Twins Sherry And The Legend of Aphrodite's Ring

By : pipi_tembam

"Kudo-Kun," panggilan itu membuat Shinichi berbalik ketika baru saja mau pulang.

"Ada apa Aoi Obasan?" tanya Shinichi seraya menunduk kepada seorang wanita tua berwajah ramah di kursi roda.

"Karena kau sudah membantu kasusku, aku ingin memberimu sesuatu," kata Nenek Aoi sambil menyerahkan sebuah kotak beludru hitam kepada Shinichi.

Shinichi menerimanya lalu membukanya. Ia tertegun ketika menatap sebuah cincin emas putih mengilap. Bulatannya berbentuk mawar cantik dengan sebutir kecil berlian di tengah-tengahnya.

"Ini?"

"Itu adalah cincin Dewi Aphrodite,"

"Cincin Dewi Aphrodite?"

"Benar. Cincin itu diwarisi turun temurun dari ibu, nenek dan nenek buyutku. Mawar adalah salah satu atribut Dewi Aphrodite, dewi cinta dalam mitologi Yunani. Cincin itu hanya akan pas di jari belahan jiwamu. Kudengar sebentar lagi kau akan bertunangan, semoga cincin ini dapat menyatukan dirimu dan tunanganmu selamanya,"

"Tapi Obasan, cincin ini adalah warisan turun menurun. Mana bisa aku menerimanya?"

"Aku tidak mempunyai putri maupun cucu perempuan. Hanya seorang nenek sebatang kara. Cincin itu akan lebih berarti di jari belahan jiwamu,"

"Benarkah tidak apa-apa?"

"Eh, aku malah senang,"

"Terima kasih Obasan,"

Shinichi akhirnya menerima cincin itu.

.

.

.

.

.

Beberapa bulan kemudian Shinichi melangsungkan pesta pertunangannya dengan Mouri Ran. Bukan pesta mewah, sederhana saja namun cukup meriah karena dihadiri oleh keluarga dan teman-teman terdekatnya. Pesta itu diadakan di rumah Keluarga Kudo.

"Ayo Shin-Chan! Saatnya mengenakan cincin tunangannya pada Ran-Chan!" kata Yukiko ceria dan penuh semangat.

"Eh," Shinichi mengangguk seraya tersenyum.

Shinichi mengeluarkan cincin Aphroditenya dan mulai mengenakannya pada jari manis Ran sebelah kiri. Namun baru menyentuh ujung jari Ran, tiba-tiba cincin itu terlepas dari tangan Shinichi. Cincin itu terjatuh ke lantai dan menggelinding hingga berhenti di ujung kaki Shiho. Para undangan jadi tertegun dalam keheningan.

Shiho memungut cincin itu dan mengembalikannya pada Shinichi.

"Arigatou Shiho," ucap Shinichi seraya menerima cincinnya dan kembali memakaikannya pada jari manis Ran.

"Aree? Kebesaran ya?" Yukiko melihat cincin yang longgar di jari manis Ran, kemudian memandang putranya, "Kau bagaimana sih Shin-Chan?!"

"Sudah ku ukur dan diameternya sama kok dengan jari Ran," sahut Shinichi seraya memeriksa cincin itu di tangan Ran.

"Sudah sudah tidak apa-apa, masih bisa diperbaiki kan," kata Ran menenangkan.

Para hadirin akhirnya bertepuk tangan dan pesta pun dilanjutkan. Namun benak Shinichi kembali pada perkataan Nenek Aoi beberapa bulan lalu.

Cincin itu hanya akan pas di jari belahan jiwamu...

Apakah Ran bukan belahan jiwanya? Tapi ia mencintai Ran sejak kecil. Shincihi menggeleng kuat-kuat. Itu cuma legenda saja. Cincin itu toh masih bisa diperbaiki ukurannya. Akhirnya Shinichi tidak memikirkannya lagi.

Sudah lima tahun berlalu sejak Black Organization lenyap. Setelah lulus dari kuliah hukum, Shinichi membuka agensi detektifnya secara resmi. Masumi Sera juga bekerja bersamanya untuk mengembangkan agensi tersebut. Demi mempermudah komunikasi, Masumi Sera ikut tinggal bersama Shiho di rumah Profesor Agasa, sebelah rumah Shinichi. Sementara Ran yang mengambil kuliah jurusan keperawatan, bekerja di rumah sakit. Shiho Miyano bekerja sebagai pemimpin ilmuwan di salah satu perusahaan Suzuki Sonoko, perusahaan kecantikan tepatnya. Produk-produk skincare yang diciptakan Shiho sangat laku di pasaran dan semakin menambah pundi-pundi keuangan Perusahaan Suzuki. Berkat hal tersebut, Shiho sangat dipercaya oleh orang tua Sonoko. Namun disamping pekerjaan utamanya sebagai ilmuwan, Shiho tetap membantu sepupunya Masumi dan partnernya Shinichi jika mereka memerlukan bantuannya untuk investigasi kasus yang sulit.

Awal terbongkarnya Black Organization dan kebenaran mengenai mengecilnya tubuh Shinichi dan Shiho, memang sempat membuat canggung dan kesalahpahaman di antara Ran, Sonoko, Masumi dan Shiho. Namun seiring berjalannya waktu, mereka akhirnya dapat memahami dan menerima satu sama lain. Sekarang Masumi, Sonoko, Shiho, Ran dan Shinichi merupakan teman bermain yang sangat kompak dan seru. Setiap Sabtu siang mereka akan berkumpul di kafe untuk makan siang bersama sambil bergosip.

"Takuuu..." keluh Sonoko seraya bertopang dagu di meja.

"Ada apa Sonoko?" tanya Masumi.

Sonoko mendesah, "Shinichi dan Ran sudah bertunangan, aku kapan? Makoto masih keliling dunia untuk turnamen karate huuuuh..."

Masumi terkekeh, "Sabar sabar..."

Kemudian Sonoko menyenggol Shiho, "Ne Shiho-Chan..."

"Nani?" Shiho menoleh padanya.

"Apakah kau tak bisa menciptakan ramuan cinta untuk membuat Makoto menempel padaku?" tanya Sonoko.

Shiho mendesah, "Kalaupun bisa untuk apa, Makoto-San kan sudah mencintaimu,"

"Iya juga ya..."

"Aku sudah selesai menggunakan WC nya," kata Ran yang mendadak muncul, "Giliranmu Shiho-Chan,"

"Hai Hai..." Shiho beranjak menuju toilet.

Setelah dari kafe mereka berjalan pulang bersama-sama.

"Areeee Cincinku mana ya?" Ran terbelalak melihat jarinya.

"Di sini!" Shiho menunjukkan jari manis kirinya yang mengenakan cincin Ran, "Aku menemukannya di wastafel," ujar Shiho seraya melepas cincin tersebut dan mengembalikannya ke tangan Ran, "Karena WC sudah digedor-gedor sama orang yang sakit perut, buru-buru kupakai saja supaya tidak hilang. Aku sampai lupa mengembalikannya padamu,"

Ran mendesah lega, "Arigatou neee Shiho-Chan. Aku kira hilang,"

"Kau harus lebih berhati-hati lain kali Ran-San," Shiho mengingatkan.

"Iya iya, habis cincinnya kendor,"

"Ara... Kudo-Kun memang lebih jago mengukur mayat daripada cincin ya?" ejek Shiho seraya melirik Shinichi.

Mata Shinichi menyipit, "Oi! Oi!"

"Belum diperbaiki?" tanya Sonoko pada Ran.

"Sudah tapi tidak tahu kenapa masih longgar juga," keluh Ran.

"Masa?" Shiho melongo, "Di jariku pas kok,"

Shinichi mengerjap.

"Sebentar sebentar," Masumi menyela seraya meraih tangan kiri Ran dan tangan kiri Shiho untuk membandingkannya.

Mata Shiho menyipit pada sepupunya, "Kau ngapain?"

"Jari Ran-Chan dan Shiho-Chan sama kok. Benar pas di jarimu Shiho?" tanya Masumi.

"Iya, pas pas saja," celetuk Shiho.

"Longgar," celetuk Ran.

"Aneh," Masumi garuk-garuk kepala.

Cincin itu hanya akan pas di jari belahan jiwamu... Shinichi kembali teringat perkataan Nenek Aoi. Mau tidak mau ia memandang Shiho. Tunggu. Shiho? Belahan jiwanya? Yang benar saja. Ia tak dapat membayangkan bersama Putri Setan Mengantuk itu.

Mereka berjalan bersama lagi, namun mendadak Shinichi menoleh ke belakang. Ia merasa ada sebuah mobil yang mengikuti mereka. Dari ekor matanya Shinichi melihat orang di dalam mobil itu tampaknya tertarik pada Shiho. Shinichi tidak tahu siapa mereka. Ia berjalan sebisa mungkin menutupi Shiho dari pandangan mereka. Selama beberapa hari ke depan, ia juga harus terus mengawasi Shiho, untuk berjaga-jaga mungkin ada sisa-sisa anggota organisasi yang masih hidup dan mengincarnya.

.

.

.

.

.

Suatu siang di hari Minggu, ketika Shinichi and the gang semuanya tengah berkumpul di rumah Profesor Agasa untuk barbekyuan, mendadak muncul tamu tak diundang. Tidak kurang dari tiga mobil Mercedes Benz hitam mengilap terparkir di depan rumah. Sepasang suami-istri tua kaya raya keluar dari salah satu mobil menghampiri Shinichi, mata mereka juga tak lepas dari Shiho. Sang suami merupakan asli orang Jepang, sementara istrinya orang Inggris namun sudah fasih berbahasa Jepang. Shinichi dan Profesor Agasa mempersilakan mereka masuk ke dalam, mereka akhirnya mengobrol di ruang tamu.

"Perkenalkan namaku Kawaguchi Takahara dan ini istriku Diana Takahara," si suami berbicara seraya menyerahkan kartu namanya.

"Takahara Group? Perusahaan perhiasan terbesar di Jepang?" tanya Sonoko.

"Benar," sahut Kawaguchi, "Kau pasti Sonoko Suzuki, aku sering melihat wajahmu terpampang di surat kabar,"

"Eh," Sonoko mengangguk, "Takahara Group jarang tampil di depan umum. Tapi keluarga Suzuki terutama Okasan suka membeli perhiasan kalian,"

Kawaguchi dan istrinya tersenyum, "Terima kasih. Kami memang tidak suka diexpose,"

"Ada yang bisa dibantu, Kawaguchi-San?" tanya Shinichi.

"Begini," Kawaguchi tampak cemas, "Dua minggu lagi, putri kami Cherry akan bertunangan dengan seorang putra kolega bisnis kami, Takahashi Group. Tapi beberapa waktu lalu kami menerima telpon peringatan dari orang tak dikenal, ada yang mengincar nyawa Cherry,"

Semua orang terkesiap.

"Apa anda pernah berselisih dengan salah satu competitor Anda?" tanya Shinichi lagi.

"Seingatku tidak," sahut Kawaguchi.

"Cherry adalah putri kami satu-satunya," Diana berbicara, "Dia begitu lembut dan ceria, kami sungguh tak habis pikir penjahat mana yang tega ingin membunuhnya,"

"Karena itukah kalian kemari untuk meminta bantuanku menemukan tersangkanya?"

"Ya dan selain itu," Kawaguchi memandang Shiho, "Kami juga ingin meminta bantuan Miyano-San menggantikan posisi Cherry untuk sementara,"

"Eh?" Shiho mengerjap.

Shinichi tampak bingung, "Kalian kenal Shiho?"

"Beberapa hari lalu tanpa sengaja kami melihat Miyano-San. Wajahnya mirip sekali dengan Cherry putri kami. Kami pun mencari tahu dan mendapat informasi Miyano Shiho adalah ilmuwan yang bekerja di Suzuki Group dan partner Kudo Shinichi," jelas Diana.

"Memang miripnya seberapa?" tanya Masumi.

"Masuklah Cherry-Chan," Diana meminta putrinya masuk.

Seorang wanita memasuki ruang tamu seraya membuka topi dan kacamata hitamnya. Kecuali pasangan suami istri Takahara, semuanya terperangah.

"Dozo Yoroshiku," ucap Cherry seraya tersenyum hangat.

"HEEEEH!"

"Bahkan suaranya sama!" celetuk Sonoko.

"Tapi sepertinya dia lebih kalem," sahut Masumi.

Shiho menyipit menatap sepupunya, "Maksudmu?"

Wajah, tinggi, bentuk tubuh serta suara antara Shiho dan Cherry memang sama. Mereka seperti kembar identik. Namun Cherry tampak lebih lemah lembut dan rapuh. Tutur katanya juga ramah, tidak tajam seperti Shiho. Mereka berdua sama-sama feminine dan selera mereka berkelas tinggi. Tapi Shiho jelas sedikit lebih tomboy karena dia mampu mengendarai motor Harley. Dari segi kecerdasan, Shiho juga jauh lebih cerdas.

"Masumi, bisa kau pastikan pada Mary Obasan? Apakah ibuku ada melahirkan anak kembar?" gumam Shiho.

Masumi hanya garuk-garuk kepala.

"Nama mereka juga mirip," gumam Ran, "Cherry dan Sherry,"

"Itu hanya kode tidak penting, bukan nama," gerutu Shiho yang sebal mendengar kode nama Sherrynya diungkit. Sherry hanya mengingatkan masa lalunya yang kelam di organisasi hitam itu.

"Putri kami Cherry, adalah desainer perhiasan di Takahara Group," Kawaguchi berkata.

"Jadi maksudnya di sini. Kau ingin Shiho dan Cherry bertukar tempat?" tanya Masumi.

"Eh," Kawaguchi mengangguk, "Hingga penjahat itu ditemukan,"

"Bagaimana Shiho?" tanya Masumi pada sepupunya.

Namun Shinichi lah yang menyahut dengan tegas, "Aku tidak setuju!"

Shiho menatapnya bingung, "Nani yo Kudo-Kun? Aku bahkan belum menjawabnya,"

"Kawaguchi-San, jika anda membutuhkan bantuan untuk menemukan penjahatnya, aku dengan senang hati akan membantu," kata Shinichi, "Tapi aku tidak setuju jika mereka bertukar tempat, hal itu akan membuat Shiho berada dalam bahaya,"

"Mama Papa," Cherry berkata pada orang tuanya, "Sudah kukatakan ini bukan ide bagus. Aku tidak mau menempatkan orang lain dalam bahaya karena diriku,"

"Cherry..." Kawaguchi menatap putrinya penuh sayang.

Shiho jadi tidak tega melihatnya, "Aku setuju,"

"Eh?" semua kini memandangnya.

Shinichi berdecak kesal, "Permisi sebentar," ia bangkit seraya meraih tangan Shiho untuk berbicara di sudut ruangan.

"Apa-apaan sih Kudo-Kun?" desis Shiho.

"Kau yang apa-apaan?" Shinichi mendesis balik, "Kau sadar apa yang kau katakan? Pembunuh itu mengincar nyawa Cherry, jika kau menjadi dirinya, maka kau berada dalam bahaya,"

"Ara... Sepertinya kau begitu peduli padaku,"

"Tentu saja! Kau partnerku!"

"Demo yo... Kau lihat si Cherry itu. Dia benar-benar lembek dan polos. Aku jelas jauh lebih tangguh dan lebih peka untuk melihat keadaan sekitar. Siapapun yang mengincar nyawanya, dugaanku tidak jauh-jauh dari lingkungan perusahaannya,"

Shinichi memandang Cherry dan mengerti perkataan Shiho benar. Cherry begitu halus, tipe-tipe wanita yang tidak bisa menaruh curiga dan menganggap bahwa di dunia ini semua orang adalah baik. Beda jauh dengan Shiho yang gaya bicaranya seakan sengaja mengajak ribut orang-orang.

"Tapi aku tetap tidak setuju!" Shinichi bersikeras.

"Oi! Oi! Sampai kapan kalian mau mojok begitu!" celetuk Masumi.

"Kudo-Kun masih menolak ide ini," kata Shiho seraya melipat tangannya dan kembali menghampiri mereka semua.

Shinichi menghela napas, "Baik kalau kau mau bertukar tempat, tapi aku harus ikut mendampingimu,"

"Itu tidak mungkin!" sahut Shiho, "Wajahmu sudah sering terpampang di mana-mana. Jika pembunuh itu melihat kau dekat-dekat denganku, dia pasti akan curiga dan menjadi waspada,"

"Biar aku saja Shinichi," Masumi menawarkan diri.

Shinichi memandangnya, "Kau?"

"Eh. Wajahku belum pernah diexpose. Sebagai detektif aku juga peka dan menguasai Jet Kun Do. Aku akan melindungi Shiho,"

"Begitu boleh juga," sela Kawaguchi tampak senang, "Cherry sebenarnya juga memiliki bodyguard tersendiri, jika ada bodyguard tambahan atau ditukar sekalipun tidak akan ada yang curiga. Itu sudah biasa kami lakukan,"

"Bagaimana Shinichi?" tanya Masumi.

"Aku akan bicara pada Otosan dan Okasan untuk memberimu cuti panjang Shiho-Chan," ujar Sonoko.

Shinichi mendesah, "Hai Hai... Tapi kalian harus melapor padaku setiap hari. Sedikit saja ada yang mencurigakan kabari aku,"

"Siap!" sahut Masumi.

"Kau juga jangan ceroboh Shiho!" sungut Shinichi.

"Takuu! Berhentilah bersikap seolah kau ayahku!" umpat Shiho.

"Baiklah kalau begitu, kurasa sebaiknya mulai hari ini Cherry-San tinggal di sini agar bisa memberitahu Shiho, apa-apa saja yang harus dilakukan selama pertukaran posisi," kata Shinichi.

"Tidak masalah," sahut Kawaguchi lega.

.

.

.

.

.

Akhirnya Cherry tinggal di rumah Profesor Agasa untuk mengajari Shiho. Ia juga memberitahu semua profil orang-orang di sekitarnya baik di lingkungan rumah, perusahaan dan juga perkumpulannya. Selama pemaparan profil-profil itu, Masumi dan Shinichi juga ikut menyimak agar bisa menyusun daftar kira-kira siapa-siapa saja yang patut dicurigai sebagai peneror yang ingin membunuh Cherry.

"Ini adalah Ryuki Ichikawa," Cherry menjelaskan seraya menunjuk foto seorang pria muda Jepang sangat tampan, "Dia adalah asistenku. Dia sangat baik dan selalu ada disaat aku sedang membutuhkan bantuan. Dia sudah bekerja padaku selama tujuh tahun," wajahnya agak merona ketika ia menceritakan tentang asistennya itu.

Lalu Cherry menunjukkan satu foto lagi, seorang pria muda Jepang yang tubuhnya lebih kekar dari Ryuki, kulitnya sedikit lebih gelap. Cukup tampan juga, namun terlihat lebih tangguh daripada Ryuki, "Ini adalah tunanganku Tsubasa Takahashi,"

"Tunggu tunggu Cherry-San," sela Shiho, "Dalam pertukaran ini, bahkan tunanganmu sendiri tidak boleh tahu?"

"Eh," Cherry mengangguk, "Masalahnya penjahat itu bisa siapa saja di sekitar kami. Papa dan Mama memutuskan cukup kami bertiga saja yang tahu mengenai pertukaran ini. Ryuki-Kun dan termasuk tunanganku Tsubasa-Kun juga tidak boleh tahu,"

"Kau tidak percaya tunanganmu sendiri? Aduh aku tak dapat membayangkan kalau harus bermesraan dengannya," Shiho memijat pelipisnya.

"Kan! Kenapa kau baru sadar sekarang?!" gerutu Shinichi.

"Anooo... Kurasa kau takkan perlu bermesraan dengannya..." ujar Cherry.

"Eh?" Shiho memandangnya.

"Aku dan Tsubasa-Kun juga baru saling mengenal dua tahun lalu. Kalaupun bertemu hanya sesekali saja dalam acara formal keluarga. Kami dijodohkan jadi belum pernah bermesraan seperti layaknya orang pacaran,"

"Kau dijodohkan?" tanya Masumi, "Kok mau?"

Cherry menunduk, "Aku... Aku tidak mau mengecewakan Mama Papa..."

"Kau mencintainya? Tsubasa itu?" tanya Masumi lagi, ia masih tak habis pikir.

"Aku... Aku akan berusaha..."

Entah kenapa melihat Cherry seperti itu, Shiho, Shinichi dan Masumi tampak iba. Ia kaya raya dan memiliki segalanya namun terlalu penurut dan patuh pada orang tua sehingga tidak berani mengemukakan pendapatnya sendiri.

Shiho berdehem untuk memecahkan keheningan, "Lalu apalagi yang harus aku tahu?"

Belajar berkepribadian, tata cara berjalan dan meja makan bukanlah hal sulit. Shiho mempelajarinya dengan cepat karena ia sendiri telah mengerti dan gaya alaminya juga sudah elegan dan anggun. Satu-satunya masalah sebelum acara pertunangan itu digelar adalah...

"Apa?! Dansa?!" pekik Shiho.

"Eh," Cherry mengangguk, "Di pesta pertunangan besok ada acara dansanya, bahkan dansa itu adalah kegitan rutin di setiap pesta yang diadakan oleh perkumpulanku,"

"Takuuu... Padahal tinggal besok, kenapa baru bilang sekarang?" Shiho menepuk jidatnya.

"Gomen gomen. Shiho-Chan begitu cerdas, hampir bisa segalanya, aku kira dansa juga bisa," Cherry tampak tak enak hati.

Sonoko terbahak, "Kau tidak bisa dansa Shiho-Chan?! Padahal kau juga turunan Inggris,"

"Berhentilah mengejekku!" gerutu Shiho, "Sejak kecil aku sudah dipersiapkan untuk menjadi ilmuwan, mana pernah aku belajar dansa apalagi pesta-pesta,"

"Tapi waktunya tinggal besok, mana sempat lagi mencari guru dansa," gumam Ran seraya bertopang dagu.

"Shiho-Chan pasti cepat belajar, tinggal mengikuti gerakannya saja," ujar Cherry.

"Baiklah, aku akan menjadi pasangan Cherry," Sonoko menunjuk dirinya sendiri, "Aku sering dansa di pesta-pesta perusahaan,"

"Lalu yang menjadi pasangan Shiho-Chan siapa?" Cherry bingung.

"Yang pasti bukan aku," Masumi menyela, "Aku cuma bisa Jet Kun Do hehe..."

"Takuuuu" Shinichi mendadak menggerutu, "Baiklah! Aku turun tangan untuk membantu Shiho belajar dansa,"

"Eh? Kau bisa?" Masumi menatapnya.

"Tentu saja! Jangan lupa ibuku artis! Hanya berdansa bukan masalah besar," sahut Shinichi angkuh.

Cherry bertepuk tangan ceria, "Baguslah kalau begitu! Ayo kita mulai dansa!"

Cherry berpasangan dengan Sonoko untuk menunjukkan gerakan dasar dansa. Shiho mengikutinya dibantu oleh Shinichi.

Shinichi berdecak, "Kau kaku sekali sih seperti papan!"

"Hadeeeeh... Aku lebih suka meramu racun kalau begini caranya..." keluh Shiho.

"Tak usah dipikirkan Shiho-Chan, ikuti alunan musiknya saja, nikmati dan mengalir!" kata Cherry yang asik berdansa dengan Sonoko.

"Hai Hai benar itu Cherry-Chan!" sahut Sonoko.

Menikmati kepalamu! Umpat Shiho dalam hati.

"Dansa itu tidak perlu terlalu pakai logika! Gunakan perasaanmu!" kata Cherry lagi.

Shiho makin pusing, "Perasaan?"

"Eh, misalnya aku sendiri membayangkan Sonoko-Chan adalah orang yang kusukai,"

"Aku juga membayangkan Cherry adalah Makoto-San!" timpal Sonoko.

"Hai Hai... Shiho-Chan bayangkan saja sedang berdansa dengan orang yang kau sukai!"

"Benar-benar! Anggaplah kau bukan berdansa dengan magnet mayat!" Sonoko terbahak.

"Oi Oi!" Shinichi menggeram.

"Magnet mayat!" Masumi ikut terbahak.

Ran juga ikut terkekeh.

"Ayo kita coba lagi," kata Shinchi seraya merangkul pinggang Shiho dan menggenggam tangannya.

"Eh," Shiho mengangguk.

Membayangkan berdansa dengan orang yang disukai? Batin Shiho dalam hati. Tapi... Aku memang sedang berdansa dengannya... Orang yang kusukai... Si magnet mayat ini...

"Aduh!" Shinichi mengeluh ketika Shiho lagi-lagi menginjak kakinya.

"Eh gomen gomen!" ucap Shiho.

"Tahu hari ini akan begini, tadinya aku pakai sepatu boot saja," oceh Shinichi.

"Itu terakhir," janji Shiho.

"Cobalah untuk fokus,"

"Hai hai,"

Shiho dan Shinichi mengulang gerakan sekali lagi. Sepuluh menit awal memang masih terasa canggung. Shiho akhirnya memutuskan untuk fokus, membayangkan kenangan-kenangannya bersama Shinichi ketika tubuh mereka masih mengecil sebagai Conan dan Ai. Mereka berpetualang, berbagi suka duka, saling melindungi satu sama lain dalam menyelesaikan hampir semua kasus. Kemudian puncaknya ketika kehancuran organisasi itu. Mereka berjuang bersama mengarungi hidup dan mati. Mereka adalah partner, yang bahkan dalam kesunyian mampu membaca pikiran masing-masing. Shinichi memercayainya dan ia pun selalu percaya pada Shinichi.

Tanpa sadar gerakan Shiho menjadi mulus dan mengalir. Ia memejamkan matanya menikmati alunan musik seraya membayangkan menjadi Cinderela meski hanya untuk sesaat. Ia berdansa dengan pangeran yang dicintainya. Perlahan-lahan bibirnya mulai membentuk seulas senyuman. Ia begitu cantik.

Shinichi pun tertegun. Entah kenapa wajahnya menjadi panas. Shiho si putri mengantuk ini mendadak tampak begitu memukau. Seketika saja, pandangan di sekelilingnya menjadi buram. Hanya ada mereka berdua saja di dunia ini. Dansa mereka lambat-lambat menjadi semakin intim.

Cherry dan Sonoko pun sampai berhenti berdansa untuk menilai dansa Shinichi dan Shiho yang sudah semakin kompak.

Shinichi memutari tubuh Shiho, kemudian menyandarkan punggungnya pada lengannya. Shiho memercayai Shinichi seutuhnya ketika melengkungkan punggungnya di lengan pria itu. Wajah mereka begitu dekat ketika kepala Shiho mendongak ke atas dan wajah Shinichi menunduk menghadapnya. Kemudian Shinichi merangkul pinggang Shiho kuat-kuat dan menggendongnya. Shiho meletakkan lengannya pada bahu Shinichi ketika melakukan gerakan terakhir itu dan mereka berputar bersama.

"Sugoiiii! Kau sudah menguasainya dengan baik Shiho-Chan!" puji Sonoko.

Seruan Sonoko membawa Shinichi dan Shiho kembali ke dunia nyata.

"Eh... Mereka serasi sekali," kata Cherry seraya meletakkan kedua tangannya di pipi. Ia belum tahu Shinichi dan Ran bertunangan.

Diam-diam Ran merasa wajahnya memanas.

"Kalau begitu beres semuanya untuk besok," kata Masumi.

"Eh," sahut Shiho terengah-engah seraya menuju ke pintu depan.

"Kau mau kemana?" tanya Masumi.

"Mencari udara segar," kata Shiho asal saja seraya berlalu.

"Kau juga mau ke mana Shinichi?" tanya Ran ketika melihat Shnichi berjalan ke pintu belakang.

"Haus," sahut Shinichi sebelum menghilang.

Shiho menyandarkan punggungnya di tembok halaman depan. Kedua tangannya terkepal erat di dadanya. Matanya sayu ketika memanggil nama itu dalam hati.

Kudo-Kun...

Di saat yang sama Shinichi juga menyandarkan punggungnya di pintu belakang. Tangan kanannya memegang dadanya yang masih berdebar kencang.

Apa yang terjadi padaku? Batin Shinichi. Kenapa aku jadi gugup begini setelah berdansa dengan Shiho?

.

.

.

.

.

Di hari pertunangan, semua orang sudah menunggu di ruang tamu rumah Keluarga Kudo. Shiho sedang didandani oleh Yukiko di kamar atas. Sudah dua jam lamanya, namun belum ada tanda-tanda mereka selesai.

"Ya ampun lama sekali!" gerutu Shinichi seraya bolak balik melihat arlojinya.

"Namanya juga wanita, kalau dandan pasti lama," ujar Masumi.

"Mungkin ibumu ingin memastikan penyamaran Shiho sempurna," ujar Yusaku.

"Tapi kan Shiho sudah identik dengan Cherry-San, apalagi yang mau disempurnakan?" gumam Shinichi.

Kawaguchi juga melihat arlojinya, "Setengah jam lagi pertunangannya akan dilaksanakan,"

"Sabar sabar mungkin sebentar lagi," Cherry menenangkan mereka semua.

Mendadak terdengar suara langkah sepatu dari lantai atas.

"Eh sepertinya itu mereka," gumam Ran.

"Ah iya!" Diana menunjuk.

Semua mata menuju ke arah tangga dan seketika mereka terkesiap takjub.

Shiho benar-benar berbeda. Ia sangat cantik sekali. Rambutnya dibuat bergelombang anggun. Makeupnya natural dan glowingnya pas. Hiasan kupu-kupu terbuat dari kristal tersemat di rambut merahnya. Gaunnya bewarna putih dan terbuat dari bahan yang sangat ringan. Jatuh pas membungkus tubuh Shiho dan menampakkan sedikit belahan dadanya yang berisi serta kulit punggungnya yang mulus. Pita besar di pinggang belakangnya seperti sayap kupu-kupu. Ia bagai peri yang turun dari kahyangan.

Shiho? Shinichi tertegun, terpesona menatapnya. Shiho tidak terlihat seperti putri setan mengantuk lagi. Dia anggun, elegan, mewah dan lady yang berkelas.

"Dia... benar-benar berbeda..." Sonoko pun sampai speechless.

"Cantik..." Masumi sepupunya juga terpesona. Dia memiliki dada! Kenapa aku yang sepupunya masih rata ya?!

Profesor Agasa juga tampak bangga menatapnya. Shiho sudah seperti putrinya sendiri.

"Cantik kan?" celetuk Yukiko ceria.

"Eh," Cherry menyahut, "Cantik sekali, benar-benar cocok dengan Shiho-Chan,"

"Kalau sudah begini, tidak akan ada yang tahu dia bukan Cherry," ujar Diana.

Shiho melangkah menuruni tangga dengan gerakan luwes meski mengenakan high heels. Kawaguchi menawarkan lengannya untuk digandeng.

"Sudah siap pergi sekarang?" tanya Kawaguchi.

"Eh," Shiho mengangguk seraya menggandeng lengannya.

"Kami pergi dulu Cherry-Chan. Jaga dirimu baik-baik selama berada di rumah Hakase," pinta Diana pada putrinya.

"Uhm," Cherry mengangguk patuh, "Ada Hakase dan Ran-Chan yang menjagaku. Aku pasti akan baik-baik saja,"

"Kami pergi dulu," kata Kawaguchi seraya membimbing Shiho keluar rumah.

Diana dan Masumi yang kini menjadi salah satu bodyguard Shiho menyusul pergi.

"Yosh! Aku juga pergi sekarang kalau gitu! Ini akan menjadi pesta besar! Sampai nanti Ran," Sonoko melambai sebelum pergi.

"Sampai nanti Ran," kata Shinichi sebelum berangkat.

"Uhm, hati-hati semuanya," pinta Ran.

"Kau cantik sekali Cherry-Chan," kata Tsubasa yang memegang tangan Shiho.

"Arigatou, Tsubasa-Kun," sahut Shiho seraya tersenyum.

Wajah Ryuki memerah melihat kemesraan mereka. Asisten Cherry ini sudah lama diam-diam menaruh hati pada Cherry.

Shinichi bertopang dagu di meja. Entah kenapa ia merasa tidak suka dengan cara Tsubasa menatap Shiho yang dikira Cherry.

Tsubasa mulai memakaikan cincin pertunangan di jari manis Shiho sebelah kiri.

"Cium! Cium!" para undangan mulai berteriak seraya bertepuk tangan menyemangati.

Shinichi terbelalak, Eh? Cium? Serius?

Wajah Tsubasa dan Shiho memerah.

"Cium! Cium!"

Tsubasa mulai membungkukkan tubuhnya, menyorongkan wajah dan bibirnya. Shinichi membeku, ia dapat melihat Shiho sendiri tampak gugup.

Namun rupanya, alih-alih bibir, Tsubasa hanya mencium Shiho di pipi.

Wajah Shinichi merah padam melihat hal itu. Beraninya diaaa! Tapi mendadak Shinichi tertegun bingung sendiri. Kenapa dirinya harus begitu marah? Shiho kan hanya partnernya.

Alunan musik romantis mengalun. Tsubasa dan Shiho bergandengan turun ke tengah-tengah ballroom dan mulai berdansa. Para undangan memandang mereka dengan terpesona. Yang prianya tampan dan gagah sementara wanitanya juga sangat cantik. Mereka bagai pangeran dan putri. Keduanya juga sama-sama kaya raya.

Tanpa sadar Shinichi menggertakan rahangnya, ia tidak suka dengan penampilan itu dan mata-mata takjub yang memandang Tsubasa dan Shiho. Pelipisnya berdenyut-denyut tidak nyaman. Namun Shinichi berusaha meyakinkan dirinya sendiri, ketidaksukaannya ini hanyalah kekhawatirannya akan keselamatan Shiho, bukan cemburu.

Satu per satu undangan menyusul turun ke lantai dansa. Tsubasa dan Shiho tidak lagi menjadi pusat perhatian. Mata Masumi terus mengawasi sekeliling dengan waspada.

"Sonoko," panggil Shinichi.

"Nani?" Sonoko menoleh padanya.

"Ayo dansa," ajak Shinichi.

Sonoko terbelalak, "Ehhh? Aku bisa diomeli Ran nanti,"

"Takuuu... Supaya kita bisa mendekati Tsubasa dan Shiho, berjaga-jaga kalau ada yang ingin menyerang,"

"Hai Hai..."

Shinichi dan Sonoko menyusul turun ke lantai dansa. Meski tubuhnya berdansa luwes dengan Sonoko, namun mata Shinichi tidak lepas dari Shiho dan Tsubasa. Mendadak mata Shinichi tertarik pada salah satu pelayan pria yang membawa nampan minuman. Pelayan pria itu tahu-tahu menyelinap ke lantai dansa. Aneh, sudah tahu para undangan sedang berdansa, kenapa ia malah mau membawakan minuman. Shinichi memiliki firasat buruk ketika salah satu tangan pelayan itu meraih ke dalam sakunya.

"Mati kau Takahara!" pelayan itu membuang nampannya dan menghunuskan pisaunya ke arah Shiho.

Shiho! Shinichi menegang, ia ingin menghampiri Shiho.

Buk! Untunglah Masumi bergerak cepat menundukkan pelayan pria itu.

Tsubasa merangkul Shiho penuh perlindungan.

Pelayan itu rupanya mampu karate, ia bertarung sengit dengan Masumi sebelum melarikan diri. Shinichi mengejar pelayan itu, sementara Masumi tetap standby dekat Shiho.

"Kau tidak apa-apa Cherry?" tanya Tsubasa.

"Eh," Shiho mengangguk.

Shinichi dan beberapa anggota polisi mengejar pelayan itu. Pelayan pria itu kabur menggunakan motor relinya. Shinichi mengejar dengan mobil sport putihnya bersama beberapa mobil polisi lainnya. Namun motor itu lebih gesit. Dalam sekejap saja Shinichi dan kepolisian sudah kehilangan jejaknya.

"Sudah kuduga kau di sini," kata Shiho yang menemukan Shinichi berada di ballroom yang telah kosong melompong.

Setelah gagal mengejar pelaku, Shinichi segera kembali ke TKP.

"Kenapa kau belum pulang?" tanya Shinichi.

Shiho mengangkat bahu, "Masumi sepupuku juga masih ingin memeriksa TKP," ia menghampiri Shinichi, menarik kursi dan duduk di sebelahnya.

"Tunanganmu?"

"Sudah pulang dari tadi. Dia memang mengantarku sampai masuk mobil, tapi aku hanya berputar saja dan kembali ke sini lagi,"

"Asistenmu?"

"Ryuki-San? Dia sedang mengurus beberapa hal terkait konfrensi pers besok. Harusnya hari ini kan, tapi karena kejadian itu terpaksa diundur besok,"

Shinichi bertopang dagu ketika berpikir.

"Bagaimana? Sudah ada yang dicurigai?" tanya Shiho.

"Entahlah," sahut Shinichi, "Dia mengenakan sarung tangan ketika memegang pisau itu. Pecahan gelas yang tadi sempat dibawanya di nampan juga tengah diperiksa bagian forensik, berharap ada sisa sidik jarinya di sana,"

Shiho juga bertopang dagu untuk berpikir.

"Kau sendiri bagaimana?" tanya Shinichi, "Apakah ada yang mencurigakan dari Tsubasa?"

"Dia memelukku dan melindungiku ketika hal itu terjadi. Tentu saja sikapnya bagai ksatria di depan umum. Tapi..."

"Tapi?"

"Kalau kau benar-benar peduli pada tunanganmu yang nyawanya baru saja terancam, apa yang akan kau lakukan setelahnya?"

"Eh?" Shinichi mengerjap seraya membayangkan, "Tentunya aku tak mau jauh-jauh darinya. Aku akan mengantarnya pulang dan memastikannya selamat sampai di rumah. Belum ditambah telpon dan lain-lainnya,"

"Tepat,"

"Jadi Tsubasa bisa dimasukkan ke dalam daftar?"

"Entahlah, namun bisa juga Tsubasa begitu karena dia tidak terlalu kenal dekat dengan Cherry. Mereka kan hanya dijodohkan. Belum ada perasaan saling memiliki kurasa,"

"Tentu saja, kalau mereka saling mencintai, dia pasti akan menciummu di bibir alih-alih pipi," goda Shinichi.

Mata Shiho menyipit geram.

"Bagaimana dengan Ryuki?"

"Aku masih belum tahu, mungkin setelah aku masuk rumah Takahara, aku akan mendapat gambaran lebih jauh,"

"Tapi Shiho, kau yakin mau melanjutkan semua ini? Kau lihat betapa berbahayanya tadi,"

Shiho mendesah, "Kita pernah menghadapi yang lebih parah dari ini ketika melawan Gin kan? Lagipula ada Masumi bersamaku, kau tak perlu khawatir. Aku percaya padamu, kau pasti dapat menemukan tersangkanya secepatnya,"

"Eh, tentu saja,"

"Seandainya Cherry-San tangguh seperti Masumi, tentunya kami tidak perlu bertukar posisi. Tapi, dia wanita yang begitu innocent dan halus, aku tidak sampai hati juga jika dia yang mengalami semua ini," ujar Shiho.

"Kau sendiri tidak setangguh Masumi, Shiho. Kau tidak bisa karate. Aku juga tidak sampai hati jika kau harus menghadapi semua ini,"

Shiho menatapnya penuh arti, "Maka itu adalah tugasmu Tantei-San. Untuk membebaskanku si Putri Mengantuk ini dari tangan penyihir,"

"Taku..." Shinichi menggerutu seraya bangkit mendekati sound system di podium.

"Kau mau apa?" Shiho melongok menatap gelagatnya.

Shinichi mengutak-atik tape dan memilih salah satu lagu Disney berjudul So Close. Lalu ia kembali menghampiri Shiho seraya mengulurkan tangannya.

"Tidak mau berdansa dengan guru tarimu?" tanya Shinichi.

"Eh?" Shiho tertegun memandang uluran tangannya.

"Hime-Sama yang mengantuk?"

Shiho nyengir namun menyambut uluran tangannya.

Mereka pun mulai berdansa lagi. Wajah mereka berdua tampak berseri-seri, menikmati alunan lagu dan sentuhan-sentuhan yang intim selama menari. Shiho yang masih mengenakan gaunnya terlihat seperti kupu-kupu yang sedang terbang.

We're so close to reaching that famous happy end

Almost believing this one's not pretend

Let's go on dreaming, though we know w are

So close, so close and still so far

Tepat pada lirik terakhir itu, Shinichi perlahan merosotkan Shiho dari gendongannya namun masih merangkul pinggangnya, sementara tangan Shiho merangkul leher Shinichi. Wajah mereka begitu dekat, nyaris berciuman.

"Shinichi! Shiho!" mendadak Masumi muncul dengan napas terengah-engah.

Shinichi dan Shiho buru-buru memisahkan diri.

"Eh? Ada apa Masumi?" tanya Shinichi.

"Ada yang mau kutunjukkan di monitor CCTV," kata Masumi.

"Eh?!" Shinichi dan Shiho mengerjap saling bertukar pandang.

Mereka bertiga akhirnya memasuki ruang keamanan gedung yang memantau CCTV. Ruangan itu dingin seperti ruangan server. Mau tidak mau Shiho yang masih mengenakan gaun minim, agak menggigil. Shinichi menyadari hal itu, ia pun melepas jasnya dan mengenakannya pada Shiho. Terlebih lagi petugas security di ruangan itu semuanya pria, Shinichi tidak ingin mata mereka jelalatan pada tubuh Shiho.

"Arigatou," ucap Shiho pada Shinichi.

Dari monitor tersebut, CCTV menangkap penyerang yang berpura-pura sebagai pelayan. Sikapnya normal berbaur dengan para pelayan lainnya. Mereka yang masuk untuk bertugas, satu per satu harus menggunakan akses ID Cardnya di mesin absen.

"Para pelayan yang mengatur acara pesta ini diseleksi dengan ketat oleh Takahashi dan Takahara Group. Hanya mereka yang memiliki akses yang bisa bertugas," ujar Masumi.

"Jadi, jika penyerang itu dapat menyelinap masuk, berarti dia memiliki akses?" tanya Shiho.

"Eh," Masumi mengangguk.

"Berarti ada pengkhianat di antara Takahashi atau Takahara Group," gumam Shinichi.

Shiho menatap Shinichi, "Ryuki? Atau Tsubasa?"

"Kemungkinan mereka tersangkanya memang sangat besar," sahut Shinichi.

"Tapi Ryuki asisten Cherry, banyak kesempatan baginya kalau mau melukai Cherry kan?" Masumi menimbang-nimbang.

"Justru karena dekat, ia adalah orang pertama yang dicurigai jika ia bertindak langsung," Shinichi mengernyit, "Aku harus berbicara empat mata dengan Kawaguchi-San, aku ingin tahu apakah perjodohan antara Cherry dan Tsubasa membawa perjanjian tertentu,"

"Ah ternyata Anda di sini Nona Cherry," mendadak Ryuki muncul di ruangan itu.

Shiho memandangnya, "Ryuki-Kun,"

"Saya mencari Anda kemana-mana, saya kira Anda sudah sampai di rumah," kata Ryuki.

"Ada apa?"

"Sebaiknya Anda segera pulang sekarang karena penyerang itu masih berkeliaran, lagipula Anda harus konfrensi pers besok. Saya sudah menyiapkan segala sesuatunya," jelas Ryuki.

"Eh, baiklah," Shiho mengangguk.

"Ngomong-ngomong itu jas siapa?" Ryuki menunjuk.

"Uhm?" Shiho melepas jasnya dan mengembalikannya pada Shinichi, "Arigatou Kudo-Kun,"

"Eh," Shinichi menerima jasnya kembali.

Ryuki langsung menggantikannya, membuka jasnya sendiri dan memberikannya pada Shiho. Ia ingin membimbing Shiho berjalan namun Masumi mendadak sigap merangkul Shiho penuh perlindungan.

"Biar aku saja," kata Masumi tegas, "Aku pengawalnya,"

Meski tampak tidak suka, Ryuki tetap memberi jalan.

Shiho dan Masumi berjalan lebih dulu sebelum disusul Ryuki.

Shinichi hanya bisa memandang kepergian mereka dengan cemas.

.

.

.

.

.

"Eh, kami memang dijodohkan," kata Tsubasa di konfrensi pers, "Namun setelah mengenal Cherry lebih jauh, kebaikannya membuatku benar-benar jatuh cinta," akunya seraya memandang Shiho dengan tatapan penuh cinta.

Shiho hanya tersenyum, berakting dengan meyakinkan.

"Bagaimana dengan Anda sendiri Cherry-San? Apakah Anda mencintai Tsubasa-San?" tanya para reporter itu.

"Eh..." Shiho sengaja tampak canggung dan malu-malu, "Tsubasa-Kun begitu melindungiku, sepertinya aku juga mulai menyukainya," jawabnya seraya terkekeh renyah.

"Tsubasa-San, mengenai penyerangan kemarin, apakah Anda sudah tahu siapa pelakunya? Dan apa kira-kira motifnya?" tanya reporter lagi.

"Untuk hal itu, kami serahkan kepada polisi untuk menyelidikinya, mereka juga telah bekerja sama dengan detektif swasta yang hebat. Kami juga tidak tahu siapa, namun bisa saja pihak-pihak yang tidak menyukai aku dan Cherry bersatu," jawab Tsubasa lugas.

Terdengar gumaman di antara para wartawan.

"Tapi siapapun dia, aku takkan pernah membiarkannya menyakiti Cherry," ujarnya seraya merangkul bahu Shiho penuh perlindungan.

Di sudut ruangan, tampak Masumi terus mengawasi dengan ketat. Sambil mengawasi, ia sambil berbicara di earphonenya.

"Aku tak bisa melihat bahasa tubuh yang aneh," gumam Masumi, "Dia benar-benar terlihat kasmaran pada Cherry,"

"Hm..." Shinichi yang sedang berada di rumah Profesor Agasa bertopang dagu.

"Ryuki itu juga sama, ia tampak tergila-gila pada Cherry dan super posesif padanya. Ia begitu melekat pada Shiho, sampai-sampai aku dan Shiho sulit untuk berbicara berdua saja. Ia sepertinya juga mencurigaiku sebagai salah satu komplotan penyerang itu. Maklum saja, karena aku bodyguard baru kan," jelas Masumi.

"Hmmm begitu ya..." gumam Shinichi sambil sibuk mengetik keyboard.

"Oi kau dengar tidak? Kau sedang apa sih?"

"Dengar dengar. Aku sedang mencoba program yang dibuat Shiho untuk mencari latar belakang Tsubasa, tapi kok susah ini ya..."

"Takuuu... Ngomong-ngomong bagaimana hasil pembicaraanmu dengan Kawaguchi-San?"

"Ah ya. Mereka memang ada perjanjian untuk merger setelah pernikahan. Isi perjanjian itu juga, jika Cherry meninggal tanpa anak, Tsubasa akan mewarisi seluruh asset Cherry. Jadi, kalaupun dia mau membunuh Cherry, seharusnya dilakukan setelah pernikahan bukan sebelumnya,"

"Ya juga,"

Shinichi berdecak, "Ya sudah Masumi, kau awasi saja terus Shiho dan sekitarnya. Aku masih bingung dengan program Shiho ini..."

"Hai Hai... Ja ne"

Mereka memutuskan sambungan.

"Oi Hakase! Ini bagaimana sih?!" panggil Shinichi.

Profesor Agasa menghampiri Shinichi dan melongok ke monitornya. Kemudian ia juga garuk-garuk kepala dengan kikuk, "Hehehe... Aku juga bingung..."

"Takuuu... Shiho buat program terlalu canggih... Dia masih konfrensi pers lagi..."

"Coba aku cari di kamarnya, sepertinya dia buat buku panduannya," Profesor Agasa pun berlalu ke kamar Shiho.

"Gomene Shinichi-Kun," kata Cherry yang memandangnya dari meja bar.

"Eh?" Shinichi menatapnya.

"Gara-gara aku, kau jadi kehilangan partnermu,"

"Tidak apa-apa. Bukan masalah besar,"

Cherry memiringkan kepalanya, "Kau tampaknya sangat mengandalkan Shiho-Chan ya?"

"Eh. Dia memang ilmuwan genius, aku dan Masumi cukup bergantung padanya,"

Cherry tersenyum, "Shinichi-Kun, apa kau suka pada Shiho?"

Shinichi terbelalak, "EHHH? Kenapa kau tanya begitu?"

"Habisnya, melihat Shinichi-Kun begitu marah dengan ide kami bertukar tempat, sepertinya Shinichi-Kun begitu peduli pada keselamatan Shiho-Chan. Terlebih lagi ketika melihat kalian berdansa, sungguh sangat serasi!"

"Eh... anooo... sepertinya kau salah paham. Shiho dan aku hanya partner. Lagipula aku juga sudah bertunangan dengan Ran,"

Cherry mengerjap, "Heh? Kau dan Ran-Chan ternyata bertunangan?"

"Eh," Shinichi mengangguk.

"Eh gomen gomen, aku tidak tahu," Cherry jadi tidak enak hati.

Shinichi terkekeh, "Tidak apa-apa,"

"Aku kira Shinichi-Kun dan Shiho-Chan saling menyukai, karena kelihatannya begitu. Kalian suka bertengkar lucu. Kau melindunginya dan kalian juga saling percaya. Lalu sejak Shiho pulang ke rumahku, kau menelponnya berkali-kali untuk menanyakan kabarnya, aku tak pernah melihat kau menelpon Ran-Chan,"

"Ehhh... Aku memang seperti itu kalau ada kasus. Bisa lupa segalanya dan karena Shiho partnerku jadi kami sering berdiskusi, karena hanya dia yang nyambung selain Masumi tentunya,"

"Benar-benar romantis,"

"Romantis apanya?"

"Orang yang pacaran maupun suami-istri bahkan belum tentu bisa seperti itu. Kekompakanmu dan Shiho-Chan sungguh membuat orang iri. Aku jadi teringat dengan asistenku Ryuki-Kun," mata Cherry melembut saat menyebut nama Ryuki.

"Ryuki?"

"Aku begitu mengandalkannya seperti Shinichi-Kun mengandalkan Shiho-Chan. Ryuki-Kun juga sangat peduli padaku seperti halnya Shinichi-Kun mengkhawatirkan Shiho-Chan. Dia sangat perhatian dan lemah lembut. Dia selalu melindungiku dari apapun termasuk kecerobohanku sendiri,"

"Cherry-San. Apa kau menyukai Ryuki?" tanya Shinichi.

"Eh?" wajah Cherry memerah, "Kelihatan ya?"

"Tentu saja,"

"Eh," Cherry mengaku, "Aku suka padanya, karena itu jauh di dalam lubuk hatiku, aku tak percaya Ryuki yang ingin menyakitiku,"

"Apa dia tahu kau suka padanya?"

"Entahlah, aku tak pernah bilang apa-apa padanya,"

"Kalau kau menyukai Ryuki kenapa kau bersedia bertunangan dengan Tsubasa?"

"Ano... Aku tidak mau mengecewakan Papa dan Mama. Mereka begitu ingin melihatku menikah dengan Tsubasa-Kun,"

"Apa mereka tahu kau menyukai Ryuki?"

Cherry menggeleng.

"Cherry-San. Jika setelah semua ini selesai dan terbukti Ryuki bukan orang jahat. Apa kau mau jujur terhadap dirimu sendiri?"

"Eh? Maksudnya?"

"Kebenaran di dunia ini hanya ada satu. Begitu juga kebenaran di dalam hatimu. Jujurlah pada dirimu sendiri Cherry-San. Kalau ternyata Ryuki memang benar-benar baik, maukah kau memperjuangkannya?"

"Demo... Aku tidak tahu apakah Ryuki-Kun juga menyukaiku..."

"Bukankah dia sangat perhatian padamu?"

"Tapi bisa saja dia seperti yang Shinichi kun katakan tadi. Mungkin dia hanya melihatku sebagai partnernya,"

Shinichi tersenyum, "Kalau kau tidak mengungkapkannya, kau takkan pernah tahu. Bukanlah lebih baik mencoba? Daripada hanya memendamnya saja sendirian?"

Cherry tampak mempertimbangkan sejenak sebelum menguatkan dirinya, "Uhm. Baiklah. Apabila kau berhasil membuktikan Ryuki tidak bersalah. Aku... Aku mau mencobanya!"

"Kita sepakat kalau begitu,"

"Sudah aman?" tanya Shinichi.

"Eh," sahut Shiho, "Ini tengah malam, gila saja kalau si asisten itu masih mau memelototiku di kamar pribadi," gerutunya.

"Masumi?"

"Di kamarnya. Mau tidak mau. Masumi bodyguard baru tapi sudah diberi kepercayaan besar untuk melindungiku begitu intens. Jika Masumi tidak pisah dariku, tatapan Ryuki padaku juga tidak mau lepas. Sungguh merepotkan, kami juga jadi susah berdiskusi,"

"Ada keanehan di antara Ryuki dan Tsubasa?"

"Sejauh ini tidak. Tapi ya aku merasa Ryuki lebih posesif daripada Tsubasa. Cara Tsubasa mencintai Cherry terlalu formal. Ngomong-ngomong kau sudah dapat apa?"

"Ehhh... setelah kurang lebih satu jam berkutat dengan programmu, akhirnya aku bisa menggunakannya,"

"Aku kan sudah mengajari Hakase,"

"Kau tahu sendiri dia suka lupa,"

"Aku membuat buku petunjuk,"

"Ya aku akhirnya menggunakan itu. Sudahlah, pokoknya aku tertarik pada latar belakang dua pria itu, Tsubasa dan Ryuki. Ryuki dan ibunya tinggal di sebuah desa di Hokkaido. Ayahnya sudah meninggal sejak dia masih kecil. Ryuki yang rajin dan pintar berhasil mendapatkan beasiswa di Universitas Tokyo. Ia lulus dengan nilai terbaik. Ia masuk ke Takahara Group dan berkat kejujurannya dipercaya jadi asisten pribadi Cherry,"

"Sesuai dengan yang diceritakan Cherry-San,"

"Eh,"

"Lalu Tsubasa?"

"Orang tua Tsubasa juga sudah meninggal. Ia dibesarkan oleh pamannya Takahashi Yoichi,"

"Sesuai juga dengan cerita Cherry-San,"

"Tapi..."

"Tapi?"

"Cherry-San bilang sebagai paman dan keponakan mereka tidak terlalu akrab. Yoichi adalah paman yang sangat diktator dan suka memaksakan kehendaknya pada Tsubasa,"

"Sebelum konferensi pers, aku ada bertemu Yoichi. Dia memang tampak menyambutku meski sangat formal. Dia tersenyum tapi, senyum itu tidak sampai ke matanya," ujar Shiho, "Namun sejauh penglihatanku, tidak tampak ketidakcocokan di antara dirinya dan Tsubasa,"

"Ada satu hal yang menarik di sini," Shinichi menggerakan mousenya.

"Nani?"

"Takahashi Group merupakan perusahaan yang juga bergerak di bidang perhiasan. Dua puluh tahun lalu mereka pernah kalah tender dalam Projek Aphrodite,"

"Projek Aphrodite?"

"Perhiasan-perhiasan yang dipesan untuk kontes kecantikan Miss Universe di Yunani. Projek yang nilainya mencapai miliaran yen,"

"Heh..." Shiho takjub.

"Ketika itu Takahashi Group masih dipimpin oleh ayah Tsubasa. Takashi Yukishiro. Tak lama setelah kalah tender, Yukishiro meninggal karena serangan jantung dan istrinya Takahashi Yui, menyusul meninggal tak lama kemudian karena sakit,"

"Apa mereka menaruh dendam pada Takahara Group karena projek itu?"

"Entahlah. Namun sejak kekalahan itu hingga kini, tidak pernah ada berita perselisihan di antara kedua group itu. Pada akhirnya Takahara Group menguasai pangsa pasar Eropa, Asia Timur dan Tenggara, sementara Takahashi menguasai pangsa Amerika dan Timur Tengah. Kini jika Cherry dan Tsubasa menikah. Kedua perusahaan akan merger dan menguasai pangsa pasar hampir di seluruh dunia,"

"Kudo-Kun mungkin kah?"

"Ah, hari ketika merger itu ditandatangani, adalah saatnya,"

"Mereka mau ada pertemuan keluarga beberapa hari lagi. Sepertinya untuk menentukan tanggal pernikahan,"

"Kabari aku setelah kau tahu tanggalnya,"

"Yokai"

.

.

.

.

.

"Kau belum pulang Ran-San?" tanya Araide Sensei suatu malam.

"Eh, anoo Sensei, aku sudah berjanji pada Ken-Chan untuk membacakan dongeng sebelum pulang," jawab Ran.

Araide tersenyum, "Kau benar-benar perawat yang sangat baik, anak-anak itu semuanya mengagumimu,"

Ran ikut tersenyum, "Mereka menyenangkan,"

"Padahal sekarang malam minggu, tapi kau malah lembur demi membacakan dongeng untuk mereka. Apakah tunangan detektifmu tidak apa-apa?"

"Tidak masalah, Shinichi juga sedang sibuk dengan kasusnya,"

"Oh begitu,"

"Eh," Ran mengangguk.

"Ngomong-ngomong Ran-San, ada satu hal yang ingin kutawarkan padamu,"

"Apa?"

"Apa kau pernah mendengar rumah sakit apung Indonesia milik Dr. Lie?"

"Eh, iya aku pernah mendengarnya,"

"Sebenarnya aku mendapatkan tawaran untuk bekerja di sana. Bayarannya mungkin memang tidak sebesar di rumah sakit ini, karena itu seperti relawan saja. Tapi aku tertarik karena jadinya kita bisa mengelilingi pedalaman dan mengenal Indonesia lebih jauh. Membantu sesama dan mempelajari banyak kasus penyakit. Aku ingin sekali mengajak Ran-San menjadi asistenku, karena Ran-San sangat cocok untuk pekerjaan ini. Ran-San begitu peduli pada sesama,"

"Wah, itu memang kesempatan yang bagus," Ran tampak tertarik.

"Mereka menawariku kontrak satu tahun namun bisa diperpanjang kalau mau. Akhir tahun ini aku akan bergabung dengan mereka. Kau masih bisa mempertimbangkannya dan mendiskusikannya pada Shinichi-Kun sampai waktu itu,"

"Uhm. Aku akan memikirkannya Araide-Sensei. Terima kasih karena sudah percaya padaku,"

Araide Sensei tersenyum lagi, "Aku tunggu kabar baik darimu,"

"Huah..." Shiho menguap, ia lupa menyembunyikan sifat aslinya. Namun untungnya itu tidak fatal.

"Anda lelah Nona Cherry?" tanya Ryuki.

"Eh tidak apa-apa. Hanya sedikit mengantuk karena semalam aku begadang untuk mendesain perhiasan," dusta Shiho, padahal ia diskusi dengan Shinichi.

"Ingin kubawakan sesuatu Nona?"

"Tidak usah Ryuki-Kun, tidak perlu repot-repot," Shiho menolak halus.

"Anda bicara apa Nona, sudah tugas saya melayani Nona Cherry," kata Ryuki lembut, "Saya akan bawakan kopi rendah kalori seperti biasa,"

"Arigatou,"

Ryuki pun keluar ruangan.

Shiho menghela napas.

"Dia benar-benar cinta mati sama Cherry ya?" kata Masumi yang menghampiri Shiho setelah seharian berdiri di pojokan. Ia sedikit merenggangkan otot-otot tubuhnya.

"Eh," Shiho menggeram, "Siang Ryuki, malam Kudo. Lama-lama aku yang bisa mati,"

"Jadi Kudo bicara apa semalam?"

Shiho menceritakannya dengan cepat sebelum Ryuki datang lagi.

"Aneh. Kalau memang motifnya adalah dendam, mereka seharusnya mengincar Cherry setelah pernikahan di mana perjanjian itu mulai efektif," kata Masumi seraya bertopang dagu setelah Shiho menyelesaikan ceritanya.

"Itulah. Atau memang tersangkanya bukan dari Takahashi Group? Ryuki menyukai Cherry, bisa jadi ini adalah ulahnya agar pernikahan tersebut batal,"

"Eh, bisa juga,"

"Dia datang,"

Masumi kembali ke posisinya.

"Kopinya Nona Cherry," Ryuki meletakkan cangkir kopi tersebut di meja kerja Shiho.

"Arigatou Ryuki-Kun,"

"Oh ya Nona. Pertemuan dengan keluarga Takahashi adalah tiga hari lagi, untuk menentukan tanggal pernikahan Anda dan Tsubasa-San,"

"Terima kasih sudah mengingatkan Ryuki," ucap Shiho.

"Ano..."

"Uhm?" Shiho memandangnya.

"Apakah Anda benar-benar akan menikah dengan Tsubasa-San?" tanya Ryuki.

"Kau tentunya tahu, perjodohan ini adalah yang Papa Mama inginkan untukku. Jika mereka memilih Tsubasa-Kun untuk menjadi suamiku, maka itulah yang terbaik. Tidak ada orang tua yang ingin merugikan anaknya bukan?"

"Eh, Anda benar Nona," sahut Ryuki dengan kilau mata sendu.

"Memangnya kenapa Ryuki-Kun? Apakah kau keberatan dengan pernikahanku?" tanya Shiho menyelidik.

"Tidak Nona. Apa hak saya untuk keberatan? Asalkan Nona Cherry bahagia, saya juga bahagia," ucap Ryuki tulus.

Namun Shiho masih memandangnya lekat-lekat hingga Ryuki jadi salah tingkah.

"Apakah ada sesuatu yang ingin kau sampaikan padaku Ryuki-Kun?"

"Eh? Tidak ada lagi Nona,"

"Baiklah. Kalau kau ingin menyampaikan sesuatu, katakan saja terus terang padaku,"

"Baik Nona," sahut Ryuki dengan wajah memerah.

"Wah rancanganmu bagus sekali Cherry-San," puji Ran.

Siang itu Cherry, Ran dan Sonoko sedang berada di rumah Profesor Agasa.

Cherry tersenyum, "Arigatou,"

"Rancangan Cherry-Chan memang bagus, karena itulah Okasan suka sekali memesan perhiasan dari Takahara Group," kata Sonoko.

"Aku harus membuat beberapa desain untuk dikirimkan ke Shiho-Chan. Meski sebenarnya aku yakin dengan kepandaian dan selera Shiho-Chan yang tinggi. Kalau dia mau, dia juga bisa merancang perhiasan. Dia kan ilmuwan," kata Cherry.

"Ya, dia memang genius. Wanita serba bisa. Okasan dan Otosan sangat senang padanya. Skin care buatannya laris di pasaran sampai detik ini. Yah tentu saja, yang tua saja bisa jadi kecil apalagi cuma buat perawatan anti aging, hal sepele baginya," ujar Sonoko.

Cherry mengerjap, "Orang tua jadi kecil maksudnya?"

"Sonoko!" Ran menyenggolnya.

"Eh aku hanya melantur," Sonoko melambai-lambaikan tangannya, "Tak usah diambil hati,"

"Aku juga pernah makan kari buatannya, enak sekali," Cherry menjilati bibirnya membayangkan kari buatan Shiho.

"Karena itulah Shinichi percaya padanya. Kadang kalau dipikir-pikir kasihan juga Shiho-Chan. Dia ilmuwan tapi Shinichi dan Masumi memaksanya jadi detektif. Tak heran kalau Shiho jadi sering uring-uringan," kata Ran.

Mereka bertiga terkekeh.

"Iya Shinichi, Shiho dan Masumi seperti punya telepati. Level otakku tak sanggup kalau mau membuat deduksi seperti mereka," kata Sonoko.

Cherry tertawa, "Aku tak dapat membayangkannya,"

"Kau benar-benar versi manisnya Shiho, andai Shiho bisa sedikit saja imut seperti dirimu," gerutu Sonoko penuh harap.

Cherry menggeleng, "Aku malah ingin seperti Shiho-Chan. Cerdas dan tangguh. Bicaranya memang tajam, tapi dia apa adanya. Sementara aku, aku termasuk penakut kalau mau mengungkapkan pendapatku sendiri,"

"Heeeh..." Sonoko tak dapat memercayai telinganya.

"Shiho-Chan benar-benar seperti Princess dan Lady berkelas dibandingkan dengan diriku,"

"Ya... dia memang keren sih..." Sonoko mengaku sambil menggaruk-garuk pipinya.

Cling! Mendadak terdengar suara besi yang jatuh di meja.

Ternyata cincin tunangan Ran yang copot lagi dari jarinya.

"Eh?" Cherry memungut cincin itu dan memeriksanya dengan seksama, "Ini kan cincin Dewi Aphrodite,"

"Cincin Dewi Aphrodite?" ulang Ran.

"Uhm," Cherry mengangguk, "Tidak salah lagi. Ini desain yang legendaris, cincin yang diwariskan turun temurun. Sangat langka. Hanya ada tiga saja di dunia. Bagaimana kau mendapatkannya Ran-Chan?"

"Itu adalah cincin tunangan yang diberikan Shinichi," sahut Ran.

Cherry takjub, "Ehhhh... Shinichi-Kun benar-benar pria berkelas dan romantis ya... Aku salut juga dia bisa dapat cincin ini,"

"Salah seorang klien memberikannya ketika Shinichi membantu kasusnya selesai," jelas Ran.

"Memang apa hebatnya cincin itu?" tanya Sonoko.

"Loh memang Shinichi-Kun tidak bilang apa-apa saat mengenakan cincin ini?" tanya Cherry.

Ran menggeleng.

"Mawar adalah salah satu atribut Dewi Aphrodite. Dewi Kecantikan dan Dewi Cinta dari Yunani. Biasanya cincin ini diturunkan dari orang tua ke anak lelakinya untuk diberikan pada istrinya, atau ke anak perempuan mereka atau menantu perempuan. Jika cincin ini pas di jari si wanita, maka wanita itu akan menjadi belahan jiwa si pria. Tapi bila cincin ini kebesaran atau kekecilan di jari mereka, tak lama kemudian mereka pasti akan berpisah," kemudian Cherry mencoba cincin itu di jari manis kirinya, "Lihatlah! Jariku dan Ran-Chan ukurannya sama, tapi cincin ini kekecilan di jari manisku. Tidak muat sampai bawah hehehe... Aku memang bukan belahan jiwa Shinichi-Kun,"

"Areee?" Sonoko memelototi jari Cherry yang mengenakan cincin, "Cincin itu malah longgar di jari Ran,"

"Oh ya?"

"Coba kalau aku. Jariku juga sama dengan Ran-Chan," Sonoko meminta cincin itu.

Cherry memberikannya pada Sonoko.

Sonoko memakainya dan melotot, "Duh! Kebesaran juga! Ran, kau benar sudah perbaiki?"

"Sudah kok. Sampai tiga kali malah! Tapi longgar lagi longgar lagi,"

Sonoko memelototi Cherry, "Eh Cherry-Chan, apa maksudmu si Ran bukan belahan jiwa Shinichi? Mereka sudah saling mencintai dari kecil tauk!"

Cherry jadi kikuk, "Itu cuma dongeng dan legenda, tak usah diambil hati. Mungkin memang Ran-Chan harus memperbaiki ukurannya lagi di toko perhiasan,"

Ran mengenakan kembali cincin yang longgar itu di jarinya. Mendadak hatinya menjadi resah. Klien itu pasti cerita pada Shinichi mengenai legenda cincin Aphrodite. Namun Shinichi tidak pernah mengatakan apa-apa padanya. Mungkin setelah Shinichi menyadari cincin itu longgar di jarinya, Shinichi jadi bungkam supaya Ran tidak kepikiran.

Kemudian Ran teringat sesuatu.

"Di sini! Karena WC sudah digedor-gedor sama orang yang sakit perut, buru-buru kupakai saja supaya tidak hilang..."

"Di jariku pas-pas saja kok!"

Ran memandang cincin itu lekat-lekat. Cincin ini begitu pas di jari Shiho. Apakah mungkin... Apakah mungkin sebenarnya Shiho-lah belahan jiwa Shinichi? Lalu Ran teringat ketika Shinichi dan Shiho latihan dansa. Mereka begitu serasi, mengalir dan seakan terhanyut.

Aku harus bagaimana? Batin Ran.

.

.

.

.

.

"Shinichi... Shinichi... Shinichi!" panggil Ran terus-menerus.

"Eh? Ada apa Ran?" Shinichi memandangnya.

"Aku sedang bertanya padamu, lebih bagusan yang mana gaunnya?" kata Ran sambil menunjukkan beberapa majalah yang terdapat desain-desain gaun pengantin.

"Semuanya bagus,"

"Takuuu... Mana bisa begitu..."

"Kau pilih saja sesukamu Ran. Kau cantik pakai apa saja,"

"Kau sedang apa sih? Dari tadi sibuk mengetik terus?"

"Aku sedang chat dengan Masumi. Sekarang ini Shiho sedang ada pertemuan keluarga dengan Takahashi Group untuk menentukan tanggal pernikahan. Sementara aku belum mendapat petunjuk mengenai pelakunya,"

"Duh! Bukannya mengurus pernikahan sendiri malah memikirkan rencana pernikahan orang lain," gerutu Ran seraya melipat tangannya.

"Gomen gomen Ran. Aku janji setelah kasus ini selesai, kita akan mengurus pernikahan kita bersama-sama,"

"Benar janji ya?"

"Eh," Shinichi mengangguk sambil masih mengetik keyboard di laptopnya, "Yang penting sekarang aku harus menemukan pelakunya dulu untuk segera mengeluarkan Shiho dari sana,"

"Kau tampaknya peduli sekali pada Shiho-Chan,"

"Tentu saja, dia kan partnerku," sahut Shinichi tanpa menangkap maksud kecemburuan di nada suara Ran.

"Shinichi, mungkinkah terjadi sesuatu padamu tanpa kau sadari?"

Shinichi membeku seraya mengerjap menatap Ran, "Terjadi sesuatu padaku tanpa kusadari? Apa maksudnya Ran?"

Ran menghela napas, "Tidak ada, tak usah dipikirkan. Lanjutkan saja pekerjaanmu, aku akan memilih gaunnya sendiri,"

"Kalau begitu kita sepakat. Pernikahannya akan digelar bulan depan," kata Yoichi, paman Tsubasa dari pihak ayahnya.

"Kami akan mempersiapkan segala sesuatunya," kata Kawaguchi, "Ryuki akan mengurus semuanya,"

Takuuu... Apa aku masih harus berpura-pura hingga sebulan lagi? Batin Shiho. Ia berharap Shinichi dapat menemukan pelakunya sebelum sebulan.

Pertemuan itu berakhir. Tsubasa dan pamannya mengantar Keluarga Takahara sampai lobi depan hotel.

"Hati-hati di jalan Kawaguchi-San, Diana-San," kata Yoichi sebelum sopir menutup pintu sedan mewah Kawaguchi dan Diana.

"Sampai nanti Cherry," kata Tsubasa.

"Eh," sahut Shiho.

Tsubasa mengecup pipi Shiho.

Ryuki menunduk ketika melihat hal itu.

Shiho akhirnya masuk di kursi belakang bersama Ryuki sementara Masumi di sisi sebelah sopir. Mereka menaiki mobil terpisah dari Kawaguchi dan Diana.

Di tengah jalan, mendadak saja ada tiga pengendara motor Harley mengelilingi sedan yang membawa Shiho.

"Nani? Siapa mereka? Apa mau mereka?" Ryuki memandang para pengendara motor itu dengan bingung.

"Sialan! Sepertinya mereka komplotan penyerang itu!" umpat Masumi.

Sopir mengerem mendadak ketika salah satu motor Harley menghadang jalan mereka.

Prang! Mereka mulai memecahkan kaca mobil. Shiho digeret keluar.

"Nona Cherry!" Ryuki berteriak panik.

Masumi menghajar salah satu dari mereka dengan Jet Kun Do nya.

Ryuki juga menghajar yang satu lagi, namun karena ia tidak bisa bela diri, wajahnya habis babak belur. Hidungnya berdarah.

Syut! Meski lehernya dirangkul dari belakang oleh pelaku, Shiho berhasil menembakkan bius dari arlojinya kepada pelaku yang menghajar Ryuki, untuk menyelamatkan pria itu dari hantaman tambahan. Sementara Masumi menghajar pelaku yang menggeret Shiho hingga jatuh berdebum di aspal dan pingsan. Merasa sudah sendirian karena dua temannya telah kalah, pelaku terakhir akhirnya kabur dengan motor Harleynya.

"Sialan! Kau takkan bisa kabur kali ini!" Masumi mengambil salah satu Harley untuk mengejarnya.

"Masumi!" Shiho ingin ikut namun mendadak Ryuki memanggilnya.

"Nona Cherry!"

Shiho menoleh dan melihat Ryuki mimisan banyak, ia pun menunduk menghampiri Ryuki, "Naikkan kepalamu dan tekan terus hidungnya supaya darahnya berhenti mengalir," ujar Shiho seraya mengatur posisi Ryuki.

"Tapi Nona..." Ryuki meluruskan kepalanya lagi.

"Ck! Patuhi perintahku!" Shiho menaikkan kepala Ryuki lagi agar darahnya berhenti. Kemudian ia meraih salah satu Harley.

"Nona Cherry?" Ryuki yang melihat melalui ekor matanya tampak heran.

"Cepat panggil polisi!"

"Anda mau ke mana?"

"Menyusul Masumi!" seru Shiho sembari membawa Harleynya ngebut.

Masumi sudah melapor pada Shinichi mengenai pengejaran itu. Shinichi langsung menyusul dengan mobil sport putihnya. Ran juga ikut di dalam mobilnya. Shinichi, Shiho dan Masumi terus berkomunikasi selama pengejaran.

"Aku melihatnya belok di jalan Beika!" seru Masumi.

"Yokai!" terdengar Shiho menyahut.

"Aku menuju ke sana!" sahut Shinichi.

Masumi melihat pelaku itu memasuki sebuah bangunan runtuh sambil tetap mengendarai Harleynya, Masumi mengikuti jejaknya, Shiho juga menyusul. Mereka terus berkejaran di dalam gedung. Sementara Shinichi yang sudah sampai sana, mobilnya tidak muat masuk.

"Kau tunggu sini Ran," pinta Shinichi sebelum keluar dari mobilnya dan lari masuk ke gedung kosong itu.

"Hati-hati Shinichi!" seru Ran.

Ketika baru sampai lantai tiga Shinichi mendengar deruan, ia menuju balkon untuk melongok ke atas dan melihat Masumi berhasil menyudutkan pelaku itu hingga ke atap. Masumi melakukan standing dengan Harleynya dan berhasil menjatuhkan pria itu dari motornya. Harley itu berguling dan mengenai Harley Shiho. Shiho kehilangan keseimbangannya dan ikut jatuh dari motor. Kesempatan itu dimanfaatkan si pelaku untuk menawan Shiho dan menggeretnya mundur hingga ke ujung teras.

"Satu langkah lagi dan dia akan mati," ancam pria itu seraya mengeluarkan belatinya dan menghunus mengancam di bawah leher Shiho.

"Shiho!" Masumi tampak panik.

"Shiho!" Shinichi juga panik.

"Tidak! Shiho-Chan!" Ran yang keluar dari mobil dan melihat dari bawah juga tampak cemas.

"Shiho?" pelaku itu mengernyit.

"Eh. Dia Shiho bukan Cherry," kata Masumi.

"Tidak mungkin!" pria itu tampak tak percaya.

"Mungkin saja," kata Shiho dingin, "Karena aku tidak selemah Cherry," kemudian ia menyikut pria itu kuat-kuat.

Pria itu terhuyung, Masumi menangkap belatinya dan menghajarnya. Namun Shiho juga kehilangan keseimbangannya, ia jatuh ke bawah namun sempat berpegangan di tepi balkon. Masumi tak dapat menolongnya karena sedang disibukkan oleh pertarungannya dengan pelaku itu yang jago karate. Ia pria yang sama yang menyerang di pesta pertunangan.

"Ugh..." Shiho mengeluh, tangannya licin, tak kuat memegang tepi balkon lebih lama lagi.

"Shiho!" panggil Shinichi.

Shiho meliriknya.

"Lompat saja, aku akan menangkapmu!" kata Shinichi.

"Apa?! Kau gila! Ini tinggi tahu!" amuk Shiho.

"Cuma enam meter!"

"Tetap saja tulangku bisa patah!"

"Aku akan menangkapmu!" ulang Shinichi tegas seraya mengangkat kedua tangannya.

"Kalau malah lolos ke balkon belakangmu bagaimana?!"

"Tidak! Percayalah padaku!"

"Haduuuuh!" Shiho mengintip Masumi yang masih sibuk bertarung. Sementara tangannya semakin merosot. Ia tak punya pilihan lain. Seraya memejamkan mata, menguatkan diri dan otot-ototnya, Shiho melepas pegangannya dan melompat ke bawah.

Hup! Shinichi berhasil menangkapnya meski ia ikut terjatuh dengan punggung menghantam lantai lebih dulu, semantara Shiho mendarat di atas tubuhnya.

"Aduh... kau berat juga..." gumam Shinichi.

"Kan cuma enam meter!" gerutu Shiho seraya bersusah payah bangun.

Shinichi juga perlahan menggerakan tubuhnya untuk bangun duduk dan mendadak mereka berdua tertegun. Wajah mereka menjadi berhadapan dekat sekali.

Shiho...

Kudo-Kun...

Seketika wajah mereka sama-sama merona.

"Oi! Sampai kapan kalian berdua mau lihat-lihatan begitu?" terdengar ocehan Masumi.

"Eh?" Shinichi dan Shiho menoleh padanya.

"Aku sudah berhasil mengalahkan bajingan ini," kata Masumi seraya menunjukkan pelaku yang berhasil diringkusnya hingga babak belur.

Polisi akhirnya menahan tiga pelaku yang mengendarai Harley itu untuk diinterogasi lebih lanjut.

"Bagaimana Kawaguchi dan Diana-San?" tanya Shiho.

"Mereka baik-baik saja," jawab Masumi, "Para pelaku itu tidak mengincar mereka. Sekarang mereka sudah aman di rumah,"

Shiho menghela napas lega, "Untunglah,"

"Kita harus kembali sekarang Shiho," kata Masumi.

"Eh," Shiho mengangguk.

"Aku ikut," kata Shinichi.

"EH?" Shiho dan Masumi menatapnya bingung.

"Untuk apa?" tanya Masumi.

"Situasinya semakin berbahaya," sahut Shinichi.

"Berbahaya bagaimana? Kan mereka sudah ditangkap," kata Shiho.

"Bisa saja kan masih ada sisa lainnya. Siapa yang menyuruh mereka kita belum tahu!" Shinichi bersikeras.

Ran hanya termangu mengamati semua itu.

"Dengar Kudo-Kun," ujar Shiho berusaha sabar, "Keadaan di rumah Takahara sudah cukup canggung di antara aku, Masumi dan Ryuki, jangan kau tambah lagi! Kalau ada kau, biang keladi semua ini akan menjadi waspada. Biar mereka berpikir kita sudah lega karena tiga pelaku itu tertangkap,"

"Aku setuju dengan Shiho," timpal Masumi, "Tidak biasanya kau seperti ini Kudo-Kun! Mana deduksi hebatmu!"

"Hai hai! Tetap laporkan semua perkembangannya padaku! Dan kau Shiho! Jawab semua telponku!" omel Shinichi.

Shiho memelototinya, "Kalau aku tak bisa jawab berarti aku sedang tidak bisa! Haduhhh! Jangan menyulitkan penyamaranku dengan sedikit-sedikit telpon!"

"Takuuu!"

"Ayo kita pulang Masumi!" ajak Shiho seraya menggandeng Masumi berjalan pergi.

Masumi hanya menghela napas lelah.

.

.

.

.

.

"Akhirnya sampai juga," Masumi mendesah setelah dirinya dan Shiho sampai di kamar Cherry di kediaman Takahara.

"Nyalakan lampunya Masumi," pinta Shiho.

"Hai hai,"

Masumi menekan sakelar. Namun ketika lampu telah menyala dan ruangan menjadi terang, mereka tertegun. Ryuki sedang berdiri di hadapan mereka sambil mengacungkan pistolnya. Masumi refleks berdiri di depan Shiho seraya mengangkat pistolnya juga.

"Apa maksudmu Ryuki?" tanya Masumi tajam.

"Harusnya aku yang bertanya, apa maksud semua ini?" balas Ryuki tak kalah tajamnya.

"Nani?"

Ryuki menatap Shiho, "Kau bukan Nona Cherry, siapa kau sebenarnya?"

Masumi dan Shiho bergeming.

"Nona Cherry takut darah dan jangankan motor Harley, dia bahkan tidak bisa naik sepeda. Katakan di mana kalian sembunyikan Nona Cherry?! Dan apa tujuan kalian?!"

"Kalau kami mengatakannya, apa yang akan kau lakukan?" tanya Shiho dingin.

"Cih! Jika kalian menyakitinya! Aku akan membuat perhitungan!"

Masumi dan Shiho saling lirik, mereka ingin menguji pria ini.

"Apa sebenarnya tujuan kalian? Harta Takahara Group? Siapa yang menyuruh kalian? Takahashi Group kah?!" Ryuki terus memborbardir mereka dengan pertanyaan.

"Takahashi? Kenapa kau mengira kami suruhan Takahashi?" tanya Masumi.

"Takahashi Yoichi memiliki dendam dengan Takahara Group karena kalah tender dua puluh tahun lalu. Kekalahan yang menyebabkan kakaknya meninggal,"

Shiho melipat lengannya, "Kalaupun mereka mau balas dendam, seharusnya dilakukan setelah pernikahan di mana perjanjian alih waris itu efektif. Bukan sebelum pernikahannya. Sebaliknya, alibimu lebih diragukan Ryuki,"

Ryuki mengernyit, "Nani?"

"Kau mencintai Cherry,"

Ryuki membeku.

"Jika ada yang tidak suka dengan pernikahan ini, maka kau orangnya. Kau menciptakan teror untuk mencegah Cherry menikah dengan Tsubasa," Shiho melakukan skakmatnya.

"Tidak! Itu tidak benar! Aku memang menyukai Nona Cherry. Namun aku juga ingin melihatnya bahagia. Aku tahu di mana posisiku, aku tidak kaya raya seperti Tsubasa. Jika Tsubasa dapat membuatnya bahagia, aku rela. Aku hanya cemas pada Yoichi pamannya,"

"Jadi," sela Masumi, "Kau akan melakukan apapun demi keselamatan Cherry?"

"Apapun, bahkan dengan nyawaku!" sahut Ryuki bersungguh-sungguh.

Masumi dan Shiho memandangnya lekat-lekat untuk menilai.

"Nona Cherry begitu rapuh, aku... aku sangat ingin melindunginya... Aku tak mungkin menyakitinya apalagi sampai menciptakan teror segala!" ucap Ryuki dengan mata berkaca-kaca.

Shiho mendesah, "Sepertinya dia bersungguh-sungguh Masumi. Dia juga terluka dan sangat terkejut ketika ketiga penyerang tadi muncul. Kita bisa percaya padanya,"

"Baiklah, jika kau menurunkan pistolmu, kami akan memberitahu semuanya," kata Masumi pada Ryuki.

Akhirnya Ryuki dan Masumi menurunkan pistol bersamaan.

"Jadi di mana Nona Cherry? Dan siapa kalian?" Ryuki mengulang pertanyaannya.

"Satu satu," Masumi mengangkat tangannya, "Aku Masumi Sera, detektif dan dia adalah Miyano Shiho sepupuku, dia ilmuwan. Kami berdua partner Kudo Shinichi,"

"Kudo Shinichi? Detektif yang terkenal itu?"

"Eh," Masumi mengangguk, "Beberapa waktu lalu Kawaguchi dan Diana-San menerima telpon misterius yang mengincar nyawa Cherry. Kemudian mereka secara tak sengaja melihat Shiho yang mirip dengan Cherry dan meminta mereka bertukar posisi sampai kami berhasil menemukan siapa pelakunya. Sekarang Cherry aman bersama Kudo Shinichi di Kota Beika,"

"Mereka tidak memberitahuku mengenai hal ini,"

"Tentu saja, karena siapapun dapat menjadi tersangkanya. Sehingga selain kami, yang mengetahui hal ini hanya suami-istri Takahara dan Cherry sendiri," jelas Masumi.

"Jadi, seperti katamu tadi, kau mencurigai Yoichi? Bagaimana dengan Tsubasa?" tanya Shiho.

Ryuki bertopang dagu, "Sepeninggal Yukishiro, ayah Tsubasa, Yoichi mengambil alih semuanya. Perusahaan dan termasuk kehidupan Tsubasa. Setahuku dia paman yang sangat diktator, Tsubasa selalu dipaksa menuruti kemauannya. Meski di depan umum Tsubasa tampak baik-baik saja dan mampu mengendalikan diri, namun sebenarnya dia menderita. Ia benar-benar berharap bisa melepaskan pengaruh pamannya dari kehidupannya,"

"Tapi jika Yukishiro meninggal karena terpukul oleh kekalahan tender itu. Tidakkah Tsubasa juga menaruh dendam terhadap Kawaguchi?" tanya Masumi.

"Aku tidak tahu apakah kematian ayahnya membuatnya terpukul. Dua puluh tahun lalu ketika hal itu terjadi, tentunya Tsubasa masih kecil. Sepertinya ia lebih trauma akan perlakuan keras Yoichi terhadap dirinya,"

"Kalau memang ada masalah seperti ini, kenapa Kawaguchi-San masih nekad menjodohkan mereka?" Shiho bertopang dagu.

"Masing-masing perusahaan memiliki pangsa pasarnya. Ketika pertunangan ini diumumkan, saham kedua perusahaan meningkat. Karena itu mereka ingin menyatukan kedua perusahaan melalui merger dan pernikahan, sehingga pangsa mereka lebih luas,"

Masumi mendengus meremehkan, "Hanya karena bisnis,"

"Kapan perjanjian merger itu akan ditandatangani?" tanya Shiho.

"Setelah pernikahan,"

"Di situlah anehnya, kalau memang setelah pernikahan, kenapa mereka mengincar nyawa Cherry sekarang ini? Mungkinkah sebenarnya bukan Takahashi Group di balik semua ini? Mungkinkah ada kompetitor lain yang tidak ingin kedua perusahaan bersatu?" tanya Masumi.

Ryuki berpikir sejenak, "Aku tidak yakin. Hanya Takahashi dan Takahara dua perusahaan perhiasan terbesar di Jepang. Kalaupun ada kompetitor lain, mereka adanya di Eropa,"

Masumi mendesah, "Kita hanya bisa menunggu laporan dari polisi. Semoga saja mereka berhasil membuka mulut ketiga penyerang tadi,"

"Anooo..." Ryuki ingin mengatakan sesuatu.

"Nani?" Shiho dan Masumi memandangnya.

"Apakah... Apakah aku dapat bertemu dengan Nona Cherry?"

Masumi dan Shiho bertukar pandang ragu.

"Aku hanya ingin memastikannya baik-baik saja. Aku berani sumpah bukan aku dalang di balik semua ini. Aku paling tidak ingin Nona Cherry cemas atau tersakiti,"

Shiho menghela napas seraya mengangkat bahunya, "Gomene Ryuki-Kun, tapi bukan kami yang dapat memutuskan hal itu,"

"Nani?"

"Kami harus mendapatkan persetujuan dari bos kami, Kudo Shinichi," sambung Masumi.

"Ryuki-Kun!" Cherry menyambut kedatangan Ryuki di rumah Profesor Agasa. Wajahnya merona dan berseri-seri melihat pemuda tampan itu.

"Nona Cherry! Anda baik-baik saja?" tanya Ryuki yang tampak senang melihat Cherry.

"Eh," Cherry mengangguk, "Aku baik-baik saja. Aku sangat senang di sini bersama Profesor Agasa, Ran-Chan dan Sonoko-Chan," ujar Cherry ceria seperti biasa.

"Yukata," Ryuki tampak lega mendengarnya.

Setelah Masumi dan Shiho menceritakan semuanya pada Shinichi. Ryuki dan Cherry pun akhirnya diperbolehkan untuk bertemu.

"Arigatou Kudo-Kun," kata Ryuki pada Shinichi, "Karena sudah menjaga Nona Cherry selama ini, juga untuk semuanya yang melakukannya demi Nona Cherry,"

"Harusnya kau berterima kasih pada Shiho," celetuk Masumi, "Dia yang lebih dulu bersedia bertukar tempat. Shinichi-Kun sempat menolak mentah-mentah,"

"Oh begitu rupanya," kata Ryuki lalu memandang Shiho, "Sungguh maaf merepotkanmu Miyano-San,"

"Sudahlah," sahut Shiho malas-malasan.

"Aku ingin dengar sendiri darimu Ryuki-San," kata Shinichi pada Ryuki, "Kalau kau memang tahu sesuatu tentang teror ini,"

"Uhm... Aku tidak tahu apakah hal ini dapat membantu..." Ryuki menimbang-nimbang.

"Apa?" tanya Shinichi.

"Sebelum pertunangan diumumkan, aku pernah tak sengaja mendengar pembicaraan antara Kawaguchi-San dan Diana-San di ruang kerjanya,"

"Papa Mama bicara apa?" tanya Cherry yang juga ingin tahu.

"Kawaguchi-San dan Diana-San tampak berselisih pendapat mengenai waktu penandatangan kesepakatan merger itu. Diana-San lebih ingin mencari jalan aman, menandatanganinya setelah pernikahan, namun Kawaguchi-San ingin kesepakatan ditandatangani sebelum pernikahan agar terlihat lebih profesional bukan seperti menjual anak,"

"Hmmm..." Shinichi bertopang dagu seraya berpikir.

"Kemudian ketika pertunangan telah diumumkan, aku diberitahu, kesepakatan itu akan ditandatangani setelah pernikahan tanpa dijelaskan alasannya,"

"Ketika pertunangan diumumkan, berarti setelah Kawaguchi-San dan Diana-San menerima telpon misterius itu. Akhirnya mereka memutuskan untuk memilih jalan aman," gumam Shinichi.

"Eh," Ryuki mengangguk, "Tampaknya begitu,"

"Sudah ada informasi dari Inspektur Megure?" tanya Masumi pada Shinichi.

Shinichi menggeleng, "Ketiga penyerang itu masih bungkam,"

"Tapi setidaknya ternyata Ryuki bukan salah satu tersangka peneror itu. Kita dapat mempersempit pencarian kita," mendadak Profesor Agasa berkomentar.

"Benar juga," celetuk Shinichi seakan teringat sesuatu, "Seharusnya posisi Shiho dan Cherry bisa kembali. Ryuki bukan tersangkanya namun Masumi bisa tetap menjadi bodyguardnya,"

"Tidak bisa," sahut Ryuki, "Pelakunya belum tertangkap, sebaiknya mereka tidak bertukar tempat dulu. Biarkan Nona Cherry tetap di sini,"

"Nani?" Shinichi mengernyit tak suka, "Kau seolah tidak peduli Shiho yang juga dalam keadaan berbahaya dengan menggantikan posisi Cherry-San,"

"Egois," gumam Sonoko seraya melirik Ryuki dengan jutek.

"Sudahlah sudah," Shiho menengahi, "Tidak apa-apa. Aku akan tetap kembali ke keluarga Takahara bersama Masumi dan Ryuki-Kun. Kau segera temukan pelakunya saja Kudo-Kun,"

Mata Shinichi menyipit ketika menatap Shiho, "Karena sekarang Ryuki-San bagian dari kita, kau pasti lebih leluasa untuk menjawab telponku kan!"

"Hai! Hai!" sahut Shiho seraya melipat tangannya dengan angkuh.

.

.

.

.

.

"Huaaah..." Masumi menguap ketika mereka sudah sampai di rumah Keluarga Takahara, "Sepertinya aku butuh kopi, kau mau Shiho?" tawarnya.

"Eh boleh juga," sahut Shiho.

"Baiklah, aku ke dapur sebentar," kata Masumi seraya berjalan ke dapur.

Shiho dan Ryuki menghempaskan tubuh mereka di sofa yang bersebrangan.

"Terima kasih Miyano-San, karena kau melakukan semua ini demi Nona Cherry, aku sungguh berhutang padamu," kata Ryuki.

"Sudahlah, ini tidak seberapa. Aku dan Kudo-Kun pernah menghadapi yang lebih buruk dengan organisasi hitam besar,"

Ryuki tersenyum, masih tampak sedikit tak enak hati.

"Ah, kau tampak begitu berseri setelah bertemu Cherry-San. Kau benar-benar suka padanya ya?" goda Shiho.

Wajah Ryuki merona merah.

"Kau pernah memberitahunya?"

"Tentu saja tidak,"

"Kenapa?"

"Tidak mungkin dia menyukaiku,"

"Oh ya? Menurutku sebaliknya, Cherry menyukaimu. Dia lebih banyak berbicara tentangmu daripada Tsubasa tunangannya,"

Ryuki terpana, "Benarkah?"

"Eh," Shiho mengangguk, "Apa Kawaguchi-San dan Diana-San tahu?"

"Tentu saja tidak. Aku tidak berani,"

"Mereka begitu ramah, siapa tahu mereka akan setuju dengan hubunganmu dan Cherry,"

Ryuki mendesah, "Aku hanya anak desa biasa, tidak kaya raya. Mana pantas aku disandingkan dengan Nona Cherry,"

Shiho mendengus, "Belum mencoba sudah menyerah,"

Ryuki menatapnya, "Bagaimana dengan kau sendiri?"

"Uhm? Apanya?"

Ryuki nyengir, "Kau juga menyukai Kudo Shinichi kan?"

"Eh?" Shiho melongo dengan pipi merona.

"Tidak sulit untuk menebaknya," kata Ryuki.

"Yah anggaplah kau benar, tapi aku kan bertepuk sebelah tangan,"

"Masa? Kekhawatiran Kudo-Kun akan keselamatanmu, sama seperti aku mengkhawatirkan Nona Cherry,"

"Itu karena aku partnernya. Aku ilmuwan dan selalu membantu investigasinya. Jika dia kehilangan partnernya, tentunya dia akan sulit bekerja,"

"Tapi dia mewanti-wanti terus agar kau menjawab telponnya dan hal itu ia ucapkan tanpa merasa sungkan di hadapan tunangannya juga, bahkan sepertinya ia lupa tunangannya di sana,"

"Ran-San sudah mengerti bagaimana kami bekerja. Kudo-Kun penggila misteri, kalau sudah ada kasus ia akan lupa diri. Tidak ada yang aneh dengan kekhawatirannya,"

"Yah, aku memang tidak mengenal Kudo-Kun. Tapi sebagai pria, wanita yang dicintai adalah fokus yang utama. Seperti kata Kudo-Kun tadi, aku seakan mengabaikan keselamatanmu demi Nona Cherry. Namun ia malah mengabaikan rencana pernikahannya sendiri demi menyelamatkanmu dari penyamaran ini. Kalau aku yang memiliki rencana pernikahan dengan Nona Cherry, tentu aku akan mengabaikan segalanya demi pernikahan kami berjalan lancar,"

"Intinya, kau tetap lebih beruntung Ryuki-Kun. Kau dan Cherry-San saling mencintai. Kalian masih bisa memperjuangkan cinta kalian selama pernikahan Cherry dan Tsubasa belum dilaksanakan. Sementara aku dengan Kudo-Kun tidak ada harapan. Ia mencintai teman kecilnya, Mouri Ran,"

"Teman kecil?" Ryuki terkekeh, "Benarkah itu cinta? Atau hanya karena terbiasa? Sebagai teman kecil, tentunya mereka sudah terbiasa dengan angan-angan mereka dan anggapan para orang di sekitar mereka, bahwa mereka tampak serasi dan setelah dewasa akan menikah. Dongeng yang begitu lancar dan mulus,"

"Dongeng itu banyak yang nyata,"

"Tidak sedikit yang akhirnya bercerai karena mereka sadar itu hanyalah kebiasaan dan obsesi, bukan cinta yang sesungguhnya. Kudo Shinichi merupakan detektif hebat yang memiliki kemampuan deduksi tinggi, aneh kalau dia tidak peka terhadap hal ini pada dirinya sendiri, pada dirimu,"

"Seseorang bisa melihat orang lain namun tidak bisa melihat dirinya sendiri. Contohnya saja kau dan Cherry-San. Sudah jelas dia menyukaimu, tapi kau masih meragukannya,"

"Mungkin sama seperti dirimu melihat Kudo-Kun. Kau dan aku sama, kita tidak berani menaruh harapan,"

"Belum terlambat kalau kau masih ingin memperjuangkan Cherry-San. Tsubasa-Kun hanyalah seorang pria asing yang baru kalian kenal dua tahun belakangan ini, itupun pertemuannya tidak intens. Sementara aku dan Kudo-Kun, anggaplah kami sama-sama saling suka dan menyadari perasaan itu, namun kami tidak mungkin menyakiti Ran-San. Kudo-Kun takkan pernah meninggalkannya. Dan aku sendiri berteman dengan Ran-San, aku tak mungkin mengkhianatinya,"

Perkataan Shiho membuat Ryuki merenung, begitu juga bagi Shiho, perkataan Ryuki membuatnya jadi berpikir.

"Anda Takahashi Yoichi?" tanya Inspektur Megure.

"Benar," sahut Yoichi.

"Kami dari kepolisian," Inspektur Megure menunjukkan lencananya. Bersama timnya, ia mendatangi rumah keluarga Takahasi.

"Ada apa?" tanya Yoichi tidak mengerti.

"Silahkan ikut kami ke kantor sehubungan dengan teror dan percobaan pembunuhan terhadap Takahara Cherry," kata Inspektur Megure tegas.

"Apa?" Yoichi terperangah, "Membunuh Cherry-Chan? Apa-apaan? Dia sebentar lagi menantuku! Untuk apa aku membunuhnya?"

"Ada tiga saksi yang mengatakan Anda menyuruh mereka menyerang Cherry,"

"Aku tidak melakukannya!"

"Anda dapat menjelaskannya di kantor polisi,"

Takagi dan Chiba akhirnya menggeret Takahashi Yoichi ke kepolisian.

Teror pun berakhir. Sebagai permintaan maaf atas kelakukan pamannya, Tsubasa mendatangi kantor Takahara Group. Di sana juga telah berkumpul seluruh keluarga Takahara, Ryuki dan tim Shinichi. Tsubasa terkejut ketika ia mendapati dua Cherry.

"Sejak pertunanganmu hingga beberapa waktu lalu, Miyano-San lah yang menggantikan posisi Cherry. Semua demi keselamatan Cherry," ujar Kawaguchi.

Tsubasa menunduk dalam, "Aku benar-benar minta maaf atas sikap paman, Kawaguchi-San. Aku dapat mengerti kalau perjodohanku dengan Cherry tidak bisa dilanjutkan,"

"Sebagai keponakannya, kau tidak tahu rencananya?" tanya Masumi.

Tsubasa tampak murung, "Dia memang keras, tapi aku tidak pernah menyangka ia sanggup berbuat hingga sejauh ini,"

"Mungkin Yoichi-San masih menaruh kesal atas kekalahan tender Aphrodite dua puluh tahun lalu," kata Shinichi.

"Terus terang saja, aku tidak terlalu mengetahui hal itu. Dua puluh tahun lalu aku masih kecil. Bagiku, kalah maupun menang tender dalam dunia bisnis adalah biasa. Lagipula ayahku memang memiliki kelainan jantung sejak kecil, dan ibuku wanita lemah yang suka sakit-sakitan," ujar Tsubasa dengan mata berkaca-kaca.

"Kau tidak turut menaruh dendam akan hal ini?" tanya Shiho.

"Tentu saja tidak!" sanggah Tsubasa keras, "Apa untungnya?" lalu ia memandang Cherry, "Lagipula kelembutan Cherry mengingatkanku akan mendiang ibuku. Okasan juga wanita yang sangat lembut. Mana mungkin aku menyakitinya,"

"Eh?" Kawaguchi dan istrinya saling bertukar pandang.

"Aku sungguh-sungguh ingin menikahi Cherry dan melindunginya. Namun apabila karena kejadian ini, aku tidak dipercaya lagi, aku tak dapat menyalahkan keluarga Takahara. Pernikahan dan merger kami sebaiknya dibatalkan saja," Tsubasa mengepalkan tangannya dengan geram, "Paman Yoichi memang selalu begitu. Sejak kedua orang tuaku meninggal, dia selalu mengatur segala tindak tandukku. Aku tak pernah bahagia. Melihat Cherry memiliki kedua orang tua yang begitu ramah dan penyayang, aku sungguh iri dan ingin menjadi bagian dari Takahara. Namun siapa sangka, lagi-lagi angan-angan itu dihancurkan oleh Paman Yoichi," ia mendengus pahit.

Kawaguchi tampak iba, ia menghampiri Tsubasa dan menepuk pundaknya, "Kami hanya memiliki satu putri, kenapa kami harus menyingkirkan putra yang baik seperti dirimu?"

Tsubasa menatap Kawaguchi, "Nani?"

Kawaguchi tersenyum, "Yang salah adalah Yoichi, bukan dirimu. Perjodohan ini dapat tetap dilanjutkan. Penandatanganan kesepakatan merger juga akan kita lalukan sebelum pernikahan. Itu adalah keinginanku sejak awal. Aku ingin merger dilakukan secara profesional, aku tidak mau mendapat kesan dari publik, aku menjual Cherry pada Takahashi,"

"K-Kawaguchi-San..." Tsubasa menatapnya terharu.

"Eh," Kawaguchi mengangguk, "Semuanya akan baik-baik saja," ia meyakinkan.

"Syukurlah, semua berakhir bahagia," gumam Diana senang, kemudian memandang putrinya, "Sudah saatnya mempersiapkan pernikahanmu Cherry-Chan. Pestanya harus megah dan kau akan mengenakan gaun terbaik layaknya Princess,"

"E-Eh..." Cherry mengangguk patuh, meski hatinya masih menahan ganjalan.

Melihat hal itu, Ryuki hanya menampilkan seulas senyum. Berusaha tabah dalam menelan kepahitannya sendiri. Tampaknya ia memang harus merelakan Takahara Cherry.

Shinichi terdiam seraya berpikir, Benarkah berakhir begini? Tapi kenapa aku masih merasakan ada sesuatu yang salah... Apa...

"Ada apa Kudo-Kun?" bisik Shiho.

Shinichi menatapnya, "Shiho,"

"Nani?"

"Kita harus bicara setelah ini,"

"Eh?"

"Berdua saja,"

.

.

.

.

.

"Mobil Anda sudah siap Nona..." Ryuki tertegun ketika memandang kecantikan Cherry dalam balutan gaun pengantin putihnya.

Hari pernikahan tiba, Cherry dan Tsubasa akan melakukan pemberkatan pernikahan di sebuah gereja. Penandatanganan kesepakatan merger itu sudah dilakukan beberapa hari lalu.

"Ryuki-Kun..."

"Anda cantik sekali Nona," puji Ryuki dengan tatapan terpesona.

"Arigatou," ucap Cherry seraya tersenyum, "Tapi..."

"Ada apa Nona?"

"Ryuki-Kun, bisakah aku minta tolong sesuatu padamu?"

"Tentu saja Nona. Anda ingin apa?"

"Aku agak gugup. Aku ingin teman bicara sesama wanita. Shiho-Chan wanita yang cerdas dan dewasa. Bisakah kau memanggilnya kemari? Aku benar-benar perlu bercerita padanya,"

"Baiklah, saya akan menelpon Miyano-San,"

"Tidak tidak, jangan melalui telpon," pinta Cherry, "Tolonglah kau ke rumah Profesor Agasa untuk langsung menjemputnya kemari," wajahnya tampak memelas.

"Baiklah Nona, Anda tenang saja. Saya akan menjemput Miyano-San di Beika,"

"Eh," Cherry mengangguk, "Aku akan menunggu,"

"Saya pamit dulu,"

Ryuki pun keluar dari ruangan.

Ketika Ryuki sampai rumah Profesor Agasa, ia menemukan Shiho sedang bersantai di ruang tamu bersama Ran dan Sonoko.

"Miyano-San," Ryuki memanggilnya.

Shiho menghadapinya, "Ryuki-Kun? Kenapa kau kemari? Bukankah seharusnya kau berada di pernikahan Cherry-San?"

"Anoo... Nona Cherry memintaku kemari untuk menjemputmu..."

"Menjemputku?"

"Eh, sepertinya ia ingin cerita sesuatu padamu. Kau mau ke gereja sebentar?"

"Tentu saja,"

"Sampai nanti Shiho-Chan," Sonoko dan Ran melambai.

"Eh, sampai nanti," Shiho balas melambai.

Shiho mengikuti Ryuki sampai ke halaman depan sebelum mendadak berhenti melangkah dan tertegun. Ia memandang punggung pria itu lekat-lekat.

"Eh? Ada apa Miyano-San? Kenapa kau diam? Ayo cepat masuk mobil. Nona Cherry sudah menunggumu,"

"Tampaknya, kau begitu peduli pada Cherry-San, sampai bersedia melakukan semua yang dimintanya," kata Shiho.

"Kita sudah pernah membicarakan hal ini kan. Kenapa masih kau bahas?"

"Kalau kau mencintainya kenapa kau tidak berjuang untuk mendapatkannya? Pernikahan ini masih bisa dibatalkan!"

"Kau tahu itu tidak mungkin! Aku hanya pemuda desa miskin. Sementara Tsubasa kaya raya, aku tak pantas bersanding dengannya,"

"Tapi Cherry tidak mencintainya,"

"Mungkin suatu hari ia akan mencintainya, kau lihat sendiri, Tsubasa pria yang baik. Dia juga ingin melindungi Nona Cherry, sama seperti aku ingin melindunginya,"

"Seandainya Cherry hanyalah wanita miskin, apa kau masih akan mencintainya?"

"Aku tak peduli dia kaya atau miskin. Di hatiku Nona Cherry tidak tergantikan, dia lah Princess yang sesungguhnya,"

"Kalau dia bersedia kabur denganmu, kau mau?"

Ryuki mengernyit, "Sepertinya kau mulai melantur Miyano-San. Sebaiknya kita segera berangkat sekarang,"

Shiho menunduk, "Shinichi-Kun pernah bilang padaku. Kebenaran di dunia ini hanya ada satu. Begitu juga dengan kebenaran di hati kita. Kita harus jujur terhadap diri kita sendiri,"

"Nani?" Ryuki memandangnya bingung.

"Begitu juga dengan kebenaran di hatiku, hanya satu. Aku mencintaimu Ryuki-Kun,"

Ryuki terhenyak, semakin bingung, "E-Eh? Jangan-jangan kau..."

"Eh," Shiho alias Cherry memandangnya tajam, "Apa kau masih tidak bisa membedakan antara aku dan Shiho?"

Ran dan Sonoko melongok dari ambang pintu ketika mendengar seruan-seruan dari luar.

"Nona Cherry? Tapi bagaimana..."

Airmata Cherry mengalir, "Apakah aku tak cukup berharga sehingga kau tidak mau memperjuangkan aku?" isaknya.

Ryuki menghampirinya dan merengkuh kedua bahunya, "Bukan begitu Nona..."

"Berhenti memanggilku Nona! Kapan kau mau belajar memanggilku Cherry saja?! Benar kata Shiho-Chan. Aku harus memarahimu agar kau mengerti!"

"C-Cherry..." Ryuki memanggil namanya.

Cherry menatapnya penuh harap.

"Aku mencintaimu..." ucap Ryuki, "Aku sungguh mencintaimu..."

Cherry merangkul leher Ryuki dan memeluknya, "Aku juga mencintaimu Ryuki-Kun,"

Ryuki membalas pelukannya dengan erat, betapa ia amat mencintai wanita ini.

"HEEEEH?!" Ran dan Sonoko terbelalak.

"Jadi kau Cherry?!" tanya Sonoko.

Cherry memandang mereka berdua, "Eh, aku Cherry," sahutnya.

"Kapan bertukarnya?" tanya Ran.

"Semalam," jawab Cherry polos.

"Lalu sekarang Shiho di mana?" tanya Ran lagi.

Ryuki terkesiap, "Miyano-San di gereja!"

"Eh! Berarti dia akan menikahi Tsubasa?!" Sonoko melongo.

"Pasti ini rencana Shinichi yang lain," tebak Ran.

"Kudo-Kun dan Miyano-San ada berbicara apa padamu?" tanya Ryuki pada Cherry.

Cherry menggeleng, "Dia hanya meminta aku dan Shiho-Chan bertukar lagi di hari pernikahan. Ada sesuatu yang masih membuat Shinichi-Kun curiga,"

"Ryuki-Kun! Antar kami ke gereja!" pinta Ran.

"Eh," sahut Ryuki sigap.

Mereka semua akhirnya masuk mobil Ryuki untuk menuju gereja.

.

.

.

.

.

Shinichi dan Masumi menyamar sebagai sepasang suami istri paruh baya yang menghadiri undangan pemberkatan di gereja. Semua penyamaran itu hasil karya Yukiko tentunya. Bahkan dalam penyamarannya Shinichi tak dapat melepaskan tatapan kagumnya akan kecantikan Shiho yang mengenakan gaun pengantin. Wajahnya merona ketika melihat Shiho berjalan melalui lorong digandeng oleh Kawaguchi. Entah kenapa mendadak muncul keinginan di dalam hatinya, untuk menggandeng Shiho dengan gaun seperti itu.

Kawaguchi menyerahkan Shiho kepada Tsubasa, membuat kedua tangan mereka saling menggenggam dan menyatu. Tsubasa tersenyum pada Shiho, ia belum menyadari mempelainya ini bukan Cherry. Shiho juga membalas senyumnya. Tsubasa membimbing Shiho untuk menghadapi altar pernikahan.

Kreeeek! Terdengar bunyi rantai.

Lampu kristal besar yang menggantung di langit-langit tinggi gereja merosot. Dari arah jatuhnya, akan tepat menghantam kepala Shiho.

Syut! Shinichi mengeluarkan bola sepak dari sabuk pinggangnya dan menendang. Bola itu melayang menghantam lampu kristal hingga ke sudut ruangan dan tidak jadi menimpa kepala Shiho.

"Nani?" Tsubasa terkejut.

Shiho menarik pistol dari kakinya dan mengacungkannya pada Tsubasa. Seluruh hadirin langsung berdiri tertegun, bingung dengan keadaan yang tengah terjadi.

"Nani? Cherry?" Kawaguchi dan Diana juga berdiri dengan bingung. Mereka tidak tahu, putri mereka bertukar tempat lagi.

Shinichi dan Masumi membongkar penyamaran mereka.

"K-Kau? Bukan Cherry?" Tsubasa menatap Shiho yang memegang pistol.

Shiho menatapnya tajam, "Akhiri kepura-puraanmu di sini, Tsubasa-Kun," katanya dingin.

"Miyano-San? Apa maksud semua ini? Di mana Cherry?" Tsubasa kebingungan.

Mendadak muncul Ryuki, Cherry, Ran dan Sonoko di lorong. Ryuki merentangkan lengannya di depan Cherry untuk melindunginya dari ancaman bahaya.

"Cherry?" Diana melihat kemunculan putrinya.

"Mama," panggil Cherry.

"Apa maksud semua ini?" Tsubasa mengulang pertanyannya seraya menyapu pandangannya kepada mereka semua.

"Kau telah mendapatkan kesepakatan mergernya. Sehingga kau berencana membunuh Cherry dan membuatnya seperti kecelakaan. Kau telah menyuruh orangmu untuk mengendurkan rantai lampu kristal ini," kata Shinichi.

"Jangan konyol! Untuk apa aku membunuh Cherry?" sanggah Tsubasa.

"Kau dendam karena ayahmu meninggal setelah kalah tender Aphrodite dan ibumu menyusul tak lama kemudian. Sejak saat itu hidupmu diatur sepenuhnya oleh Yoichi. Kau muak dan berusaha menyingkirkan Yoichi. Tentu saja Yoichi yang dendam juga berusaha menyingkirkan Cherry, namun ia berencana melakukannya setelah terjadi pernikahan. Tapi kau tidak mau Yoichi turut menikmati semua kekayaan Takahara dan Takahashi. Kau membayar penyerang di pesta pertunangan dan menyergap Cherry alias Shiho di jalan. Semua sudah diatur, ketika mereka ditangkap, mereka akan menyebut nama Yoichi sebagai pesuruh mereka, sehingga kau bebas dari segala tuduhan dan bebas dari pengaturan Yoichi. Kau ingin menikmati segala kekayaan Takahara dan Takahashi seorang diri,

"Kau berpura-pura menyesal dan meminta maaf pada Kawaguchi-San. Melakukan sandiwara seolah impianmu untuk melindungi Cherry dihancurkan oleh Yoichi. Kau bertingkah sebagai korban Yoichi untuk mendapatkan kepercayaan dan simpati Kawaguchi-San. Kau mengira dirimu berhasil karena perjodohan tetap dilanjutkan bahkan kesepakatan merger ditandatangani sebelum pernikahan. Kau ingin membunuh Cherry sebagai balasan kepada Kawaguchi-San akan kehilangan," jelas Shinichi mengakhiri deduksinya.

"Benarkah itu Tsubasa?" tanya Kawaguchi pada Tsubasa.

Bahu Tsubasa berguncang dan akhirnya ia tertawa menunjukkan topeng aslinya, "Padahal sudah kuatur dengan sempurna. Kau benar-benar hebat Kudo Shinichi,"

"Takahashi Tsubasa! Kami membawa surat penangkapanmu!" seru Inspektur Megure yang mendadak muncul.

Dengan gerakan cepat Tsubasa memukul lengan Shiho yang memegang pistol, melucutinya dan mengalungkan lengannya ke leher Shiho. Pistol Shiho yang kini di tangannya digunakan untuk mengancam balik, ujung senapan itu persis di pelipis Shiho.

"Shiho!" Shinichi dan Masumi tampak geram.

"Shiho-Chan!" Cherry menutup mulutnya, Ryuki masih menjagainya.

Shiho tak berdaya, tubuh Tsubasa jauh lebih tinggi besar dari tubuhnya, tenaganya kuat. Pria ini tampaknya juga cukup menguasai karate ditambah Shiho tidak leluasa dengan gaun pengantinnya.

Tsubasa terkekeh berbahaya, "Tak dapat Cherry, Shiho pun jadi,"

"Cih! Lepaskan dia!" amuk Shinichi.

"Ahh... Kau begitu khawatir. Bagaimana rasanya Kudo? Kehilangan wanita yang kau cintai? Tidak seharusnya kau membuat mereka bertukar," perlahan masih sambil menahan Shiho, Tsubasa mundur ke belakang.

"Jangan menambah hukumanmu Tsubasa! Lepaskan Miyano-San dan serahkan dirimu!" pinta Inspektur Megure tegas.

"Kau telah menghancurkan rencanaku Kudo. Rencanaku yang sempurna. Kini aku akan membuatmu menyesalinya. Kau akan melihat wanita kesayanganmu ini mati pelan-pelan!" Tsubasa membawa Shiho pergi.

Tsubasa telah memerintahkan anak buahnya. Di halaman belakang gereja, helikopter pribadinya sudah menunggu. Tsubasa memaksa Shiho masuk dan kemudian terbang pergi.

"Shiho!" raung Shinichi seraya meratapi helikopter itu pergi, "Sial!" umpatnya.

Kepolisian Jepang akhirnya juga menurunkan helikopter-helikopter mereka untuk mengejar. Untungnya Shiho mengenakan pemancar di balik gaunnya. Shinichi yang menaiki salah satu helikopter kepolisian mengikuti sinyal pemancar Shiho menggunakan kacamata pelacaknya.

Melalui pemancar terlihat helikopter Tsubasa mendarat di satu gedung yang masih merupakan asset Takahashi Group. Shinichi dan tim kepolisian menyusulnya. Baku tembak terjadi di gedung tersebut. Polisi bersama bodyguard Tsubasa juga bermain kucing-kucingan. Shinichi dan Masumi terus mengejar hingga akhirnya mereka menemukan Tsubasa berdiri sendirian di sebuah ruang kerja, menatap jendela besar.

"Di mana Shiho?" tanya Shinichi.

"Sudah kuamankan," sahut Tsubasa santai.

"Kau sudah terkepung, kau takkan bisa melarikan diri lagi," kata Masumi.

Tsubasa mendesah, "Aku sudah tak peduli lagi," kemudian ia berbalik memandang Shinichi dan Masumi, "Apa kalian tahu?"

Shinichi dan Masumi mengernyit.

"Di sini lah ayahku meninggal ketika mendapat serangan jantung. Dia mengabdikan segalanya demi projek Aphrodite, demi cintanya pada ibuku. Tapi Kawaguchi itu! Dia menghancurkan segalanya! Hidupku menjadi neraka di bawah asuhan Yoichi!" oceh Tsubasa.

"Kawaguchi-San memenangkan tender itu secara adil," tukas Shinichi, "Dengan usahanya sendiri bersama Diana-San. Kau tak bisa menyalahkannya. Kau sendiri pernah bilang kalah menang tender dalam urusan bisnis adalah hal biasa. Lagipula setelah tender itu, Takahashi Group masih mendapat tender-tender lainnya,"

"Ya! Tapi ayah dan ibuku takkan pernah kembali! Kebahagiaanku takkan kembali!" Tsubasa meratapi nasibnya.

"Kau tidak bisa menggantungkan kebahagiaanmu pada orang lain. Kau lah yang menentukan kebahagiaanmu sendiri. Andaikan kau sungguh-sungguh menyayangi Cherry-San. Mungkin kau sudah memiliki keluarga lengkap lagi," ujar Shinichi tajam.

Tsubasa mencengkram rambut dengan kedua tangannya.

"Sekarang katakan di mana Shiho?!"

Di antara tangisnya, Tsubasa terkekeh, "Dia takkan bertahan hidup,"

"Nani?" Shinichi dan Masumi mengernyit.

"Dia akan mati tenggelam hahaha..."

Pasukan polisi muncul dan akhirnya memborgol Tsubasa. Shinichi dan Masumi tanpa buang waktu lagi segera mencari Shiho. Tim polisi dan security gedung juga dikerahkan untuk mencari keberadaan Shiho. Ran, Sonoko, Ryuki dan Cherry yang sudah tiba di gedung itu dengan menggunakan mobil juga turut mencari.

"Kau tak bisa melacaknya?" tanya Masumi seraya masih terus mencari-cari.

"Pemancarnya mati, mungkin karena berada di dalam air," Shinichi akhirnya melepas kacamatanya. Ia memeriksa denah gedung dan menemukan ada kolam renang indoor di satu lantai. Ia dan Masumi bergegas menuju ke sana.

"Itu dia! Itu veil yang dikenakan Shiho!" Masumi menunjuk kolam renang atlet yang dalamnya sekitar tiga meter.

Tanpa buang waktu Shinichi langsung menyelam. Masumi ikut menyusulnya. Ran, Sonoko, Cherry dan Ryuki beserta tim polisi akhirnya sampai ke kolam renang itu dan menunggu di tepi dengan cemas.

Shinichi dan Masumi menemukannya. Shiho terikat di dasar kolam renang dengan rantai besar yang terdapat bola besi pemberat. Ia mengenakan tabung oksigen, namun isinya sudah tipis. Masumi dan Shinichi tidak bisa mengangkatnya ke permukaan karena terlalu berat. Masumi akhirnya terpaksa naik lagi untuk mencari bala bantuan.

"Gergaji! Kami membutuhkan gergaji!" teriak Masumi.

Takagi dan timnya langsung buru-buru mencari.

Oksigennya habis, Shinichi naik ke permukaan untuk menarik napas dalam-dalam sebelum menyelam lagi. Ia menyalurkan udara melalui bibirnya ke bibir Shiho. Tim kepolisian akhirnya menemukan gergaji namun hanya gergaji manual. Tabung oksigen masih diusahakan. Tim kepolisian bersama Masumi berusaha memutus rantai tersebut di dalam air. Tapi karena hanya gergaji manual, mereka kesulitan memotong rantai tersebut di kedalaman tiga meter. Sementara mereka tidak mengenakan tabung oksigen sehingga harus bolak-balik ke permukaan untuk mengambil napas sebelum lanjut gergaji lagi. Selama prosesnya Shinichi juga terus bolak-balik untuk menyalurkan udara kepada Shiho.

Setelah kurang lebih sepuluh menit, tujuh kali bolak-balik rantai tersebut akhirnya berhasil dipotong. Namun Shiho sudah tidak sadarkan diri karena efek kelelahan dan gaun ketat yang menghimpitnya. Ia juga telah banyak menelan air. Shinichi mengangkatnya dan Masumi membantu membawa rok gaunnya. Mereka membaringkan Shiho di tepi kolam renang.

"Panggil ambulan!" teriak Inspektur Megure.

"Shiho!" Shinichi menepuk-nepuk pipi Shiho, namun tiada tanggapan.

Seketika sekujur tubuh Shinichi menjadi dingin dan tidak ada hubungannya dengan penyelamannya. Ketakutan menghinggapi benaknya. Ia yang memberi ide agar Shiho dan Cherry bertukar tempat lagi di hari pernikahan. Ia telah menempatkan Shiho dalam bahaya. Seumur hidup ia takkan dapat memaafkan dirinya sendiri bila terjadi sesuatu pada Shiho.

Shinichi akhirnya menekan dada Shiho untuk melakukan CPR lalu memberikan pernapasan buatan melalui bibirnya.

Masumi dan yang lain termangu melihatnya. Begitu juga Ran yang mencengkram cincin tunangannya erat-erat di dadanya.

"Oi! Bangunlah Shiho! Kau suka begadang kan! Jangan tidur sekarang!" panggil Shinichi seraya memompa dada Shiho kemudian memberikan pernapasan buatan lagi.

Setelah bolak-balik empat kali, akhirnya Shiho terbatuk. Shinichi memiringkan tubuhnya agar Shiho dapat memuntahkan air yang ditelannya. Masumi menyerahkan selimut tebal ke tangan Shinichi. Shinichi melebarkan selimutnya untuk menutupi tubuh Shiho yang setengah telanjang. Shiho masih terbatuk sesekali.

Shinichi meraih tubuh Shiho dan memeluknya erat "Yukata ne Shiho..." bisiknya di telinga Shiho. Dadanya kini dipenuhi kelegaan.

Shiho yang masih lelah memejamkan matanya dan menyandarkan kepalanya sepenuhnya ke bahu Shinichi seraya berkata dalam hati Aku percaya kau akan menyelamatkanku Kudo-Kun...

Cherry dan Ryuki juga bertukar pandang lega.

Ting! Terdengar bunyi besi jatuh.

Ran melihat cincin Aphroditenya kembali terlepas dari jarinya dan jatuh ke lantai. Ia berjongkok untuk memungutnya. Kemudian ia memandang berkeliling, tidak ada yang menyadari ia melakukan hal itu. Tidak ada yang menyadari cincinnya jatuh. Mereka semua masih memandang Shinichi yang memeluk Shiho di tepi kolam renang sana. Ini seperti firasat untuk Ran.

Cincin itu hanya akan pas di jari belahan jiwamu...

.

.

.

.

.

"Oh syukurlah Cherry-Chan," Diana memeluk putrinya erat-erat, "Nyaris saja kami menjerumuskanmu ke dalam bahaya karena pernikahan itu,"

Kini mereka semua berada di kediaman Keluarga Takahara. Shiho, Shinichi dan Masumi telah mengganti pakaian mereka dengan yang kering berkat baju pinjaman dari Cherry dan Ryuki. Hanya Shiho yang jadi sedikit flu karena terlalu lama di air dengan gaun pengantin pula.

"Tidak apa-apa Mama. Aku tahu niat Mama dan Papa baik, kita hanya tidak mengenal Tsubasa-Kun," kata Cherry.

Kemudian Diana menghampiri Shiho dan menggenggam tangannya, "Aku sungguh berhutang padamu Miyano-San, terima kasih kau mau menyelamatkan Cherry,"

"Sama-sama Diana-San," kata Shiho dengan suara sedikit sengau.

"Kami juga berterima kasih padamu Kudo-Kun," kata Kawaguchi pada Shinichi.

"Dengan senang hati Kawaguchi-San," sahut Shinichi.

Diana mendesah, "Tampaknya kita harus mencarikan jodoh lagi untuk Cherry-Chan," katanya pada Kawaguchi, "Kali ini harus lebih berhati-hati,"

"Eh... Anooo..." Cherry berusaha berbicara pada orang tuanya.

"Ada apa Cherrry?" tanya Diana.

Cherry menunduk ketika berkata, "Aku tidak mau dijodohkan lagi Mama Papa,"

"Eh?" Kawaguchi dan Diana bertukar pandang, "Kenapa?"

"Aku... Aku sudah menyukai seseorang..." wajah Cherry merona.

"Memangnya kau suka siapa Sayang?" tanya Kawaguchi.

"Anooo... Ryuki-Kun! Aku suka pada Ryuki-Kun!"

"Ehhh?" Kawaguchi dan Diana terkesiap kemudian memandang Ryuki.

Ryuki akhirnya maju seraya menggenggam tangan Cherry, "Maaf Kawaguchi-San dan Diana-San. Mungkin aku lancang, tapi aku sungguh-sungguh mencintai Cherry. Aku mungkin hanya pemuda desa biasa, tidak kaya raya. Tapi aku bertekad untuk melindungi dan membahagiakan Cherry. Aku harap, kalian merestui,"

"Ryuki-Kun..." Cherry terpana memandang Ryuki.

Kawaguchi dan Diana bertukar pandang lagi, tampak bingung.

"Kenapa baru bilang sekarang Cherry? Ryuki?" tanya Kawaguchi.

"Aku takut Papa Mama tidak suka," sahut Cherry.

"Aku juga hanya memendamnya selama ini, karena merasa tidak pantas mendampingi Cherry. Bagiku asalkan bisa terus berada di dekatnya, sudah cukup membuatku bahagia," ujar Ryuki.

"Cherry Sayang, kau benar-benar menyukai Ryuki?" tanya Diana.

"Uhm," Cherry menyahut mantap seraya mengangguk.

"Dan kau Ryuki, apa kau sungguh-sungguh menyayangi Cherry?"

"Dengan segenap hatiku," sahut Ryuki tanpa ragu.

Kawaguchi mendesah, "Seandainya kalian katakan dari awal, perjodohan Cherry dan Tsubasa tidak perlu dilakukan. Benar-benar berbahaya,"

Cherry dan Ryuki mengerjap.

"Mama Papa, jadi kalian?"

Diana tersenyum, "Asalkan kau bahagia, kami menyetujui hubunganmu dengan Ryuki,"

"Benar. Ryuki sudah lama bersama kita, kami tahu bagaimana selama ini dia begitu perhatian padamu. Hanya Ryuki yang pantas bersanding denganmu Cherry," timpal Kawaguchi.

Ryuki dan Cherry bertukar pandang senang.

"Terima kasih Kawaguchi-San, Diana-San," ucap Ryuki terharu.

"Arigatou! Mama Papa!" Cherry memeluk kedua orang tuanya.

"Kalian sudah lama saling mengenal, tak perlu ditunda lagi. Kita akan mengatur pernikahan kalian secepatnya," ujar Diana.

"Uhm," Cherry mengangguk.

Semua yang ada di ruangan itu tampak senang melihat Ryuki dan Cherry akhirnya berhasil bersatu. Di luar sadar, Shinichi dan Shiho juga saling bertukar senyum. Lupa Ran masih ada di sana.

"Shiho-Chan," Cherry menghampiri Shiho.

"Nani?"

"Aku hanya anak tunggal, tidak punya saudara. Karena wajah kita identik, maukah kau menjadi pendamping di pernikahanku nanti?' tanya Cherry.

Shiho tersenyum, "Tentu saja,"

"Bolehkan Mama? Papa? Ryuki?"

"Tentu saja, Miyano-San sudah menyelamatkanmu," sahut Kawaguchi.

"Aku juga tidak masalah," kata Ryuki, "Asal jangan main tukar-tukaran lagi ya,"

Mereka semua tertawa.

"Karena aku tidak mau mempelai wanitaku tertukar, aku juga yakin Kudo-Kun tidak mau partnernya tertukar," kata Ryuki seraya memandang Shinichi penuh arti.

"Eh? Iya..." Shinichi tersenyum canggung.

"Aku juga hanya anak tunggal, tidak punya saudara. Kudo-Kun, sebagai rasa terima kasihku karena kau sudah menyelamatkan Cherry. Maukah kau jadi pendampingku?" tawar Ryuki.

Tanpa ragu Shinichi menjawab, "Tentu saja, tidak masalah,"

Ryuki dan Cherry bertukar pandang dan saling mengedip. Mereka berhasil bersatu berkat Shinichi dan Shiho. Mereka berharap dengan menjadikan Shinichi dan Shiho sebagai pasangan pendamping di pernikahan mereka, juga dapat membuat dua insan itu bersatu.

Hari sudah sore ketika Ryuki dan Chery akhirnya mengantar mereka semua ke pintu depan untuk pulang. Mendadak Cherry teringat sesuatu dan memanggil Shinichi.

"Ano Shinichi-Kun..."

"Ada apa Cherry-San?" tanya Shinichi yang berhenti untuk menoleh padanya. Sementara teman-temannya menunggu di luar gerbang.

"Aku ingin berterima kasih, berkat perkataan Shinichi-Kun, akhirnya aku jadi berani mengungkapkan perasaanku dan bersatu dengan Ryuki-Kun,"

Shinichi tersenyum, "Aku turut bahagia kalian dapat bersatu,"

"Sekarang aku juga ingin menggunakan kata-kata itu kembali padamu,"

"Eh? Maksudnya?"

"Kebenaran di dunia ini hanya ada satu, begitu juga dengan kebenaran di dalam hatimu, jujurlah terhadap dirimu sendiri Shinichi-Kun," ucap Cherry seraya mengangguk ke arah Shiho yang sedang berbicara pada Masumi di luar gerbang.

Shinichi mengikuti arah pandangnya, ia melihat Shiho yang tidak sadar dirinya tengah menjadi perhatian. Seketika wajahnya memerah.

"Arigatou Cherry-San..." kata Shinichi seraya tersenyum padanya.

Cherry membalas senyumnya.

Shinichi menghampiri teman-temannya. Akhir kasus ini telah membuat dirinya menjadi tak sama lagi.

"Yang ini sebenarnya bagus, tapi potongan dadanya rendah sekali..." gumam Ran sambil membolak-balik majalah wedding.

Shinichi di sebelahnya hanya diam tertegun. Pikirannya melayang-layang ke hal lain.

Kebenaran di dunia ini hanya ada satu, begitu juga dengan kebenaran di dalam hatimu, jujurlah terhadap dirimu sendiri Shinichi-Kun...

Ia teringat perkataan Cherry beberapa waktu lalu. Bagai film yang sedang flashback, benak Shinichi mengingat adegan-adegan itu kembali. Adegannya ketika tubuhnya masih mengecil bersama Shiho, mereka berbagi nasib yang sama untuk bertahan hidup ketika melawan organisasi hitam.

Kemudian ketika ia melihat Shiho dalam balutan gaunnya ketika menyamar sebagai Cherry di hari pertunangan. Ia seperti baru sadar, Shiho adalah wanita. Shinichi tak dapat melupakan aroma parfumnya ketika mereka berdansa bersama, bahkan jasnya yang sempat dipinjamkan pada Shiho, tanpa sadar ia hirup seharian di rumah sebelum masuk laundry.

Terakhir saat ia melihat Shiho dengan gaun pengantin, ia membayangkan dirinyalah yang menggandeng Shiho berjalan ke altar. Lalu ciumannya ketika ia menyalurkan napas buatan untuk menolong Shiho di bawah air. Ya ampun sekarang ketika dibayangkan lagi betapa Shinichi mabuk karenanya. Ia menginginkan ciuman itu lagi.

"Shinichi... Shinichi... Shinihi!" panggil Ran.

Shinichi tersentak, "Ada apa Shiho?" ucapnya refleks.

Ran mengernyit, "Shiho?"

"Eh maaf maaf," Shinichi langsung salah tingkah.

"Kau memikirkan Shiho?"

"Ano karena kasus saja, Shiho berhutang informasi padaku untuk kasus yang baru," dusta Shinichi.

"Kau lupa kau juga berhutang padaku? Setelah kasus Cherry selesai, kau kan mau membantuku menyiapkan pernikahan kita,"

"Ah ya aku ingat itu, tapi pilihannya kuserahkan semua padamu Ran. Aku kan pernah bilang, kau bagus pakai apa saja,"

"Takuuu... Kurasa sebaiknya aku meminta bantuan Sonoko. Dia lebih tahu model,"

"Duh! Sonoko itu seleranya norak!" gerutu Shinichi, "Sebaiknya kau tanya Shiho, seleranya lebih bagus,"

Alis Ran terangkat sebelah, Shiho lagi?

"Eh? Kau kenapa?" tanya Shinichi polos.

"Tidak," Ran membolak-balik majalah lagi, "Aku kumpulkan dulu baru nanti aku tanya Sonoko atau Shiho,"

"Ya memang sebaiknya begitu, kalian para wanita lebih mengerti, aku kan cuma tinggal pakai jas saja hehehe..."

Diam-diam Shinichi memandang Ran lekat-lekat seakan menilai. Ke mana? Ke mana getaran yang dulu ia rasakan kepada Ran? Kenapa sekarang menghilang? Bukankah ia menyukai Ran sejak kecil? Apakah itu hanya obsesi sesaat?

Ya mungkin begitu. Cinta anak-anak dan remaja. Para remaja umum mengalaminya. Ketika kau jatuh cinta pada teman sekolahmu dan mengira kau akan bahagia bersamanya, benakmu dipenuhi dengan angan-angan indah. Namun ketika akhirnya mereka berhasil berkencan, ternyata angan-angan itu tak seindah realitasnya. Biasa saja. Dalam angan-anganmu mungkin kau membayangkan akan seperti ini dan itu tapi rupanya tidak begitu pada kenyataannya. Seorang yang kau cintai, kau mencintainya karena kau membentuknya sendiri dalam imajinasimu. Setelah kau menyadari dia bukan bentuk nyata dari imajinasimu, kau akan kecewa. Yang kau cintai adalah orang dalam mimpimu, bukan orang yang sesungguhnya.

Ran memang tipe ibu rumah tangga yang sangat pedulian, tapi mereka tak jarang bertengkar karena Ran menuntut waktu pada Shinichi. Ran benci setiap kali Shinichi lupa waktu jika sedang menghadapi kasus. Mereka memiliki arus yang bersebrangan. Sementara Shiho, ilmuwan itu juga sebenarnya tidak suka pada misteri, tapi Shiho semaksimal mungkin membantunya.

Shinichi... selamatkan aku... Ran selalu mengucap namanya setiap dalam bahaya dan Shinichi pun sebisa mungkin datang untuk menyelamatkannya.

Kudo-Kun pergilah! Jangan hiraukan aku! Shiho berseru ketika ada kasus bom saat pergelaran WSG di Jepang. Shiho si wanita dingin itu, lebih memilih berkorban daripada Shinichi dalam bahaya.

Di balik wanita yang begitu peduli dan penyayang ada keegoisan. Sementara di balik wanita angkuh dan dingin, ada ketulusan.

Cincin itu hanya akan pas di jari belahan jiwamu...

Shinichi memejamkan matanya. Menyalahkan kebodohan deduksinya dalam hal romantisme. Kenapa ia tidak dapat mengenal dirinya sendiri?

Shiho... Rupanya aku mencintai Shiho...

Kemudian dia memandang Ran. Shinichi tidak tega juga bila harus menyakiti Ran. Ran wanita yang baik, bukan orang jahat seperti Tsubasa, Shinichi tak mungkin mengecewakannya. Tak ada jalan untuk kembali, tak ada jalur untuk putar balik. Ia harus memendam perasaannya pada Shiho seorang diri dan berlapang dada menerima Ran sebagai pendamping hidupnya, sambil berharap mungkin suatu hari getaran hatinya kepada Ran akan muncul kembali. Kalaupun tidak, mereka akan hidup seperti suami-istri yang bagai teman.

Shinichi tersenyum pahit dalam hati. Ia teringat Shiho yang tanpa sengaja mengenakan cincin Aphrodite dan sangat pas di jarinya. Mungkin cincin itu benar, Shiho adalah belahan jiwanya. Namun belahan jiwa tak harus memiliki. Mungkin di kehidupan berikutnya, mereka baru memiliki kesempatan untuk bersama. Saat ini, Shinichi sudah harus puas dengan Shiho sebagai partner kerjanya dan sahabatnya.

Gomene Cherry-San... Meski aku telah menyadari kebenaran itu... Aku tetap tidak mampu mewujudkannya... Aku dan Shiho tiada masa depan... Kami tidak berjodoh...

"Eh? Kau mau kemana Shinichi?" tanya Ran ketika melihat Shinichi mendadak bangkit.

"Ah aku mau ke teras atas sebentar agar lebih tenang berpikir untuk kasus baru,"

"Oh oke,"

Shinichi berlalu menaiki tangga, namun bukan menuju teras atas rumahnya, melainkan kamarnya sendiri. Dari jendela kamarnya, ia dapat melihat rumah di sebelah, rumah Profesor Agasa. Melalui jendela, ia melihat aktivitas di sebelah sana. Shiho bersama Profesor Agasa, Masumi dan anak-anak detektif cilik sepertinya sedang menyiapkan makan malam. Tampaknya mereka sedang memasak kare dan membuat strawberry cheesecake. Walaupun gila kerja, namun Shiho cukup cekatan juga mengerjakan urusan rumah tangga. Semua masakannya enak, Shinichi sendiri menyukai nasi kare buatannya.

Ayumi, Genta dan Mitsuhiko masih sering main ke rumah Profesor Agasa dan minta bantuan Shiho untuk mengajari tugas-tugas sekolah mereka yang semakin lama semakin sulit, terutama soal matematika. Shinichi tahu Shiho mengajari mereka semua dengan jalan aljabar yang lebih mudah, sehingga nilai matematika detektif cilik tidak pernah jatuh. Shiho yang awalnya cuek dan dingin, rupanya cukup lembut dan keibuan ketika menghadapi anak-anak itu. Shiho cuma belagak galak di depan Shinichi saja, entah kenapa. Mungkinkah untuk menyembunyikan perasaannya? Apakah Shiho juga menyukainya?

Mendadak Shinichi terkesiap ketika ia melihat Shiho berjalan ke jendela untuk menarik tirai. Shiho akhirnya menyadari dirinya sedang diperhatikan. Shinichi merasa wajahnya memerah dan panas karena terpergok. Shiho tertegun sesaat untuk memandangnya sebelum kemudian tersenyum hangat dengan pandangan mata yang lembut, lalu perlahan ia menutup tirainya karena hari sudah menjelang malam.

Ya ampun dia tersenyum lho... Bukan melotot seperti Putri Setan Mengantuk... Batin Shinichi yang jantungnya jadi berdebar tak karuan.

Shinichi membuka pintu ketika bel baru berbunyi dua kali. Mendadak ia terkesiap dengan wajah kembali merona ketika melihat siapa yang datang.

"S-Shiho?" Shinichi salah tingkah. Duh! Kenapa dia jadi begini sih di depan Shiho?

Shiho mengerjap, "Kenapa kau aneh begitu? Kau tidak menyembunyikan sesuatu kan?" tanyanya seraya melongok ke dalam rumah.

"Tidak," sanggah Shinichi, "Hanya kaget saja kau ke sini malam-malam,"

"Aku membawakan strawberry cheesecake," Shiho nyelonong masuk seraya membawa kotak makannya dan menuju ke dapur.

"Strawberry cheesecake?"

"Eh, aku membuatnya hari ini. Melihatmu memandang penuh harap dari jendela, aku baru ingat kau juga doyan. Untunglah sempat kuselamatkan beberapa potong dari Kojima-Kun. Kau mau makan sekarang? Atau aku taruh kulkas dulu?"

"Taruh kulkas dulu saja, terima kasih,"

Shiho membuka kulkas dan meletakkan kotak makan itu di dalamnya.

"Jadi tadi kau masak bersama mereka?"

"Eh, mereka akan mengikuti lomba cerdas cermat, aku dan Masumi melatih mereka," ujar Shiho seraya berjalan kembali ke ruang tengah dan Shinichi mengikutinya.

"Lomba cerdas cermat?"

"Uhm," Shiho mengangguk, "Mereka melakukannya dengan baik, karena itu aku masakkan kare dan membuat cake sebagai rewards untuk mereka,"

"Mereka sebentar lagi akan masuk SMP kan?"

"Ah ya dan seperti dugaan kita dulu, mereka berkembang dengan sangat baik," Shiho tersenyum ketika mengenang petualangannya dengan Detektif Cilik dulu saat tubuhnya masih mengecil.

"Berkat kau selalu mengajari mereka,"

Mata Shiho menyipit, "Tidak juga, mereka lebih banyak menelan racunmu,"

Shinichi nyengir.

Mendadak Shiho menatap setelan tuksedo hitam di sofa ruang tamu, "Apakah itu dari Cherry-San?"

Shinichi mengikuti arah pandang Shiho, "Ya, untuk pemberkatan besok. Kau pasti juga sudah menerima gaunnya kan?"

"Eh," Shiho mengangguk, "Gaun yang sangat bagus, benar-benar selera Cherry-San,"

"Karena dia mengerti seleramu,"

"Oh ya, hampir lupa," Shiho merogoh saku dressnya dan menyodorkan sebuah USB kepada Shinichi, "Data yang kau minta, saking banyaknya sampai tidak kuat diemail,"

Mata Shinichi tampak cerah ketika melihat USB tersebut, "Ah! Arigatou Shi..." ketika ia ingin mengambil USB tersebut dari tangan Shiho, ia malah menggenggamnya.

Shiho tertegun.

Shinichi pun membeku.

Wajah mereka berdua sama-sama merona.

Akhirnya Shiho yang memecahkan kecanggunan itu seraya perlahan menarik tangannya dari genggaman Shinichi sambil berseloroh, "Sama-sama, jangan lupa takoyakinya," ia pun buru-buru berbalik untuk berjalan ke pintu.

"Shiho!" panggil Shinichi tiba-tiba.

"Uhm" Shiho menoleh kembali dari balik bahunya.

"Aku... Aku ingin tahu..."

"Nani?"

"Apa kau pernah menyukai seseorang?"

"Eh?" Shiho melongo, "Kenapa tiba-tiba kau bertanya begitu?"

"Hanya ingin tahu. Maksudku, kau begitu sibuk bekerja. Masumi saja sudah mulai kencan dengan Furuya. Aku hanya tidak mau karena kesibukanmu membantuku di luar pekerjaanmu di Suzuki Group, kau jadi melupakan kehidupanmu," Shinichi berusaha mencari alasan.

"Ara..." Shiho melipat lengannya, "Aku tidak tahu kau ternyata peduli padaku,"

"Tentu saja, kau kan partnerku,"

"Uhmmm... ada kok yang aku suka,"

"Eh?"

"Kau kan tahu, aku suka Higo,"

Mata Shinichi menyipit, "Itu namanya fans, bukan suka sungguhan,"

Shiho mengangkat bahu, "Aku sibuk dengan pekerjaanku dan aku menikmatinya. Aku bukan wanita melankolis seperti Cherry-San," ia berbalik kembali menuju pintu. Namun ketika sampai di pintu ia berhenti lagi seraya berkata pelan, "Yang pasti..."

"Uhm?" Shinichi memandangnya.

"Kalau aku sungguh menyukai seseorang, aku hanya bisa suka satu saja. Tidak peduli aku dapat memilikinya atau tidak, aku tak dapat menyukai yang lain,"

"Eh?" Shinichi tertegun.

"Saking sukanya, aku mempelajari semua kebiasaannya," Shiho berkata sambil membayangkan, "Mencari tahu apa yang disukai dan tidak disukainya. Mengingat semua perkataannya yang penuh arti dan menjadikannya pelajaran untukku. Kemudian tanpa sadar, mempelajari dan mengamatinya justru menjadi kebiasaanku,"

"Shiho..."

"Aku menyukai apa yang disukainya tanpa aku meninggalkan jati diriku sendiri. Untuk hal-hal yang disukainya walaupun aku tidak suka, namun aku berusaha untuk tetap mengerti, agar aku bisa nyambung dengannya dan membantunya ketika dia membutuhkan masukanku disaat kesulitan," Shiho menoleh lagi pada Shinichi dari balik bahunya dengan mata penuh kehangatan dan berkaca-kaca, "Mungkin dia takkan menyadari keberadaanku karena aku hanya melakukan hal-hal kecil untuknya meski dengan intensitas yang sering. Tapi itu sudah lebih dari cukup untukku. Menjadi bagian dari hidupnya dalam mencapai tujuannya,"

"Shiho..." Shinichi ingin menghampirinya.

Shiho memalingkan wajahnya kembali ke pintu, "Kita harus pergi pagi-pagi besok. Jangan tidur terlalu malam," ucapnya sebelum keluar rumah.

Shinichi menatap pintu lama walau Shiho sudah menghilang, Shiho... Gomene...

Di luar pintu Shiho memeluk pinggangnya sambil menoleh kembali ke rumah Shinichi, Aku mencintaimu Kudo-Kun...

.

.

.

.

.

"Heeeeh... itukah gaun dari Cherry?" tanya Masumi ketika melihat gaun cantik di tempat tidur Shiho.

Ketika Shiho kembali dari rumah Shinichi, tak lama kemudian Masumi pulang dari kencannya dengan Rei Furuya. Ia menemukan Shiho melamun menatap gaun itu di kamarnya.

"Kau ke mana saja baru pulang larut malam begini?" tanya Shiho.

"Biasa nonton midnight. Kau sendiri belum tidur padahal besok bangun pagi,"

"Kau kan tahu aku sudah biasa begini,"

"Kan sedang tidak ada kasus sulit,"

"Suka-suka aku," gerutu Shiho.

"Takuuu... Kenapa jadi uring-uringan begitu?" gerutu Masumi.

Shiho menghela napas.

"Tapi aku tahu, kau memikirkan Shinichi-Kun kan?"

"Untuk apa aku memikirkannya?"

"Shiho sepupuku sayang, kau lupa aku detektif? Di akhir pesta pertunganganmu dengan Tsubasa, aku melihat kalian berdansa dan nyaris berciuman. Oh, bahkan kalian berciuman berkali-kali di kolam renang,"

"Itu untuk membantuku bernapas,"

"Cih! Shinichi lupa ada aku sepupumu. Aku juga bisa menyalurkan udara padamu, tapi dia malah melakukannya sendiri padahal Ran-Chan jelas-jelas ada di sana. Dia memelukmu seperti seorang kekasih yang nyaris kehilangan belahan jiwanya,"

"Kami hanya partner,"

"Oh ya? Aku juga partnernya, resmi partnernya di agensinya, tapi dia tidak pernah seperti itu padaku, sebelum maupun sesudah berkencan dengan Rei,"

"Lalu kau mau apa?"

"Kau suka padanya kan?"

Shiho terdiam.

"Dan si magnet mayat bodoh itu sebenarnya juga suka padamu,"

"Sudahlah, tak perlu dibahas, tak ada gunanya,"

"Kenapa kalian tidak saling jujur saja?"

"Dan menyakiti Ran-San?" Shiho menatap Masumi tajam.

Masumi membeku.

"Aku tidak mau menyakiti Ran-San. Dia wanita yang baik. Gara-gara aku mereka sempat terpaksa berpisah. Mana mungkin aku tega menghancurkan impiannya bersama Kudo-Kun?"

"Tapi Shiho. Kalau aku jadi Ran, aku takkan mau bersama pria yang tidak mencintaiku walaupun aku mencintainya. Untuk apa membohongi diri sendiri? Tidak enak rasanya,"

"Ran-San sangat polos, dia takkan menyadari apapun,"

"Eh itulah. Dia mudah dibohongi dengan dusta kecil, tidak memiliki insting," ujar Masumi seraya geleng-geleng, "Dia bahagia dalam kepalsuan,"

Shiho mendesah seraya meraih gaun dari tempat tidurnya dan menggantungnya di dinding agar ia mudah mengenakannya untuk besok.

"Jika mereka menikah, kau yakin kau mampu menghadapinya Shiho?" tanya Masumi.

Shiho hanya menunduk muram, "Apa boleh buat, aku bukan Cherry-San yang memiliki akhir kisah cinta yang indah,"

"Shiho..."

"Aku tak bisa menjadi duri diantara Kudo-Kun dan Ran-San. Selamanya, perasaan ini akan kupendam. Kalaupun seandainya aku tidak tahan lagi, aku bisa pergi ke Inggris, Amerika atau ke mana saja,"

Masumi mendesah seraya bangkit berdiri menuju pintu, "Kalau memang itu keputusanmu, tawaran Shunee untukmu di FBI akan selalu terbuka,"

Hari pernikahan Cherry dan Ryuki tiba. Mereka mengadakan pesta kebun, pemberkatannya juga dilakukan di sana. Kebun luas milik keluarga Takahara telah dihias meriah. Kursi-kursi undangan berjejer rapi di depan podium. Namun untuk ukuran keluarga kaya raya, pesta itu tidak seheboh pesta konglomerat lainnya. Keluarga Takahara tidak mengundang wartawan, hanya teman-teman dan kolega bisnis terdekat. Mereka ingin menjadikan pemberkatan dan pesta ini sakral.

"Kita sudah dipanggil," kata Cherry yang mendengar pembawa acara sudah menyebut namanya dan Ryuki.

"Ayo," Ryuki mengulurkan tangannya seraya tersenyum hangat. Matanya memancarkan kebahagiaan dan cinta terhadap mempelai wanitanya.

Cherry menyambut ulurannya kemudian menoleh ke belakang di mana terdapat pendamping pengantin mereka, Shinichi dan Shiho.

"Sampai ketemu di depan," kata Cherry ceria, ia manis sekali dengan gaun pengantinnya.

"Eh," sahut Shinichi.

Cherry dan Ryuki berjalan lebih dulu.

Kemudian Shinichi menawarkan lengannya untuk digandeng Shiho, "Ayo,"

"Eh," Shiho melingkarkan lengannya ke lengan Shinichi.

Mereka pun berjalan bersama menyusul pasangan pengantin.

Shiho sangat cantik dalam balutan gaunnya. Rambutnya digulung ke belakang dan menyisakan anak rambut spiral di sekitar telinganya. Makeupnya orange natural. Wajahnya yang tertimpa sinar matahari pagi begitu bercahaya. Ia benar-benar bagai peri, hingga Shinichi pun tak sanggup membendung kekagumannya. Walaupun mereka tak dapat bersama, paling tidak Shinichi dapat membayangkan dan berpura-pura saat ini ia tengah menikahi Shiho.

Para undangan yang hadir tak hanya mengagumi Cherry yang cantik dan Ryuki yang tampan. Pendamping pengantin pun turut menjadi bahan pembicaraan. Tidak sedikit diantaranya yang mengenal Shinichi.

"Itu Kudo-Shinichi kan? Pasangannya siapa?" terdengar bisik-bisik.

"Oh, aku pernah melihat mereka di kepolisian. Wanita itu sepertinya ilmuwan, partnernya,"

"Hoooo... cantik ya... serasi juga,"

"Ternyata partnernya kembar ya dengan Cherry?"

Shinichi dapat merasakan genggaman Shiho di lengannya semakin erat, seakan wanita itu takut kehilangan dirinya. Shinichi juga merasakan hal yang sama, ia berharap koridor ini tidak ada ujungnya, agar ia dan Shiho dapat terus melangkah bersama-sama.

Setelah pemberkatan selesai, Cherry dan Ryuki resmi menjadi suami-istri. Ketika acara dansa dimulai, Shiho harus kembali menerima kenyataan. Cherry dan Ryuki yang berdansa lebih dulu sebagai pembuka sebelum undangan ikut dansa. Shinichi berdansa dengan Ran. Sonoko berdansa dengan Makoto. Sementara Shiho hanya duduk bertopang dagu di meja bersama Masumi. Memandang Shiho yang muram, Masumi merasa keputusannya tidak mengajak Rei ke pesta ini sangat tepat. Shiho bisa sendirian kalau ia ikut turun berdansa dengan Rei.

Shinichi memang berdansa dengan Ran, namun ekor matanya tak henti-hentinya melirik Shiho di ujung sana. Ran tidak menyadari hal tersebut dan tenggelam dalam kesenangannya sendiri. Shinichi sudah berusaha menikmatinya seperti ia menikmati berdansa dengan Shiho, namun ia tak bisa. Ada sesuatu yang salah di sini.

Akhirnya tiba acara pelemparan bunga. Meja-meja disingkirkan agar para undangan dapat lebih leluasa berkumpul.

"Kau tidak ikutan Shiho-Chan?" tanya Sonoko.

"Tidak," sahut Shiho, "Aku tidak percaya hal-hal yang seperti itu,"

"Oh iya, kau kan ilmuwan,"

"Shinichi kau tidak ikut?" tanya Ran.

Shinichi menyipitkan matanya, "Tidak mungkin aku ikutan hal konyol semacam itu,"

"Masumi-Chan?" Ran beralih pada Masumi.

Masumi terbelalak, "Aku lagi! Mana main tangkap bunga begitu!"

"Ah sudahlah Ran-Chan! Biarkan saja mereka, kita berdua saja yang ambil! Ayo!" Sonoko menyeret Ran ke tengah arena, sementara Shiho, Shinichi, Masumi dan Makoto hanya menonton saja dari tempat mereka berdiri.

"Siap ya?! Aku lempar sekarang!" seru Cherry seraya berbalik badan di atas podium dan mulai mengayunkan buket bunganya, "Satu! Dua! Tigaa!" ia melemparnya sekuat tenaga.

Buket bunga itu melayang tinggi, melalui kedua tangan Ran yang berusaha menangkapnya namun lolos. Cincin Aphrodite yang kendor di jarinya bahkan ikut terlepas dan terlempar.

"Awas Shiho!" teriak Masumi.

Buket bunga itu menuju kepala Shiho. Shiho refleks mundur seraya mengulurkan tangan untuk menangkapnya, namun high heelsnya tersangkut kabel lampu hingga menyebabkan dirinya terhuyung dan hilang keseimbangan.

"Shiho!" Shinichi menangkap tubuhnya sebelum menghantam rumput, hasilnya mereka jatuh bersama dengan bunga berhasil ditangkap Shiho. Cincin Aphrodite juga jatuh di sisi dekat Shiho.

"Kau tak apa-apa?" tanya Shinichi seraya membantu Shiho berdiri.

"Eh," sahut Shiho sambil mengibas-ngibas tangan pada rok gaunnya.

"Lah! Malah Shiho-Chan yang dapat!" kata Sonoko yang menghampiri mereka.

"Eh?" Shiho melihat cincin berkilauan itu di rumput dan mengenalinya sebagai cincin Aphrodite. Ia mengambilnya dan menyerahkannya pada Ran, "Punyamu Ran-San, kenapa bisa jatuh sampai sini?"

Ran mengambil cincin itu seraya menggenggam tangan Shiho.

"Eh?" Shiho bingung dengan gelagatnya.

"Ada sesuatu yang harus kupastikan kembali," kata Ran.

"Nani?"

Ran memakaikan cincin itu ke jari manis Shiho dan ukurannya sangat pas.

Shinichi terkesiap.

"Sudah kuduga," ujar Ran.

"Apanya?" tanya Shiho.

"Cincin Aphrodite hanya pas di jari yang merupakan belahan jiwa. Dalam hal ini, Shiho-Chan lah belahan jiwa Shinichi,"

Shiho melepas cincin itu dan mengembalikannya ke tangan Ran, "Kau bicara apa sih? Tidak perlu percaya tahayul seperti itu. Mana mungkin aku belahan jiwa Kudo-Kun. Ada-ada saja," gerutunya.

"Tanpa perlu legenda cincin ini, aku juga sudah menyadarinya. Shiho-Chan suka pada Shinichi kan?" kata Ran.

Shiho membeku.

Kemudian Ran memandang Shinichi seraya tersenyum, "Shinichi juga suka pada Shiho kan?"

"Ran..." Shinichi tak dapat berkata-kata.

"Kudo-Kun suka padamu Ran-San," tegas Shiho, "Dari kecil sampai sekarang dia suka padamu bukan aku," lalu ia memandang Shinichi, "Benarkan Kudo-Kun? Tolong jelaskan pada Ran-San!" pinta Shiho.

Shinichi memejamkan matanya.

"Kudo-Kun!" desak Shiho.

"Shinichi," kata Ran lembut, "Kebenaran hanya ada satu, begitu juga kebenaran di hatimu. Jujurlah pada dirimu sendiri,"

"Kau benar Ran..." ucap Shinichi akhirnya lalu membuka mata dan memandang Shiho, "Gomene Shiho... Aku memang mencintaimu..."

Shiho terdiam, ia merasa tak enak hati pada Ran. Namun Ran mengerti.

"Shiho-Chan memang sangat baik," ujar Ran, "Kau mencintai Shinichi sejak masih menjadi Haibara Ai. Kau bisa saja pura-pura tidak mampu membuat antidote APTX untuk mempertahankan Shinichi di sisimu, namun kau tidak melakukannya. Kau berusaha membuatnya kembali padaku. Tapi ketika dia kembali, dia tidak utuh lagi Shiho-Chan, kau telah mencuri hatinya..."

"D-Demo..."

"Kau selama ini galak pada Shinichi karena kau takut Shinichi dan kami semua tahu kau suka padanya. Sekarang kau pura-pura tidak suka padanya agar aku dan Shinichi tidak berpisah. Kau sangat memikirkan pertemanan dan berusaha menjaga perasaanku. Aku sangat menghargainya tapi Shiho jangan lupa, aku juga temanmu kan? Aku pun ingin temanku bahagia. Aku ingin kau dan Shinichi bahagia,"

Mata Shiho berkaca-kaca, "Ran-San... Aku tidak bisa..."

"Aku tidak bisa menjadi boneka bodoh yang pura-pura tidak tahu. Kalau aku tetap bersama Shinichi, akan ada dua orang yang tidak bahagia. Aku sungguh berdosa besar bila melakukannya," Ran menggenggam tangan Shiho, "Lagipula aku dan Shinichi hanya masa lalu. Cinta masa kecil dan remaja, namun kaulah masa depannya. Kau lebih pantas mendampingi Shinichi. Aku tak sanggup menghadapi ketagihannya akan misteri,"

Airmata Shiho mengalir ketika menatap Ran.

"Kau juga berhak bahagia Shiho. Kuserahkan Shinichi padamu," kemudian Ran menghampiri Shinichi dan mengembalikan cincin Aphrodite kepadanya, "Berikan pada Shiho-Chan ketika dia telah siap,"

"Tidak apa-apakah Ran?" tanya Shinichi.

Ran tersenyum meyakinkannya, "Eh, aku tak pernah selega ini. Dengan begini aku bisa bebas menjadi diriku sendiri,"

Ran pun berlalu pergi meninggalkan pesta. Sembari berjalan, ia mengeluarkan handphonenya untuk menelpon seseorang.

"Araide Sensei? Anooo mengenai penawaranmu waktu itu, aku bersedia ikut ke Indonesia dan bekerja di kapal. Apa? Shinichi? Tidak apa-apa, semua beres,"

Ran menengadah menatap awan-awan setelah menutup handphonenya. Ia memang menangis, campuran antara patah hati dan bahagia. Namun ia tahu, ia telah melakukan hal yang benar dan ia takkan pernah menyesalinya.

"Selamat ya Shiho-Chan. Dapat magnet mayat," goda Sonoko seraya terkikik geli.

Masumi juga ikutan terkekeh.

"Oi Oi!" hardik Shinichi galak namun wajahnya memerah.

Pesta usai, para mempelai dan tamu undangan sudah pada pulang. Hanya sisa Shinichi dan Shiho saja yang duduk berseberangan di sebuah meja bundar, saling memalingkan wajah dengan canggung.

"Jadi?" tanya Shinichi tanpa memandang Shiho.

"Jadi?" Shiho tanya balik tanpa memandang Shinichi juga.

"Jadi?"

"Jadi?"

"Takuuu! Katakan sesuatu! Mau sampai kapan kita bersahut-sahutan seperti ini?" gerutu Shinichi.

"Yang pasti aku belum mau pacaran denganmu," kata Shiho angkuh, "Kau baru saja putus, nanti aku dianggap pelakor,"

"Aku juga tidak mau dianggap pria yang mencari pelarian dengan partnernya," sahut Shinichi sama angkuhnya.

"Proses,"

"Nani?"

"Aku ingin proses. Selama ini kan aku cuma tukang suruhmu. Mulai sekarang aku tak mempan lagi disogok okonomiyaki atau takoyaki,"

"Lalu apa? Tas Fusae?"

"Ah boleh juga!" sahut Shiho cerah.

"Oi! Oi!"

"Pokoknya aku minimal mau sekeren Big Ben London atau Kuil Kiyomizu Butai ketika kau menyatakan perasaanmu,"

Shinichi menghela napas, "Hai Hai," namun dalam pikirannya ia putar otak, tempat mana lagi yang keren untuk menyatakan perasaan.

Kemudian Shinichi bangkit menuju podium dan menghampiri peralatan sound system.

"Kau mau apa?" tanya Shiho.

Shinichi menyetel lagu 'So Close' dan kembali menghampiri Shiho seraya mengulurkan tangannya, "Sebagai langkah awal, maukah kau berdansa denganku Hime-Sama?"

Shiho nyengir dengan panggilan 'Hime-Sama' tanpa embel-embel 'setan mengantuk.' Ia pun menyambut uluran tangan Shinichi.

Shinichi menggiringnya ke arena dansa dan mereka mulai bersedekap bersama, berdansa seraya menikmati irama musik. Belahan jiwa itu akhirnya saling memiliki.

.

.

.

.

.

Satu tahun setelah kepergian Ran, perlahan Shinichi dan Shiho mulai berkencan disamping hubungan sehari-hari mereka sebagai partner. Meski begitu, terkadang diwaktu-waktu tertentu Shinichi dan Shiho masih merasa sungkan jika mengingat Ran. Untunglah hal tersebut tidak berlangsung lama. Setahun setelah bekerja di kapal, Sonoko dikejutkan dengan foto yang dikirimkan oleh Ran. Ran telah menikah dengan Araide Sensei di kapal. Di foto itu walaupun mereka menikah dengan sederhana di kapal, namun tampak sangat bahagia. Teman-teman sejawatnya dan para pasien ikut merayakan dan menyorakinya. Berkat itu Shinichi dan Shiho merasa lega, mereka tak perlu lagi merasa tak enak hati, karena Ran akhirnya telah menemukan kebahagiannya sendiri. Bertemu belahan jiwa memang tidak membutuhkan waktu lama untuk bersatu.

"Shiho, kau duluan saja, aku menyusul nanti," kata Shinichi.

"Nani?" Shiho mengernyit seraya melirik arloji, "Acaranya sudah mau mulai lho,"

Saat itu Shinichi dan Shiho tengah berada di Singapura untuk menyelesaikan sebuah kasus. Setelah kasus terselesaikan, mereka berkencan di Sentosa Island. Mereka sudah beli tiket untuk menonton Song Of The Sea malam ini.

"Iya cuma sebentar saja, mau ke toilet,"

Shiho memelototinya, "Kau tidak meninggalkanku seperti kau meninggalkan Ran-San di Tropical Land kan?!"

Shinichi mengerjap, "Nani? Kenapa kau berpikir sejauh itu? Aku cuma mau ke toilet, lagipula kalau hilang, masing-masing dari kita membawa transmitter,"

"Aku berharap tak perlu menggunakannya,"

"Sudahlah aku menyusul sebentar lagi oke? 15 menitan kalau WC tidak ramai,"

"Awas kau!" ancam Shiho seraya mendelik sebelum masuk ke dalam panggung pertunjukkan Song Of The Sea.

"Usahakan duduk di depan ya!" seru Shinichi pada punggung Shiho.

"Hai hai!" sahut Shiho seraya melambai tanpa menoleh balik.

Shinichi nyengir, ia berharap rencana kejutannya berjalan lancar.

Shiho mengambil duduk di tempat paling depan. Lagu pembuka Song Of The Sea telah dinyanyikan. Shiho menonton dengan ekspresi datar sambil sesekali meminum jusnya.

Takuuu... Ini sudah lebih dari lima belas menit... Sudah seperempat acara... Tapi kenapa si detektif itu belum muncul? Sebal! Pasti ada kasus di toilet... Gerutu Shiho dalam hati.

"Li! Suaramu begitu merdu! Ayo bernyanyi untuk membangunkan Putri Sherry!" kata para pemeran Song Of The Sea.

Putri Sherry? Shiho membaca brosur di tangannya. Di sana terpampang nama putri yang tertidur karena kutukan adalah Putri Amy.

"Baiklah" sahut Li sambil menarik nada seriosanya.

Air mancur naik tinggi dan diiringi efek-efek lampu warna warni. Kemudian muncul sorot tampilan hologram wajah Shiho yang sedang tidur.

"Are?" Shiho melongo, ia memejamkan matanya rapat-rapat untuk melihat lagi, namun tampilan itu telah menghilang.

Tadi itu wajahku bukan? Duh mungkin perasaanku saja, aku terlalu lelah.

Shinichi belum muncul juga.

"Bagaimana caranya ya agar kita dapat membangunkan Putri Sherry?"

"Kita harus mengeluarkan semua kenangan-kenangannya," sahut pemeran lain.

"Ayo bernyanyi lagi Li!"

Li menyanyi lagi dengan alunan yang lebih panjang.

Air mancur kembali meninggi dengan sorot-sorot lampu laser yang canggih. Kemudian munculan tampilan hologram yang lebih banyak. Foto-foto dan video Shiho bermunculan. Foto-fotonya sewaktu masih menjadi Haibara Ai bersama Edogawa Conan. Lalu foto dan videonya setelah menjadi Miyano Shiho bersama Kudo Shinichi.

"Eh?" Shiho terpana, I-ini? Bagaimana mungkin?

"Putri Sherry masih belum bangun juga Li, walaupun kita sudah mengeluarkan semua kenangannya,"

"Bukan aku yang dapat membangunkannya, dia memerlukan pangeran," ujar Li.

"Ayo kita panggil pangerannya!"

Terdapat sejumlah tarian lagi, kemudian para pemeran itu membentangkan kain besar secara vertikal ke arena panggung. Ketika para pemeran menyibak kain itu hingga terbuka, bagai sulap, muncul Shinichi dari baliknya seraya membawa sebuket bunga Lili. Ia tersenyum pada Shiho. Para penonton lain langsung diam melongo.

Shinichi menghampiri Shiho.

Shiho berdiri menghadapinya, masih bingung dengan semua ini.

"Shiho,"

"S-Shinichi? Apa maksud semua ini?" Shiho mengubah panggilan 'Kudo' menjadi 'Shinichi' ketika mereka telah berkencan.

Shinichi menyerahkan bunga lilinya sambil berkata, "Apakah ini sudah dapat menandingi Big Ben London dan Kuil Kiyomizu Butai?"

Shiho menerima bunga itu seraya tersipu malu, "E-Eh. Padahal aku tidak serius waktu mengatakan itu,"

Shinichi bersujud seraya mengulurkan cincin Aphrodite dengan kedua tangannya, "Menikahlah denganku Shiho,"

"Ehh?" Wajah Shiho panas dan merah padam.

Para penonton dan pemeran Song Of The Sea tersenyum-senyum melihat dua insan itu. Mereka mulai menyoraki.

"Terima! Terima! Terima!"

"Takuuu... Dasar magnet mayat..." Shiho malu bukan main.

Shinichi nyengir, "Magnet Shiho juga kan?"

"Terima! Terima! Terima!"

Sambil tersipu akhirnya Shiho menjawab, "Aku bersedia..."

"Horeeee!"

Shinichi berdiri dan mengenakan cincin Aphrodite ke jari manis kiri Shiho. Cincin itu sangat pas di sana seakan telah menemukan pemiliknya. Mereka pun berpelukan.

"Cium! Cium! Cium!" para penonton dan pemeran kembali bersorak.

Tanpa ragu Shinichi meraih bibir Shiho dengan bibirnya untuk memberikan kecupan ringan.

"Horeeee!"

"Putri Sherry akhirnya berhasil dibangunkan oleh pangeran!"

Kembang api warna-warni memancar untuk menutup acara. Malam itu adalah pertunjukkan Song Of The Sea paling indah yang pernah ada.

.

.

.

.

.

Enam tahun kemudian...

"Dan begitulah akhirnya cincin Aphrodite menemukan belahan jiwa untuk Sang Pangeran," ucap Shiho mengakhiri dongengnya di hadapan anak-anaknya.

"Apa mereka akhirnya menikah?" tanya anaknya yang lelaki.

"Apa mereka punya anak?" tanya anaknya yang perempuan.

"Eh," Shiho mengangguk, "Mereka akhirnya menikah dan dikarunai sepasang anak kembar. Yang satu namanya Conan-Kun," ucapnya sambil menjawil hidung putranya, "Dan satu lagi namanya Ai-Chan," ia menjawil hidung yang perempuan.

Si kembar tergelak.

"Okasan benar-benar pandai bercerita," ujar Conan.

"Cerita lagi donk Okasan," pinta Ai.

Shiho menggeleng, "Satu cerita untuk satu malam, lagipula besok kalian sekolah,"

"Tapi besok malam kan giliran Otosan yang cerita, pasti tentang Sherlock Holmes lagi. Ai mau cerita tentang Princess lagi," kata Ai.

"Sherlock Holmes juga seru kok," sahut Conan.

"Demo yoo..."

"Sudah-sudah," Shiho melerai, "Kan ganti-gantian. Besok Otosan cerita misteri dan lusa Okasan cerita dongeng lagi, oke?"

"Hai!" sahut Conan dan Ai bersamaan.

"Sekarang waktunya tidur,"

Conan turun dari ranjang untuk tidur di tempat tidurnya sendiri sementara Shiho menyelimuti putrinya lebih dulu.

"Oyasumi Okasan," ucap Ai sebelum memejamkan matanya.

"Oyasumi Ai-Chan. Jangan cepat besar ya," Shiho mengecup putrinya, lalu ia menyebrang ke tempat tidur Conan.

"Oyasumi Okasan," ucap Conan sebelum memejamkan matanya juga.

Shiho menyelimutinya, "Oyasumi Tantei-San," lalu mengecupnya.

Shinichi sudah menunggunya di ambang pintu kamar. Ketika Shiho menghampirinya, Shinichi merangkul pinggangnya. Mereka memandang anak-anak mereka seraya bertukar senyum sebelum akhirnya Shiho mematikan lampu kamar dan menutup pintu.

"Aku mencintaimu Shiho," bisik Shinichi.

"Ah, aku lebih mencintaimu Tantei-san," balas Shiho.

Seraya berangkulan bersama, mereka berjalan menuju kamar mereka sendiri.

THE END