WORLD

.

Disclaimer:

Naruto [Masashi Kishimoto]

High School DxD [Ichiei Ishibumi]

Singeki no Kyojin [Hajime Isayama]

Dan semua sumber anime yang bersangkutan Bukan milik kyo.

Yang terpenting saya tak mengambil keuntungan apapun dari sumber anime atau character yang saya pinjam untuk fiction yang saya publish.

Rate : M

Pair: Naruto x..

Genre : Action, Adventure, Fantasi.

Warning!: Imajinasi liar!, Ooc, AU, Typo, Isekai, Etc, Don't like don't read!

Summary: Dunia dengan makhluk selain manusia. Makhluk mitologi dan raksasa menjadi teror yang nyata. Manusia dengan kekuatan supernatural dari dua ras yang dapat mempertahankan kelangsungan hidup mereka dari ancaman kehancuran sang 'malapetaka dunia'. sementara itu, Naruto, seorang pemuda yang masuk academi karena tujuannya. Harus dipandang sebelah mata karena keterbatasannya.


.

Next chapter 19: Namigakure part 1. Feelings are revealed.

.

Opening Song:

CLOSER by Inoue Joe.

.

.

.

.

Di sebuah rumah sederhana yang terdapat di desa Namigakure yang berada di pulau dekat perbatasan Negara api. Tapi masih termasuk ke dalam daerah Negara api. Hanya saja letaknya yang terdapat di sebuah pulau yang agak jauh terpisah dengan sebuah sungai lebar yang mengarah langsung ke laut mengelilingi pulau tersebut.

Didalam rumah tersebut seorang pria tua berkacamata, anak kecil yang duduk di kursi sebelah kakek itu. dengan meja makan di tengah memisahkan mereka berdua dengan dua orang gadis berbeda surai yang ada dihadapan mereka. dipisahkan oleh meja makan kayu itu.

Sementara di kedua ujung meja makan itu, terdapat seorang wanita bersurai hitam dengan tubuh proposional bak gitar spanyol yang berhadapan dengan seorang pria misterius yang hanya terlihat sepasang irisnya saja diantara kerah tinggi dan hodienya.

Nampak wajah kedua gadis berbeda surai dihadapan kakek dan anak kecil itu memasang ekspresi terkejut sejenak. Sementara kakek berkacamata dan anak kecil bersurai hitam itu, hanya menunduk sendu dari ekspresi mereka.

Berbeda dengan wanita diujung itu yang hanya mengapit bibir bawahnya saja seperti berusaha menahan gejolak emosi dalam dirinya agar tak tumpah dan memunculkan tetesan air bening dari kedua irisnya.

"Ternyata, Quest kami ini sangat kebetulan ya.. kami datang kesini dan kepala desanya juga baru tiba dengan waktu yang tepat. Dan lebih parahnya, pembunuh bayaran Zabuza itu mengincarmu karena misi dari orang yang membayarnya adalah membunuhmu.. kepala desa ini." ucap Rossweisse yang memandang serius Tazuna di hadapannya saat ini.

"Benar.. aku mendengar kabar angin jika murid dari Academi Hagun ada yang mengambil Quest dariku. maka dari itu, aku bergegas menyusul kalian. Dan kalian sudah tau alasan Kira-san ikut denganku barusan." Tazuna menjelaskan.

"Jadi, Kira-san kebetulan bertemu denganmu di kota Soul dan dirimu juga membayarnya untuk mengawalmu dalam perjalanan pulangmu. Apakah kau tak tersiksa dengan keadaan desamu yang sedang dilanda kemiskinan ini, harus membayar dua Quest sekaligus?." Tanya Miyuki dengan ekspresi tak tega dengan apa yang di alami desa tempat tinggal Tazuna ini.

Karena beberapa jam lalu ketika mereka sampai di rumah Tazuna, mereka bertiga telah di ceritakan seluruh masalah yang dialami desa Namigakure ini. mulai dari para Yakuza yang menguasai tempat ini dengan memungut pajak besar-besaran untuk kepentingan pribadi.

Menyebabkan desa ini dilanda kemiskinan dan perekonomian yang semakin merosot turun dari tingkat normal. ditambah rute pelayaran perdagangan desa mereka ini telah dikuasai sepenuhnya oleh para Yakuza. Hingga para penduduk tak berkutik dibawah jeratan kekuasaan para Yakuza itu.

Apalagi dikatakan oleh kepala desa itu, jika mereka mengincar nyawanya untuk membuat para penduduk tunduk sepenuhnya dibawah perintah para Yakuza.

Karena para penduduk sangat yakin pada Tazuna untuk menyelamatkan desa mereka. dengan pemimpin desa itu sendiri mengumpulkan Gold untuk biaya Quest yang dia berikan. Dengan dirinya yang pergi ke kota besar untuk bekerja sebagai tukang kayu, dan kepala bangunan di kota Soul.

Dengan begitu, dirinya mendapat uang lebih untuk membayar Sorcerer atau Shinobi yang menjalankan Questnya. Termasuk dirinya yang masih bekerja di kota Soul, mengerjakan bangunan klan Phoenix, Sebagai kepala konstruksi disana.

"Benar.. aku bekerja keras keluar desa untuk mencari Gold, sekaligus mencari bantuan untuk desa ini. karena jika aku sudah berhasil keluar, aku tak bisa mengulanginya lagi. Karena aku keluar dari desa ini saja dengan susah payah. Hanya untuk mengumpulkan Gold untuk membayar orang seperti kalian ini, dan kembali ke desa ketika aku sudah mendapatkan tujuanku. Jadi aku tak boleh sampai gagal.." ujar Tazuna.

Sementara ke dua gadis dihadapannya menatap Tazuna dengan prihatin wajah tua Tazuna yang murung dengan makanan di meja makan itu tak ada yang menyentuhnya sama sekali. Begitupun kedua gadis dan keluarga Tazuna, tak ada yang menyentuh makanan dimeja karena pembicaraan serius itu.

"Saya mohon, kalian bantulah desa kami ini.. kami mohon, selesaikan penderitaan kami. Ketika Tou-san pergi, kami semakin disiksa dengan harta benda kami di renggut. Ditambah.. hikss. Para perempuan diambil dari keluarga desa untuk keperluan hasrat mereka dengan banyak anak-anak dibawah umur yang dipekerjakan tanpa upah.. hiks."

Wanita sebagai ibu dari satu-satunya bocah disana sedikit menundukkan kepalanya untuk memohon pada dua gadis yang ada di rumahnya saat ini. irisnya sudah tak kuat membendung rasa sedih yang dialami desanya. Dengan air mata yang mengalir dan bibir bawahnya yang ia apit untuk menyalurkan rasa sedihnya.

"Nee-chan! Hikss.. aku mohon, selesaikan masalah ini.. hiks.. mereka juga telah membunuh Tou-san'ku.. Aku.. hiks.. aku ingin mereka dihukum mati seperti apa yang mereka lakukan pada Tou-san'ku! Dan juga para penduduk desa ini!"

Seorang anak kecil bersurai hitam yang duduk disebelah Tazuna menangis ketika ikut mendorong kedua gadis itu untuk membalas kematian ayahnya. Bocah itu menangis dengan ekspresi khas anak-anak sekitar 7 atau 8 tahunan dengan air mata dan cairan kental mengalir dari lubang hidungnya.

Rossweisse dan Miyuki yang menatap ibu dan bocah bernama Inari itu ikut merasa sedih. Membuat Miyuki menatap ketiga anggota keluarga Tazuna itu dengan pandangan sendu. Kecuali Rossweisse yang tampak berwajah datar.

"Kami akan berusaha semampu kami untuk menyelesaikan masalah ini. walaupun harus membunuh para Yakuza itu, kami tak keberatan Tazuna-san, Tsunami-san, Inari-chan." Ujar Rossweisse serius. Dibalas anggukan oleh Miyuki.

"Trimakasih.." balas Tazuna yang tersenyum dengan wajah tuanya. Begitupun anak dan cucunya itu yang tersenyum ke arah kedua gadis cantik yang menjadi tamu mereka ini.

Kedua gadis cantik itu ikut tersenyum membalas senyuman keluarga kecil itu. seakan sebuah harapan yang selama ini menjadi sebuah mimpi yang akan hilang ketika keluarga kecil itu terbangun, akan menjadi kenyataan yang akan mereka terima nantinya.

"Baiklah Tazuna-san, kesempatanmu hanya sekali, bukan?" tanya Rossweisse serius pada Tazuna yang ada dihadapannya.

"Seperti itulah Valkyrie-san.." balas Tazuna.

"Jadi, Kira-san apakah kau akan membantu atau –"

Ucapan Rossweisse yang menghadap ke arah Kira yang ada di sudut kirinya. Diikuti oleh semua orang yang ada di meja makan itu menatap ke arah pria yang sangat tertutup tertutup itu. namun perkataan Rossweisse terhenti seketika. Dengan pandangan sweatdrop menatap pemuda itu.

Begitupun dengan Miyuki yang ikut sweatdrop menatap Kira. Berbeda dengan keluarga Tazuna yang menatap pria itu dengan senyum kecil. Walau juga sweardrop sebenarnya.

Bagaimana tidak, pria yang terduduk sambil bersandar di kursi meja makan dengan iris serius menatap kedepan, kearah orang-orang yang menatapnya saat ini. menghiraukan tumpukan piring di atas meja di hadapannya yang sudah tak berisi! Hanya piring sisa saja yang bertumpuk seperti menara bangunan miring yang terkenal di suatu Negara karena bangunan tinggi dan miringnya itu.

"Aku akan membantu." Ucap Kira dengan santainya.

Tak menghiraukan tatapan tak percaya dari seluruh orang yang ada di hadapannya. Bukan karena apa yang dia katakan, tapi karena tumpukan piring bekas makanan yang ada dihadapan pria itu.

'Sejak kapan pria itu memakan makanannya? Sebanyak itu lagi.. dan sepertinya rencanaku dan Miyuki untuk melihat wajah aslinya gagal.' batin Rossweisse masih sweatdrop. Karena sebelumnya memang mereka berdua berencana melihat wajah pria misterius itu ketika ada waktu yang tepat.

Waktu makan bersama.

'Ki-Kira-san.. aku gagal melihat wajah aslimu!' batin Miyuki dengan wajah mulai memerah seraya menundukkan wajahnya dibalik surai hitamnya.

"Ah.. Kira-san sepertinya lapar ya. Kau makan sangat cepat sekali.." tazuna berkata dengan senyuman maklum di wajah tuanya yang memandang pria misterius yang sok polos itu.

"Uwoo! Kira-nii hebat!.. bisa menghabiskan masakan kaa-chan sebanyak itu. aku tak mau kalah!.. aumm!" anak kecil bernama Inari itu malah ikut menghabiskan makanannya dengan lahap ketika melihat tiba-tiba makanan habis oleh pria misterius itu yang bahkan dirinya pun tak tau sejak kapan Kira telah memakan makanannya tanpa membuka kerah tinggi dan hodienya!

Atau karena memang dia tak tau.

"Heh.. kau tak akan bisa mengalahkanku Inari-chan. Ha..ha..ha.." ujar Kira yang membalas Inari dengan berkacak pinggang dan tertawa menegakkan tubuhnya seraya menghadap ke atas dengan tawanya yang aneh dibalik kerah tinggi dan hodienya itu.

Membuat kedua gadis yang menatapnya semakin sweatdrop. Karena sangat tak mencerminkan tiga pedang dipunggungnya dan pakaian tertutup seperti Assassins, yang berkelakuan nyeleneh seperti itu.

"Hihi.."

Sementara Tsunami hanya tersenyum dan tartawa halus ketika melihat atmosfir dalam ruangan itu kembali hangat setelah sebelumnya menegang karena pembicaraan serius tentang desa ini. irisnya menatap pria bernama Kira yang ada di hadapannya di sebrang ujung meja makan itu dengan senyuman tulus.

Seakan pria itu mencairkan suasana yang ada di ruang makan ini dengan cara makannya yang aneh yang bahkan seluruh orang diruang makan ini tak tau bagaimana dan sejak kapan pria bernama Kira itu telah menghabiskan makanan sebanyak itu. dan sekali lagi, dia juga tak tau bagaimana pria itu telah menghabiskan makanannya tanpa diketahui apakah membuka jaket yang menutupi wajahnya atau tidak!

Apalagi ketika melihat anaknya Inari yang seperti tak mau kalah dengan Kira. seakan anaknya juga dibuat kagum dengan pria misterius itu dan membuat perhatian Inari juga teralihkan dari permasalahan ini.

Walau sementara.

'Aku tak tau, apa yang akan terjadi besok.. tapi kurasa, aku bisa mengandalkan ketiga orang ini untuk menyelamatkan desa ini..' batin Tazuna masih memandang kedua gadis dihadapannya yang masih sweatdrop.

Pandangannya beralih ke arah Kira yang ada di ujung kanannya itu. menatap pria yang masih bersidekap dada dengan irisnya.

'Tapi, kau memang pria misterius Kira-san..'

.

.

.

.

_((sAs]]_

.

.

.

.

11 Pm.

Hutan perbatasan Namigakure.

.

Di sebuah hutan yang gelap berada di tepi sungai perbatasan Namigakure. Tempat yang bisa dibilang sudah rusak akibat bekas perkelahian antara Dragon. Pepohonan dan rerumputan telah rusak di beberapa tempat itu.

Namun di tempat yang berantakan itu, masih terdapat seorang pria dan seorang gadis bersurai hitam poni belah tengah panjang. Beriris hitam dengan pakaian minim yang duduk bersandar di dekapan seorang pria bersurai pirang yang hanya memakai celana pendek saja.

Gadis itu tampak memerah wajahnya dengan iris terpejam di pelukan pria yang bersandar di antara akar pohon besar yang berbentuk U. pria itu mendekapnya erat seraya menempelkan telapak tangan kanannya pada dahi gadis cantik itu.

Seperti tak terpengaruh dengan posisi mereka yang saling berhimpit dengan kulit bersentuhan dan aset gadis itu yang menempel di perut sixpacknya. Hanya ekspresi bingung yang terlihat pada wajah pria bersurai pirang itu ketika menatap wajah gadis didekapannya.

"Ehmm~.. maaf, karena aku kau jadi kerepotan seperti ini." gumam gadis itu yang membuka irisnya memandang ke arah lain untuk menghindari kontak mata dengan pria itu. merasakan hangat tubuh pemuda itu yang masih lekat ditubuhnya.

"Hm? Tak apa. lagipula kau demam.. aku hanya mengingat cara yang pernah Yu-nee ajarkan padaku ketika seseorang demam. Dia pernah melakukan ini padaku dulu ketika aku masih kecil.." balas pria bersurai pirang spike itu menatap bintang di langit berkanvas hitam di atas sana.

"Sepertinya, kakak perempuanmu itu orang yang baik ya.. tapi, ini cara yang cukup aneh juga." Ucap lirih gadis itu masih dengan ekspresi yang sama.

"Aneh kenapa? Menurutku itu biasa saja.. aku sering demam dulu ketika habis berkelahi. Tapi Yu-nee juga melepas semua pakaian kami untuk menyalurkan suhu tubuhku padanya melalui pelukan seperti ini, katanya. Aku tertidur di pelukannya, dan ketika aku bangun paginya demamku sudah hilang." Ucap Naruto dengan pandangan bingung menatap wajah gadis itu yang semakin memerah mendengar ceritanya yang bahkan dirinya biasa saja.

"Uhmm~. Kalian berdua tak memakai pakaian sama sekali? Memang jarak umur kalian berapa?" tanya gadis itu penasaran dengan cara aneh yang di ajarkan kakak perempuan pria ini.

"Mmm.. waktu itu aku berumur 7 sampai saat ini mungkin umurku16 atau 17 tahunan. dan terakhir bertemu dengannya sebelum aku sampai disini. Kira-Kira umurnya 22 tahun saat ini, mungkin. Dan saat ini jelas dia berada di atasku.." balas Naruto dengan mode berpikir dengan wajah datarnya.

Jelas perkataan Naruto itu membuat gadis cantik didekapannya itu membeku seketika. Wajahnya sudah seperti tomat merah ketika mendengar Naruto yang membuatnya sedikit sweatdrop.

'Apa-apaan orang ini, umurnya saja tak tau..' batin gadis cantik itu sweatdrop.

"Hah.. memang kalian tak melakukan apa-apa dengan kondisi tak berpakaian seperti itu? umur kalian terpaut jauh, tapi saat kau bilang terakhir kali.. kurasa kalian.. apa.. su-sudah melakukan itu, kan.." ucap gadis itu yang suaranya semakin pelan dengan suara tergagap.

Bagaimana tidak, selama ini berdua dengan lawan jenis tanpa pakaian? Walaupun saudara, dan terpaut umur yang jauh tapi ketika dia bilang terakhir sebelum kemari, bisa dipastikan pria ini sudah dewasa dan setara dengan kakaknya!

Apa yang dipikirkan pria ini atau kakaknya itu sebenarnya?! Mereka kan bersaudara!. Batin gadis itu.

"Melakukan apa? aku tak melakukan apapun.. walaupun aku tak mengerti apa yang kau maksut, tapi dia sering menjahiliku. Apalagi ketika kondisi seperti itu, dia sering membuatku sesak nafas karena gumpalan daging miliknya yang menghimpit wajahku.. makanya ketika dia melakukan itu, aku balas menggigit sesuatu yang menonjol di gumpalan dagingnya itu.."

Jelas Naruto dengan ekspresi datar menceritakan dia dan kakaknya tanpa rasa bersalah atau canggung sedikitpun. bahkan wajah kesal seperti anak kecil muncul ketika pria itu bercerita tentang kakaknya yang suka menjahilinya itu.

"Namun aku tak mengerti kenapa dia suka sekali aku menggigit benjolan di gumpalan daging besarnya itu sampai dia bersuara aneh.. dia jadi sering menjahiliku dan membuatku sesak nafas seperti itu.. dasar Yu-nee merepotkan – are..?"

Lanjutan dari cerita Naruto itu terpotong seketika saat dirinya yang asik bercerita sambil memandang bintang dilangit malam itu, lalu beralih memandang wajah gadis cantik di dekapannya menjadi terhenti dengan tanda tanya besar dikepalanya. Wajah bingung menatap wajah gadis itu yang sudah merah sempurna dengan animasi kepulan asap dari surai hitamnya dan irisnya yang terpejam dengan tubuh sedikit mengejang.

Apalagi bibir ranum merah mudanya yang ia apit bibir bawahnya dengan bibir atas ranumnya seperti menahan sesuatu gejolak dalam tubuhnya yang kembali muncul mendengar cerita Naruto. sesuatu mulai basah dibawah sana dengan kedua kaki jenjangnya yang saling menghimpit bagian tengahnya itu.

"Hoi nona.. kau kenapa? Wajahmu merah.. apa demammu semakin parah ya? Ma-maaf karena aku demammu semakin parah.. ba-baiklah aku minta maaf aku akan menying –"

Cup!

Perkataan Naruto sontak terhenti seketika saat tiba-tiba bibirnya di sumpal oleh bibir lembut gadis cantik itu. membuat Naruto membolakan irisnya menatap gadis yang memejamkan matanya didepan wajahnya ini.

Seakan sesuatu aneh mulai muncul dalam dirinya. dengan bibir gadis itu semakin melumat bibirnya yang hanya diam saja dan memasukkan benda tak bertulang milik gadis itu kedalam mulutnya. Membiarkan gadis itu yang semakin menghimpitnya dengan dadanya yang lumayan dan kedua tangan gadis itu yang menahan belakang kepala Naruto untuk mendorongnya semakin dalam pada wajahnya.

"Ehmm~ ahhmm.. mmhh~"

Hanya wajah datar dan diam yang Naruto tunjukkan. Dengan bibirnya yang sedikit ia gerakan untuk setidaknya menghormati gadis itu dan tak menyakiti perasaannya yang seperti merasa akan terabaikan nantinya. Membuat gadis itu mendesah dalam pagutannya dengan pria itu.

Hingga beberapa menit, gadis itu melepas pagutannya hingga benang salifa dari liur mereka saling terhubung membuat jarak antara bibirnya dan pria itu. kedua iris gadis itu dan Naruto saling berpandangan lekat.

Namun Naruto masih tetap datar. Berbeda dengan gadis itu yang tersenyum menatap wajah pria yang sepertinya lebih muda dari dirinya.

"Tidak.. aku sudah lebih baik. Terimakasih untuk perhatianmu.. padahal kau bukan siapa-siapaku tapi kau mau berbuat sejauh ini untuk melindungiku oleh naga tadi. dan aku baru tau jika apa yang di ajarkan oleh kakak perempuanmu ternyata efektif.." ujar lirih gadis itu yang seperti bisikan. Wajahnya masih memerah dengan tangan yang masih mengalung di leher Naruto.

"Namun katanya, hanya boleh melakukannya pada lawan jenis.." gumam Naruto datar dengan wajah bingung menatap gadis dihadapannya yang mengangguk pelan dengan senyumannya.

Namun senyuman itu sedikit demi sedikit luntur.

"Andai orang yang berharga untukku juga memiliki perasaan dan baik hati sepertimu. Aku akan sangat senang." Gadis itu menunduk dengan senyum kecut diwajahnya tak mau memandang iris Naruto yang tetap datar.

"Dia.. orang berharga untukmu?.." tanya Naruto pelan.

Dalam gelapnya malam itu, gadis itu mengangguk pelan menjawab pertanyaan Naruto. lalu tersenyum tulus mendongak menatap wajah Naruto yang tubuhnya sedikit menegang ketika melihat senyuman tulus gadis itu.

Kedua tangannya terkepal di tanah yang ia tumpukan.

"Yah.. aku menyanginya. Dia segalanya untukku. Karena dia, aku bisa melihat indahnya bunga. Merasakan hangatnya mentari dan berlari di bawah awan yang menangis. menghilangkan dingin yang menusuk kulitku ketika aku sendirian.." ucap gadis itu lirih. Wajahnya kembali ia benamkan di dada bidang Naruto. kembali menyembunyikan ekspresinya yang tersenyum dalam tangis.

"Dia.. sangat berarti untukku. Aku tak bisa hidup tanpanya yang sudah memberikan sinarnya padaku.. walaupun sinar itu berada dibalik awan, tapi dia yang sudah memberikanku kehidupan baru." Lanjut gadis itu yang mulai meneteskan air matanya.

Perasaannya kembali mulai rapuh ketika mengingat masalalunya. Bersama dengan orang yang berharga untuknya, seakan harapan bukanlah mimpi lagi. Namun sebuah kenyataan yang dapat dia raih walaupun cahaya terang itu tertutup oleh gumpalan awan.

Tapi suatu saat, gumpalan awan itu akan tersingkir dengan hembusan angin. Dan membuat cahaya itu bebas bersinar.

"Aku yakin.. iblis pun, pasti akan mendapatkan cahayanya kembali… agar jalannya kembali menjadi lurus dan terang oleh cahaya itu.. hiks.. aku yakin.. dinginnya es, akan mencair suatu saat. Hiks.."

Gadis itu semakin lirih di ucapannya. Tangisan mulai pecah pada gadis itu yang menyembunyikan wajahnya didada bidang Naruto. seakan tak mau jika pria itu melihat dirinya yang sedang rapuh ini.

Pria itu tak ada hubungannya dengan dirinya. jadi cukup dia saja yang mengemban beban dipundaknya saat ini.

Greb!

Gadis itu sedikit tersentak ketika dirinya merasakan sebuah lengan kekar mendekapnya erat. Membuat tubuh bagian depannya kembali melekat pada tubuh pria pirang itu. dengan kedua tangannya yang semakin menghimpitkan tubuhnya pada gadis itu untuk menyalurkan ketenangan pada gadis yang sedang sedih tersebut.

Rambut panjang gadis itu di elus lembut dengan tangan kanan pria itu. ingin membuat gadis itu kembali tenang dalam tangisnya yang semakin pecah. Bahkan gadis itu juga semakin mendalamkan benaman wajahnya pada dada Naruto.

Ekspresi tak terlihat karena bayangan surainya pada wajah Naruto yang bersandar di puncuk kepala gadis yang baru ditemuinya itu.

"Hiks.. hiks.." suara gadis itu masih menangis dalam dekapan Naruto yang juga tak terlihat ekspresi wajahnya.

.

.

.

.

_((sAs]]_

.

.

.

.

Gadis canti bersurai putih yang saat ini sedang tiduran diranjang queen sizenya, memandang ke langit-langit kamarnya. menghiraukan selimut tebal yang teronggok di lantai sebelah ranjangnya karena terjatuh dari atas ranjang itu.

Tubuhnya yang terbalut sebuah pakaian tidur seperti kain yang tipis namun nyaman di kulit. Seperti terusan yang hanya menggunakan tali untuk mengaitkannya di pundaknya. Hingga memperlihatkan belahan dadanya.

Apalagi pakaian itu seperti terusan yang panjang bawahnya diatas lutut berwarna cream agak transparan. Hingga memperlihatkan dalamannya yang berwarna hitam. Apalagi posisinya yang telentang dengan tangan kanan yang berada di atas dahinya.

Seperti sedang terhanyut dalam pikirannya malam ini.

'Hah.. kenapa aku menjadi susah sekali tidur akhir-akhir ini?..' batin Elen yang ekspresinya tampak kosong.

Dia bingung dengan dirinya akhir-akhir ini. selalu saja dirinya malas melakukan sesuatu di pagi hari. Apalagi setiap malam dirinya juga sering sekali susah tidur. Hingga membuat lipatan kantung matanya tampak terlihat.

Walaupun dia sering sekali mengalami susah tidur dimalam hari, tapi kali ini entah mengapa ada yang berbeda. Seakan penyebabnya bukan lagi dari kebiasaannya. Melainkan sesuatu yang dirinya sendiri pun tak tau itu.

Dan kebiasaan ini muncul lagi sejak..

'Naruto..' batin Elen yang saat ini memegang dadanya . dekat dengan belahan buah dadanya itu.

"Kenapa dengan ini.. apa ini semua karenamu? Naruto.."

Gumam Elen yang meremat tangan kiri diatas dadanya itu. seakan mengekspresikan perasaannya saat ini yang tak jelas. Elen memiringkan tubuhnya dan memeluk erat guling di sisi kirinya. Kembali memejamkan kelopak matanya agar bisa masuk lagi ke alam mimpinya yang sempat tertunda.

.

.

.

.

_((sAs]]_

.

.

.

.

di waktu yang bersamaan, seorang gadis berambut hitam indigo dengan poni ratanya sedang duduk sebuah kasur dalam sebuah kamar yang terlihat seperti kamar laki-laki dengan minim perabotan. Hanya barang-barang penting saja seperti nakas yang ada di sebelah kasur itu.

gadis itu duduk di tepi kasur tersebut seraya memandang tepian kasur di sisi sebelahnya. Memandang dengan pandangan yang sulit diartikan.

Kedua tangannya saling terpaut di atas pangkuannya, yang saat ini gadis itu mengenakan sebuah pakaian tidur seperti kaus yang menonjol di bagian dada serta celana panjang khas pakaian tidur.

Pikirannya juga melayang tentang pria penghuni kamar yang saat ini dia singgahi.

'Kenapa.. denganku..' batin gadis cantik beriris amethyst itu.

Pikirannya kalut sehingga membuatnya bangun di tengah malam seperti ini. membuatnya pergi menuju ketempat yang entah kenapa perasaannya yang menuntunnya sampai kemari. Ke kamar pria yang menjadi akar dari masalahnya ini.

'Semua terasa berbeda ke-ketika kau tak dikamar ini Naruto-kun..' batin Hinata dengan ekspresi murung.

Karena ketika ingatannya kembali muncul akhir-akhir ini, Hinata merasa dirinya yang mulai menjadi pribadi yang selalu tersenyum dan senang di wajah kalemnya, menjadi lebih pendiam dan sering melamun seperti sebelumnya.

Sebelum mengenal pemuda pirang itu.

Apalagi didalam asrama ini, terasa aneh ketika setiap pulang dari Academi dan bangun dari tidurnya, tak ada sosok pemuda pirang yang sering menjahilinya itu. bahkan ketika memasak sarapan pagi seperti pagi tadi, dia salah memberikan porsi masakannya. Dimana dia memasak dan menyajikan makanan untuk dua orang dan menaruhnya di meja ruang utama di kamar asramanya ini. dan disitulah dia baru teringat jika hanya ada dirinya saja yang ada didalam kamar asramanya.

Karena biasanya setiap dia memasak, Hinata selalu membuat porsi lebih untuk mereka berdua. Apalagi Naruto yang jika makan, dia tak tanggung-tanggung sampai beberapa porsi. Padahal Hinata sendiri hanya makan satu porsi, tapi Naruto hingga tambah sampai beberapa porsi.

Apalagi dari cara minumnya pemuda itu yang diingat Hinata paling berbeda dari laki-laki lain yang pernah ditemuinya.

Naruto meminum air mineral paling banyak daripada orang yang lain.

Itu menurutnya. Karena ketika Hinata pernah bertanya, Naruto hanya menjawab, 'Itu sudah kebiasaanku..' hanya itu yang sering di dengar Hinata.

Walaupun cukup aneh karena minumnya yang over itu, tapi Hinata tak masalah dengan itu. bahkan dengan kejahilan pemuda itu yang sering mengganggunya ketika memasak didapur, atau ketika Hinata bangun kesiangan dan Naruto yang menjahilinya untuk membangunkan gadis itu.

Intinya, hari-harinya menjadi lebih berwarna semenjak pria itu ada. Dan saat ini, hari-harinya kembali flat tanpa warna semenjak Naruto pergi.

Karena itulah, Hinata akhir-akhir ini menjadi sering tidur di kasur Naruto. seperti sekarang ini, Hinata yang merebahkan tubuhnya dikasur sederhana milik Naruto dengan posisi miring dan menarik selimut dikasur itu menutupi tubuhnya.

Merasakan aroma tubuh Naruto yang masih melekat di kasur, bantal dan selimut yang dia gunakan. Seulas senyum manis muncul di wajah cantik gadis bersurai indigo tersebut. lalu memejamkan matanya untuk masuk ke alam mimpinya lagi.

'Cepatlah kembali.. Naruto-kun.'

.

.

.

.

_((sAs]]_

.

.

.

.

"Jadi begitu.. aku mengerti kenapa kau melakukan itu padaku ketika para Dragon itu mendekat."

Seorang gadis berambut hitam dengan belah tengah, berbicara pada seorang pemuda berambut pirang yang duduk di hadapannya dengan memangku sebuah pedang dengan ukuran gila. Tangan pemuda itu tampak membersihkan gagangnya dengan kain bekas pakaiannya yang robek.

Gadis didepannya itu hanya menyaksikan apa yang dilakukan orang yang menjadi teman ngobrolnya dengan pandangan bingung sekaligus semburat merah tipis di pipinya.

"Yah, itu adalah cara mengatasi Dragon jenis seperti mereka. itu diajarkan oleh Nee-sanku ketika kami keluar desa dan diserang Dragon jenis itu.." balas pria itu datar tanpa melihat gadis yang ada didepannya.

Keduanya tampak telah menggunakan pakaian normal. Hanya saja ada yang berbeda dengan penampilan keduanya.

Gadis itu mengenakan pakaian atasnya yang sebelumnya dilepas berupa kimono sampai di atas lututnya dengan sepatu khas Shinobi. Ditambah atasannya mengenakan sebuah jaket berkerah tinggi berwarna biru yang seperti pakaian laki-laki yang tertutup.

Karena pakaiannya robek disana sini akibat naga sebelumnya yang datang.

Sedangkan laki-laki didepannya hanya memakai celana panjang dan sepatu Shinobi. Ditambah atasannya hanya memakai pakaian jarring para Shinobi dengan Tantou yang tersemat di pinggang belakangnya horizontal . membuat bentuk tubuh atletisnya tercetak jelas dengan wajah datarnya yang tak lepas dari pedangnya.

"Begitu ya.. Capeque Whyvern Dragon, sama seperti namanya. Tapi, aku berterimakasih walaupun kau membuatku risih dengan caramu itu."

Balas gadis berrambut hitam terbelah tengah panjang itu dengan wajah berpaling datar seraya menekuk kedua lututnya dan memeluknya dengan kedua lengannya. Dagu ia sandarkan di atas lututnya yang seluruh kakinya terbuka tanpa sehelai banang. Hingga memperlihatkan pahanya yang mulus itu.

"Hm? Aneh.. wajahmu memerah, kau demam lagi?"

Naruto hanya melirik sekilas wajah gadis didepannya yang berkata dengan wajah semburat merah. Lalu kembali mengelap pedangnya itu dengan elusan lembut penuh perhatian.

"Tidak. Kau salah lihat.." balas gadis itu cuek.

"Hm.."

Mendengar gumaman Naruto, gadis itu kembali melirik pria didepannya tanpa merubah posisinya. Lebih tepatnya melihat apa yang dilakukan Naruto dari tadi yang membuat pikirannya bingung dengan sikap aneh pria itu yang memperlakukan pedang besar anehnya.

"Kau melakukan apa? pedangmu sudah bersih bahkan tak ada yang lecet sedikitpun. Kau bahkan tak membuka perban kain pada pedang itu." ucap datar gadis itu.

"Hm?.. kau bisa melihatnya." Balas Naruto singkat tanpa melihat pada gadis itu sedikitpun. membuat perempatan muncul di dahi wajah datar lawan bicara Naruto.

"Aku tau kau sedang mengelusnya!. Maksutku, dia itu hanya pedang. Bukan manusia. pedang hanya sebagai alat untuk membunuh bagi masternya. Kau memperlakukannya seperti makhluk hidup... Bahkan, sebuah pedang pun tak mampu merubah jalan hitam sang Master." Ucap gadis itu yang semakin diakhir ucapannya menjadi lirih dan tatapannya kosong.

Naruto hanya tetap melakukan apa yang dilakukannya dengan wajah datar.

"Kau salah.."

Ucapan Naruto membuat gadis itu melirik sejenak pada pria bersurai pirang tersebut.

"Saber, bukanlah pedang biasa. Aku, tak pernah menganggap sebuah pedang adalah alat untuk membunuh. Sebuah pedang, adalah separuh dari jiwaku. Dia adalah tubuh, tangan dan kakiku yang menemaniku selama ini.." Naruto masih mengelus dengan lembut bilah berlapis kain putih itu.

Sementara gadis itu sedikit terpaku dengan apa yang dikatakan lawan bicaranya.

"Sebuah pedang, memang tak bisa mengubah apa yang kau katakan. Justru malah akan menjerumuskan pemiliknya ke jalan yang lebih gelap. Karena sama dengan sifatnya, semakin kuat dan tajam pedang itu, maka akan semakin berbahaya pula untuk penggunanya.. Jika penggunanya tidak bisa mengontrol dirinya dengan baik. "

Naruto dapat merasakan jika didalam dirinya, Arthuria sedang terpaku mendengar ucapannya. Apalagi sentuhan Naruto di wujud pedangnya itu, dapat dirasakan langsung oleh Arthuria di dalam sana. Seakan sentuhan Naruto, mengantarkan seluruh perasaan pemuda itu padanya. Arthuria menyentuh sesuatu yang hangat di dadanya.

Sebuah perasaan aneh yang muncul tiap kali Naruto mengelusnya seperti itu.

Dan dia sangat menyukai itu.

"Pedang, tidaklah salah. Tapi pemiliknya lah yang salah. Bagaimana pedang itu akan digunakan, itu semua tergantung pemiliknya. Tapi jika yang kau maksut pedang tak bisa mengubah jalan hitam masternya.. sekali lagi kau salah."

"A-apa maksutmu.." gumam tak percaya gadis itu dengan apa yang diucapkan pria bersurai pirang tersebut.

Naruto melihat kearah tepat iris kelam gadis didepannya dengan pandangan datar khasnya. Namun serius.

"Sebuah pedang, dapat berbicara dengan ayunan pemiliknya. Jika dia patah, dia sudah tak sanggup untuk melanjutkan jalan dari penggunanya. Jika dia bertahan, dia masih setuju dan ingin meneruskan jalan penggunanya.." Naruto menjeda kalimatnya.

"Pengguna pedang sejati, akan mengerti dengan pedang miliknya.. maka, tunjukkanlah jika jalan yang dilakukan sang Master adalah salah. Jika masih terus bertahan dengan jalan hitam sang Master, itu berarti.." Naruto menghentikan kalimatnya dan menatap ke arah Saber.

Membuat gadis di depannya semakin membeku menatap Naruto.

"Pedang itu sudah siap untuk mati bersama masternya. Apapun jalan yang ditempuh."

Ucapan terakhir Naruto membuat gadis itu membolakan matanya dengan lidah kelu tak bisa berucap apa-apa. cairan bening menggenang di pelupuk matanya dan mengalir seperti air terjun yang melewati pipi mulusnya. jatuh ke tanah hingga menciptakan percikan air yang menghantam tanah.

'Aku.. mengerti..'Batin gadis itu.

Perasaanya entah kenapa menjadi lebih hangat dan pemikirannya pun berubah. Seakan apa yang dibicarakan pemuda itu, dapat dia mengerti dan fahami dengan jelas.

Seulas senyum di tangis dalam diamnya terlihat diwajah cantiknya. Kembali menatap Naruto yang masih menatap Saber datar.

"Intinya, pedang bisa mengubah atau tidak, semua kembali pada pemiliknya.. dan juga pedang itu sendiri. Karena keduanya adalah satu, saling terikat, dan saling membutuhkan. Dan yang terpenting, keduanya saling mengerti satu sama lain." Naruto mengakhiri kalimatnya dan tersenyum pada Saber.

'Master..'

Batin Arthuria dengan tubuh terpaku dan irisnya yang menyendu menatap bayangan masternya di air itu. ia menggigit bibir bawahnya pelan untuk menyalurkan perasaan aneh dihatinya.

Seperti sebuah dejavu yang mengingatkannya pada sosok yang pernah menyelamatkannya dulu. Seakan pria yang menjadi masternya ini, adalah reinkarnasi dari sosok yang dia hormati itu. dan bisa membuat perasaannya menjadi aneh namun menyenangkan untuknya seperti ini.

Ini adalah kedua kalinya selama masa hidupnya menjadi sebuah pedang.

Menjadi sebuah alat.

Pembunuh monster.

Dan saat ini..

Menjadi sebuah separuh jiwa Naruto.

Sesuatu yang baru untuknya dan akan selalu ia ingat itu selama ia hidup. Ia bukanlah alat, atau pembunuh.

Melainkan separuh jiwa Naruto.

.

.

"Aku mengerti sekarang apa yang harus ku lakukan.. terimakasih." Ujar gadis dihadapan Naruto kemudian mendekat pada Naruto didepannya hingga tersisa beberapa centi dari duduk Naruto yang bersila saat ini.

"Hm? Syukurlah jika apa yang diajarkan Sensei bau tanahku itu dapat membantu orang lain." Balas Naruto singkat. Yang sepertinya dia tak mengerti dengan apa yang dimaksut gadis itu. dia beranggapan lain.

"Begitu ya.. baiklah, tolong sampaikan ucapan terimakasihku ini pada Senseimu itu, ya.." ucap gadis itu dengan senyum menatap wajah Naruto dengan mengelap air matanya dengan lengan jaket yang digunakannya.

Naruto menegang sejenak.

Ekspresinya tak terlihat tertutupi bayangan hitam surainya. Dengan elusan lembut pada Saber berhenti seketika. Kepalan tangan kanannya mengerat sejenak dan melonggar kembali.

"Hm.." balas Naruto hanya mengangguk dan kembali mengelus Saber.

"Oh iya, ini sudah tengah malam.. aku harus kembali. maaf ya aku tak bisa berlama-lama disini.. tapi, trimakasih untuk bantuanmu.."

Cup!

Ucapan gadis itu berhenti dengan sebuah kecupan lembut di pipi Naruto. dan membuat pria itu terpaku sejenak dan menatap gadis itu diam yang saat ini mendekatkan bibir ranumnya pada telinga Naruto dengan senyuman dan semburat merah dipipinya.

"Emm.. dan trimakasih untuk 'momen' yang kau berikan semalam.. itu adalah yang pertama dan e-emm.. a-aku tak bisa menggambarkan bagaimana rasanya. A-aku, seperti melayang. Tapi a-aku suka itu.. la-lain waktu, aku ingin meraskan rasanya me-melayang seperti itu lagi."

Bisikan gadis itu berakhir dengan dirinya yang menjauhkan wajahnya dari telinga Naruto dengan wajah memerah padam mengatakan hal itu. dan berjalan memunggungi Naruto tanpa alas kaki.

Dan berhenti ketika beberapa langkah dan masih membelakangi Naruto.

"Mmm, dan terakhir.. trimakasih untuk jaketnya. Aku akan mengembalikannya dipertemuan kita yang selanjutnya. Dan lagi.. jika bisa, aku.. aku ingin.. mengatakan.. mengatakan sesuatu padamu nanti dipertemuan kita."

Ucap gadis itu menjadi semakin tak jelas dengan tetap membelakangi Naruto dan menoleh ke arah pemuda dibelakangnya untuk melihat wajah pemuda itu dengan wajahnya sendiri yang tersenyum tulus yang pernah ia berikan pada Naruto. disertai semburat merah diwajahnya.

Naruto terpaku menatap wajah gadis itu yang tampak berseri dan terasa lebih terang walaupun ditempat yang gelap ini dan bersinarkan cahaya rembulan malam.

Gadis itu kembali pergi dengan wajah berseri. Menghilang dibalik rimbunnya pepohonan dan semak-semak ditelan kegelapan malam.

Meninggalkan Naruto sendiri yang kelu lidahnya tak dapat berbicara karena melihat gadis itu yang membuatnya merasa aneh.

Bukan karena apa yang dibisikkan gadis itu. melainkan dari setiap ucapannya dan senyumannya itu seperti tersirat sebuah pesan disana yang dirinya pun masih tak tau dan mencoba mencernanya.

"Hah.. sudahlah, tapi.." gumam Naruto yang tampak bingung.

"Apa yang dia katakan? Aku tadi sudah ketiduran terlebih dahulu. Sebenarnya apa yang terjadi.. dan lagi, momen?.. Momen apa?" gumam Naruto lirih yang menatap bingung kepergian gadis itu.

Perkataannya itu membuat Arthuria yang ada didalamnya terkikik geli menatap bayangan masternya. Wajahnya tersenyum dengan tingkah masternya yang telah membuatnya sering tertegun itu.

'Kau tak pernah berubah Master..' batin Arthuria dengan seulas senyum diwajah cantiknya.

'Hm.. tapi, orang yang berharga..'

Batin Naruto yang memandang datar dengan iris penuh kekosongan pada telapak tangannya yang saat ini terangkat di bawahnya.

.

.

.

.

_((sAs]]_

.

.

.

.

7 Am Namigakure village.

.

Pagi hari telah menjelang. Matahari telah berada pada posisinya diufuk timur. Menggantikan bulan yang tenggelam diufuk barat. Disertai dengan hembusan angin pagi yang ada di desa Namigakure ini.

Para penduduk telah melakukan aktifitas mereka seperti biasanya. Walaupun berada dibawah tekanan yang membuat mereka menjadi miskin seperti ini, tapi mereka tetap bekerja keras untuk bekerja semampu mereka untuk sekedar memberi sesuap makanan pada keluarganya.

Mereka terjebak di pulau ini karena akses jalan menuju ke kota di sebrang pulau ini tak ada. Atau bisa dibilang masih setengah jadi. Yaitu jembatan yang masih setengah jadi yang akan terhubung dengan perbatasan Negara api nantinya.

Karena jika menggunakan jalur laut, mereka khawatir jika ada monster atau naga laut yang memangsa mereka nantinya. Sedangkan mereka hanya para penduduk biasa dari Ras Shinobi dan beberapa ada yang berasal dari Ras Sorcerer.

Sedangkan jika kelak jembatan yang menghubungkan desa mereka dengan perbatasan Negara api sudah selesai, maka mereka akan dengan mudah mengekspor impor barang untuk perekonomian mereka.

Walaupun ancaman masih berlum berakhir dan butuh bantuan para Sorcerer berkemampuan atau Shinobi untuk mengawal kegiatan ekspor impor itu. namun masih dapat diperhitungkan kelak berapa persen hasil yang akan dibagikan nantinya.

Jadi untuk saat ini, Tazuna yang telah kembali itu telah memberikan pengumuman dialun-alun desa Namigakure. Tazuna memberikan mereka semangat untuk kembali melanjutkan pembangunan jembatan yang sempat tertunda itu.

Hingga kini, mereka para tulang punggung keluarga dari desa Namigakure itu pergi ke perbatasan desa untuk melanjutkan pembangunannya dengan pimpinan Tazuna. Begitupun seorang gadis bersurai hitam anggun dan seorang pria misterius tertutup yang di punggungnya terdapat tiga buah pedang panjang.

Mereka bersama-sama melanjutkan pembangunan jembatan yang sudah hampir jadi tersebut. dengan Kira yang ikut membantu warga dan Miyuki ikut membantu hal ringan seperti membuat makanan dan minuman untuk mereka.

"Tazuna, apa kau yakin mereka bisa membantu? Jumlah mereka bahkan terlalu banyak dari jumlah orang yang kau bawa itu Tazuna. Apalagi ada iblis dari kiri yang juga mengincarmu, jika kau sampai mati.."

Seorang pria yang tampak berdiri disamping Tazuna berkata pada pira tua di sebelahnya dengan pandangan takut. Bukan takut pada Tazuna, melainkan dengan apa yang terjadi nanti jika mereka para Yakuza datang untuk membunuh kepala desa mereka itu.

"Tenanglah.. ini sudah menjadi tugasku melakukan ini. kau pun tau jika kita tak bisa lagi memutar halua saat ini. kita hanya bisa pasrah dengan mereka.. lagipula aku sangat percaya dengan pria misterius itu.." balas Tazuna yang menatap Kira yang ada di samping kirinya jauh di sisi jembatan bersama Miyuki yang tampak membantu pria misterius itu.

Sedangkan posisi Tazuna sendiri berada di ujung jembatan yang belum jadi itu yang akan menuju ke perbatasan Fire Nation. Dirinya dan seorang pria sahabatnya itu ikut melakukan pekerjaan tersebut agar cepat selesai.

"Benar juga.. pria bernama Kira itu memang terlihat kuat. Tapi, apa dia bisa mengalahkan jumlah mereka yang sangat banyak?, apalagi Zabuza. Iblis itu bahkan membunuh tanpa belas kasihan." Pria tua disebelah Tazuna kembali berucap ikut melihat ke arah Kira.

"Sudahlah, percayalah.. hanya mereka satu-satunya harapan kita."

Ujar Tazuna yang mencoba meyakinkan sahabatnya itu yang tampak tak percaya dan ragu untuk mempercayakan masadepan desa mereka pada Kira dan kawannya.

"Baiklah Tazuna, aku akan mencoba.." sahabat Tazuna itu mengangguk ragu dengan tubuh gemetar karena takut dengan ancaman para Yakuza dan Zabuza tentunya.

.

.

.

.

Brakk!

Sebuah rumah milik kepala desa itu tiba-tiba pintu depannya di dobrak dan terbuka seketika hingga engsel dari pintu itu lepas dari tempatnya. Hingga membuat seorang perempuan yang ada di dapur, keluar dari dapur dan melihat ada apakah gerangan sampai membuat suara sekeras itu.

"Adaapa –"

Tsunami selaku single parent yang menjadi ibu rumah tangga di kediaman Tazuna, dikagetkan dengan seorang pria yang berdiri diambang pintu dengan pedang ditangannya dan tubuhnya memiliki tato di dadanya dengan penutup mata di salah satu matanya.

"Hai nona, ternyata kau cantik juga.." pria dengan penutup mata seperti bajak laut itu menyeringai menatap Tsunami yang ada di hadpannya yang membolakan matanya.

Greb!

"kya! Ummm!"

Tsunami yang memundurkan tubuhnya secara perlahan dengan gemetar itu dikagetkan dengan seseorang yang tiba-tiba mendekap dan mengunci tubuhnya disertai dengan mulutnya yang didekap oleh sosok dibelakangnya itu.

"Khehe.. ternyata kau istri orang banyak omong yang mati itu ya. Boleh juga kau menjadi wanita Gato-sama. Tapi sebelum itu.."

Seorang pria yang menggunakan sebuah penutup kepala di rambutnya dengan garis merah di bawah kedua kelopak matanya. Mengenakan pakaian biru berlengan panjang bercelana seperempat membawa pedang Katana di pinggangnya. Pria itu menyeringai dan mendekatkan wajahnya pada daun telinga Tsunami.

"Kau ingin mencicipinya dulu, Zori?" tanya pria bertato dengan penutup mata dihadapannya itu.

"Hahaha.. kau sudah tau Waraji. Kita tak bisa membiarkan tuan mendapatkannya sebelum kita. Dia sudah memliki banyak wanita, bukan." Zori, pria yang mengunci pergerakan Tsunami menatap rekannya.

"Terserah kau saja, ayo kita bawa dia dulu.."

"Hmmm!"

Tsunami meronta mencoba melepaskan tangan Zori. Namun tenaganya kalah dengan laki-laki itu dan dibawa keluar dari rumah tersebut oleh kedua orang itu.

.

.

.

.

Tap! Tap! Tap!

Di sebuah jembatan desa Namigakure yang hampir jadi itu, tiba-tiba semua kegiatan pekerjaan bangunan itu terhenti seketika dengan seluruh pekerja disana pandangan mata mereka tertuju pada dua orang yang tiba-tiba muncul dengan shunsin diujung jembatan yang hampir jadi itu. yang berjalan pelan ke arah para pekerja yang ada dihadapannya.

"Berani juga kalian.. kembali mengerjakan jembatan ini.."

Suara berat dari pria bermasker perban dimulut dan hidungnya, dengan iris datar menatap kerumunan orang dihadapannya jauh yang membolakan mata mereka dengan tubuh gemetar.

Tazuna yang melihat itu juga mulai panic. Namun masih ia pertahankan posisinya yang berada paling depan dan dekat dengan kedua orang itu beberapa meter. Walaupun juga cukup jauh dari dua orang itu.

'I-itu.. Dua iblis dari kiri! Zabuza dan rekannya!'

'A-aku tak mau mati! haa!'

'Aku juga! Ayo pergi!'

Tazuna melirik kebelakangnya para penduduk berlari pergi dari jembatan itu menuju kerumah mereka masing-masing untuk bersembunyi. Menginggalkan Tazuna yang hanya diam menatap kepergian penduduk desanya yang ketakutan.

"Ma-maaf Tazuna, aku juga harus pergi! Anak dan istriku masih membutuhkanku untuk menghidupi mereka! maaf Tazuna!" seorang pria berujar tepat dibelakang Tazuna dan berlari pergi meninggalkan Tazuna sendirian di hadapan dua orang itu.

"Tu-tunggu!.."ucap Tazuna yang mencoba menghentikan. Namun tak ada satu pun yang menggubris dan tetap pergi meninggalkannya sendiri.

"Saatnya kau mati, Tazuna.."

Wuss!

Sring!

Trank!

Tazuna yang membelakangi dua orang dibelakangnya itu dikagetkan dengan suara berat khas seorang pembunuh yang melesat cepat seraya mengayunkan pedang besar ditangannya untuk membelah pria tua itu. namun Tazuna lebih dikejutkan lagi dengan dirinya yang ternyata masih selamat dengan jatuh terduduk memandang seorang pria dengan hodie yang menahan pedang Zabuza dengan sebuah Black Long sword ditangan kanannya.

"Ki-Kira-san.. Ba-bagaimana mungkin.."

Tazuna tak percaya dengan apa yang ada dihadapannya saat ini. bagaimana mungkin seorang pria yang tadinya ada di sisi lain jembatan ini jauh bersama dengan Miyuki. tiba-tiba dengan sangat cepat telah berada di tempatnya dan menangkis serangan pedang besar milik Zabuza secara Horizontal ditahan dengan kedua tangannya.

"Tazuna-san.. menyingkirlah. Aku akan menyelesaikan urusanku dengan pria ini." ujar Kira datar yang pandangannya tepat pada iris tajam Zabuza.

'Pria ini.. cepat sekali. Tak heran jika dia sangat diandalkan oleh pria tua itu.' batin Zabuza yang menatap tajam Kira yang tiba-tiba sudah berada didepannya dengan gerakannya yang cepat.

"Hoi bocah. Kau memang diberi berapa gold oleh pria itu, sampai kau selalu menghalangiku membunuhnya?" tanya Zabuza.

"Tak ada. Aku tak butuh gold seperti dirimu yang bahkan demi uang, telah membunuh ratusan orang dengan pedangmu itu." balas datar dengan posisi mereka masih sama.

"Heh.. apa kau bodoh bocah. Setiap orang memiliki tujuan hidup masing-masing. Bagi diriku yang sudah sejak kecil membunuh hanya demi mendapatkan sesuap nasi, uang bukanlah yang terpenting untukku. Aku hanya menjalankan tugasku sebagai pembunuh bayaran, bocah.. jadi sebaiknya cepatlah menyingkir agar tugasku cepat selesai disini." Jelas Zabuza.

"Aku heran padamu. Kenapa kau selalu bilang jika aku bodoh? Sebenarnya yang bodoh disini siapa?, diriku atau.. dirimu?. Kau tak sadar dengan apa yang kau katakan Zabuza. Kau bicara jika uang tak penting bagimu? Lalu kau bekerja sebagai pembunuh bayaran hanya demi mendapatkan gold, bukan." Kira berbicara santai seperti memancing emosi pria dengan masker lilitan kain putih itu.

"Kau salah bocah.. ternyata mulutmu perlu kubungkam dengan pedangku saat ini juga." Balas Zabuza dingin. Membuat Kira memicingkan matanya tajam.

Sring!

Kira dikejutkan dengan Zabuza yang mendorong keras pedang besarnya hingga membuatnya terpental kebelakang karena tekanan yang diterima. Membuat jarak antara mereka berdua menjadi pemisah.

Syutt! Syutt! Syutt!

Trank! Trank! Trank!

Baru saja menyeimbangkan tubuhnya, Kira dikejutkan dengan puluhan Senbon seperti jarum namun lebih panjang yang melesat kearahnya dengan cepat dari belakang sisi atas Zabuza. Namun seluruh jarum itu terpental ke sembarang arah dan tertancap di sekitar pijakan Kira karena terbentur dengan jarum es yang jumlahnya menyamai jarum itu dari belakang Kira yang hanya datar menatap pelaku penyerangnya.

Tap!

Tap!

"Lawanmu adalah aku.."

Seorang gadis berambut hitam anggun mendarat di depan Kira dengan pedang es dipijakannya dan menghilang mengurai begitu saja. Menatap seorang bertopeng putih bergaris merah yang muncul seperti air yang membeku dan membentuk sosok bertopeng itu dengan jaket berkerah tinggi berwarna biru di hadapan Zabuza yang menatap balik Miyuki.

"Siapapun yang menghalangi Zabuza-sama, akan ku bunuh mereka.."

Ucapan datar namun juga dingin keluar dari suara feminism sosok bertopeng dihadapan Miyuki. membuat Miyuki juga memandang tajam sosok itu.

Swuss! Swuss!

Beberapa detik kemudian, Miyuki dan sosok itu melesat kesamping secara bersamaan untuk membuat jarak sendiri antara Kira dan Zabuza.

Trank! Trank!

Secara bersamaan kedua gadis itu saling beradu senjata mereka. dengan Miyuki yang mengeluarkan Yukianesa miliknya dan gadis bertopeng itu yang menggunakan senbon dikedua tangannya.

Duag!

Wuss! Wuss!

Miyuki sedikit memicingkan matanya ketika melihat pergerakan cepat sosok bertopeng dihadapannya yang keduanya masih dalam keadaan melayang, lalu sosok itu melakukan tendangan keras pada Miyuki. namun masih bisa ditahan dengan menyilangkan tangannya didepan dadanya hingga membuat gadis cantik itu terpental kebelakang dan sosok bertopeng itu melesat kembali kearah Miyuki jauh kebelakang posisi Kira saat ini.

"Kau melihat kemana bocah..!"

Swuss! Trank!

Swuss!

Kira yang melirik pada pertarungan kedua gadis itu, seketika langsung mengayunkan pedang ditangan kanannya untuk menahan ayunan vertical pedang Zabuza yang akan membelah kepalanya. Dan membuatnya menghindar langsung ke sisi lain untuk menghindari tekanan kuat dari Zabuza.

"Hm? Saat ini aku melihat kearahmu Zabuza.." ucap datar Kira.

Sring!

Seraya sebuah White Long Sword ia tarik dari sarungnya dibelakang punggungnya dengan tangan kirinya. Kembali berdiri dengan dua pedang panjang di tangannya menatap Zabuza yang juga menatap pergerakan Kira.

'Pengguna aliran dua pedang. Bocah ini..' batin Zabuza yang kemudian Menutup matanya, dan membukanya kembali dengan seringai dibalik masker lilitan kain di mulutnya.

Keduanya saling berpandangan dengan ekspresi mereka masing-masing. Hingga beberapa detik berlalu, masih taka da yang melakukan pergerakan sama sekali. Hingga..

Wuss! Wuss!

Trank!

Keduanya melesat secara bersamaan saling beradu serangan dengan senjata mereka masing-masing diatas jembatan yang hampir jadi itu.

.

.

.

.

"Kaa-chan‼"

Teriakan seorang anak laki-laki yang berlari dan berhenti tepat dibelakang dua orang pria yang berada didepannya dengan seorang pria tanpa atasan dengan penutup mata di salah satu matanya yang membopong seorang wanita tak sadarkan diri di pundaknya.

Kedua orang pria itu berhenti dan berbalik kebelakang demi melihat sosok yang telah mengusik pendengaran mereka berdua.

Keduanya menatap bocah itu dengan pandangan datar seakan tak tertarik dengan kedatangan bocah itu di jembatan kecil yang masuk kehutan dekat rumah kepala desa. yang mengarah pada sisi lain pulau tersebut.

"Kaa-san? kau anak wanita ini ya.." ucap Zori datar.

"Ternyata wanita ini sudah memiliki anak. Ahh, aku baru ingat.. bukankah pria yang mati beberapa tahun lalu itu adalah suami wanita ini.. dan anak ini yang menangis saat pria itu kita eksekusi di alun-alun, bukan.." sahut Waraji dengan seringainya.

Inari yang mendengar apa yang dibicarakan oleh pria dihadapannya itu seketika tubuhnya gemetar dengan ekspresi khas anak kecil yang ingin menangis. dengan air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya saat ini.

"Diam!.. kalian dasar pembunuh. Kembalikan Kaa-chan dan akan ku bunuh kalian!" teriak Inari yang mencoba untuk berani di saat seperti ini. mengabaikan rasa takut sebenarnya yang ada dihatinya dengan tubuh gemetar berhadapan dengan dua orang Shinobi dihadapannya.

'A-aku harus kuat. Aku harus berani!.. Tou-chan sudah pernah bilang padaku jika aku ini adalah anak laki-laki. Aku adalah kebanggaan untuk Kaa-chan, Tou-chan dan Jiji.. aku adalah pelindung untuk Kaa-chan! Pelindung untuk Jiji! Dan pelindung dari desa ini!.. a-aku tak akan takut lagi.. aku anak laki-laki!' batin Inari yang mengepalkan tangannya.

Bahkan wajahnya saat ini telah dipenuhi dengan tangis dan ingus yang meluncur dari lubang hidungnya. dengan isakan kecil yang menahan rasa takutnya demi menyelamatkan ibunya.

"Hahaha! Dasar bocah idiot!.. kau berkata seolah kau adalah seorang pahlawan? Kau berkata persis seperti ayahmu yang tolol itu hahaha.." ucap Zori yang tertawa lepas karena apa yang dikatakan Inari.

"Memang apa yang bisa kau lakukan bocah? Ayahmu yang kau anggap seorang pahlawan saja tak bisa berkutik dibawah kami. Apalagi dirimu yang hanya seorang anak kecil ingusan.. kau bahkan tak akan bisa menyentuh kulit kami bocah." Waraji ikut berkata dengan seringai merendahkan terlihat jelas di wajahnya.

Inari yang mendengar itu seketika semakin gemetar tubuhnya. Dengan ekspresinya yang tertutup bayangan rambut hitamnya, kedua tangannya semakin erat terkepal disamping tubuhnya.

'Ki-Kira-nii.. Apa yang harus ku lakukan?' batin Inari.

.

Flashback.

Di belakang rumah kepala desa Namigakure, seorang pria yang hanya terlihat bagian iris pada wajahnya yang tertutup pakaiannya itu sedang duduk di pinggiran jembatan kecil dengan aliran air tenang di bawahnya.

Duduk diam menatap bulan langit malam yang indah tepat diatasnya.

"Kira-nii.."

Sebuah suara khas anak kecil membuatnya sedikit menoleh kesampingnya. Dimana seorang anak kecil yang baru datang dan berdiri tepat disebelahnya saat ini dengan pandangan bertanya.

"Duduklah.. adaapa kau menemuiku?"

Ujar Kira yang tau arah ekspresi gelisah dari anak yang menurut dan duduk disampingnya saat ini. anak itu mengayunkan kakinya diatas permukaan air tenang.

"Mmm.. apa kau yakin bisa membunuh mereka besok? A-aku tau jika dari penampilanmu ini, kau memang terlihat kuat. Ta-tapi.." Inari mengehentikan perkataannya dengan wajah yang murung.

"Entahlah.. tapi jika ini mengenai ayahmu yang dieksekusi oleh mereka itu, menurutku mereka itu lemah.. ayahmu lebih kuat dari mereka." ucap Kira yang melirik sejenak Inari. Membuat Inari sedikit membolakan matanya dan menatap pelan pada Kira.

"Ke-kenapa kau bilang seperti itu?.. Tou-chan bahkan tewas oleh mereka. mereka sangat kuat hingga Tou-chan tak bisa menandingi mereka." gumam Inari sedih.

"Kau bilang mereka kuat?.. apanya yang kuat, mereka hanya mengandalkan jumlah mereka yang lebih unggul. mereka sama seperti kumpulan serangga yang mencoba membunuh tekat kuat seekor singa.." ucap Kira.

"A-apa maksutnya Kira-nii?" tanya Inari yang bingung dengan ucapan Kira.

"Mereka tak akan pernah bisa membunuh Tou-san'mu.. Inari." Kira menatap Inari dengan eye smilenya.

Membuat Inari semakin tak mengerti dengan ucapan Kira. Anak itu hanya menatap bengong Kira yang berdiri dari tempatnya dan mengulurkan tangan padanya.

"Ayo masuk.. ini sudah malam waktunya kau untuk tidur."

Inari membalas uluran tangan itu dan ikut berdiri menatap Kira yang masih dengan eye smilenya.

"Tapi Kira-nii, aku masih belum paham dengan ucapanmu.. Tou-chan, kan sudah.."

"Ssst.. jangan bicara seperti itu. Tou-san'mu itu masih hidup Inari." Kira memotong ucapan Inari yang membolakan matanya saat ini.

"Be-benarkah?! Di-dimana dia?!.." tanya Inari dengan penuh harap dan wajahnya yang mulai akan menangis lagi.

Kira menempelkan jari telunjuknya pada dada Inari yang lebih pendek dari dirinya dengan eye smile masih setia di wajahnya.

"Di-sini?" gumam Inari bingung seraya menyentuh dadanya.

Sedangkan Kira tersenyum dan menganggukkan kepalanya berhodienya itu.

"A-aku tak mengerti maksutnya.." ucap Inari bingung.

"Sudahlah. Suatu saat kau akan mengerti Inari.. ayo masuk. Tak baik anak kecil keluar di malam seperti ini.."

Kira menarik pelan tangan Inari untuk masuk kembali kerumah Tazuna dimalam itu. bersamaan dengan Inari yang masih bingung dengan wajah datar.

Flashback end

.

.

Greb!

Kedua orang dengan pedang dihadapan Inari itu menatap heran seketika pada bocah dihadapan mereka yang tiba-tiba mengambil batu dengan tangan kanannya dan menatap mereka berdua dengan kilat emosi dari matanya yang berair dan cairan kental dari lubang hidungnya itu.

"Haa.. Kau mau apa dengan kerikil itu bocah?"

Hina Zori. Membuat rekannyaa ikut tertawa pada bocah kecil yang menatap tak suka pada mereka berdua saat ini dengan iris berkilat tajam khas anak kecil sekitar 7 tahunan.

"Berhenti menghina Tou-chan! Kalian tak berhak berkata seperti itu pada seorang pahlawan desaku!"

Wuss!

Dug!

Inari yang berusaha membela nama ayahnya itu tanpa menghiraukan rasa takutnya melempar batu digenggaman tangannya hingga mengenai tepat kening Waraji. Membuat darah mengalir dari kening pria tanpa atasan dengan penutup mata itu.

Kedua orang di hadapan Inari yang sebelumnya menyeringai remeh pada bocah tersebut, dibuat tertegun dan wajah emosi kentara dari wajah Zori dan Waraji yang kemudian menatap Inari dengan pandangan membunuh mereka.

"Ka-kau.. berani sekali kau bocah. Akan ku bunuh kau!"

Wuss! Wuss!

Crass!

Inari membolakan matanya ketika melihat pria yang tadi menggendong ibunya itu melesat kearahnya dengan ayunan pedang Katana di pinggangnya. Hingga membuat ibunya yang tadi dibopong oleh pria itu dijatuhkan ketanah begitu saja. Namun yang membuat semua orang disana, termasuk Inari membolakan matanya dengan tubuh terpaku adalah pria dengan tato ditubuhnya tersebut.

Tangan yang memegang Katana miliknya tiba-tiba terpisah dari tubuhnya dengan dirinya yang jatuh tersungkur didepan kaki Inari yang membolakan matanya itu.

"ARRGGG‼"

Waraji dengan tubuh kekarnya berteriak kesakitan dengan tubuhnya yang berguling-guling tepat didepan kaki Inari dengan darah yang mengucur deras dari bahu kanannya yang telah tiada tangan kanannya itu.

"Wa-waraji!" teriak Zori yang membolakan matanya.

Dimana setiap orang disana menatap sosok gadis cantik berambut silver yang memakai pakaian berlapis besi di beberapa bagian tubuhnya. Dengan jubahnya yang sebelumnya dipakai berkibar membelakangi Inari dan Waraji. Menatap Zori yang ada tepat didepannya saat ini dengan datar.

Wajah Inari yang masih membekas air mata dan cairan di atas mulutnya itu membola menatap gadis yang membelakanginya saat ini.

"Rossweisse-nee.."

.

.

.

.

_((sAs]]_

.

.

.

.

"Kenapa kau kemari lagi? Bukankah kau sudah ku suruh untuk meninggalkanku sendiri.."

Ujar seorang pria bersurai pirang dengan pakaian atas jaring yang membentuk otot tubuhnya itu. dengan bawahan celana khas Shinobi dan sepatu Shinobi. Sebuah wadah Kunai tersemat di paha kanannya dengan kantung ninja di pinggang belakangnya.

Tantou horizontal tersemat di wadahnya tepat diatas kantung ninja di pinggang belakangnya. Tak lupa sebuah pedang besar terlilit kain yang saat ini dibelakang punggungnya yang miring dengan kain di ujung gagangnya yang melilit dadanya untuk menahan pedang itu dipunggungnya.

Pria itu berdiri ditepi sebuah pantai yang mengarah langsung ke perbatasan Kiri Kingdom yang ada di sebrang laut didepannya. Melirik pada sosok gadis misterius yang ada di belakangnya.

"Memang kau siapa menyuruhku seenaknya.. kau bukan siapa-siapaku." Ujar suara feminism dari gadis dibelakang Naruto.

"Hah.. terserah kau." Balas Naruto yang menghembuskan nafasnya dengan datar kembali menatap ke laut dihadapannya pagi itu ketika merasakan jika gadis itu membalikkan kata-katanya yang pernah ia ucapkan pada gadis itu sebelumnya.

"Apa kau bisa berbicara sopan dengan menatap lawan bicaramu? Apa kau perlu ku beri pelajaran sopan santun untuk bicara dengan seorang gadis?"

Sosok gadis dengan topi yang bagian wajahnya tertutup kain hitam tampak berjalan mendekat pada punggung Naruto.

"Aku tak takut padamu. Sebaiknya kau pergi sebelum kau menyesal nantinya."

Naruto menghiraukan gadis yang saat ini sudah berdiri tepat dibelakangnya beberapa centi itu.

"Begitukah? Aku ingin tau apa yang kau katakan itu benar atau tidak.."

Puk!

Greb!

Srett!

Gadis itu menyentuh pundak belakang Naruto. namun dirinya dikejutkan dengan Naruto yang menggenggam tangan kanannya yang menyentuh pundak Naruto itu dengan tangan kiri Naruto, dan menarik gadis itu seperti melakukan gerakan bantingan. Tapi ternyata Naruto dikejutkan dengan topi lebar gadis itu yang terbuka dan terjatuh tepat dibawahnya yang saat ini ia dekap. dengan tangan kiri gadis itu yang mengalung di belakang lehernya seakan menahan agar dirinya tak jatuh.

Kedua iris berbeda warna itu saling berpandangan. Keduanya menatap datar satu sama lain dengan sedikit semburat merah di pipi gadis yang topinya terbuka akibat gerakan Naruto padanya. Posisinya bahkan tepat hampir berada dipelukan Naruto yang menatap kebawah tepat pada wajah gadis itu yang mendongak menatap pria bersurai pirang itu.

Gadis yang terbuka dibagian jubah depannya karena posisinya yang seperti kayang itu, tangan kanannya yang juga ikut mengalung dileher Naruto menarik lembut tengkuk Naruto yang ada diatasnya untuk mendekat hingga berjarak beberapa centi meter saja.

Kedua tatapan datar berbeda gender itu masih setia pada lawannya. Dengan rambut merah panjang menggelombang yang menjuntai ketanah, bibir merah ranumnya sedikit terbuka.

"Aku sudah bilang untuk pergi, bukan? Atau ku bunuh kau saat ini juga.." gumam Naruto datar yang bibir mereka bahkan hanya berjarak beberapa centi.

Gadis itu menyeringai menatap iris blue shappire Naruto, lalu bibir Naruto. dan kembali pada iris Naruto yang masih menatapnya datar.

"Membunuhku?.. atau kau yang ku bunuh.." gadis berambut merah ke orange'an itu tersenyum dengan menjilat bibirnya sensual menatap Naruto.

Naruto melirik kebelakang tepat tangan kiri gadis itu yang tepat berada di tengkuknya saat ini. lebih tepatnya diatas tengkuknya yang memegang sebuah benda merah seperti jarum namun terlihat panas di arahkan tepat di bawah tengkuk Naruto dibagian vital pria itu.

'Element.. siapa gadis ini?' batin Naruto datar yang kembali menatap gadis dibawahnya.

"Aku tak suka diusik saat aku sedang menjalankan tugasku.."

Gumam Naruto yang kemudian melepaskan gadis itu yang kini berdiri didepannya menghilangkan jarum yang entah seperti api yang dipadatkan itu.

"Kau berbicara seperti itu, tapi kau terus saja melihat ke arah dadaku.. fufu, kau ternyata mesum juga ya." Gadis itu tampak mengejek.

Karena sekilas dirinya melihat Naruto yang beberapa kali melihat kearah dadanya yang terlihat belahannya karena ukurannya itu saat berada didekapan pria itu. begitupun beberapa detik saat ini. membuat gadis itu sedikit tertawa halus namun juga bingung dengan ekspresi datar Naruto.

"Apa maksutmu? Aku hanya heran.. Kenapa kalian para wanita suka sekali memamerkan gumpalan daging itu.. apa kau tak malu?" ujar Naruto dengan wajah datarnya yang menatap dari kaki sampai ujung rambut gadis dihadapannya.

Karena akhir-akhir ini Naruto baru paham. Dia sering melihat para gadis memakai pakaian yang hampir terbuka dengan memperlihatkan belahan dada mereka yang bisa dibilang ukurannya tak normal menurutnya. Tapi Naruto tak perduli dengan ukuran itu atau apalah soal para gadis itu.

Tapi kali ini Naruto hanya ingin mengklarifikasi apa yang menjadi bahan pikirannya saat ini. apalagi pakaian biru seperti terusan yang panjang sampai mata kaki itu terlihat nyeleneh! Lihat saja belahan roknya yang panjang itu ada di sisi depan samping kanan dari bawah sampai hampir di pinggangnya.

Kaki mulusnya pun terlihat dengan jelas ketika gadis itu sedikit saja menggerakkan kakinya atau dalam posisi kakinya terbuka saat berdiri atau berjalan.

"Dasar aneh.." gumam Naruto.

Dong!

Gadis dihadapannya yang mendengar ucapan Naruto tampak tertunduk lesu dengan aura hitam di belakang kepalanya saat ini.

'Di-dia..' batin gadis itu syok dengan lidah yang kelu tak dapat berucap dengan apa yang barusaja dia dengar.

Bagaimana tidak?! Setiap pria yang melihatnya atau dada wanita selalu saja ingin bercinta dengan wanita itu. apalagi dirinya yang wanita tulen dan sudah dewasa sangat mengerti tentang pria! Setiap pria yang bertemu dengannya bahkan akan langsung bertekuk lutut! Tapi pria ini malah seenak jidatnya memberikan kritikan pedas padanya atau kaum wanita. Sedangkan dirinya sendiri juga wanita!

Apalagi pria itu juga menyebutnya aneh?!

'I-ini tak bisa dibiarkan!' batin gadis berambut merah menggelombang itu.

"Ka-kau! –"

Ucapan gadis itu yang sudah berapi-api dengan emosi yang memuncak karena pria dihadapannya itu seketika menghentikan ucapannya yang akan balik menghardik pria bersurai pirang itu. iris gadis itu malah sedikit membola dengan terpaku menatap Naruto.

Lebih tepatnya menatap mata Naruto.

'Pria ini..' batin gadis itu yang dalam keadaan terpaku.

Dimana saat ini, iris pria yang ada di hadapannya itu tampak kosong dengan ekspresi dingin yang membekukan siapapun yang melihatnya. Kekosongan dimatanya seakan menenggelamkan gadis itu hingga tak dapat melanjutkan perkataannya saat ini.

"Kau kenapa?" tanya gadis itu menatap datar iris Naruto.

"Aku tak punya banyak waktu untuk terus meladenimu.. apa yang kau inginkan? Aku harus segera pergi ke Kiri untuk menemukan mereka."

Ucapan dingin penuh kekosongan dari Naruto itu membuat gadis dihadapannya sedikit tertantang untuk mengetahui penyebab pemuda ini sampai berkata padanya seperti itu. gadis itu tersenyum simpul dengan bayangan poninya menutupi ekspresinya. Bibir dengan lipstick merahnya terbuka sedikit dengan memunculkan lidahnya yang menjilat bibir atas sisinya dengan sensual.

"Kau mencari mereka? aku tak tau kenapa kau mencari mati sampai ingin bertemu mereka.." ucap gadis itu.

"Katakan apa yang ingin kau katakan. Atau aku yang akan pergi dari sini.. kau menghambat jalanku." Balas Naruto dingin.

"Heh.. jika kau mencarinya di Kiri, maka kau tak akan menemukan mereka dengan mudah.."

"Apa maksutmu?" Naruto memicingkan matanya.

"Jika kau ingin bertemu dengan induknya, temuilah anaknya terlebih dahulu.. dengan begitu kau akan dengan mudah bertemu dengan induknya." Ucap gadis itu dengan bibir sensualnya yang kembali menjilat bibir atasnya yang terseyum kecil.

Deg!

Naruto memicing tajam menatap gadis aneh didepannya itu. seakan detak jantungnya langsung merespon dengan perasaan yang dirasakannya saat ini.

"Maksutmu.." gumam Naruto yang ekspresinya terhalang bayangan poninya itu.

"Benar.. mereka tak ada di Kiri.."

Ucapan gadis yang seakan mengerti dari ucapan Naruto itu langsung membuat Naruto mengepalkan tangannya. Ia menatap dengan iris dingin sedingin es yang juga menusuk bagai sebuah belati yang siap di hunuskan pada lawannya.

Membuat gadis itu juga menatap datar Naruto seraya berjalan mendekat pada Naruto dihadapannya. Dan berhenti dengan jarak beberapa centi yang seakan dirinya memeluk Naruto dengan sebelah tangan kirinya yang meremat surai pirang Naruto.

Jarak diantara mereka tak ada dengan tubuh bagian depan mereka saling berhimpitan. Gadis yang tangan kanannya masih menganggur itu berjinjit untuk mendekatkan wajahnya yang masih tampak datar. Begitupun wajah Naruto yang masih dingin menusuk.

Gadis itu tepat berhenti di telinga samping kiri Naruto yang ada dihadapannya seraya berbisik dengan suara parau khas wanita.

Tatapan dingin nan menusuk Naruto, tiba-tiba membola ketika mendengar apa yang dibisikkan oleh gadis yang menutup jarak dengan dirinya itu. mulutnya yang terkatup rapat dengan deretan gigi didalamnya terdengar bergemelatuk dengan kepalan tangannya yang semakin erat hingga darah mengucur dari sela-sela kuku jarinya.

Menghiraukan gadis yang masih menyamankan tubuhnya yang berhimpit dengan Naruto itu yang bahkan wajah gadis itu masih mengecup leher Naruto sensual dengan bibir merahnya. namun Naruto seakan mati rasa dengan fisiknya dan hanya sebuah perasaan bergejolak dalam dirinya saat ini yang membuatnya semakin erat mengepalkan tangannya.

Bayangan hitam yang menutupi ekspresinya saat ini hanya tampak sesaat. Hingga beberapa detik kemudian, sebuah seringai muncul diwajah dengan bayangan gelap itu.

Sring!

Bayangan gelap yang menutupi ekspresinya itu tiba-tiba memunculkan sebuah sinar biru pekat dengan iris vertical putih di mata kirinya yang bersinar dibalik bayangan hitam rambutnya.

.

.

.

.

"Ku temukan kalian.."

.

.

.

.

To be continued…

.

Ending:

Meteor by T.M. Revolution.

.


A/N: mungkin dari kalian ada berkata ini lebih focus dengan kisah para Shinobi di animenya. Dan pertanyaannya, Kenapa para chara di Hs DXD minim yang keluar? Kenapa kebanyakan dari Naruto?..

Untuk pertanyaan itu memang saat ini masih focus disana. Namun setelah mungkin beberapa chap lagi, para chara Hs DXD akan bermunculan lagi.

Untuk telat update.. saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Tapi saya usahakan tetap lanjutkan fict saya. Jadi jangan sungkan jika ingin menagihnya agar update kawan.

Sekali lagi saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.

.

Seperti biasa, jika ingin melihat Dragon, chara dan sebagainya di fict Kyo, silahkan kunjungi album di fb Kyo. Dengan profil name: Kyoigneel.

Dan terakhir jangan lupa Fav and Follownya kawan. Serta jika ada pertanyaan dan komentar silahkan coret-coret di kolom Review yang tersedia. Karena kyo sangat butuh saran dari kalian jika ada yang salah dalam penulisan dan lainnya kawan.

Tapi ingat, sampaikanlah dengan sopan, maka saya dengan senang hati menerima kritikan anda. Tapi jika tidak, so, maaf sekali. Anda tau sendiri nanti.

Karena HINAAN dan KRITIKAN itu dua hal yang berbeda. Anda pasti tau sendiri perbedaannya kawan.

Cerminkanlah diri anda dengan apa yang anda katakan. Bertanggung jawablah dengan segala yang anda katakan.

.

See you next time!

Kyoigneel out!

.

Next chapter 20: Namigakure Last Part: Purpose in front of the eye..