Kacamata siapa yang berhak menjadi patokan untuk menilai? Mungkin biarkan para dogmatis menilai dengan standar mereka? Atau biarkan para nihilis menertawakannya? Dari awal kenapa kita harus memikirkan hal seperti itu?
Rated: T - Indonesian - Romance/Hurt/Comfort - Chapters: 1 - Words: 1,575 - Published: 4/26 - Complete