Keadaan sangat kacau setelah Hinata menipu Naruto. Alasan dirinya bisa mendekati istana dengan mudah adalah karena Minato bersamanya. Deidara dan teman-temannya tidak berani menantang Minato, jadi mereka membiarkan Hinata lewat dan mencari target lain.

Pintu depan terbuka dan sesuai dugaan, Naruto sudah menunggu. Dia tidak pernah terlambat dan kenyataan itu membuat Hinata frustasi. Meski begitu, Hinata berusaha menghindari pertarungan yang dirasa tidak perlu. "Maafkan aku, Tuan!" Dia menarik lengan Minato dan membawanya kabur. Hinata bisa berbelok ke mana saja tapi Naruto selalu muncul di sana dan membuatnya terpaksa berbalik arah.

Terus seperti itu sampai kepala Hinata mulai berputar. "Ini tidak akan berhasil." Minato tidak mau lagi kabur. Dia menahan tangan Hinata dan melepaskannya. "Kau cari apa yang kau butuhkan dan aku akan melawannya."

Mereka tidak punya waktu berdebat. Hinata mengganguk dan buru-buru pergi sementara Minato menghadang jalan Naruto. "Lawan aku seperti pria, Nak." Hanya satu kalimat, dia berhasil menyulut amarah Naruto dengan mudah.

.

.

.

.

Disclaimer : Demi apapun, Naruto bukan punya saya, punya Masashi Sensei, saya hanya pinjam saja.

BENTENG KELEMAHAN

(Hati hati typo, tulisan mendadak hilang, OOC, AU dan lain-lain. Udh usahain sebagus mungkin)

Benteng Kelemahan by Authors03

.

.

Chapter 20

.

.

Minato memunculkan pedang, Naruto melakukan hal yang sama. Mereka saling menyerang dan beradu kekuatan. "Berhenti sekarang atau kau akan menyesal, Naruto." Minato berniat baik menegur tapi Naruto membalasnya dengan senyuman remeh.

"Memang apa yang bisa kalian lakukan?" Dia menebas pedang Minato dan mengerahkan kekuatan untuk menjatuhkannya. Sebenarnya Minato belum tahu apa rencana Hinata, dia hanya berusaha semampunya.

Minato buru-buru bangkit tapi kekuatan Naruto mengekangnya di tempat. Naruto menantang, "buat aku menyesal kalau kau bisa. Aku tak sabar menantikannya." Dia melempar pedang dan pergi menyusul Hinata.

"Di mana pedang itu?!" Hinata ingat pernah melihat Naruto berdiri di ruangan yang dipenuhi oleh emas dan pedang yang diberi Shion menancap di sana. Tempat itu bagaikan kuburan dan itu adalah apa yang Hinata cari.

Setelah delapan pintu, akhirnya Hinata membuka pintu yang benar. Dia tidak punya waktu untuk lelah, harus tetap bergerak karena Naruto bisa muncul kapan saja. Hinata menutup pintu itu dan menghampiri pedang yang menancapi emas di tengah-tengah ruangan. Dia mengambilnya tapi malah menjatuhkannya karena berat.

"Kau datang untuk mencuri barang yang bahkan tidak bisa kau angkat?" Suara Naruto yang tidak diharapkan mengejutkan Hinata, membuatnya tak sengaja menyenggol koin emas dan terpleset. Perempuan itu merintih kesakitan, menyentuh punggung yang terhantam keras.

"Auch!" Hinata meringkuk kesakitan. Naruto menghinanya menggunakan tatapan sebelum mendekat dan mengambil pedang tadi untuk diarahkan ke jantung Hinata.

"Siapa kau sebenarnya?" Naruto semakin penasaran karena Hinata adalah satu-satunya orang yang telah mati berkali-kali tapi dia masih hidup dan terus kembali entah bagaimana.

"Aku kembali untuk memberimu kado," ungkap Hinata, tidak bisa banyak bergerak karena Naruto menekan ujung pedangnya ketika merasakan pergerakkan. Hinata tidak boleh gegabah atau Naruto akan menikam jantungnya dan rencananya sejauh ini berakhir sia-sia.

"Kado?" Naruto meragukan kata-kata Hinata, di sisi lain penasaran mengapa dia menyusup sejauh ini hanya untuk sebuah pedang. Naruto tidak bisa mengabaikan bahwa Hinata pasti punya alasan yang kuat mengingat dia tahu pedang itu adalah hadiah dari Shion.

"Kado." Hinata perlahan menggerakkan tangannya dan menggengam segepal koin emas. "Kado yang sangat spesial untuk menghukummu!" Dia melempar koin-koin itu ke wajah Naruto sebagai pengalihan dan kesempatan pun datang, Hinata menggeser ujung pedang dari bagian jantung menuju perut dan menikamnya tanpa ingat apa itu keraguan.

Menyadari apa yang terjadi, Naruto bergegas menarik pedangnya tapi tidak bisa memindahkannya entah bagaimana. Cahaya yang keluar perlahan membuat Naruto melangkah mundur, hanya bisa melihat Hinata merintih kesakitan dan meringkuk tak berdaya.

Hinata mulai sesak. Memang bukan bagian vital yang ditusuk tapi ternyata rasanya jauh lebih menyakitkan karena dia tidak langsung mati. Telapak tangan Hinata berdarah karena tergores pedang dan sekarang lebih banyak darah memenuhi perutnya. Dia harus menahan rasa sakit itu dan tetap sadar.

"Auch, auch! Terbakar! Terbakar!" Hinata sudah tidak berdaya, malah datang lebih banyak sakit menyiksanya. Seluruh badan Hinata seperti terbakar dan mendidih, Naruto kebinggungan tidak bisa menebak apa yang terjadi. Bercak-bercak merah mulai memenuhi badan hingga wajahnya.

"Sakit!" Hinata merasa seperti akan mati dibunuh oleh rasa sakit tapi dia tetap menjaga mata dan kesadarannya seperti yang Shion minta. Hinata terbatuk-batuk, sangat menyiksa sampai membuatnya meneteskan air mata. "Tolong aku!!!"

Tiba-tiba pedang itu berguncang dan ketika muncul cahaya yang menyilaukan mata, tubuh Hinata berubah.

Shion muncul sementara Hinata menghilang. Dia membuka mata, menatap langsung rasa terkejut yang luar biasa besar di dalam mata Naruto. "Hinata ...?" Naruto menatap tempat di mana Hinata meringkuk kesakitan. Dia tidak ada di sana dan matanya kembali pada Shion.

Naruto tidak pernah merasa sangat terkejut sampai-sampai merasa dungu. Dia banyak memasang ekpresi binggung dengan mulut sedikit terbuka. "Kau ... bukan Shion." Akhirnya dia berbicara, tepat di saat Shion mengedipkan mata dan menundukkan kepala. "Kau bukan Shion." Naruto ingin menyangkal tapi perempuan itu malah terlihat semakin nyata di matanya. Dari cara bergerak bahkan ekpresi, tidak bisa dipungkiri bahwa dia adalah Shion.

Naruto di antara takut dan binggung, tidak ada kesenangan di hatinya.

"Uzumaki Naruto ...," panggil perempuan itu sembari tersenyum tipis.

"Tidak. Ini pasti perbuatan ayahku dan Hinata." Naruto berusaha menyangkal. Dia memejamkan mata dan ketika membukanya lagi, Shion masih menatapnya. Dia merasa takut entah mengapa, secara tak sadar mengambil langkah mundur.

"Aku pikir kau akan senang melihatku, Tuan." Shion terjeda sejenak. "Apa mungkin ... kau tidak senang melihatku karena takut pada kejahatan yang telah kau lakukan?"

Naruto tidak menyangkal tapi tebakkan Shion tepat sasaran. "Hinata benar kau melihat segalanya ...," bisiknya, gelisah. Naruto selalu berpikir Shion telah tenang di alam lain, tapi dia berbicara seolah tahu apa yang telah Naruto lakukan dan karena itu Naruto takut. Lebih dari itu, Naruto syok untuk tahu ternyata selama ini Hinata berkata jujur. Hinata bilang dia akan membuat dirinya menyesal dan dia di ambang keberhasilan.

"Ini tidak seperti yang kau kira." Naruto mencoba beralasan. Alisnya yang kaku berubah tertekuk. Jantungnya berdetak sangat kencang sampai-sampai bisa terdengar olehnya sendiri.

"Aku melihat semuanya," sela Shion sebelum Naruto sempat berbicara lebih banyak. "Ketika kau membunuh seorang perempuan tak bersalah tanpa mengedipkan mata. Tiga kali. Ketika kau meminta para murid untuk saling membunuh. Kau benar-benar punya penjelasan atas sikapmu?"

"Aku--"

"Aku marah padamu, Tuan," sela Shion lagi, yakin bahwa Naruto tidak punya alasan atas sikap tak logisnya. "Bukan hanya marah. Aku benci ... pada diriku sendiri. Karenaku, kau menjadi seperti itu."

"Ini tidak ada hubungannya denganmu. Ayahku--"

"Ayahmu benar ketika beliau berkata dirimu tidak tahu apa pun."

"Apa ... maksudmu, Shion?"

"Aku tidak ingin memberitahumu tapi Hinata mengorbankan dirinya agar kita bisa bertemu. Maka dari itu, aku tidak ingin membuatnya gagal."

"Hina--"

"Kau berpikir ayahmu membunuhku. Kau salah besar, Tuan. Beliau menyembunyikan kenyataan aku memilih mati demimu, agar kau tidak terluka lebih banyak dan menyalahkan dirimu sendiri."

"Apa maksud--"

"Kelemahanmu adalah aku, Naruto. Kau sakit karena aku terlalu mencintaimu dan hari di mana kau hampir mati, aku memutuskan berkorban untukmu. Demi menyelamatkanmu."

TO BE CONTINUE

Anjay Naruto sadboy dimulai..

Maaf ya jadi jarang up semoga suka.