Toneri berjalan mondar-mandir, gelisah. Sekali lagi dia menoleh ke arah Shion dan dikejutkan oleh tubuhnya yang tiba-tiba mengeluarkan cahaya. Pria itu mendekat, matanya terbelalak menyaksikan tubuh perempuan itu berubah menjadi manik-manik dan menghilang mengikuti udara.
Senyuman perlahan mekar di wajahnya, dia bergumam, "Hinata berhasil?" Toneri merasakan lega, di sisi lain tidak yakin karena ingin memastikan keadaan menggunakan kedua matanya sendiri. Buru-buru dia beranjak, namun berhenti sebelum keluar dari tempat persembunyian karena kehadiran Deidara di luar. Senyap sesaat, Toneri mengamati Deidara menggerutu dalam kebinggungan dan mencari-cari sekitar.
.
.
.
.
Disclaimer : Demi apapun, Naruto bukan punya saya, punya Masashi Sensei, saya hanya pinjam saja.
BENTENG KELEMAHAN
(Hati hati typo, tulisan mendadak hilang, OOC, AU dan lain-lain. Udh usahain sebagus mungkin)
Benteng Kelemahan by Authors03
.
.
Chapter 22
.
.
.
.
Toneri sedikit gelisah, meski begitu mengumpulkan nyali untuk keluar dan menemui Deidara. Pria itu dibuat terkejut oleh kehadiran mendadak Toneri. Dia menatap belakangnya sebelum berbicara, "Kau bersembunyi di sana selama ini?" Deidara terkejut, dia bahkan tidak tahu apa kekuatan yang tidak pernah Toneri tunjukkan sampai tiba-tiba dia muncul.
Toneri tidak menjawab tapi mengubah arah pembicaraan. "Kau bisa berhenti sekarang, Deidara. Hinata berhasil menghentikan Naruto."
Tentu Deidara tidak percaya. Naruto datang padanya dengan ancaman dan perintah bahwa dirinya harus membunuh sebanyak mungkin atau dirinya yang akan mati. Deidara kesulitan karena buku berisikan kelemahan telah hancur, maka dari itu dia mencari Toneri karena hanya kelemahan pria itu yang dia ingat secara baik. "Bagaimana kau yakin?" tanya Deidara.
"Ikut aku ke istana jika kau tidak percaya." Hanya itu yang Toneri katakan tapi Deidara tidak percaya. Dia menyerang tiba-tiba, beruntung berhasil Toneri hindari.
"Aku tidak ingin membunuhmu, setidaknya karena aku tidak bisa melupakan apa yang pernah kau lakukan untukku tapi ini soal hidup dan mati." Dia menyerang bertubi, menendang lutut Toneri dan menyebabkannya terjatuh. "Maafkan aku." Deidara menggepal erat tinjunya, tapi pukulan tidak sempat mendarat karena pukulan di belakang kepala. Keras hantaman itu membuatnya terjatuh dari atas tubuh Toneri dan merintih kesakitan.
"Kau baik-baik saja, Toneri?" Muncul perempuan yang lain, dia bergegas menarik tangan Toneri dan membantunya berdiri, menjauh dari Deidara.
Deidara menggeram kesal. Dia memukul tanah dan bangkit tapi ekpresi murka seketika berubah dikala dia menyadari tidak hanya ada dua orang. Hampir semua teman sekelas mereka muncul entah dari mana dan berdiri bersama Toneri. Salah satu dari mereka mengancam, "jika kau menolak untuk berhenti, kami tidak akan segan-segan menyakitimu."
Sebelumnya mereka takut karena Deidara bisa membunuh mereka kapan saja tapi sekarang ketakutan itu telah lenyap. Bukan hanya kalah jumlah, ekpresi marah nan serius di wajah mereka membuat Deidara tak berkutik. Melawan akan menjadi hal yang paling bodoh mengingat dirinya akan berakhir di keroyok tapi berhenti dan mundur terdengar menyinggung.
"Keparat …"
…
Dua hari berlalu dan selama itu pula keadaan akademi menjadi tenang. Sudah berapa lama ketenangan itu menghilang? Semua orang merindukannya. Deidara dan Toneri tidak sengaja saling menabrak di belokkan, mereka saling melototi, tapi tidak ada sepatah kata terdengar. Begitu banyak kebencian dan ketakutan yang tertinggal, semua terbaca hanya dari sorot mata.
Deidara masih mencemaskan nyawanya di tangan Naruto, tapi tanpa buku berisikan kelemahan, semua orang berbalik melawannya dan itu menyebabkan dirinya tidak berdaya. Apa yang lebih menyebalkan adalah semua orang berada di pihak Toneri dan seolah menindasnya—menggunakan pandangan. "Menurutmu apa yang terjadi?" Toneri menjadi yang pertama berbicara, dia pun penasaran tapi Naruto memerintah para penjaga istana untuk tidak membiarkan siapa pun masuk. Dia setengah mati mencemaskan Hinata tapi tidak ada yang bisa dia lakukan.
"Apa yang terjadi pada Naruto atau perempuanmu yang hilang?" Deidara tidak berniat memastikan tapi mengejek.
Toneri mencemaskan dua-duanya tapi dia tengah membahas apa yang terjadi pada Naruto. Hinata tidak mungkin membunuh Naruto, itu menjadikan satu-satunya alasan mengapa keadaan menjadi tenang adalah karena Naruto sendiri. Toneri menebak, "Naruto sepertinya telah berhasil menenangkan diri."
"Tapi bagaimana?" Deidara pun penasaran. Dua hari lonceng tidak terdengar begitupula kabar Naruto. Tidak ada satu orang pun melihat Naruto yang tidak sedetikpun meninggalkan istana. Semua orang penasaran tapi mereka hanya bisa terus menebak dan berdoa agar ketenangan ini bertahan lama.
"Hinta bilang dia harus ke istana." Toneri mengingat kata-kata Hinata sebelum mereka berpencar, menambahkan, "aku pikir dia temukan cara untuk menghentikan Naruto dan itu berhasil."
Deidara tidak menanggapi. Dia senang bila ternyata masalah telah selesai tapi rasa takutnya tidak kunjung menghilang. Toneri menyadari apa yang memenuhi otak Deidara, dia menyentuh pundaknya untuk menyita perhatian sebelum katakan, "sebelumnya kau takut Naruto akan membunuhmu dan sekarang kau takut pada apa yang telah kau lakukan?"
Deidara tidak menjawab tapi Toneri benar. Deidara berusaha untuk tidak menyalahkan diri sendiri karena punya alasan tapi bisakah alasan itu diterima? "Kau harus minta maaf pada semua orang yang telah kau lukai." Hanya itu yang bisa Toneri katakan. "Perbuatanmu tidak bisa diterima, tapi bukankah semua orang akan melakukan hal yang sama bila mereka punya nyali untuk itu? Aku tidak akan menyalahkanmu secara total tapi masalah ini tidak akan berakhir andai kau tidak pernah membantu kami."
Toneri memberi senyuman ketika Deidara mempertemukan kontak mata, itu sangat tulus sampai berhasil menyentuh hati. Toneri menepuk pelan pundak Deidara sebelum beranjak pergi. Deidara tidak memalingkan mata sampai kemudian Toneri menghilang. Entah apa yang ada di dalam otaknya tapi kata-kata Toneri membuatnya semakin merasa bersalah dan di saat bersamaan ada sedikit perasaan lega.
Dia tersenyum kecut ketika berbisik, "terima kasih, Toneri." Deidara tidak bisa katakan dirinya menyesal atau takut. Bagaimana pun semuanya telah terjadi, tapi perasaan yang sangat menggangunya kini adalah malu … bagaimana cara dia menghadapi semua teman-temannya? Perlahan senyuman pudar dari wajahnya dan dia memejamkan mata, berharap untuk bisa membuang perasaan penuh penyiksaan itu….
TO BE CONTINUE
GUYS, maaf ya baru update. Panjang ceritanya kalau diceritakan, takut jadi cerpen. Sekian. Sampai jumpa di bab berikutnya. Lope you.
