
Tiba-tiba telepon di kediaman itu berbunyi. Semua segera bersiap. Istri Lee Beom Joo mengangkat telepon.
"Yeoboseyo."
"Apakah Jung Ho Jin ada di sana?" tanya A yang masih menyamarkan suaranya.
"Ada."
"Berikan telepon padanya."
"Umm...apa suamiku baik-baik saja?" tanya istri Lee Beom Joo sambil melihat instruksi dari petugas di depannya.
"Apakah kamu mencoba membuat panggilan telepon lebih lama agar dapat melacak panggilan tersebut? Jangan khawatir, aku menggunakan telepon rumah sakit." Suara A menjadi semakin dingin. "Berikan teleponnya pada Sekretaris Jung sekarang!"
"Jung Ho Jin imnida," kata Sekretaris Jung begitu menerima telepon. "Bebaskan Tuan Lee dan segera menyerah!"
Suara tawa A terdengar dingin. "Lain kali kamu mengatakan sesuatu yang tidak perlu, aku akan segera menutup telepon dan menyerbu ke ruang operasi. Mengapa kamu tidak membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya dengan otak bodohmu?!"
Sekretaris Jung menahan napas. A terdengar tidak main-main dengan ancamannya.
"Baik..." katanya dengan sedikit enggan.
"Katakan 'Baik, saya mengerti, Tuan' kan?"
"Baik, saya mengerti, Tuan," ulang Sekretaris Jung. Ia tidak memiliki pilihan. Sejak muda, ia bekerja sebagai bawahan Lee Beom Jo. Ia selalu diperlakukan dengan baik, karena itu baginya Lee Beom Jo sudah seperti keluarganya sendiri. Ia sangat peduli akan keselamatannya.
"Oke, inilah tuntutan kami. Sebagai tebusan, siapkan 3 triliun won."
"Jumlahnya begitu besar! Saya tidak bisa mempersiapkannya secepat itu!"
A kembali tertawa. "Aku tahu, jadi kami tidak menginginkannya dalam bentuk tunai."
"Lalu...?"
"Hubungi salah satu temanmu di perusahaan sekuritas. Dan dalam waktu 10 menit, persiapkan mereka untuk transaksi saham."
"Apa maksudmu?"
"Aku hanya ingin melakukan perdagangan saham, itu saja. Karena kamu, sebagai sekretaris, pasti sudah sering diminta melakukannya oleh Tuan Lee. Aku yakin ini mudah bagi mu. Jaminan kami adalah nyawa Tuan Lee."
Istri dan anak Lee Beom Joo saling berpandangan dengan cemas.
"Kamu akan membantu kami membeli saham senilai 3 triliun won. Jika transaksi kami belum selesai sebelum jam 3 sore ketika pasar saham tutup, kami akan memutuskan bahwa jaminan tersebut tidak ada nilainya dan akan menghilangkannya. Aku akan menelepon kembali dalam 10 menit."
"Oh, satu hal lagi." Suara A kembali terdengar. "Untuk kalian semua polisi di sana. Jika anggota SOU (semacam SWAT -Pasukan Operasi Khusus) atau Public Security menginjakkan kaki di halaman rumah sakit, kami akan menghilangkan 3 sandera untuk satu staf SOU/PS. Jika tidak ingin menimbulkan tumpukan mayat, bersikaplah baik dan awasi dari pinggir lapangan. Jika menurut kalian ini hanya gertakan, silakan kirim seseorang sekarang juga untuk melihatnya."
Telepon terputus. Para anggota Tim Tanggap Darurat langsung sibuk dengan perencanaan strategi selanjutnya dan melapor kepada atasan mereka. Sekretaris Jung memandang istri Lee Beom Joo yang menganggukkan kepala tanda ia mengijinkan pembelian saham tersebut.
Namun saat Sekretaris Jung hendak melakukan panggilan, pimpinan Tim Tanggap Darurat menahan tangannya yang memegang handphone.
"Harap tunggu hingga kami mendapat perintah dari atasan."
"Tidak ada waktu untuk itu!" Sekretaris Jung berdiri dengan perasaan kesal. "Meskipun kita menunggunya, saya yakin tidak banyak pilihan di luar sana, bukan?! Jika Anda ingin menghentikan saya, bawalah seseorang yang punya kedudukan lebih tinggi!"
Sekretaris Jung menarik lepas tangannya dan mulai menghubungi perusahaan sekuritas yang biasa membantu mereka.
.
.
Seoul Medical Center
Lobby Lt. 1 Pukul 14.05
Kyuhyun berpindah tepat di belakang kepala perawat Ahn ketika B tengah melihat ke arah lain. Sehingga kalaupun B berpaling, ia hanya seperti sandera lainnya yang duduk berdekatan.
"Aku akan segera bergerak," bisik Kyuhyun. "Dimana agen SP lainnya?
"Dikurung di ruang Terapi Fisik."
Kyuhyun melirik ke arah koridor yang menuju ruang terapi fisik sesuai denah yang ia ingat. Ruang itu ada di koridor yang sama dengan toilet. Ia mencoba mengintip dan mempelajari area itu dengan penglihatan yang terbatas karena tumpukan kursi yang menghalangi.
.
.
Ruang Terapi Fisik
Ryeowook yang terbelenggu dengan tangan di belakang kepalanya, akhirnya berhasil memutar tubuhnya hingga posisinya kini menghadap ke bath up. Ia mencoba menggapai kunci dengan kakinya. Tiga meter masih terlalu jauh untuk ia capai. Satu-satunya cara adalah mematahkan ibu jarinya agar bisa lepas dari borgol itu, namun ia akan kesulitan bertarung jika itu terjadi. Tanpa menghiraukan luka di pergelangan tangannya, Ryeowook mencoba mencari cara lain sebelum menempuh cara terakhir. Ia menarik borgol tersebut dengan beberapa posisi, berharap kekangannya akan sedikit melonggar.
.
.
Suasana di sekitar Seoul Medical Center sudah ramai. Para polisi patroli menahan warga yang ingin tahu ataupun mencari kabar kerabat mereka yang ada di rumah sakit. Sebuah bus berisi tim SOU tiba. Begitu juga kendaraan Komando Ground Zero (MCV) yang telah mengambil posisi di luar halaman.
Kendaraan Komando Ground Zero adalah unit penting yang berfungsi sebagai pusat komando dan kendali yang strategis dan siap bergerak begitu perintah turun dari pusat. Ia juga digunakan untuk mengirimkan unit dari jarak jauh, mengoordinasikan sistem radio, memberikan dukungan untuk konferensi video, telekonferensi, perolehan informasi, dan banyak lagi.
"Tim 1 ke titik B! Tim 2 ke titik C!" Terdengar perintah dari dalam MCV. "Setelah berada di lokasi, mulailah mengumpulkan informasi mengenai apa yang terjadi di dalam!"
Tim SOU yang turun langsung mengambil posisi masing-masing, mengepung sekeliling rumah sakit. A dan C melihat semua itu dari balik jendela lantai 5 dengan wajah senang.
"Aroma yang tidak asing..." A mengenang masa aktif di militer dengan penuh senyum. "Hmm, ketegangan meningkat dengan cukup baik."
"Ini semakin menyenangkan." C mengangguk setuju.
Terdengar suara helicopter berkeliling memantau situasi dari atas. A menutup jendela hingga lapisan terakhir yang biasa digunakan pada musim dingin. Dengan demikian, para penembak jitu tidak bisa melihat posisi mereka.
"Mari kita mulai!"
"SIAP!"
A dan C bergegas kembali menuju tempat masing-masing di meja. C membuka beberapa layar menunjukan grafik saham di beberapa tempat.
"Saya bisa bergerak kapan saja." C memberi tanda.
A meraih telepon dan menghubungi Sekretaris Jung.
"Apakah kamu siap?" tanya A yang langsung dibalas 'siap' oleh Sekretaris Jung. "Beritahu anak buahmu untuk membeli saham perusahaan yang akan aku sebutkan. Kami mengawasi harga jualnya jadi kami akan tahu jika kamu tidak membeli. Jika itu terjadi, aku akan menutup telepon dan membunuh Tuan Lee saat dia masih di meja operasi. Mengerti?"
"Baik, saya tidak akan melakukan tindakan tipuan apa pun." Sekretaris Jung meyakinkan.
"Oke. Pertama, beli Gou Investments, Co., 500,000 saham di harga 45.000 won."
"Baik!" Terdengar Sekretaris Jung memberi instruksi kepada seseorang dari saluran lainnya.
C memberi kode agar A melihat layar laptop yang ia pantau. Tampak harga saham mereka terus naik dengan cepat. A tersenyum puas.
.
.
Markas Besar Badan Kepolisian Nasional
Divisi Keamanan - Security Police Seksi-4
Leeteuk tengah mengenakan semua perlengkapan SP ketika handphone-nya berbunyi. Terdengar suara Eunhyuk ketika ia menerimanya.
"Kapten, VIP Federasi Industri pulang lebih awal, jadi tugas saya akan selesai dalam waktu 3 jam."
Suara Eunhyuk yang menyembunyikan kecemasannya membuat Leeteuk mengerti bahwa kejadian yang menimpa Kyuhyun dan Ryeowook sudah sampai di telinga anak buahnya itu.
"Jika Anda memerlukan bantuan apapun, tolong hubungi saya," kata Eunhyuk lebih merupakan permohonan daripada pernyataan.
"Baik. Selamat bertugas."
Eunhyuk sempat terdiam mendengar balasan Leeteuk, namun akhirnya ia mengucapkan selamat tinggal dan menutup telepon.
Baru saja Leeteuk hendak mengenakan jasnya, handphone-nya kembali berbunyi.
"Yeoboseyo, Donghae imnida." Terdengar suara Donghae.
"Apa yang terjadi?" tanya Leeteuk cemas, khawatir ada sesuatu dalam tugas yang sedang Donghae kerjakan.
"Aku mendengar rumor..."
"Berkonsentrasilah pada tugas yang ada! Jangan khawatir tentang rumor apa pun!" hardik Leeteuk.
"Baik..."
Nada sedih dalam suara anak buahnya itu menyadarkan Leeteuk atas tindakannya barusan. Ia memijat keningnya yang terasa sakit, dan mencoba menarik napas panjang untuk menenangkan dirinya. Tidak ada gunanya melepaskan kekesalannya kepada Donghae yang juga cemas.
"Percayalah pada Kyuhyun dan Ryeowook," balas Leeteuk dengan nada jauh lebih lembut dan menenangkan.
"Baik, Kapten. Annyeong."
Begitu Donghae menutup panggilan, Leeteuk bergegas mengenakan jasnya dan menuju lift. Ia harus berada di sana untuk mencari tahu kondisi Kyuhyun dan Ryeowook.
.
.
Seoul Medical Center
Lobby Lt. 1
Kepala perawat Ahn mengerutkan kening ketika mendengar suara otot dan tulang berkeretak pelan di belakangnya. Ketika ia melirik, tampak Kyuhyun tengah meregangkan tangan dan kakinya di balik tiang meski dalam posisi jongkok agar tidak menarik perhatian. Kyuhyun juga memutar lehernya ke segala arah sebelum matanya menangkap lirikan kepala perawat Ahn.
"Untuk mencegah cedera." Kyuhyun sedikit tersipu.
Kepala perawat Ahn hanya mengangguk maklum meski ia merasa sedikit aneh melihat orang melakukan peregangan dalam posisi jongkok seperti itu.
"Oke. Seperti yang kita rencanakan?" tanya Kyuhyun memastikan kesiapan partner in crime-nya. Ia merasa ini waktu yang tepat karena hanya B yang berjaga di lantai 1.
Begitu kepala Perawat Ahn mengangguk, Kyuhyun bangkit berdiri sambil mengangkat kedua tangannya. Kedua bahunya kembali dirapatkan dengan sedikit membungkuk agar tidak terlihat postur tegap seorang polisi.
"Jeogiyo," kata Kyuhyun dengan nada sedikit gemetar.
"Apa?" B mengokang pistolnya siap menembak.
"Aku ingin ke kamar mandi."
B melirik jam tangannya. Ia ingin menunggu E kembali. "Jamkkanman (tunggu sebentar)."
"Aku benar-benar harus pergi! Jebal..." pinta Kyuhyun dengan suara memelas, masih dengan kedua tangan terangkat.
Seperti yang sudah ia ajarkan jika B menolak, kepala perawat Ahn ikut berdiri sambil mengangkat tangannya.
"Aku juga... aku tidak dapat menahannya lagi," pintanya.
B menimbang sambil memperhatikan keduanya. Seorang dokter yang tampak gemetar ketakutan, dan seorang perawat yang tampak lemah. Meskipun ada sandera yang nekad berlari ke pintu keluar ketika ia tidak ada, mereka tidak bisa membukanya karena semua pintu sudah ia segel.
"Oke." B mengacungkan pistolnya agar keduanya berjalan ke arah koridor. "Jalan!"
Ketiganya jalan dengan berbaris. Kyuhyun di bagian depan, kepala perawat Ahn di tengah, dan di bagian belakang B dengan pistol siaga. Mereka harus bergantian melewati tumpukan kursi yang mempersempit jalan.
Kyuhyun yang sudah mengintip koridor tadi, tahu jika ke kamar mandi mereka harus berbelok ke kiri. Saat berbelok itulah tangan kanannya akan ada di titik buta B, yang membuatnya tidak akan melihat gerakan tangannya. Apalagi masih ada kepala perawat Ahn yang akan menutupinya dari pandangan. Jika B sampai melihatnya bergerak, pistol itu akan lebih dulu menembak daripada ia menyerang B.
Kyuhyun mulai berbelok ke kiri. Secepat kilat ia meraih tongkat polisi, mengayunkannya hingga memanjang dan langsung memukul ke arah tangan B yang memegang pistol dalam satu gerakan. Kepala perawat Ahn sesuai yang diajarkan, sudah melemparkan tubuhnya ke samping agar tidak menghalangi serangan Kyuhyun.
Kyuhyun langsung memiting leher B dari belakang dengan bantuan tongkat polisi agar ia tidak berteriak. Ia juga menendang kaki belakang B untuk membuatnya jatuh. Namun B tidak mudah ditaklukkan. Ia bergerak mundur berkali-kali, membuat punggung Kyuhyun terhantam dinding. Namun Kyuhyun tidak melepaskan tangannya sedikitpun meski terhantam beberapa kali.
Melihat lawannya cukup keras kepala, B menarik mereka berdua ke arah dinding di sisi lain. Menggunakan pitingan Kyuhyun sebagai tumpuan, ia berjalan di dinding, hendak menendang jendela ruangan yang ada di sisi itu, untuk membuat rekan-rekannya mendengar keributan.
Melihat itu Kyuhyun langsung menjatuhkan tubuh mereka berdua ke lantai. B mendorongnya dengan keras. Kaca jendela berhasil di selamatkan namun tubuh Kyuhyun meluncur ke arah pintu samping karena kekuatan B.
Baru saja Kyuhyun akan bangkit, B sudah berlari untuk menyerangnya. Dengan satu ayunan keras, Kyuhyun memukulkan tongkat polisi ke tulang kaki B. Saat ia sedang kesakitan, Kyuhyun langsung memukul perutnya sambil menekan tombol yang menghidupkan taser. Tubuh B menggeliat menerima serangan listrik itu, dan akhirnya terkapar tak sadarkan diri.
Kepala perawat Ahn ternganga melihat semua adegan itu.
Kyuhyun membetulkan letak kacamatanya lalu mencoba mengangkat tubuh B. Namun ternyata tubuh itu sangat berat dan berotot sehingga ia kesulitan.
"Maukah kamu membantuku memindahkannya?" pinta Kyuhyun yang masih berdiri di tempat.
Kepala perawat Ahn tersadar. Ia segera membantu Kyuhyun dengan mengangkat kedua kaki B.
.
.
Ruang Terapi Fisik Lt. 1
Pukul 14.33
Ryeowook terkulai lemas. Tenaganya terkuras karena berusaha melepaskan borgol di tangannya. Ia merebahkan kepalanya ke pinggir bath up yang dingin, mencoba mengumpulkan tekadnya untuk mencoba cara selanjutnya, yaitu mematahkan ibu jarinya.
Tiba-tiba pintu terbuka. Ryeowook langsung menegakkan punggungnya dengan sikap waspada.
"Apa kamu baik baik saja?" Kepala perawat Ahn berlari menghampirinya dengan wajah cemas.
Di belakangnya, tampak Kyuhyun bersusah payah menarik tubuh B yang tak sadarkan diri.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Ryeowook kesal. "Kau tidak menuruti saranku?"
"Yang benar saja," protes Kyuhyun dengan wajah tak percaya. Ia mulai kehabisan tenaga. "Bukankah sudah jelas? Aku sedang melakukan pekerjaanku."
Kepala perawat Ahn mengamati pergelangan Ryeowook yang terluka dengan wajah sedih. Ryeowook justru tertarik dengan penampilan Kyuhyun dengan rambut klimis, kacamata, dan jas dokternya.
"Gaya rambut apa itu?" tanyanya tersenyum geli.
"Aku meniru penyamaran Heechul waktu menjual balon." Kyuhyun meringis. Ia sekuat tenaga menyeret tubuh B. "Seharusnya aku makan siang dulu..."
"Aku akan membantumu." Ryeowook mengajukan diri. "Tolong ambilkan kunci di dekat kakimu itu."
Kyuhyun meletakkan tubuh B dan mengambil kunci borgol yang ada di lantai, lalu melemparkannya kepada Ryeowook. Kepala perawat Ahn membantu membuka borgol lalu mencari obat untuk luka.
Bersama-sama mereka berhasil menggotong tubuh B hingga ke dekat jendela dan memborgol kedua tangannya pada pegangan logam yang biasa digunakan untuk belajar berjalan. Dengan kain kassa yang tebal dan banyak, keduanya mengikat mulut dan kaki B sehingga tidak akan menimbulkan kegaduhan jika ia sadar nanti.
"Ruangan ini cukup bagus." Kyuhyun memandang sekelilingnya. Terdapat jendela besar di sisi ruangan yang menghadap keluar, tepat di mana B dibelenggu. Di kiri dan kanan ruangan terdapat bath up besar. Antara tiap bath up dan pintu, terdapat tirai yang bisa ditutup. "Bagaimana status Tuan Lee?"
"Dia masih menjalani operasi," jawab kepala perawat Ahn. "Jika berjalan sesuai rencana, operasi akan berakhir dalam satu setengah jam."
"Kita harus menyingkirkan teroris satu per satu jika kita ingin menjaga keamanan VIP." Kyuhyun menutup pintu ruangan yang masih terbuka dengan pelan.
Kepala perawat Ahn memberi isyarat agar Ryeowook duduk sehingga ia bisa mengobati luka di kedua pergelangan tangannya.
"Tidak bisakah kita menghubungi polisi dengan ponsel yang baru saja kita ambil?" tanya kepala perawat Ahn sambil membubuhkan antiseptik. "Apakah mereka tidak bisa melakukan sesuatu?"
"Selama Tuan Lee disandera, mereka yang di luar tidak bisa berbuat banyak." Kyuhyun teringat kondisi para pasien yang terbaring di lantai dingin lobby rumah sakit. "Tetapi jika kita menunggu terlalu lama, maka para pasien yang ditinggal di ruang kritis maupun yang dipaksa turun ke lobby akan melemah dan dapat menimbulkan korban jiwa."
"Kita bisa melepaskan semua orang di lobby terlebih dahulu," usul perawat Ahn. Ia meminta maaf saat Ryeowook mendesis kesakitan ketika obat pengering luka dibalurkan.
"Jika semua orang tahu bahwa mereka dapat melarikan diri dalam situasi tegang ini, mereka akan berlari dengan panik." Kyuhyun membuka lemari dan memeriksa isinya. "Jika kita langsung menyerang teroris, kita akan membahayakan keselamatan Tuan Lee."
Ia menimbang sebuah botol dan membaca nama label yang tertera di sana. "Kita terpaksa membiarkan orang-orang di lobby untuk menunggu sebentar lagi."
"Aku berasumsi ada 5 teroris lagi di sini. Semuanya adalah orang militer atau pernah berada di militer. Kita bisa mengalahkan mereka tanpa masalah." Kyuhyun melepaskan jas dokter dan kacamatanya.
"Benarkah?" Ryeowook berpikir keras. Ia melihat ke arah pistol yang diletakkan Kyuhyun di atas meja. "Oh, tentu. Seharusnya mudah jika kita menggunakan pistol yang baru saja kita ambil darinya."
"Tidak ada pistol." Kyuhyun duduk di pinggir bath up dan mulai mengencangkan tali sepatunya, bersiap untuk pertarungan yang bisa terjadi kapan saja.
"Mengapa?" Kepala perawat Ahn tak bisa menahan keheranannya.
"Karena pistol menghasilkan suara. Jika teroris menyerang balik ketika mereka mendengar suara tembakan, permainan berakhir bagi kita."
Kyuhyun melihat ke arah Ryeowook. Ia tahu Ryeowook juga sadar bahwa mereka kalah secara jumlah, kekuatan dan senjata jika harus bertarung terang-terangan.
"Jadi, kita harus mengalahkan mereka satu per satu. Dengan cepat dan tanpa suara," kata Kyuhyun lagi. "Jika kita bisa melakukannya, mari kita keluarkan ide bunuh membunuh dalam hal ini."
Ryeowook tersenyum lembut melihat Kyuhyun masih saja berusaha membuat para teroris hidup, berapa kali pun ia ditegur oleh Shindong. Diacaknya rambut klimis Kyuhyun hingga kembali seperti semula. "Aku mengerti apa yang kamu katakan. Tetapi bagaimana kita melakukan ini dengan cepat dan tanpa suara?"
"Ada banyak sekali senjata untuk membantu kita di sini." Kyuhyun merapikan rambutnya yang berantakan ke gaya rambutnya yang biasa.
"Apakah ada defibrillator dan larutan garam di lantai ini?"
Pertanyaan Kyuhyun membuat kepala perawat Ahn dan Ryeowook mengerutkan kening.
"Kyuhyun sshi, aku harus bersyukur ada di pihak yang sama denganmu."
Kata-kata Ryeowook membuat Kyuhyun meringis lebar.
TBC
.
Whoaaa 3000 kata untuk chapter ini hehehe
Terima kasih untuk teman-teman yang sudah mereview di chapter-chapter sebelumnya.
Membaca kesan dari kalian membuatku tambah semangat.
Akhir kata, selamat membaca dan selalu ditunggu reviewnya.
Kamsahamnida.
