Chapter 8: I'm Such a Bastard
"Kau melamun lagi."
Harry berkedip beberapa kali saat suara Ron membuyarkan lamunannya. Ia menatap sahabatnya yang sedang berbaring di kasur. Harry, yang duduk di kursi meja belajar Ron (Sungguh tidak bisa dimengerti kenapa ada meja belajar di kamar Ron) mereganggkan tubuhnya dengan canggung. Ia seolah memperlihatkan pada Ron bahwa dirinya tidak sedang melamun, hanya lelah saja.
"Kau sering melamun akhir-akhir ini. Kau kepikiran sesuatu, kan?" tebak Ron. "Katakan padaku apa masalahmu. Aku bisa memberikan nasihat yang berguna."
Harry mencibir. Jangankan berguna, masuk akal saja tidak.
"Aku hanya lelah karena tugas kuliahku," balas Harry.
Ron tentu tahu jika Harry berbohong. Ia tidak bertanya karena Harry juga tampaknya tidak mau membicarakannya. Ron pun membiarkan Harry tenggelam dalam pikirannya, lalu ia mengambil sebatang rokok dari nakas.
Melihat rokok itu mengingatkan Harry pada kejadian dua hari lalu. Tepatnya pada malam ketika ia datang ke acara reunian sekolah. Harry teringat pada malam di mana ia dengan bodohnya menyusul Draco keluar.
"Ron, apa kau akan menyimpan kembali rokokmu saat kubilang jika aku tidak merokok?" tanya Harry.
Ron yang baru saja mendapatkan pemantiknya menatap Harry dengan bingung. Jenis basa-basi apa lagi yang dilontarkan sahabatnya itu sekarang. "Tapi kau memang tidak merokok."
"Iya, pokoknya jawab saja," desak Harry.
Ron menurunkan pandangannya pada sebatang rokok di tangannya dan menatap Harry secara bergantian. "Ya, kau tidak pernah melarangku, jadi aku akan tetap melakukannya," jawab Ron. Ia kemudian berseru. "Oh, jadi kau tidak suka saat aku merokok di dekatmu, ya? Maaf. Kalau kau memang terganggu, kau bisa langsung mengatakannya padaku." Dan Ron kembali menyimpan rokoknya.
Harry mengedikkan bahu. Bagus jika Ron bisa langsung mengerti begini. Tapi tujuan utama Harry bertanya bukanlah untuk Ron. Tapi untuk memenuhi rasa penasarannya. Malam itu, Draco langsung saja mematikan rokoknya saat Harry bilang ia tidak merokok. Harry terus memikirkannya. Apakah itu tindakan spesial yang Draco lakukan untuk membuat Harry menyukainya? Tapi sepertinya, semua orang memang seperti itu. Kau tidak akan merokok di depan orang yang tidak suka merokok.
Sedikit. Sedikit saja, Harry kecewa dengan kesimpulan yang ia dapatkan.
"Lihat, kau melamun lagi." Ron lagi-lagi mengomentari Harry yang melamun.
Harry tidak memedulikan perkataan Ron. Ia bangkit dari kursi, pamit untuk pergi. "Aku pergi dulu."
"Ke mana?"
"Tidak tahu. Cedric mengajakku keluar sore ini."
Raut tidak percaya muncul di wajah Ron. "Kau serius? Tumben sekali."
Harry sebenarnya sama bingungnya dengan Ron. Karena Cedric memang jarang mengajaknya pergi kencan atau sekadar menghabiskan waktu bersama. Dan Harry seharusnya senang karena Cedric mengajaknya pergi hari ini. Tapi, Harry tidak menemukan antusiasme itu di dalam dirinya. Ia seolah-olah tahu jika kekasihnya itu tidak benar-benar ingin bertemu.
Harry dijemput oleh Cedric di rumahnya. Harry pun langsung masuk ke mobil karena Cedric tidak mau singgah terlebih dahulu. Harry juga tidak bertanya ke mana mereka akan pergi hari ini. Ia menyerahkan semuanya pada Cedric.
"Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya Cedric penasaran karena Harry hanya diam saja dari tadi. Pandangannya tidak lepas dari jalan, ia sesekali melirik Harry.
"Hm, tidak. Aku hanya sedikit lelah," jawab Harry. Ia tidak sedang berbohong. Harry benar-benar merasa lelah hari ini.
Setelah Harry menjawabnya, Cedric tidak membalas lagi. Ia fokus mengemudi dan tidak mengganggu lagi. Hingga setelah beberapa menit mengemudi, Cedric memarkirkan mobilnya.
Harry langsung tahu di mana mereka sekarang. Cedric pastilah datang untuk menjemput jersey baru untuk tim futsal universitas. Harry pun ikut turun dari mobil untuk membantu kekasihnya itu. Saat sedang menyimpan seragam-seragam itulah Harry jadi teringat akan kejadian di mana Draco menekel Cedric.
"Ngomong-ngomong," Harry bertanya kepada Cedric, "Malfoy bukan anggota tim futsal, kan?" Cedric mengangguk. "Lalu kenapa dia ikut bertanding?"
"Itu bukan pertandingan resmi," jawab Cedric. Ia menutup bagasi mobil dan kembali menjelaskan. "Semua orang yang mau bermain bisa bergabung. Dan Malfoy memang biasanya datang dengan teman-temannya."
"Sejak kapan dia mulai bermain?"
Cedric berpikir, mengingat-ingat kapan pertama kali ia melihat Draco di lapangan. "Sebenarnya sudah cukup lama. Mungkin hampir setahun yang lalu."
Harry mengangguk mengerti. Ia merasa lega akan satu hal. Ternyata Draco ikut bermain futsal bukan untuk mencelakai Cedric. Tentu saja Harry ingat akan hari di mana Draco mengatakan bahwa ia akan melakukan apa pun untuk mendapatkan apa yang dia mau. Dan Harry tidak bisa berhenti berpikir jika Draco sengaja melukai Cedric hanya untuk mendapatkannya.
"Kenapa kau tiba-tiba penasaran?" tanya Cedric bingung. Ini pertama kalinya ia mendengar Harry bertanya sesuatu tentang Draco padanya.
Harry menggeleng sambil tersenyum. "Bukan apa-apa."
Cedric tidak bertanya lebih banyak karena tidak merasa penasaran. Ia pun mengajak Harry untuk kembali masuk ke mobil.
Setelah duduk di dalam mobil, Harry kembali bicara. Lebih tepatnya, ia bertanya. "Kenapa kau yang menjemput jersey-jersey ini? Manajer kalian ke mana?"
"Dia sibuk," jawab Cedric, "karena harus berbicara dengan pihak universitas."
"Bicara mengenai apa?"
"Anggaran dana untuk tim futsal tidak cukup," desah Cedric. Wajahnya memperlihatkan raut yang menyedihkan. "Sebenarnya kami sudah beberapa kali meminta penambahan dana pada pihak universitas, tapi masih saja belum digubris. Mereka bilang kami memang tidak seharusnya membutuhkan banyak uang. Hah, kalau saja mereka melihat kondisi ruangan tim futsal. Kami bahkan harus memakai satu loker untuk dua orang."
Harry cukup terkejut mendengar informasi ini. "Benarkah? Seharusnya kau bilang lebih awal. Aku bisa menyampaikannya kepada ayahku."
Cedric tersenyum ke arah Harry. "Tidak, itu terdengar seolah aku memanfaatkanmu."
Harry menggeleng dan meraih tangan Cedric. Ia menggenggam tangan itu dengan lembut. "Sudah kubilang, jangan mengatakan hal seperti itu."
Cderic masih mempertahankan senyumnya. Ia mengangkat tangan Harry dan mencium punggung tangannya. "Thanks, Harry," ucapnya berterima kasih. Ia pun melepaskan tangan Harry dan mulai menjalankan mobil.
Cedric dan Harry kembali berhenti. Sekarang mereka turun di depan sebuah restoran. Ini jamnya makan siang. Seperti biasa, tidak ada hal istimewa yang terjadi selama makan siang mereka. Cedric yang selalu sibuk dengan ponselnya, dan Harry yang sibuk mengalihkan perhatiannya, dari Cedric, lau orang-orang di sekitarnya, lalu ponselnya sendiri, dan kembali lagi ke Cedric.
Harry juga selalu menjadi yang paling banyak bicara. Ia jugalah yang akan memulai pembicaraan. Cedric, bukannya tidak mendengarkan Harry, ia hanya terlalu sibuk dengan ponselnya. Harry pun hanya bisa menyembunyikan rasa kesalnya.
Ingin sekali sebenarnya Harry mengambil ponsel Cedric dan melihat apa yang dilakukan kekasihnya itu hingga tidak berhenti tersenyum sambil menatap layar ponselnya. Dan betapa Harry sangat ingin membaca semua pesan yang Cedric kirim entah pada siapa. Namun Harry tidak akan melakukannya. Apa pun itu, ia tidak akan melakukannya. Lebih baik ia tidak tahu apa-apa daripada membawa masalah besar di antara hubungan mereka.
Harry berusaha untuk tidak peduli dengan apa yang Cedric lakukan di ponselnya dan memilih untuk memandang sekitarnya. Saat itulah Harry terkejut dengan apa yang dilihatnya.
Seperti adegan dalam film romantis. Harry tidak menyangka jika seseorang akan benar-benar menyeka makanan yang belepotan di bibir orang lain dengan menciumnya, atau hal ini hanya terlihat asing bagi Harry. Apakah sepasang kekasih memang seharusnya seromantis itu?
Ya, Harry tahu, ia dan Cedric tidak akan pernah bisa melakukan hal seperti itu di depan umum. Sekali pun mereka terbuka dengan hubungan mereka, tapi sepasang laki-laki yang bermesraan di depan publik bukanlah pemandangan yang wajar. Begitulah setidaknya hal yang Harry percaya tertanam di pikiran Cedric. Karena itulah kekasihnya jarang sekali mau bermesraan di depan umum.
Tapi, itu Cedric. Bagaimana dengan Draco?
Pertanyaan itu terlintas di benak Harry. Apakah seorang Draco Malfoy yang selalu melakukan apa pun yang dia mau akan mau bermesraan dengan sesama lelaki di depan umum? Hal itu mungkin saja. Mengingat jika Draco pernah menciumnya di toilet yang sangat riskan akan kepergok oleh orang lain.
Harry dan Draco tidak berkencan. Harry bahkan memiliki seorang pacar. Itu adalah alasan yang membuat Draco hanya bisa menciumnya saat tidak ada orang lain di sekitar mereka. Tapi kalau mereka memang berkencan, pastilah Draco mau-mau saja menciumnya di depan ratusan orang. Iya, kan?
Saat memikirkan bagaimana Draco akan menciumnya di depan umum, Harry terkejut. Ia terkejut karena dirinya bisa memikirkan hal sekonyol itu. Wajahnya terasa panas karena malu. Ia menundukkan kepalanya dalam-dalam, sekaligus mengubur dalam-dalam bayangan Draco dari kepalanya.
"What's wrong?" tanya Cedric yang akhirnya mengalihkan perhatian dari layar ponselnya. Ia menatap bingung pada Harry yang kini hanya bisa ia lihat puncak kepalanya.
Harry menggeleng sebagai jawaban. Ia sama sekali tidak menjawab dan tidak mengangkat kepalanya. Ia malu pada dirinya sendiri. Fakta bahwa dirinya tidur dengan lelaki yang bukan kekasihnya saja sudah sangat cukup untuk melabelinya sebagai seorang bajingan. Dan bukannya merasa bersalah, Harry malah masih sempat-sempatnya memikirkan laki-laki lain itu ketika kekasihnya tepat berada di depannya. Harry benar-benar merasa malu pada dirinya sendiri. Ia berkali-kali mengutuk betapa bajingannya dirinya.
.
.
TBC
.
.
.
.
A/N
Yuhuuuu~ chapter 8 tiba~ Gimana? Masih ada yang nungguin cerita ini buat lanjut? Kalau ada, THANK YOU^^
See you!
Virgo
