Selamanya Melindungimu

By : pipi_tembam

Di rumah sakit...

Perlahan ia membuka matanya dan memandang wajah-wajah yang tengah melihatnya. Tidak satupun ia mengenali wajah-wajah itu.

"H-Haibara? Kau sudah sadar?" tanya Conan.

Sudah enam bulan lebih Haibara koma. Black Organization menyanderanya dan menyiksanya secara fisik dalam tubuhnya yang masih mungil. Conan dan Akai Shuichi datang tepat waktu sebelum Gin menembaknya untuk terakhir kali. Haibara buru-buru dilarikan ke rumah sakit. Tubuhnya penuh luka, wajahnya lebam-lebam, ia juga mengalami gegar otak. Meski akhirnya organisasi itu berhasil di hancurkan, Conan merasa tidak bisa berpuas diri karena mengkhawatirkan kondisi Haibara.

"Uhmmm..." Terdengar gumaman Haibara, "Kau siapa?" tanyanya.

Conan mengerjap, "Aku Conan. Kau ingat aku?"

Haibara menggeleng.

"Ai-Chan..." Yukiko menghampirinya seraya menggenggam tangan mungilnya, "Aku Yukiko. Kau ingat aku?"

Sekali lagi Haibara menggeleng dan mulai mengeluh, "Sakit..." Ringisnya.

"Biarkan dia," dokter meminta mereka semua keluar ruangan agar Haibara bisa tenang.

Dengan berat hati mereka semua meninggalkan ruangan, sementara Haibara dalam sekejap saja sudah tidur lagi karena masih terlalu lemah.

Di suatu ruang meeting...

"Dokter mengatakan Shiho Miyano mengalami trauma berat dan amnesia permanen. Kenangannya hilang untuk selamanya," kata Jodie Sensei.

Semua orang terkesiap.

"Ini saatnya bagi Miyano-San untuk mengikuti program FBI. Membuatkan identitas baru untuknya dan karena tubuhnya anak-anak, ia akan mengulang siklus hidupnya lagi sebagai anak-anak,"

"Apa rencanamu?" tanya Akai Shuichi.

"Kami akan mencarikan orang tua angkat untuknya di Inggris," jawab Jodie.

"Aku tidak setuju," Conan menyanggah mereka.

"Shinichi-Kun?" Jodie Sensei memandangnya.

"Kau lihat sendiri, Haibara sangat lemah. Meski hilang ingatan, namun karena trauma beratnya, hampir setiap malam ia selalu mimpi buruk. Dia takut gelap dan petir. Dia harus dirawat oleh kami yang mengenal dan mengerti dirinya. Aku tidak bisa membiarkan dia bersama orang tua angkat lain yang tidak mengenalnya," jelas Conan.

"Aku setuju dengan Shin-Chan," sambung Yukiko, "Aku telah menganggap Ai-Chan seperti putriku sendiri. Dia selalu ketakutan dan mengigau hampir setiap malam dan hanya aku yang mampu menenangkannya. Aku tidak bisa membiarkannya bersama orang asing. Biarkan kami merawat mereka,"

"Dia akan aman bersama kami," Yusaku juga ikut menyetujui, "Kita bisa membuat latar belakang yang baru untuknya sehingga ia tidak perlu tahu masa lalunya. Ia bisa memulai lagi dari awal,"

Hening sejenak sebelum Jodie berkata, "Biarkan kami mempertimbangkannya,"

Beberapa hari kemudian, Haibara boleh pulang ke rumah. Keluarga Kudo membawanya ke rumah mereka. Ia masih rapuh dan takut menghadapi orang baru atau hal baru di sekitarnya. Ketika Ran, Sonoko dan Detektif Cilik menyambut kepulangannya di rumah, dia hanya bersembunyi di belakang Yukiko dengan tubuh gemetaran. Ia masih belum siap dengan keramaian itu. Ia juga belum mau bicara pada siapapun kecuali Yukiko dan Conan.

"Tidak apa-apa Sayang. Itu hanya mimpi. Tidak usah takut," Yukiko memeluk Haibara suatu malam ketika ia mendapatkan mimpi buruk lagi. Tubuh mungil Haibara gemetar di dalam dekapan Yukiko. Bajunya basah kuyup karena keringat. Yusaku dan Conan hanya memandang mereka dari ambang pintu.

"Oh tidak, sekarang kau demam," Yukiko mulai panik ketika ia merasakan kening Haibara mulai panas, "Aku akan bawakan piyama baru untukmu ya dan juga air untuk mengompresmu,"

Yukiko ingin melepasnya untuk sesaat namun Haibara malah memeluknya semakin erat, tidak mau dilepas.

"Biar aku yang membawakannya," kata Conan seraya ingin pergi ke dapur.

"Biar aku saja yang mengambil sebaskom air, sebaiknya kau ambilkan piyama kering dan handuk untuknya," usul Yusaku.

"Wakata," sahut Conan.

Tidak... Batin Conan. Aku tidak bisa membiarkannya begini terus... Haibara... Aku akan memenuhi janjiku...

.

.

.

.

.

Di suatu taman...

"Jadi, kau telah memutuskannya Shinichi?" tanya Ran.

Shinichi dalam tubuh Conan mengangguk, "Uhm... FBI setuju untuk membiarkan Haibara bersama kami. Minggu depan kami akan pindah ke USA, kami harus menemukan dokter yang bagus untuk menyembuhkan traumanya,"

Ran menunduk murung, "Jadi, kita putus dan berakhir begini?"

"Maaf Ran. Tapi jika ingatan Haibara tidak akan pernah kembali maka dia tidak bisa membuat antidote APTX 4869 lagi. Aku tidak bisa kembali ke tubuh normalku. Aku terjebak dalam tubuh anak-anak ini dan harus mengulang siklus hidupku sekali lagi,"

Airmata Ran mengalir, "Aku bisa menunggumu sekali lagi, Shinichi,"

"Jangan menyia-nyiakan waktumu Ran. Kau harus melanjutkan hidupmu, tidak perlu menunggu seseorang seperti diriku,"

"Tapi Shinichi?!"

"Lagipula kita berbeda 12 tahun sekarang. Bagaimana mungkin kau mau kencan dengan seorang pria yang 12 tahun lebih muda darimu,"

Ran menggigit bibirnya, "Aku tidak keberatan..."

"Tapi aku keberatan. Kau pantas untuk mendapatkan seseorang yang lebih baik dariku. Shinichi Kudo telah meninggal sekarang. Aku akan melanjutkan hidupku sebagai Conan Kudo, seolah-olah aku adik Shinichi. Jaga dirimu, Ran. Sayonara," Conan berkata seraya melangkah pergi meninggalkan Ran yang masih menangis di belakang sana.

Ketika melewati rumput-rumput di pinggir sungai, Conan berhenti. Ayahnya Yusaku juga sudah menunggunya di sana.

"Kau yakin dengan keputusanmu Shinichi?" tanya Yusaku.

"Ah," Conan mengangguk. Kemudian ia mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Sebuah saputangan dengan satu butir kapsul di dalamnya. Sebenarnya sebelum diculik BO, Haibara telah berhasil membuat antidotnya. Mendadak ingatannya melayang ke beberapa waktu lalu.

"Hanya satu? Lalu bagaimana denganmu?" tanya Conan pada Haibara.

"Tentu aku harus memastikan kau tidak mati setelah menelannya. Jika berhasil, baru aku akan ikut menelannya," ejek Haibara seperti biasanya

"Ya ampun..."

"Dia memang sengaja hanya membuat satu," ujar Yusaku.

"Ya. Dia tidak pernah ingin kembali ke tubuh normalnya, mungkin dia juga telah memperhitungkannya. Ia siap mati dalam pertarungan itu," ujar Conan.

"Kau tahu Shinichi? Kau bisa saja menelan itu dan kembali menjadi Shinichi untuk bersama Ran. Sementara Ai-Chan akan melanjutkan hidupnya sebagai putri angkat kami,"

"Aku tahu itu. Tapi seperti kata Haibara sebelum pertarungan itu, tidak ada jaminan antidote ini benar-benar manjur. Lagipula dia disandera dan disiksa oleh mereka juga karena keteledoranku. Aku harus membayarnya dan memenuhi janjiku untuk melindunginya.

"Dan mengorbankan cintamu untuk Ran?"

"Haibara lebih membutuhkanku,"

Kini Conan mengerti, mencintai tidak berarti harus memiliki. Kata-kata kuno yang klise tapi benar adanya. Tanpa keraguan, Conan membuang pil itu ke sungai.

Conan menatap Yusaku, "Mulai saat ini panggil saja aku Conan, karena Shinichi sudah tidak ada," ia lalu berjalan pergi.

Yusaku mengikutinya di belakang.

Gomene Ran...

"Haibara? Kenapa kau belum tidur?" tanya Conan ketika menemukan Haibara menonton anime di ruang keluarga pada suatu tengah malam. Ia baru saja keluar dari dapur untuk meminum segelas susu dari kulkas.

"C-C-onan... K-Kun..." Haibara memandangnya gugup.

Conan menghampirinya dan duduk di sisinya.

"Aku kira kau sudah tidur," kata Conan.

"Aku... Aku... S-Sebenarnya... Hanya pura-pura t-tidur," kata Haibara seraya menunduk memandang tangannya sendiri.

"Kenapa kau lakukan itu?"

"Aku... Aku... tidak mau merepotkan... Yukiko Obasan... Lagi,"

"Dia tidak seperti itu, dia sangat menyayangimu seperti putrinya sendiri,"

"Co-Conan Kun..."

"Uhm?"

"Si-siapa aku? Apa hubunganku denganmu dan... Yukiko Obasan?"

Conan menarik napas dalam sebelum menceritakan hal yang sudah disepakati dengan FBI, "Kau adalah putri dari teman baik Otosan dan Okasan. Enam bulan lalu mereka meninggal karena kecelakaan, tapi untungnya kau selamat. Kau koma selama enam bulan itu. Orang tuamu tidak memiliki saudara lagi, jadi Otosan dan Okasan sekarang mengadopsimu,"

"Tapi... Tapi... kenapa aku... tidak ingat?"

"Kau mengalami amnesia permanen,"

"Begitu ya... Lalu... Apa kita akrab?"

"Ehm," Conan mengangguk, "Tentu saja kita sangat akrab. Kita punya geng Detektif Cilik dengan Genta, Ayumi dan Mitsuhiko,"

"Lalu... Itu siapa?" Haibara menunjuk foto Shinichi di salah satu bingkai di meja kecil.

"Ah itu Shinichi nii-chan. Kakakku," Conan menyahut lugas.

"Dimana... Shinichi nii-chan?"

"Shinichi nii-chan juga sudah meninggal ketika menghadapi sebuah kasus sulit dengan organisasi mafia. Dia detektif yang sangat hebat, suatu hari aku juga ingin seperti dirinya,"

Haibara menunduk sedih, "Jadi... Semua orang meninggal... Meninggalkan kita..."

Conan menggenggam tangannya dan membuat Haibara menatapnya kembali.

"Jangan khawatir, aku tidak akan meninggalkanmu,"

"Conan-Kun..."

"Sudah malam, waktunya tidur,"

"Tapi aku tidak bisa... Aku tidak mau mimpi itu kembali... Aku selalu merasa ada orang jahat... Mengawasiku..."

"Itu hanya mimpi, tidak usah dipikirkan,"

"Tapi..."

"Ayo, aku akan menemanimu sampai kau tidur,"

"Bagaimana jika aku tidak bisa..."

"Pejamkan saja matamu dan bayangkan sesuatu yang indah. Aku yakin lama-lama kau akan tidur tanpa mimpi,"

"Benarkah?"

"Mau coba? Ayo!"

"Uhm," Haibara mengangguk dan membiarkan tangannya dibimbing Conan untuk kembali ke kamar tidurnya.

.

.

.

.

.

USA enam tahun kemudian...

"Maaf, kau jadi harus menggendongku seperti ini," kata Haibara. Kaki kanannya terkilir saat pelajaran olahraga. Conan menggendongnya di belakang punggungnya saat berjalan pulang. Keduanya sekarang sudah memasuki bangku SMP.

"Tidak apa-apa. Aku sudah melakukannya sejak kita masih kecil kan. Tapi aku harus mengakui, kau sekarang lebih berat hehehe..."

"Nani?" pipi Haibara memerah.

"Becanda becanda," goda Conan.

"Aku tidak pernah bagus dalam pelajaran olahraga. Tidak peduli sudah seberapa keraspun aku berusaha untuk menjadi kuat, selalu saja gagal," Haibara menyalahkan dirinya sendiri.

"Setiap orang memiliki kelebihannya masing-masing. Meski kau tidak bagus di olahraga, tapi tidak ada yang mampu menandingimu dalam matematika dan sains,"

"Tapi kau bagus di semuanya. Matematika, sains dan olahraga,"

"Karena aku ingin menjadi detektif hebat,"

Haibara menghela napas, "Kau beruntung, kau tahu ingin menjadi apa. Kau tahu, aku tidak ingat masa laluku, aku merasa aku tidak mengenal diriku sendiri. Aku tidak tahu sebelumnya, sebelum hilang ingatan, aku sebenarnya ingin menjadi apa?"

"Apa kau masih suka mimpi buruk kalau malam?"

Haibara menggeleng, "Tidak. Aku mengikuti saranmu untuk membayangkan hal yang indah ketika memejamkan mataku dan itu sungguh-sungguh manjur,"

"Benarkah?"

"Uhm," Haibara mengangguk.

"Haibara, tidak perlu terlalu memikirkan masa lalumu. Tidak ada perbedaan berarti antara dirimu yang dulu maupun yang sekarang,"

"Benarkah?"

"Uhm. Meski kau amnesia permanen tapi kau masih pintar seperti biasa. Kau tetaplah dirimu. Lupakan saja masa lalu. Hiduplah untuk saat ini dan besok. Berjanjilah padaku untuk lebih ceria,"

"Conan Kun..."

"Dan mulailah untuk berpikir, kau ingin jadi apa di masa depan,"

Haibara terdiam sesaat sebelum berujar, "Kau benar, aku akan memikirkannya,"

"Bagus sekali,"

"Terima kasih Conan-Kun. Aku tidak tahu bagaimana melalui semua ini tanpa dirimu. Sejak aku terbangun dari koma sampai sekarang. Terus terang saja, kau lebih banyak membantuku daripada psikiater-psikiater itu,"

"Sudah pernah kukatakan bukan? Aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Aku akan memenuhi janjiku untuk selamanya melindungimu, Haibara,"

Haibara tersenyum, "Hmmm... Sepertinya aku mendapatkan sebuah ide, apa yang kuinginkan di masa depan,"

"Oh ya? Apa?"

"Kalau kau ingin selamanya melindungiku, aku juga ingin berguna untukmu,"

"Lalu? Kau mau jadi apa?"

"Aku ingin jadi dokter. Jadi aku bisa membantu investigasi kasus-kasus yang akan kau hadapi. Apakah itu ide bagus?"

"Tentu saja, aku yakin kita akan menjadi tim yang hebat," Conan membayangkan bertahun-tahun lalu sebelum tragedi itu, mereka memang merupakan tim yang hebat.

Haibara terkekeh.

Conan juga tersenyum.

Mereka meneruskan percakapan mereka sampai tiba di rumah. Matahari yang terbenam juga terlihat tersenyum seolah ikut berbahagia akan kedekatan mereka.

USA tiga tahun kemudian...

"Oi oi Haibara... Kenapa kau jalan begitu cepat? Kenapa kau tidak menungguku? Aku mencarimu kemana-mana," tanya Conan yang tengah berjalan di belakang Haibara sepulang sekolah. Mereka sudah memasuki bangku SMA.

"Aku tidak mau mengganggumu," ujar Haibara dingin tanpa menoleh. Jalannya masih cepat-cepat, tangannya mencengkram tali tas bahunya kuat-kuat.

Conan bingung, "Ganggu apa?"

"Mengganggu pacaranmu dengan Annie,"

"Nani?" mata Conan menyipit, "Kau cemburu?"

"Tidak," sahut Haibara cepat.

"Kami cuma berbincang-bincang soal buku misteri, kebetulan hobinya sama,"

"Dia tidak suka misteri," tangan Haibara mencengkram tali tasnya semakin kencang. Detektif ini masih saja bodoh. Ia peka pada kasus pembunuhan tapi kenapa ia tidak menyadari taktik para wanita demi mendekatinya. Dari pura-pura suka misteri sampai pura-pura terluka.

Conan mengerjap seraya garuk-garuk, "Ya kalau dia jadi suka kan wajar saja. Mungkin dia telah menemukan ketertarikannya di buku misteri,"

"Aku tidak peduli, terserah kau mau melakukan apapun dengannya,"

"Lalu? Kenapa kau tampak kesal?"

"Aku sudah mengajukan beasiswa,"

"Nani?"

"Setelah lulus nanti, aku akan pindah ke asrama,"

"Eh tapi kenapa?"

"Aku tidak mau menjadi beban keluargamu lagi,"

"Jangan berkata seperti itu Haibara. Otosan dan Okasan menyayangimu. Aku juga sudah berjanji untuk..."

"Hentikan Kudo-Kun!" bentak Haibara seraya menghentikan langkahnya.

Conan tersentak, dari caranya marah dan memanggilnya Kudo-Kun, ia nyaris yakin Haibara lama telah kembali.

Haibara menunduk menatap aspal ketika berkata pahit, "Aku tak pernah memintamu untuk berjanji..."

"Haibara..."

"Aku bukan anak kecil yang ketakutan lagi. Kau tidak perlu memegang janji itu,"

"Aku tidak mengerti, kenapa kau jadi begi..."

"Annie benar. Selama ini kau melindungiku hanya karena kewajiban dan rasa kasihan. Aku seharusnya menyadari kau juga memiliki kehidupan pribadi. Aku harus memberimu ruang dan privasi untuk menjalankan kesenanganmu sendiri... Aku bisa menjaga diriku sendiri... Kau tidak perlu menghiraukan aku lagi Kudo-Kun..." Haibara berjalan lagi.

"Oi! Haibara!" Conan mengejarnya.

Mendadak ada seorang pria asing bertubuh tinggi menghalangi jalan Haibara.

Haibara tersentak, ia mengenali pria itu. Tonny, kakak laki-laki Annie yang tertarik padanya.

"Hai Ai-Chan. Begitu kah orang-orang Jepang memanggilmu?" tanya Tonny seraya menyeringai. Gayanya seakan seringaian itu menarik, padahal membuat Haibara muak.

"Leave me alone," gumam Haibara dingin sembari terus berjalan ingin melewatinya.

Namun Tonny menghadangnya.

"Tonny!" Haibara mulai marah.

"Ayolah Ai-Chan... Untuk apa kau masih mengharapkan detektif itu? Lihat lah..." Tonny merentangkan tangannya, "Aku jauh lebih mampu melindungimu daripada bocah ingusan itu..."

Sialan! Yang bocah ingusan siapa?! Umur asliku 29 tahun brengsek! Gerutu Conan dalam hati.

"Bukan urusanmu, menyingkirlah!" Haibara memaksa lewat.

Namun Tonny tidak membiarkannya, ia malah mencengkram pergelangan tangan Haibara kuat-kuat.

"Lepaskan aku!" Haibara berusaha melepaskan diri.

Buk! Sebuah sepakbola menghantam sisi kanan wajah Tonny.

Tonny yang terhuyung melepaskan tangannya dari Haibara.

"Jangan ganggu wanitaku!" seru Conan marah.

"Eh?" Haibara mengerjap.

"Sialan! Wanitamu? Memangnya kau siapanya?!" Tonny membentak Conan.

"Yang pasti aku lebih berhak daripada dirimu!" Conan membentak balik.

"Dia bukan istrimu!"

"Ya tapi akan!"

Conan dan Tonny pun jadi adu jotos. Haibara kebingungan memisahkan mereka. Sebagai pria asli Amerika, tubuh Tonny lebih tinggi dari Conan, tenaganya juga lebih besar. Dalam sekejap saja Conan sudah babak belur.

"Hentikan!" Haibara menengahi mereka dan berdiri di depan Conan.

"Minggir Ai-Chan! Jangan ikut campur urusan pria!" Tonny menyuruhnya.

"Aku sudah menghubungi 911. Polisi akan segera datang," dusta Haibara dengan gaya meyakinkan.

"Cih sialan! Awas kau!" Tonny membelalak pada Conan sebelum pergi.

"Kau baik-baik saja?" Haibara membantu memapah Conan.

"Eh," Conan membiarkan dirinya dipapah Haibara sampai di rumah.

Yusaku dan Yukiko sedang keluar. Sesampainya di rumah, Haibara buru-buru mengeluarkan kotak P3K nya untuk mengobati Conan. Perlahan Haibara membersihkan darah dan lecet-lecetnya dengan alkohol lalu menempelkannya dengan plester luka. Ia juga mengambil air dingin untuk mengompres lebam-lebamnya agar tidak semakin bengkak.

Selama diobati, mata Conan tidak pernah lepas dari Haibara. Ia menikmati kekhawatiran Haibara padanya. Lambat-lambat Conan memahami, dahulu ia hanya mengenal Haibara sebagai anak-anak. Ia tidak pernah benar-benar mengenalnya sebagai wanita dewasa. Terlebih lagi dulu ia hanya bisa melihat Ran. Namun kini, setelah mengulang siklus hidupnya sekali lagi bersama wanita ini dari kecil hingga sekarang, Conan mulai menyadari ada perasaan bersemi lain yang berkembang di dalam dirinya. Bukan hanya perasaan kasihan seperti pada awalnya. Ia tidak mengerti apa yang membuat Haibara begitu cantik, apakah darah setengah Inggrisnya? Atau selera fashionnya yang tetap bagus? Atau mungkin kepandaiannya? Conan tidak bisa memutuskan. Kenapa ia baru melihatnya sekarang? Kalau dipikir-pikir lagi, bertahun-tahun lalu Haibara juga hadir begitu sering dalam kehidupannya, bahkan ia juga banyak membantu dirinya dalam kasus-kasus hingga terkadang mengabaikan resikonya sendiri demi menyelamatkan dirinya. Puncaknya adalah tragedi itu, pertarungan terakhir dengan BO.

"Uhm?" Haibara akhirnya menyadari tatapan mata Conan padanya. Ia sengaja menekan lebam itu sedikit lebih keras.

"Aduh sakit!" keluh Conan.

Haibara membanting handuknya ke meja, "Apa kau cengar cengir begitu?"

"Keputusanmu untuk jadi dokter benar, kita akan menjadi tim yang hebat," ujar Conan.

"Aku memutuskan untuk menjadi dokter agar bisa membantu kasus-kasusmu bukan untuk mengobatimu. Aku tidak berharap kau terluka,"

"Apa itu artinya kau peduli padaku?"

Haibara bangkit dari kursi untuk melipat tangannya dengan angkuh, "Kau sendiri yang cari gara-gara. Sudah tahu Tonny lebih besar, kenapa masih berkelahi dengannya?"

"Dia mengganggumu,"

"Itu karena kau yang memanas-manasinya lebih dulu. Apa maksud perkataanmu aku wanitamu? Memangnya kau siapa? Kau tidak berhak atas diriku," gerutu Haibara sembari memalingkan wajahnya dari Conan.

Ya aku berhak atas dirimu... Aku telah mengulang siklus hidupku sekali lagi demi dirimu... Jadi kau hanya milikku Haibara... Batin Conan.

"Sama seperti halnya aku memberimu ruang. Kau juga harus memberiku ruang..." Haibara terus mengoceh namun ocehannya segera terhenti karena mendadak saja Conan memeluknya dari belakang. Tubuh Haibara tenggelam dalam dekapannya.

"Co-Conan... Kun..."

"Kau ingat film Xena Warrior Princess yang pernah kita nonton bersama?"

"Eh," Haibara mengiyakan, tapi apa maksudnya membahas hal itu sekarang?

"Ada episode mengenai Time Loop, dimana Neron meminta pada Cupid untuk menyelamatkan Hermia yang meminum racun. Cupid tidak mampu menghidupkan Hermia kembali, sebagai gantinya, Cupid memberikan Time Loop. Hari dimana Hermia terakhir kali hidup, itu adalah waktu yang berputar kembali bagi Neron. Setiap hari Neron akan mengulangi hari yang sama demi bersama Hermia sampai pahlawan datang untuk menyelesaikan masalah mereka...

"Aku juga seperti Neron, Haibara. Berapa kali pun siklus hidupku harus berulang, aku akan tetap memilih untuk bersamamu..."

"Co... Conan..." mata Haibara bergetar membendung airmata.

Conan mengeratkan dekapannya, "Melindungimu adalah hidupku. Aku tidak ingin kehilanganmu lagi Haibara... Aku tidak akan membiarkan hal buruk terjadi lagi padamu..."

Conan memutar tubuh Haibara untuk menghadap padanya, ia menangkupkan tangannya pada wajah Haibara, "Kau benar-benar kasus yang sulit ditebak..."

Haibara terkekeh pahit, "Karena kau detektif bodoh,"

"Ah," Conan mengiyakan lalu memeluknya lagi seakan takut Haibara pergi, "Anggaplah aku egois. Tapi kau milikku Haibara... Kau hanya boleh untukku..."

Haibara meraih bahu Conan untuk membalas pelukannya, "Boleh aku bersikap egois juga? Kau hanya untukku Conan..."

Conan nyengir, "Bahkan itu lebih baik,"

Haibara tertawa kecil di sela-sela tangisannya.

Conan menyukainya, suara tawa Haibara terdengar merdu di telinganya.

Saking asik berdua, mereka tidak menyadari kepulangan Yusaku dan Yukiko. Kedua orang tua itu diam-diam mengintip anak-anak mereka dari balik tembok seraya nyengir.

"Kau tahu Yukiko?" bisik Yusaku.

"Nani?" Yukiko berbisik balik.

"Jika dulu Shinichi mengambil antidote itu dan memilih jalan lain, belum tentu hidupnya akan sebahagia dan seindah ini..."

"Ah" Yukiko mengangguk, "Aku setuju. Lihatlah betapa serasinya mereka,"

"Eh... Ai-Chan memang pantas untuknya..."

Diam-diam mereka pergi dari tempat itu dan membiarkan kedua anak muda itu tenggelam dalam dunia romantismenya sendiri.

.

.

.

.

.

10 tahun kemudian di Jepang...

"Selamat ya Chiro-Chan!" Ran berkata pada putra satu-satunya dengan Araide Sensei. Ichiro Araide yang baru saja lulus dari SMA nya dengan nilai tertinggi.

"Terima kasih Okasan," Ichiro berkata senang, "Setelah ini aku akan lanjut ke universitas, aku ingin menjadi dokter hebat seperti Otosan,"

"Kita akan menjadi tim yang hebat nanti," Araide berkata seraya menepuk pundak putranya, merasa bangga.

Mendadak Ran menangkap sesuatu melalui ekor matanya. Terdapat sepasang suami istri muda yang tampak familiar di sekolah seberang mereka.

"Otosan! Okasan!" seorang gadis kecil kelas satu SD dengan rambut pendek kemerahan berlari menghampiri kedua orang tuanya.

"Akemi!" Conan menangkapnya dan menggendongnya, "Bagaimana harimu Princess?"

"Lihat! Aku menang lomba sains!" Akemi berkata senang seraya menunjukkan piala kecilnya.

"Bagus sekali! Kau benar-benar seperti ibumu," Conan mengecup pipi tembam putrinya dan kemudian memandang istrinya dengan penuh cinta.

Haibara terkekeh, "Kau pasti lelah. Okasan sudah membuatkan makanan kesukaanmu di rumah," ujarnya seraya menyelipkan anak rambut Akemi ke belakang telinganya.

"Yeaay! Kau benar-benar ibu terbaik di dunia ini Okasan," Akemi mengecup pipi ibunya.

"Oh... aku yakin Otosan yang mengajarimu kata-kata itu,"

Conan nyengir seraya mengecup kening Haibara.

Haibara terkekeh lagi, "Betapa beruntungnya aku memiliki dua penggoda di rumah,"

Mereka pun berjalan bersama menuju rumah Keluarga Kudo.

Ketika mereka jalan bersama, Conan melihat bekas sekolah SMA nya dahulu. Ada banyak kenangan di dalamnya. Namun ketika ia memandang istri dan putrinya, ia tahu sejak dulu ia telah membuat keputusan yang tepat dan tidak pernah menyesalinya. Ia tahu Ran telah menikah dengan Araide dan memiliki seorang putra. Ia turut berbahagia karenanya, Ran akhirnya dapat melanjutkan hidupnya. Begitu juga sekarang, dia akan melanjutkan hidupnya. Ia pun sungguh-sungguh jatuh cinta pada Haibara, gadis yang memiliki mata setan mengantuk. Dia bersyukur karena ia memiliki keluarga yang sangat hebat di dunia ini.

"Ada apa Ran-Chan?" Araide menanyai istrinya.

"Eh, tidak ada apa-apa," Ran tersenyum padanya.

Dia juga berbahagia dengan keluarga baru Shinichi, ia sendiri juga sangat bahagia dengan keluarganya yang sekarang.

THE END