"Deidara, sebenarnya untuk apa kita pergi ke tempat seperti ini?" tanya seorang pemuda bersurai merah dengan nada datarnya di dalam mobil. Ia sedikit mengeluh ketika mengetahui bahwa tempat tujuan yang ternyata mereka tuju adalah tempat seperti itu.

"Ayolah Danna, sekali-sekali kita perlu bersenang-senang, ya kan Itachi?" ujar pemuda bersurai kuning yang duduk di samping kursi menyetir dengan santainya kepada pria di sebelahnya.

Pria bersurai hitam yang sedang menyetir itu hanya mengangguk pelan sambil berusaha untuk mencari tempat parkir untuk mobil tersebut.

Kemeja putih beserta jas dan dasi hitam yang entah sudah pergi kemana menunjukan bahwa ketiga pria ini baru saja kembali dari tempat mereka bekerja, kecuali sang pria bernama Itachi yang masih lengkap menggunakan dasi dan jasnya dengan rapi.

"Hahh…." Pria bersurai merah itu hanya menghela napas berat pasrah mengikuti kedua rekannya ini sambil melepas nametag-nya yang bertuliskan Akasuna Sasori.

.

Setelah mendapat tempat parkir, ketiga pria itu turun dari mobil mewah dan berjalan menuju tempat itu.

"Itachi, Kau memang sudah sering ke tempat ini ya?" Ujar Sasori.

"Yahh, beberapa kali. Tapi Deidara yang pertama mengajakku ke sini," jawab Itachi.

.

.

Sasori pun hanya pasrah mengikuti Itachi dan Deidara yang berjalan di depannya. Ia memang sudah beberapa kali pergi ke bar untuk sekedar "minum" ketika ia sedang stress, tapi pergi ke sebuah bar, lebih tepatnya sebuah klub malam mewah dan se- fancy ini dengan harga selangit? Tentu ini pertama kalinya.

Ia bisa saja mengunjungi tempat itu sesering mungkin dengan banyaknya uang yang ia punya, namun baginya itu hanya buang-buang saja dan ia hanya ingin "minum" bukan?

Sasori sudah menduganya, baru saja mereka memasuki klub malam itu, mereka langsung disambut oleh seorang host wanita berambut pirang dengan pakaian yang sangat-sangat kekurangan bahan. Ya, setidaknya itu yang ada di pikiran Sasori.

Itachi membalas sambutan ramah wanita tersebut dengan memeluk pinggangnya, seakan-akan mereka sudah akrab.

Sasori kembali melirik-lirik ke arah Deidara dengan tatapan sinis. Tentu saja Deidara mengetahui maksud tatapan rekannya ini.

"Hei, kalau Kau keberatan pulang saja, aku dan Itachi mau bersenang-senang di sini," ujar Deidara sambil tertawa meledek.

"Aku datang hanya untuk 'minum' Dei," ketus Sasori.

"Yah, terserah Kau saja, Danna," balas Deidara.

.

.

Mereka bertiga pun di antar oleh wanita tadi ke sebuah meja dengan tempat duduk sofa yang melingkari meja tersebut.

Sasori melihat sekeliling, memang ini bukan pemandangan yang baru baginya, namun tetap saja ia tidak menyangka dunia klub malam akan seliar ini.

Wanita-wanita berpakaian seksi berlalu lalang di hadapannya, tak jarang yang menghampiri para tamu dan menggoda dan melayani mereka. Musik kencang yang dimainkan dari DJ yang ada di sudut bar tentu meningkatkan atmosfer liar klub malam tersebut. Sasori kembali menghela napas. Ia memang datang hanya untuk minum.

.

*

.

"Nah, Kalian mau pesan apa?" Tanya Deidara sambil menunjukkan lembaran buku menu.

"Seperti biasa, vodka yang paling mahal di sini," ujar Itachi dengan santainya.

"Hah… Baiklah, tuan muda Itachi," ledek Deidara.

"Dei, apa ini?" Ujar Sasori sedikit kembali menatap sinis ke arahnya ketika melihat menu yang tidak biasa pada buku menu tersebut.

"'Wanita?'"

"Hei, sudah kubilang kita akan bersenang-senang, bukan?" balas Deidara.

"Kalau Kau tidak mau ya sudah"

Sasori merasa malas rasanya membayangkan ada dua wanita berpakaian minim, lebih tepatnya wanita-wanita seksi hampir tak berbusana menghampiri meja mereka, menggoda, dan berbuat tidak senonoh bersama kedua rekannya ini.

Ia tentu juga seorang pria yang menyukai wanita, tapi ia hanya merasa bersenang-senang dengan cara seperti ini hanya membuang waktunya saja.

.

.

Sambil menunggu "pesanan" mereka datang, mereka kembali berbincang. Lagi-lagi pembicaraan mereka tak jauh-jauh dari wanita, apalagi wanita yang biasa "dipesan" oleh Deidara dan Itachi. Dari bagaimana para wanita itu melayani mereka, pakaian mereka, bentuk tubuh mereka, hingga pembicaraan yang bisa dikategorikan sebagai obrolan dewasa.

Di tengah-tengah pembicaraan tak senonoh itu, mata Sasori tertuju ke arah meja bar yang letaknya tak jauh dari mereka. Ia melihat seorang wanita, lebih tepatnya satu-satunya wanita yang tidak berpakaian seksi di dalam klub malam tersebut. Kelihatannya ia merupakan seorang asisten bartender.

Memang pakaiannya tidak tergolong sangat sopan, namun setidaknya ia menggunakan atasan putih berlengan panjang dengan pita hitam di lehernya, dengan korset hitam serta rok pendek. Rok yang dikenakannya pun tidak sependek wanita-wanita yang ada di klub tersebut, setidaknya panjang roknya hanya sedikit di atas lutut.

Setengah bagian rambutnya ia kepang agar tidak menghalangi wajahnya dari rambut sampingnya saat ia bekerja. Sisa rambut panjang hitam pekat ia biarkan tergerai dengan warna keunguan yang menjadi ciri khasnya.

"Dei, siapa dia?" Tanya Sasori singkat.

"Dia???" Deidara mencoba untuk melihat arah Sasori memandang.

"Wanita yang itu? Kenapa? Kau tertarik dengannya?" Goda Deidara.

"Bukan begitu, hanya saja pakaiannya tidak seterbuka wanita-wanita yang Kalian goda itu," jelas Sasori.

"Apa karena ia bartender?" Lanjut Sasori.

"Ah, bukan. Hinata bukan bartender, ia hanya asisten bartender. Lagipula bartender yang ada di meja bar sebelah sana pakaiannnya juga sangat seksi bukan?" ujar Itachi sambil menunjuk ke arah meja bar yang lain.

"Hinata?"-Sasori

"Ya, itu namanya," jelas Itachi.

"Kau mengenalnya?"

"Yahh, aku pernah mengenalnya. Ada apa ini Sasori, Kau tertarik?"-Itachi

"Ah, bukan begitu, hanya saja berpakaian seperti itu di tempat seperti ini, memangnya laku?" Ujar Sasori.

"Memang di situlah poinnya Danna. Dia memang tidak bisa dipesan, lagipula kalau bisa 'dipesan' pun dia orang yang sulit. Percayalah, dia tidak menyenangkan untuk diajak bersenang-senang, Danna" -Deidara

"Kau pernah 'memesannya'?" Tanya Sasori sambil sedikit mengerutkan dahinya.

"Yahh, aku dan Itachi pernah berusaha menggodanya, tapi dia sepertinya ke sini hanya untuk bekerja. Ditawarkan uang yang besar oleh Itachi pun dia tidak mau"-Deidara

"Tapi kalau Kau mencari teman untuk sekadar bicara, dia orang yang tepat. Jujur saja, aku sangat nyaman saat mengeluhkan semua pekerjaanku kepadanya dalam keadaan mabuk. Tapi ya, sayangnya dia tidak into ke arah 'sana'" lanjutnya.

"Orang yang baik tapi tidak seru untuk tempat seperti ini," balas Itachi.

"Oh, tapi aku pernah dengar kalau dia justru yang paling 'liar' dari semua wanita yang pernah kita temui di sini bukan?" -Deidara

Sasori menoleh ke arah Deidara sedikit.

"Walaupun aku tidak pernah tau apakah itu benar atau tidak, tapi masuk akal saja. Orang 'seperti itu' biasanya yang paling banyak menyimpan rahasia," lanjut Deidara.

"Orang seperti itu, ya?"

.

.

Sasori kembali mengingat alasan utamanya ia datang ke sini. Ya, hanya untuk minum. Setelah berpikir sejenak, ia pun memutuskan untuk memisahkan diri dari kedua rekannya tersebut.

"Dei, Itachi, aku ke sebelah sana ya, toh aku datang hanya untuk minum," ujar Sasori sambil beranjak dari duduknya.

"Baiklah, selamat bersenang-senang, Dannaaa!" Seru Deidara sedikit menggoda rekannya tersebut.

.

.

Tanpa basa-basi, Sasori langsung duduk di kursi bar yang membuatnya langsung berhadapan langsung dengan wanita bersurai hitam keunguan tersebut. Ia memesan Tequila pada wanita itu dan dengan waktu tak terlalu lama telah disajikan oleh wanita bernama Hinata tersebut di hadapannya.

"Kau orang baru ya?" tanya Hinata.

"Yah, kurang lebih seperti itu. Itachi yang membawaku ke sini," tanpa pikir panjang, Sasori menyebut nama "Itachi", mengingat Itachi bilang bahwa ia mengenal wanita ini.

"Itachi?"

"Ya, Itachi, tuan muda yang berambut hitam panjang di sebelah san—"

"OHHH ITACHI BANGS*T ITU YA?!"

.

"Hah?"

.

Sasori tersentak sedikit. Ia tak salah dengar kan? Baru saja wanita ini mengumpat di hadapannya?

"Hoi Itachi! Awas kalau Kau berani macam-macam lagi tol*l!!!" Seru wanita itu dengan cukup kencang dengan sengaja agar Itachi mendengarnya.

Itachi yang menoleh hanya tersenyum dan tertawa kecil.

"Haih… Mulai, sok ganteng dia…" Gerutu Hinata.

"Maaf, tapi apakah ada masalah dengan Itachi?" Tanya Sasori sedikit penasaran.

"Apa Kau rekan Itachi, tuan—"

"Sasori"

.

.

"Rekanmu itu pernah menciumku," jelas Hinata sambil sedikit cemberut.

Sasori hanya menghela napas, memang ada-ada saja rekannya ini.

"Dan apakah pria bernama Deidara itu juga temanmu, tuan Sasori? Dia juga sama saja, malah sedikit lebih parah," jelas Hinata.

"Aku tidak sukaaa!!!" Seru Hinata sambil mengomel.

"Tapi yah, apa ekspetasimu ketika Kau bekerja di dunia malam seperti ini, bukan?" Tanya Sasori sedikit heran dengan nada dingin.

"Kau memang benar, tuan," balas Hinata.

"Kau sendiri, tuan? Tidak tertarik untuk bermain dengan wanita seperti rekan-rekanmu itu kah?"

"Aku ke sini hanya untuk minum," jawab Sasori singkat sambil meneguk tequila-nya.

"Oh sungguhkah? Orang-orang yang bilang seperti itu padaku dan datang ke sini biasanya pasti ujungnya meminta lebih," jelas Hinata dengan jujur.

"Tidak, aku serius"

"Kalau Kau pada akhirnya memintaku untuk 'tidur' denganmu, maaf saja aku tidak—"

"Temani aku di sini," ucapan itu keluar begitu saja dari mulut seorang Sasori.

"Aku hanya ingin mengobrol denganmu, aku jamin itu," lanjutnya.

Hinata sedikit tersentak. Ia yang baru saja bertatapan dengan kedua mata hazel milik Sasori, rasanya ia tidak bisa menolak permintaannya begitu saja. Ia pun memutuskan untuk duduk berhadapan dengan pemuda itu.

"Baiklah, tuan Sasori. Ada yang bisa aku bantu?" Tanya Hinata.

"Aku hanya ingin Kau mendengarkan ceritaku, bolehkah?"

"Tentu!" Balas Hinata.

.

.

.

Sasori pun mulai menceritakan segala hal yang ia pendam kepada wanita yang baru saja ia temui tersebut. Mulai dari masalah pada pekerjaannya, keluarganya, hingga pencapaiannya di dunia kerjanya yang membuat Deidara dan Itachi merasa harus merayakannya dengan bersenang-senang di tempat seperti itu.

Tak jarang Hinata menanggapi semua ceritanya itu, menurut Sasori, yang dikatakan Itachi dan Deidara benar, Hinata adalah seorang pendengar yang baik, bukan wanita "penghibur" yang baik. Cukup lama waktu mereka lalui dengan hanya berbincang di sana.

Sasori bukanlah orang yang mudah untuk mabuk, ia pun lanjut memesan cocktail lainnya setelah tequila miliknya telah habis.

"Kalau begitu, Hinata. Aku ingin mendengar ceritamu," ujar Sasori sambil menatap dalam wanita di hadapannya ini.

"E…Eh? Kenapa?"

"Aku ingin tau saja mengenai dirimu"

Wajah Hinata sedikit memerah.

Matanya sedikit berkaca-kaca hingga ia menundukkan kepalanya sedikit.

"Hinata… Tidak boleh! Kau tidak boleh….." gumam Hinata dalam hati.

"Hinata, ada apa?" Tanya Sasori sedikit mendekatkan wajahnya.

"B…Bukan apa-apa. Hanya saja, jarang sekali ada yang menanyakan diriku…."

"Biasanya semua orang di sini hanya peduli dengan cerita mereka sendiri saja.. Kenapa orang ini…."

"Ah…. Benarkah?" -Sasori

"Bahkan Itachi pun juga tidak pernah sekalipun…"

"Maafkan aku kalau membuatmu tidak nyaman, aku tidak memaksamu"

"Ia bahkan meminta maaf….."

.

.

"Hinata?"

Panggilan Sasori membuat Hinata seketika buyar dari lamunannya.

"A….Um… Aku hanya baru saja hampir terlena karena ada orang sepertimu yang jarang kutemui di klub malam seperti ini, padahal orang baik sepertimu di luar saja sih banyak, ya haha…." ujar Hinata dengan cepat.

"Sepertinya aku hampir saja suka pada tuan Sasori, padahal ini kan perbuatan biasa, maafkan aku"

Sasori hanya diam saja, ia tak tahu harus merespon apa pada wanita, tepatnya gadis yang sangat blak-blakan di hadapannya ini.

"Jadi, apa tadi tuan Sasori?"

"Panggil aku Sasori saja," ujar Sasori. Hinata pun mengangguk.

"Sekarang gantian, Itachi dan Deidara sepertinya masih lama, aku ingin mendengar ceritamu"

"Apa yang ingin Kau tau, Sasori?"

"Apapun"

Hinata menghela napas pelan. "Aku tidak punya cerita menarik untuk diceritakan," ujarnya.

"Kalau Kau penasaran bagaimana orang sepertiku bisa bekerja di tempat seperti ini, sederhana saja, aku butuh pekerjaan dan aku suka berinteraksi dengan orang-orang," lanjutnya.

"Tapi bukankah Kau sebenarnya tidak nyaman?" Pertanyaan Sasori sontak membuat Hinata membulatkan kedua matanya.

"Soal itu Kau bisa tanyakan pada temanmu, Itachi," balas Hinata pelan.

Perkataan itu tentu membuat Sasori sedikit kebingungan.

.

*

.

"Ya ampun nona cantik di sini, sudah lama aku tidak melihatmu"

Suara seorang pria mabuk dengan surai peraknya terlihat mendatangi tempat Sasori dan Hinata berada.

"Itu karena Anda sudah lama tidak datang ke sini, tuan," balas Hinata.

"Sungguhkah? Kalau begitu apa malam ini Kau sudah bisa untuk di * * * * * * * * * * *"

Sasori tidak habis pikir dengan apa yang baru saja ia dengar barusan. Secara refleks, ia menggenggam telapak tangan Hinata dengan isyarat seakan Hinata tidak perlu khawatir.

"Maaf tuan, tapi sudah kubilang aku tidak bersedia. Lagipula bukankah wanita di sana jauh lebih seksi daripada aku? Kau harus meningkatkan seleramu terhadap wanita, tuan," balas Hinata dengan senyum ramahnya.

Hinata pun menepis tangan Sasori dan mendekati pria itu.

"Sepertinya anda mabuk sekali tuan, perlukah kupanggilkan pelayan cantik di sebelah sana?"

Sasori hanya menatap Hinata yang sedang mengatasi pria mabuk tersebut. Ia sedikit merasa malu karena sempat meremehkan gadis itu.

"Apa Kau tadi baru saja berniat melindungiku, Sasori?" Tanya Hinata yang baru saja kembali duduk, namun kali ini di samping Sasori.

Sasori hanya mengangguk pelan. Meskipun sedari awal ekspresinya yang datar dengan matanya yang sayu selalu terlukis di wajahnya, namun sepertinya perlakuannya dengan mudahnya terbaca oleh gadis ini dan membuatnya tertawa kecil.

"Kau pikir sudah berapa lama aku bekerja di sini?" Ledek Hinata.

"Tapi terima kasih"

Entah perasaan apa yang baru saja Sasori rasakan ketika mendengar perkataan itu, tetapi sepertinya ia menarik sebuah kesimpulan, ia baru saja tertarik dengan gadis ini.

"Maukah Kau kuantar pulang setelah Kau selesai dengan pekerjaanmu?"-Sasori

"Eh? Maaf?"

Hinata terdiam seketika.

"Satu mobil dengan Itachi dan Deidara? Lebih baik aku mati saja, haha"

"Kalau kapan-kapan berdua denganku?"

"Memangnya orang sepertimu mau kembali ke tempat seperti ini?"

Hinata memegang dahi dan pipi Sasori dengan lembut, "Sepertinya Kau sudah mabuk, Sasori"

Wajah Sasori sedikit memerah. Entah apakah dia benar-benar mabuk atau karena hal lain, tapi yang jelas Sasori bukanlah orang yang mudah untuk mabuk.

"Kau cantik"

"Dibandingkan semua wanita penghibur berpakaian seksi di sini, menurutku Kau yang paling cantik"

"A….Apa sih… Tuh, kan! Kau benar-benar sudah mabuk!"

Tentu saja Hinata menjadi salah tingkah mendengar perkataan semacam itu. Ini pertama kalinya ada yang memuji dan memandangnya seperti itu.

"Sebenarnya, ada apa di antara Kau dengan Itachi?" Tanya Sasori dengan sedikit serius.

"Kalau Kau tertarik dengan kehidupan personalku, maaf aku tidak bisa," tolak Hinata dengan halus.

.

"Oh, sepertinya teman-temanmu sudah selesai"

Sasori menoleh ke arah samping. Tidak bisa dideskripsikan sekacau apa Itachi dan Deidara saat itu, yang jelas mereka baru saja kembali setelah bermain dengan wanita-wanita dengan keadaan mabuk berat.

"Gila….."

"Gila seperti itu juga temanmu kan?" Ledek Hinata.

"Hah… Sepertinya kali ini giliranku untuk menyetir," keluh Sasori.

"Mau kubantu?" Tawar Hinata.

.

*

.

"Dei, sudah tau Kau itu gampang mabuk, Kau menghabiskan berapa gelas hah?!!" Omel Sasori sambil merangkul rekannya itu dan berjalan ke arah mobil mereka terparkir.

"Ti…Tiga botol, un"

"DASAR GILA!!!"

.

Sementara itu, tentu saja Hinata membantu untuk memapah Itachi yang cukup mabuk, meskipun tak separah Deidara yang benar-benar tidak bisa berjalan sendiri.

"Hei tol*l, awas tanganmu," ketus Hinata yang melihat tangan Itachi yang sudah hampir kesana kemari.

"Hin, Hinata," panggil Itachi pelan.

"Hm?"

"Maafkan aku"

Hinata tidak membalas, ia lanjut untuk fokus menggeret Itachi ke arah mobil mereka.

"Apa Kau masih….. Menyimpan perasaan padaku?"

Hinata menghentikan langkahnya. Ia menarik dasi Itachi dengan kasar sehingga wajahnya berada dalam jarak yang cukup dekat dengannya.

"Menurutmu?" Balas Hinata pelan. Matanya terlihat berkaca-kaca.

"Jangan menangis, Kau tau aku paling benci melihatmu seperti ini," ujar Itachi sambil mengusap pipi Hinata dengan pelan.

Tanpa permisi, Itachi dengan cepat mencium bibir Hinata pelan. Hinata pun tidak terlihat menunjukkan adanya perlawanan terhadap perlakuan Itachi tersebut.

"Aku sudah bisa berjalan sendiri," bisik Itachi sambil akhirnya ia menyusul Sasori dan Deidara.

"Jaga dirimu baik-baik"

.

.

"Itachi, kenapa lama sekali?" Protes Sasori yang sudah menyalakan mesin mobil.

"Mana Hinata?" Tanyanya ketika melihat Itachi datang sendirian.

"Sudah berpisah jalan tadi. Sudahlah, ayo jalan," ujar Itachi yang duduk di bangku sebelah Sasori. Deidara yang keadaannya sudah sangat kacau berada di kursi belakang dan tidur begitu saja.

Mobil pun berjalan menuju apertemen ketiga tuan muda tersebut.

.

.

.

"Itachi……" Lirih Hinata yang tertinggal seorang diri dan kembali ke tempatnya bekerja.

Air mata pun mulai kembali mengalir dari kedua matanya dan membasahi kedua pipinya.

"Dasar br*ngsek….."

.

*

.

"Hujan…." gumam Sasori.

"Itachi," panggil Sasori. Itachi yang terus melihat ke arah kaca mobil tidak bergeming.

"Hoi, Itachi," panggilan kedua Sasori sukses membuat Itachi terbuyarkan dari lamunannya.

"Ada apa?"

"Kau yang sedang memikirkan apa?"

Itachi terdiam sejenak.

"Bukan apa-apa"

.

"Ah ya, ngomong-ngomong mengenai gadis bernama 'Hinata' itu…" Ujar Sasori membuka pembicaraan.

"Kau benar, dia orang yang baik," lanjutnya yang disambut oleh anggunakan Itachi.

"Memang"

"Sebenarnya ada hubungan apa Kau dengannya?" Pertanyaan Sasori membuat Itachi tersentak.

"Dia 'calon pasangan' adikku"

"Hah?"

Sontak Sasori segera mengerem dan memberhentikan mobilnya. Untung saja jalanan sepi pada saat itu, tentu saja, itu dini hari.

"Apa maksudmu?" Seketika tatapan Sasori berubah.

"Adikku, Sasuke, dijodohkan dengannya," ujar Itachi dengan tenang.

"Jangan bercanda Itachi, seorang dari keluarga Uchiha dijodohkan dengan seorang asisten bartender klub malam? Kau gila"

"Kau tidak tau nama belakang Hinata? Dia itu dari keluarga Hyuuga," jelas Itachi.

"Dia bekerja di sana karena aku sering datang ke sana"

"Jangan bilang…."

"Aku pernah memiliki hubungan dengannya, tapi itu dulu"

Sasori terdiam, entah mengapa ia tidak suka mendengar kenyataan yang baru saja Itachi ungkapkan.

"Tenang saja, adikku Sasuke tidak tertarik dengannya sama sekali, Hinata pun juga begitu. Kenapa, Kau suka padanya?"

"Cih," bukannya menjawab pertanyaan Itachi, Sasori hanya membuang mukanya dan kembali menjalankan mobilnya.

Suka? Mungkin lebih tepatnya sedikit tertarik, pikir Sasori.

"Kalau Kau tertarik dengannya, silahkan saja. Tapi Hinata bukan orang sebaik itu"

.

*

.

"Sudah selesai?" Tanya seorang lelaki berambut hitam. Wajahnya sangat mirip dengan Itachi.

"Ya, ayo Sasuke" jawab Hinata kepada lelaki itu.

Ia pun menaiki mobil yang dibawa oleh lelaki itu dan duduk di sebelah bangku menyetir tersebut.

"Sampai kapan Kau akan bekerja di tempat seperti itu Hin?" Tanya lelaki yang bernama Sasuke itu sambil menyetir.

"Entahlah…"

"Apa Kau masih belum bisa melepaskan Itachi?"

Hinata mengangguk pelan.

"Habis mau bagaimana lagi, bukan? Kita sama-sama tidak tertarik satu sama lain, kebetulan sekali saat itu aku merasa cocok dengan Itachi dan kupikir itu dapat membatalkan perjodohan kontrak kita ini," jelas Hinata.

"Bagaimana Kau dengan Sakura? Apa tidak mungkin Kau meyakinkan keluarga Uchiha-mu itu untuk menerimanya?"-Hinata

Sasuke menghela napas berat.

"Seperti yang sudah Kau duga, sangat sulit untuk meyakinkan mereka, tapi aku akan berusaha" ujarnya.

"Apa Kau masih belum bisa menerima Itachi lagi?"

"Aku benci pria pemabuk, apalagi yang senang bermain wanita"-Hinata

"Apalagi perbuatannya saat itu, aku tidak bisa memaafkannya," lanjutnya.

"Ya, tapi Kau juga masih saja sulit melupakannya"

.

*

.

"Terima kasih banyak Sasuke, sepertinya aku terus merepotkanmu belakangan ini," ujar Hinata sambil beranjak keluar dari mobil Sasuke.

"Tidak masalah, lagipula dengan begini setidaknya ada foto kita bersama yang bisa kulaporkan kepada keluargaku itu"

"Aku lelah dengan kita yang pura-pura begini…." keluh Hinata.

"Yah, mau bagaimana lagi, kan?"

.

*

.

"Permisi, Hinata?" suara seorang lelaki sukses membuyarkan lamunan Hinata yang sedang duduk beristirahat di balik meja bar tempat ia biasa bekerja.

"A…Aaah! Tuan……. Sasori?!" Seru Hinata yang sedikit terkejut akan sosok yang ada di hadapannya. Ia segera menoleh ke arah kiri dan kanannya seakan mencari sesuatu.

"Kau datang sendirian?"

Sasori pun mengangguk. "Sudah kubilang panggil aku Sasori saja."

"Baiklah, Kau mau pesan apa?"

"Tidak perlu, aku datang ke sini hanya ingin mengobrol denganmu saja"

"Oh begitukah? Ada apa ini, jangan bilang Kau tertarik denganku, Sasori?" Tanya Hinata dengan sedikit menggoda Sasori, ia menempatkan tangannya yang menopang dagunya di atas meja dan sedikit mendekatkan jaraknya dengan Sasori.

"Kalau aku bilang 'ya'?"

Wajah Hinata seketika memerah.

"Ini seperti bukan dirimu, Hinata"

"Memangnya kita sudah kenal berapa lama? Kita baru kenal satu minggu yang lalu," ujar Hinata sambil kembali ke posisi duduknya di hadapan Sasori.

"Kau mencari Itachi?"-Sasori

"Yahh, apakah terlihat begitu jelas?" Jawab Hinata pasrah sebelum akhirnya ia menyadari sesuatu.

"T….Tunggu! Jangan bilang Itachi bilang padamu soal…"

"Perjodohanmu dengan Uchiha Sasuke?"

"Hahh….. Sial….."gerutu Hinata.

"Tenang saja, aku bisa menjaga rahasia. Tapi sebenarnya ada apa di antara Kau dengan Itachi?"

".……. Aku menyukainya"

"Sungguh?"

"Iyaa! Sungguhan!!! Aku suka sekali padanya!!!" Seru Hinata dengan nada sedikit mengomel.

"Tapi itu dulu, aku dengannya memang sempat memiliki hubungan, tapi itu sudah lalu. Sial, lagipula untuk apa aku menceritakan hal ini padamu yang baru kukenal"

"Tapi memang benar sih… Kata orang, curhat pada orang asing itu memang terkadang lebih nyaman,"lanjutnya.

"Kalau begitu, Bolehkah aku mendengar ceritamu?"

Hinata membulatkan kedua bola matanya, ia sedikit terkesima akan tawaran Sasori meskipun hal tersebut ia katakan dengan raut wajah yang datar. Pertanyaan singkat Sasori pun dibalas oleh anggukan kecil Hinata sebelum akhirnya ia pun mulai bercerita.

.

*

.


END OF CHAPTER 1