Akademi menggila. Tidak ada yang tidur nyenyak. Meski begitu bangun lebih awal untuk berkumpul di kelas masing-masing dan membahas apa yang harus mereka lakukan. Setelah melihat betapa hebat kekuatan seorang raja, mereka butuh rencana lain selain menjerit dan membuang waktu.

Pukul dua belas siang. Di kelas pertama pada gedung kedua di bagian barat. Toneri Otsutsuki berbicara, "kita harus menemukan cara menghancurkan penghalang itu dan melarikan diri dari tempat ini."

Deidara terdengar jengkel saat menyela, "Kau berbicara tanpa menggunakan otakmu? Naruto menarik sepuluh teman kita bahkan tanpa harus berada di sana atau melihat mereka. Kekuatannya tidak terbatas selama berada di istana dan kau berpikir kita bisa melarikan diri menggunakan ide bodohmu? Itu seperti menantangnya agar dia bisa menyeret kita semua dan mati!"

"Dia tidak bisa membunuh kita." Toneri mengingatkan, "Meski kuat, kita unggul dalam jumlah. Aku belum yakin akan apa yang harus kita lakukan tapi kita pasti bisa bila kita bekerja sama."

Deidara menatap tak percaya, mengkritik kepercayaan diri Toneri yang dianggap bodoh. "Aku lebih baik membunuh satu demi satu teman kita, setiap hari, daripada mengikuti rencanamu. Biar aku ingatkan, Disiksa jauh lebih menyakitkan daripada mati."

"Bisa-bisanya kau berbicara seperti itu, Dei!" ungkapan Deidara mendatangkan amarah pada mereka yang mendengarkan. Yang lain menimpali, "dalam keadaan ini, kita harus bekerja sama!"

"Bekerja sama apa?!" Suara Deidara membesar memenuhi ruangan. "Kalian ingin bergandeng tangan membunuh Naruto agar bisa terlepas dari tempat ini? Dia sudah gila! Dia meminta raja sebelumnya untuk menghidupkan seseorang yang sudah mati dan bagaimana itu mustahil? Seratus orang dengan kekuatan penyembuhan pun tidak berdaya!"

"Hati-hati dengan mulutmu, Deidara!" Perempuan yang lain menegur. "Bagaimana pun dia adalah raja kita."

"Aku harus menghormati raja yang barusaha membunuh kita semua?!" Deidara menjerit marah, membiarkan suaranya keluar sepenuhnya. "Lebih baik aku tikam diriku sendiri daripada harus menghormati orang seperti itu."

"Bertengkar bukan solusi, Deidara. " Toneri berusaha mencairkan situasi sebelum menjadi semakin buruk. "Tolong tenangkan dirimu. Kita hanya punya satu sama lain sekarang."

Deidara mungkin tidak menjawab tapi bukan berarti amarahnya memudar. Dia mengepalkan tangan menahan luapan amarah yang sudah memenuhi hati, berpikir bahwa lebih baik bergerak sendiri daripada menunggu semua orang membuat keputusan bodoh atas saran Toneri.

"Aku harap kalian semua mati." Deidara meninggalkan kelas setelah kata-kata buruknya, membuat semua orang menatap penuh kritik dan tidak menyangka.

.

.

.

Disclaimer : Demi apapun, Naruto bukan punya saya, punya Masashi Sensei, saya hanya pinjam saja.

BENTENG KELEMAHAN

(Hati hati typo, tulisan mendadak hilang, OOC, AU dan lain-lain. Udh usahain sebagus mungkin)

Benteng Kelemahan by Authors03

.

.

Chapter 04

.

.

.

.

"Bagaimana bisa dia memiliki sikap seperti itu?" komentar salah seorang perempuan. "Tidak ada yang ingin terluka apalagi mati. Dia keterlaluan."

Sebut Deidara menolak mempercayai semua orang karena siapa saja memiliki kesempatan untuk membunuhnya. Itu gila untuk bekerja sama, pada akhirnya mereka akan sadar bahwa sia-sia melawan orang yang paling kuat dan memiliki kuasa secara penuh untuk mengendalikan suatu tempat. Deidara punya rencana sendiri, dia menghapus rasa takut dan pergi ke istana untuk bertemu Naruto.

"Berani kau berdiri di hadapanku." Naruto tidak menerima tamu, meski begitu kagum karena Deidara adalah tamu pertamanya setelah kekacauan dimulai. Dia beranikan diri menyeret tubuhnya dari gedung sebelah untuk berdiri di depannya, oleh sebab itu Naruto ingin mendengar apa yang coba dia sampaikan.

Buru-buru Deidara menjatuhkan lutut dan mengadu, "semua orang berencana bekerja sama dan memberontak melawanmu. Mereka ingin menghancurkan perisai yang menutup wilayah ini dan kabur tapi jika itu tidak berhasil, mereka berniat melawanmu."

Naruto tergelak mendengar apa yang Deidara sampaikan, dia meremehkan semua orang bahkan ketika mereka bersatu. Setelah puas tertawa, ekpresi wajah Naruto berubah drastis. "Lantas apa tujuanmu memberitahukan hal itu padaku?" Deidara terkesiap, keringat dingin menetesi dahi menyadari Naruto mengeluarkan belati dari lengan pakaian. Dia mengancam, "andai kau beri aku jawaban buruk, aku akan menghukummu."

Naruto siap menyiksa Deidara kapan saja bila dia katakan semua itu karena cemas tapi ternyata jawaban Deidara di luar prediksi. Deidara katakan, "aku tahu kau punya buku yang mencatat kelemahan semua murid yang memasuki akademi."

Deidara benar, hal itu dilakukan untuk menyingkirkan dan mengecah terjadinya hal buruk secara tak sengaja. Naruto bahkan melupakannya kalau saja tidak diingatkan. Dia mulai bisa menebak apa mau Deidara, meski begitu tetap bertanya, "Jadi, apa yang kau inginkan?"

Deidara tak ragu meminta, "Berikan buku itu padaku!" Deidara berpikir satu-satunya cara untuk menyelamatkan diri dan menghindari kemungkinan buruk akan mati adalah berdiri di samping dia yang berkuasa, daripada berusaha setengah mati bersama mereka yang lemah. Keamanan terjamin ketika berdiri di belakang Naruto, itu yang Deidara yakini. "Berikan aku buku itu dan perintahmu adalah hidupku."

Naruto menyunggingkan senyuman, meragukan keseriusan Deidara. "Kau sanggup membunuh teman-temanmu?" Itu sangat berani, Deidara tak berpikir dua kali untuk mengganguk.

"Aku akan melakukan apa pun untuk diriku sendiri." Jawaban Deidara memuaskan, jadi Naruto mengulurkan tangan dan memunculkan buku yang disinggung.

Buku itu jatuh di telapak tangan Naruto dan dia gengam erat. "Karena kau berani mendatangiku, aku beri kau satu kesempatan untuk tetap hidup." Dia melempar buku itu ke Deidara, tumpukkan kertas itu berhenti ketika mengenai lututnya. Deidara menatap dengan senyuman sampai Naruto bersuara. "Satu, setiap harinya. Sisakan hanya kau sendiri dan kau diizinkan untuk pergi."

Deidara tersentak, tidak menanggapi tapi berpikir bahwa akademi memiliki lebih dari dua ratus murid. Satu per hari yang artinya membutuhkan lebih dari dua ratus hari untuk menyelesaikan tugas. Deidara memunggut buku itu dan berdiri, menunduk kepala dalam-dalam saat berucap, "Terima kasih, Rajaku! Aku tidak akan mengecewakanmu."

"Tentu," jawab Naruto, tenang dan mematikan. "Lewatkan hanya satu hari dan hari itu, kau akan menjadi siapa yang mati." Dia menggerikan, membuat Deidara membulatkan pikiran bahwa dirinya tidak akan melewatkan siapa pun meski hanya satu hari.

"Pergi," usir Naruto, membuat Deidara buru-buru menundukkan kepala dan meninggalkan ruangan.

Deidara tersenyum lebar menatap buku, jalan untuk tetap hidup, di tangannya. Dia membuka lembaran itu dan kagum. Deiara merasa hebat dan bangga pada keberaniannya, beruntung juga Naruto memberikan buku yang benar. "Dia gila. Dia benar-benar ingin membunuh semua orang."

Deidara membaca sekilas satu per satu nama dan kelemahan yang tercatat. "Dengan buku ini, semuanya menjadi mudah," gumamnya. "Jadi, siapa yang harus aku bunuh terlebih dulu?"

"Deidara." Sang pemilik nama berhenti kala namanya disebut. Dia mengalihkan pandangan dari tulisan di buku dan berbalik menghadap sang pemilik suara di yang entah sejak kapan ada di belakangnya.

"Toneri." Deidara menyembunyikan tangannya ke belakang ketika Toneri menyadari apa yang coba dia lakukan. "Kau mengikutiku?" tanyanya mengalihkan perhatian.

Toneri melakukannya. Dia mencemaskan Deidara tanpa menduga dia akan menjadi kejam dan pergi sangat jauh. "Bagaimana bisa kau melakukan hal seperti itu?" Nada bicara sok bijak Toneri membuat Deidara jengkel, dia memutar bola mata dan mendengus.

"Tidakkah apa yang aku lakukan adalah yang paling logis?" Deidara mencari pembelaan untuk membuat dirinya terdengar baik. "Jangan campuri urusanku dan aku akan biarkan kau hidup. Bekerja sama denganku dan kita berdua akan selamat."

Hanya Deidara sendiri yang tahu apakah dia seorang pengkhianat atau seseorang yang jujur, tapi satu hal yang pasti adalah Toneri tidak bisa menjadi manusia sepertinya. Tidak ada lagi pembicaraan. Toneri menyerang Deidara dan pertarungan pecah.

TO BE CONTINUE …

Hi, guyss.

Semoga kalian suka ya. Sampai jumpa.

Bye, guys.