"Jika aku serius mengaku aku benar-benar jatuh cinta padamu, apa kau akan meninggalkannya untukku?" Berkat kebisuan itu, Toneri bisa berteman baik dengan Hinata. mereka menjadi sangat dekat, seringkali berbagi cerita dan kesukaan tapi tak pernah bisa lebih dari itu. Batas yang sulit ditembus itu mencekik, tapi Toneri harus tetap bertahan bila dia enggan kehilangan. Satu tahun, tiga bulan bukan waktu yang lama, tapi waktu seolah melambat setiap kali dia tahu Hinata tidak diperlakukan sebaik yang dia harapkan.
Toneri mendekat perlahan dan mengambil tangan Hinata tapi ditepis kasar olehnya. Amarah memenuhi bola mata Hinata, tidak sedetikpun dia berpaling seolah mencoba menyakiti Toneri menggunakan amarah itu. "aku sangat marah tapi aku bahkan tidak bisa menamparmu." Karena mereka adalah teman baik dan selama ini Toneri selalu memperlakukan Hinata dengan baik. Hinata tidak tega bahkan setelah apa yang telah terjadi. Tidak, tepatnya masih tersisa secuil harapan bahwa semua ini hanya salah paham.
Hinata dengan serius berbicara, "aku hanya punya satu pertanyaan. Jika kau menjawab aku dengan jujur, aku akan melupakan apa yang telah terjadi dan memaafkanmu. Aku bersungguh-sungguh. Tapi bila kau berbohong, aku akan membencimu. Aku benar-benar tidak akan pernah memaafkanmu, Toneri." Dia menarik nafas panjang guna menenangkan diri sebelum melanjutkan, "kita benar-benar melakukannya? Aku tidak tahu minuman apa yang kau berikan padaku dan aku tidak bisa mengingat apa yang terjadi. Aku percaya padamu, kau tidak akan melakukan apa pun padaku. Aku masih yakin kalau kau hanya berusaha membuat aku salah paham, jadi tolong katakan yang sebenarnya. Apa sesuatu terjadi di antara kita?"
Hinata tidak membuat pertanyaannya jelas tapi Toneri tahu betul ke mana pembicaraan mereka pergi. Sorot matanya begitu mengharapkan sebuah kesalahpahaman dan penjelasan, tapi harapan itu hancur saat Toneri dengan tenang menanggapi, "dengan keadaanmu yang seperti itu, kau berharap kau akan berhenti bahkan ketika aku melakukannya?"
Jawaban Toneri membuatnya jelas bahwa sesuatu terjadi di antara mereka. Kenyataan itu menghantam kuat hati Hinata dan membuat air matanya meleleh. Dia terisak pedih. Hatinya seolah hancur dan pikirannya berantakkan. "Aku benar-benar membencimu, Toneri!" Dia memukul dada Toneri menggunakan kedua tinju tapi tenaganya seolah lenyap. "Aku benar-benar membencimu!"
.
.
.
Disclaimer : Demi apapun, Naruto bukan punya saya, punya Masashi Sensei, saya hanya pinjam saja.
Pandangan Pertama
(Hati hati typo, tulisan mendadak hilang, OOC, AU dan lain-lain. Udh usahain sebagus mungkin)
by Authors03
.
.
Chapter 05
.
.
Nafas Naruto mengalir tak karuan. Otak berantakkan dan tangannya di setir gemetaran. Dia berusaha menenangkan diri dengan meniup nafas tapi semua hal di dalam benaknya malah menggila. Naruto berusaha berpikiran jernih, berusaha menepikan perasaan takut dan mencari bukti dengan harapan semuanya hanya salah paham. Tujuan Naruto bukan pulang tapi rumah Sakura, tempat di mana Hinata seringkali menginap.
Dia tiba dengan keadaan mengebut, mengedor pintu seolah hendak menghancurkannya. "Kau sudah gila?!" Ekpresi murka Sakura berubah sedikit lebih tenang dikala mengetahui siapa sang tamu. "Naruto, mengapa kau datang malam-malam?" tanyanya kemudian.
Naruto kesulitan mengontrol diri. Dia butuh lebih dari dua menit sampai akhirnya bisa melontarkan, "Hinata. Apa dia pernah menginap di sini?"
"Hinata?" Raut wajah Sakura sedikit berubah, dia berusaha menyembunyikannya. "Dia tidak pernah menginap." Sakura menjelaskan, "beberapa kali kau mengantarnya kemari tapi dia pulang setelah jam sepuluh malam."
Naruto merasa seperti jantungnya telah meloncat keluar dari tempatnya. Kalau bukan karena berhasil memegangi ambang pintu, dia sudah pasti terjatuh. "Ada apa?" tanya Sakura. "Kau baik-baik saja? Kau terlihat sakit."
Naruto tidak menanggapi. Dia bersusah payah menyeret dirinya kembali memasuki mobil. "Naruto!" panggil Sakura tapi lelaki itu melaju pergi begitu saja.
Sakura menatap mobil hitam itu sampai menghilang dan ekpresi wajahnya pun berubah cemas. "Fuck, Toneri! Tak kusangka dia membuat aku melakukan hal seperti ini." Sakura menutup pintu dengan membantingnya jengkel. Seketika saja rasa kantuknya lenyap.
Sementara itu, Hinata sudah ribuan kali meniup nafas tapi dirinya tak kunjung tenang. "Aku akan menemui Naruto dan menjelaskan apa yang terjadi. Dia akan percaya padaku." Itu yang Hinata harapkan. Dia siap pergi tapi kemudian mengingat tubuhnya masih dibalut oleh selimut.
Hinata mengalihkan pandangan ke arah Toneri. Dalam satu tarikkan nafas, menjerit, "Kembalikan pakaianku!" Dia berakhir di kamar mandi dalam ruangan setelah mendapatkan pakaiannya dan keluar dalam keadaan rapi beberapa menit kemudian. Hinata pasti sudah berada di planet pluto andai Toneri mau meninggalkan ambang pintu. Dia begitu marah tapi tenaganya tidak pernah bisa menggeser Toneri yang bersikap selayaknya batu besar.
"Ceraikan dia," kata Toneri. Itu bukan perintah tapi paksaan tanpa penolakkan.
Hinata berusaha tenang meski rasanya begitu sulit. "Aku minta maaf," ucapnya dengan mengabaikan apa kata Toneri. "Aku minta maaf jika ternyata selama ini semua curhatanku sangat menggangumu sampai membuatmu berbuat demikian. Aku seharusnya tidak melakukannya. Seharusnya aku lebih peka. Seharusnya aku tahu kau muak dan seharusnya aku tidak pernah mendatangimu hari itu. Aku benar-benar minta maaf."
Toneri tidak memperlihatkannya tapi dia tersinggung Hinata bersikap seolah menyesali semua kedekatan mereka. Hinata mencoba meninggalkan kamar tapi tak Toneri biarkan. Dia menarik pergelangan tangannya, tidak dia lepaskan bahkan ketika Hinata lelah menarik dirinya menjauh.
"Naruto tidak akan mempercayaimu," kata Toneri, mengingatkan. "Kau bisa menangis dan mencoba menjelaskan semuanya tapi kau yakin dia akan memaafkanmu?"
Toneri dan Hinata, mereka berdua adalah manusia yang paling memahami Naruto entah sikap atau sifat. Hinata tidak bisa menyangkal karena Toneri benar, Naruto tidak akan memaafkan kesalahan apalagi perselingkuhan. Satu-satunya cara Hinata untuk dimaafkan adalah membuktikan bahwa semua ini hanya salah paham dan tidak ada yang terjadi di antara mereka tapi Hinata hanya bisa membuktikan satu hal sekarang.
"Kau boleh bertemu dengannya tapi aku akan segera menjemputmu."
"Lepaskan aku!" pinta Hinata, lagi-lagi mengabaikan apa kata Toneri dan sudah enggan mempertemukan kontak mata. "Aku bilang lepaskan aku!" Suaranya sedikit lebih keras, tidak sia-sia karena akhirnya Toneri mau melepaskan. Hinata pergi begitu saja setelahnya. Dari berjalan cepat sampai berlari, tidak sedikitpun berbalik ataupun ragu. Dia pergi secepat yang dia bisa, membuat rahang Toneri menggeras dan kedua tangannya terkepal perlahan. "Kau benar-benar …"
TO BE CONTINUE
Maaf guys baru update. Kalau ga next bab berarti bab satunya lagi. Bakal ada kejutan ngehehe. Mungkin akan membuat kalian berpikir, anjir si hinata pun salah, harusnya ga gitu. Oke semoga kalian suka bab ini dan tunggu next bab ya!
Lope you segede gaban!
