The Loop


Bukan kejutan lagi bagi Cagalli melihat dirinya kembali bangun, di posisi yang sama, jam yang sama serta tanggal yang sama. Kali ini Cagalli tidak buru-buru bangkit, ia hanya berbaring diam di atas ranjang, merasa putus asa. Dia merasa apapun yang dilakukannya sia-sia. Waktu yang dimilikinya sangat sedikit sedangkan daerah yang terdampak cukup luas. Selain itu, tidak akan ada yang percaya dengan perkataannya selain Athrun. Naasnya lagi meminta pertolongan Athrun tidak memberikan solusi, malah membuat kekasihnya itu ikut celaka. Terlunglai lemas, ia akhirnya sadar, bahwa sepertinya ia harus menyerah. Sepertinya kali ini ia harus menerima kenyataan bahwa ia tidak bisa mengubah apapun.

Setelah lama berkontemplasi, akhirnya Cagalli bangun dari tempat tidurnya. Tetap tinggal di dalam apartemen, ia memutuskan untuk tidak melakukan apa-apa untuk mengubah situasi yang akan terjadi. Ia berjalan ke kamar mandi, sambil memikirkan apa yang harus ia lakukan agar waktu tidak kembali berulang. Ah, tiba-tiba Cagalli jadi teringat satu film yang pernah ia tonton bersama Athrun, ceritanya tentang seseorang yang mengulang waktu karena ia belum berpamitan kepada kedua orang tuanya sebelum ia meninggal. Ibu sang anak merasakan kesedihan yang teramat dalam sehingga ia berdoa agar ia dapat mengulang waktu. Setelah berhasil berpamitan, anak itu pun berhasil pergi ke tempat yang seharusnya dan tidak kembali mengulang waktu. Cagalli tersenyum merasa sedikit konyol, mana mungkin ia percaya dengan cerita di film itu? Sepertinya ia benar-benar sudah kehilangan akal. Ia menggeleng. Namun tidak ada salahnya, pikir Cagalli lagi, jika ia berpamitan pada orang-orang terdekatnya sebelum pergi, setidaknya ia tidak akan terlalu menyesali keputusannya untuk tidak mengubah situasi.

Setelah mandi dan berpakaian, Cagalli mengambil ponselnya lalu kembali duduk di atas ranjangnya. Membaca daftar nama di kontaknya, hanya beberapa orang yang ia rasa akan sedih dengan kepergiannya. Ia memutuskan untuk mengirimkan pesan ke beberapa nama itu saja. Yang pertama, ayah dan ibunya, Cagalli mulai dengan berterima kasih kepada keduanya, karena mereka sudah menjadi orang tua yang sangat penyayang dan selalu ada untuknya. Ia mengatakan bahwa ia sangat menyayangi keduanya dan ia minta maaf karena selama ini ia tidak pernah menunjukkannya dengan baik. Awalnya Cagalli merasa baik-baik saja, namun seiring menulis kata-kata terakhirnya, kenangan indah bersama kedua orang tuanya mulai muncul, membuat air mata Cagalli sulit untuk dibendung. Seandainya ia bisa, ia ingin bertemu orang tuanya lagi sebelum ia pergi. Namun, itu hal yang mustahil sekarang.

Pesan selanjutnya ia kirimkan pada kakaknya, walau sejak dewasa mereka tidak lagi sedekat dulu, tapi tidak dapat dipungkiri bahwa kakaknya adalah salah satu orang yang selalu ada untuknya. Jarak kelahiran mereka yang hanya berbeda beberapa detik, membuat mereka selalu bersama-sama sejak kecil. Jika bukan karena bekerja di luar negeri, kakaknya mungkin akan tetap dekat dengannya. Ah, sudah lama Cagalli tidak bertemu dengannya. "Haruskah ia menelponnya?", pikir Cagalli. Namun ia mengurungkan niatnya, sama dengan alasan ia tidak menelpon kedua orang tuanya, Kira pasti khawatir jika ia tiba-tiba menelponnya. Sebenarnya selain Athrun, Kira lah yang selalu ia mintai pertolongan jika ada sesuatu, namun Cagalli tidak mau melakukannya setelah apa yang terjadi pada Athrun terakhir kali.

Cagalli memejamkan mata dan menghela nafasnya, pesan terakhir, pesan yang akan ia tujukan pada Athrun. Athrun adalah teman masa kecilnya, sudah 15 tahun sejak mereka berkenalan. Namun temannya itu baru saja menyatakan perasaannya setahun yang lalu. Sejak dulu, Athrun tidak pernah mengatakan apa-apa tentang perasaannya, tapi ketika Cagalli mau dijodohkan dengan anak teman dari orang tuanya, tiba-tiba saja Athrun marah padanya dan mengatakan bahwa selama ini ialah orang yang selalu ada disampingnya. Athrun mengatakan kalau ada orang yang pantas dijodohkan dengannya, dialah yang seharusnya menjadi orangnya. Saat itu cukup Cagalli terkejut, namun menganggap Athrun hanya bercanda. Hanya saja, sejak saat itu Athrun mulai menjauh dari Cagalli. Ia tidak membalas telepon atau pesan dari Cagalli. Ia juga tidak menghubungi Cagalli seperti biasanya. Sepertinya Cagalli terlalu terbiasa dengan Athrun, sampai ia lupa bahwa memang Athrun selalu ada untuknya. Cagalli tersenyum kecil, ia jadi ingat, seminggu setelah Athrun menjauh, ia pun mengunjungi kantor Athrun dan menariknya keluar untuk menyatakan perasaannya. Athrun sempat kaget tapi pada akhirnya ia langsung memeluk Cagalli dan juga ikut menyatakan perasaannya. Sejak saat itu pun mereka memulai hubungan mereka.

Tinggal 10 menit lagi waktu bom pertama meledak. Setelah itu bom di apartemen ini juga akan meledak. Cagalli kembali melihat galeri foto di ponselnya. Sedikit sekali fotonya dengan Athrun, karena memang keduanya tidak begitu suka di foto. Tapi ada satu foto yang membuat Cagalli tersenyum, saat itu Athrun sedang makan kentang goreng. Cagalli mengambil fotonya diam-diam, tapi ketahuan, dan Athrun langsung mengambil ponsel Cagalli dan berpose sambil setengah memeluk lengan Cagalli. Itulah foto pertama mereka berdua setelah berhubungan.

"Hiks.. hiks.." Cagalli terisak, tidak dapat meredam kesedihannya, ia belum siap berpisah dengan orang-orang kesayangannya, namun kenyataannya ia harus pergi. Cagalli berharap semua orang yang disayanginya akan baik-baik saja. Semenit sebelum ledakan pertama terjadi, Cagalli sudah selesai mengirim pesan. Ia pun kembali berbaring di atas tempat tidurnya, menyelimuti seluruh bagian tubuhnya sampai kepala, lalu ia memejamkan matanya.

"Selamat tinggal semua.." gumamnya.

Semenit berlalu namun tidak ada ledakan terjadi. 7 menit berlalu tidak ada suara dentuman yang terdengar. Cagalli mulai merasa bingung. Ia membuka selimutnya dan duduk di atas tempat tidurnya. Mengapa tidak ada suara ledakan sama sekali? Di tengah kebingungannya, tiba-tiba ponsel Cagalli berbunyi. Cagalli langsung mengeceknya. Ternyata Athrun yang menelponnya. Setelah diingat-ingat lagi, Athrun tadi tidak menelponnya, tidak seperti pengulangan yang sebelumnya.

"Kau dimana, Cagalli?" Suara Athrun terdengar cemas. Cagalli hanya diam.

"Cagalli?!" Athrun memanggilnya lagi.

"Di apartemen." Jawab Cagalli singkat, ia masih merasa linglung dengan kenyataan bahwa hari ini tidak berulang seperti sebelumnya.

"Tetap disitu. Jangan kemana-mana." Tanpa menjelaskan apapun, Athrun menutup telponnya. Masih terduduk di atas kasurnya, Cagalli mencoba memahami situasi yang terjadi saat ini. Jika merujuk pada pengulangan-pengulangan sebelumnya. Seharusnya apartemennya sudah meledak sejak tadi, namun tidak ada yang terjadi. Bahkan suara ledakan pertama yang seharusnya terjadi di stasiun pun tidak terdengar. Apakah pengulangan kali ini akan berbeda? Penasaran, Cagalli meletakkan ponselnya, lalu menghidupkan televisi yang tergantung di dinding kamar tidurnya.

"... terorisme besar-besaran berhasil digagalkan. Aksi ini dipicu oleh ekstrimis garis kanan yang menentang adanya perubahan undang-undang mengenai imigran. Terdapat 22 titik pengeboman yang ditemukan di sekitar stasiun Kaguya masing-masing memiliki kekuatan berskala …"

Mata Cagalli terbelalak, air matanya terhenti. Apa artinya kali ini tidak akan lagi ada pengulangan? Namun, apa yang terjadi sebenarnya? Ia masih tidak mengerti. Cagalli bangkit dari tempat tidurnya, memutuskan untuk tetap di apartemen seperti yang diminta Athrun. Lalu karena yakin tidak akan ada ledakan, ia meminta izin pada atasan di kantornya untuk cuti hari itu. Kira menelponnya, menanyakan keadaan adiknya itu karena pesan Cagalli sangat aneh katanya. Begitu juga kedua orang tua Cagalli yang cemas dengan pesan singkatnya, seperti berpamitan untuk pergi jauh. Tentu saja Cagalli tidak memberitahu alasan sebenarnya, ia hanya berkata bahwa ia merindukan mereka. Setelah telepon mereka selesai, Cagalli tetap duduk di atas ranjangnya, melanjutkan menyimak berita di televisi sambil menunggu Athrun datang. Dari telepon Athrun tadi, sepertinya ia tahu apa yang terjadi.

Athrun baru datang ke apartemen Cagalli sekitar pukul 2 dini hari keesokan harinya. Saat Athrun datang, Cagalli masih terjaga karena ia cemas menunggu kedatangan Athrun. Tanpa menunggu, Athrun langsung menceritakan pada Cagalli bahwa setelah ledakan bersama dengan Cagalli, Athrun ikut masuk ke dalam loop yang dialami Cagalli. Tidak seperti Cagalli yang bangun pada hari kejadian, Athrun mengulang satu hari sebelumnya, karena memang Athrun belum sempat tidur hari itu sampai keesokan harinya. Saat menyadari perulangan waktu, Athrun langsung mengerahkan timnya untuk melacak pergerakan orang-orang yang sebelumnya sudah mereka berdua cek di cctv. Karena itulah, ada waktu sekitar 12 jam bagi Athrun untuk menggagalkan semua aksi yang terjadi hari itu. Mendengar semua itu, Cagalli tidak berkata apa-apa, hanya memeluk Athrun dan menyuruhnya tidur, karena Cagalli tidak tega mengetahui Athrun sudah tidak tidur selama hampir 3 hari.