Naruto meninggalkan gedung menggunakan lift yang terhubung ke area parkiran. Setelah keluar melalui pintu, hpnya berdering. Nama Toneri nyembul di layar dikala dia melihatnya.
Naruto menekan tombol bewarna hijau sebelum menempelkan layar hp ke daun telinga. "Ada apa, Toneri? Aku baru saja keluar dari kantor."
Penelepon di seberang sana menanggapi, "maafkan aku, Naruto, tapi kita harus menunda pertemuan kita. Bagaimana dengan besok pagi? Aku ada urusan mendadak."
Naruto mendengus, meski begitu memahaminya. "Tidak jadi masalah. Aku hanya mencemaskanmu."
"Aku sangat baik, jangan cemas."
"Baik kalau begitu." Naruto mematikan panggilan dan kembali memasuki lift.
.
.
.
Disclaimer : Demi apapun, Naruto bukan punya saya, punya Masashi Sensei, saya hanya pinjam saja.
Pandangan Pertama
(Hati hati typo, tulisan mendadak hilang, OOC, AU dan lain-lain. Udh usahain sebagus mungkin)
by Authors03
.
.
Chapter 02
.
.
"Gosh! Apa yang terjadi?" Hinata pikir dirinya telah gila karena tiba-tiba merasa bergairah di siang-siang bolong. Dia membuka pintu rumah kayu tadi dan dikejutkan oleh kenyataan bahwa ternyata tempat itu adalah villa dan bukan restoran.
"Aku harus telepon Naru ..." Hinata menepuk saku celana sampai badan tapi hpnya tidak ditemukan. "Sial ..." Hinata kembali pada tujuan utama, anggap dirinya salah memasuki tempat tapi jadikan itu sebagai urusan kedua. Tidak ada siapa pun di sana, jadi Hinata bisa bebas berjalan. Hinata butuh air. Dia berniat menyelam agar panas tubuhnya menghilang. Hinata memasuki tempat itu dan menemukan kamar mandi di dalam salah satu kamar.
Dia melepas kancing kemeja pada bagian atas dan berdiri di bawah shower. Matanya terpejam, siap menikmati dingin air yang akan menghujani. Tangannya begitu dekat dari kran tapi tidak sempat menyentuhnya karena Toneri muncul dan menarik pundaknya.
"Kyaaaah! Lepaskan aku!" Hinata merontak, tiba-tiba saja sudah berpindah di pundak Toneri dan digendong bak karung beras. "Lepaskan aku! Toneri!" Toneri melepaskannya sesuai permintaan, tapi dengan cara melemparnya ke atas kasur queen size di tengah-tengah ruangan. Toneri duduk di atas Hinata. menahan kedua tangannya agar dia tetap diam di tempat.
"Lepaskan aku!" Hinata merontak sekuat yang dia bisa tapi semua yang dia dapatkan hanyalah rambut berantakan menempeli kening dan leher yang berkeringat. "Toneri!" Hinata berhenti dikala kelelahan, nafasnya berat menyebabkan dadanya naik turun secara cepat.
"Tolong aku! Aku pikir ada yang salah ... dengan ... ku." Hinata tidak merasa seperti biasanya. Panas di sekujur tubuh membuatnya merasa seperti ingin menanggalkan semua pakaian tanpa sisa dan menari, menggoyangkan seluruh badannya. Perasaan itu menyiksa batinnya perlahan.
"Tolong aku ..., Naruto ..." Hinata merasa mabuk, bergairah dan semakin tidak terkendali. "Naru ..." Nafas Hinata kian tak karuan, suaranya terkesan mendesah. Dia menatap ke samping dan seringkali memejamkan mata. "Lepaskan!" Hinata menelan ludah dan menggesekkan kedua pahanya.
Di dalam otak Hinata, hanya ada wajah Naruto. Toneri tahu itu dan karenanya, dia jengkel dan tersinggung. "Aku bukan Naruto, Hinata," katanya, Hinata terlalu sibuk hingga melewatkan suaranya. "Sebut namaku dan aku akan membantumu." Toneri menyentuh pipi Hinata hingga lehernya menggunakan ibu jari. Setiap sentuhannya bagaikan sengatan listrik mengalir di setiap sudut kulit Hinata. Otak mengirim sinyal merah dan suara yang keras tapi tidak ada yang bisa Hinata lakukan untuk menjauh dari bahaya.
"Naruto ... aku butuh Naruto." Hinata mencoba berdiri tapi Toneri tidak membiarkannya. Dia kian jengkel dibuat nama lelaki lain yang terus disebut Hinata.
Toneri mendekatkan bibirnya ke daun telinga Hinata, berbisik, "sebut namaku, Hinata."
Semakin Hinata menolak, semakin tak terkendali dirinya dan gila gairahnya. "Naru--" Toneri mengecup kupingnya, membuatnya mengeluarkan suara desahan. Saat kontak mata tak sengaja bertemu, setetes air mata mengalir dari sudut mata Hinata. Pandangannya begitu sayu dan tak berdaya. "Tolong aku ..., Toneri."
Toneri seperti mendapat izin--dengan melupakan apa itu paksaan. Dia tidak membuang waktu, langsung meraih dagu Hinata dan melahap bibirnya.
Sementara itu, Naruto menatap layar ponsel setelah panggilan tidak terhubung. "Di mana Hinata?" Naruto menelepon sekali lagi tapi tidak ada jawaban. Hinata seharusnya tengah istirahat jam makan siang, rasanya agak aneh karena dia tidak mengangkat telepon bahkan tidak ada satu pesan pun.
Hp Hinata tidak hilang, tapi Toneri dengan gesit menyambarnya dikala memaksa Hinata menelan air yang dia masukkan ke dalam mulutnya. Sekarang ponsel itu ada di nakas samping ranjang dan dalam keadaan silent.
"Dia baik-baik saja? Haruskah aku ke sana?" Naruto berpikir untuk menundanya sampai jam kerjanya berakhir.
Sementara itu, Hinata terlelap setelah berhasil mengeluarkan hawa panas nan gerah yang menggangu dari tubuhnya. Dia tertidur dengan cepat, kesadarannya bagai ditelan bumi sampai air mata yang menetes menggenai telinganya tidak terasa. Sesekali isakan dan suara-suara kecil terdengar.
Toneri di sebelahnya menyentuh air mata itu. Tidak ada perasaan bersalah atau sejenisnya, hanya perempuan itu akan segera menjadi miliknya sepenuhnya dan bukan milik pria lain. Semua bayangan di dalam otaknya akan segera menjadi kenyataan. Toneri mungkin merasa puas karena rencananya berjalan mulus, tapi tidak bisa dia sembunyikan hawa jengkel dikala mengingat Hinata menyebut nama lelaki lain.
Toneri menyelimuti badan toples Hinata dan menyentuh lembut pipinya. Dia menatap bulu matanya yang lentik dan bibir yang sedikit bengkak. "Aku tidak mau kalian bertemu di saat kau bahkan tidak sepenuhnya sadar."
Karena itu tidak akan terasa benar dan tidak menyenangkan ... Toneri tak kuasa menahan senyuman. Dia mendekap perempuan itu dan memejamkan mata.
...
Naruto pulang dari kantor dan tiba di rumah pukul 17.12 dahinya mengernyit ketika tidak menemukan Hinata di seluruh bagian rumah.
"Hinata?" Naruto melakukan panggilan telepon dan lagi-lagi tidak diangkat, kemudian masuk satu pesan WA kurang dari satu menit.
"Aku akan menginap di rumah temanku. Sampai jumpa besok, Naru."
"Tumben ...?" Ini bukan pertama kali Hinata menginap di rumah teman, Naruto tidak melarang karena selama dia bahagia. Hanya tidak biasanya Hinata tidak mengatakannya lebih awal. "Rasanya seperti ditinggalkan."
Naruto membasuh diri dan berakhir di kamar. Baru setengah jam terlewatkan ketika dia melihat jam. "Entah mengapa firasatku tidak enak ..." tepatnya Naruto merasa tak nyaman dan marah tanpa alasan yang jelas.
Seperti biasa, Naruto akan menelepon Toneri di saat-saat seperti itu. Tidak menunggu waktu lama, panggilannya diangkat. "Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Naruto basa-basi.
"Tidak ada ... aku sedang bersama teman."
"Ah ... kalau begitu, maaf aku menggangumu." Seketika Naruto merasa tak enak hati.
"Tidak masalah."
"Omong-omong ..." Naruto dijeda oleh keraguan. "Kau berada di dekat laut?" Naruto bisa mendengar suara samar-samar ombak. "Aku pikir kau tidak jadi ke sana."
"Ah ... itu suara TV. Aku harus pergi." Toneri mematikan panggilan secara sepihak, meninggalkan Naruto yang langsung terdiam dengan beberapa macam pikiran.
"Hinata melarang aku untuk pergi tadi ..." Naruto tidak pernah seumur hidup berprasangka buruk soal Hinata tapi entah mengapa dia baru saja melakukannya. Pikiran buruk itu datang dalam hitungan detik dan tidak mau meninggalkan otaknya.
"Maksudku Hinata pribadi yang baik dan Toneri adalah teman baik kami. Pasti dia cemas dan penasaran karena Toneri tiba-tiba ingin bertemu aku."
Namun ..., mengapa Toneri selalu sibuk setiap kali Hinata pergi menginap di rumah teman? Naruto tidak pernah memikirkannya sampai detik ini. Dia mengatup bibir. Jantungnya berdebar terlalu kencang sampai terasa sakit. "Ini tidak seperti yang aku kira'kan?
"Tidak mungkin, bukan?"
Tidak mungkin ... mungkin?
TO BE CONTINUE
Hm jujur aku agak ngerasa bersalah kalau tulis kek gini. Aku mikir sangat banyak kali aku pengen hapus tapi aku ga pengen hapus. Menurut kalian akan seperti apa hubungan mereka ke depannya? Aku selalu ingin nulis cerita di mana cinta satu pihak akan sangat menyakitkan.
Oh pastikan kalian menantikannn flashback pertemuan Hinata dan Toneri dan seperti apa kisah mereka
Bye
