WORLD
.
Disclaimer:
Naruto [Masashi Kishimoto]
High School DxD [Ichiei Ishibumi]
Dan semua sumber anime yang bersangkutan Bukan milik kyo.
Yang terpenting saya tak mengambil keuntungan apapun dari sumber anime atau character yang saya pinjam untuk fiction yang saya publish.
Rate : M
Pair: Naruto x..
Genre : Action, Adventure, Fantasy.
Warning!: Imajinasi liar!, Lime!, Ooc, AU, Typo, Isekai, Etc, Don't like don't read!.
Summary: Dunia dengan makhluk selain manusia. Makhluk mitologi dan raksasa menjadi teror yang nyata. Manusia dengan kekuatan supernatural dari dua ras yang dapat mempertahankan kelangsungan hidup mereka dari ancaman kehancuran sang ' malapetaka dunia'. sementara itu, Naruto, seorang pemuda yang masuk academi karena tujuannya. Harus dipandang sebelah mata karena keterbatasannya.
.
Chapter 23: Belief.
.
Opening Song:
Ikimono Gakari – Blue Bird
.
.
.
.
.
Kuoh Academi 09.00 Am.
.
Sebuah academi yang terletak di daerah kerajaan Crimson, bagian tengah negara angin. Memiliki bangunan yang megah dengan arsitektur yang unik. Karena memang Crimson terkenal dengan keragaman seni pada infrastrukturnya.
Dinegara angin yang terkenal dengan Padang pasirnya, Crimson kingdom adalah kerajaan yang maju dan salah satu kerajaan terbesar setelah Vermilion kingdom.
Kuoh sendiri merupakan salah satu saingan sekolah unggulan dari Academy Hagun yang berada di Osaka city.
Biasa juga dikenal Academi Knight of Crimson.
Seorang pria bertubuh tinggi, berambut hitam dengan poni yang berwarna kuning dan sedikit janggut di dagunya yang nampak sudah berumur, tapi masih terlihat awet muda. Berjalan santai di lorong academi itu dengan satu tangan di saku celananya.
"Hoamm.. akhirnya waktu istirahatku tiba. Kurasa aku akan tidur dulu sebentar."
Pria yang menggunakan kemeja dan celana panjang itu berjalan menuju ruangannya. Setelah dirinya melaksanakan tugasnya sebagai seorang Sorcerer pengajar di Academy itu.
Hingga sampai lah pria itu di depan sebuah pintu yang merupakan ruang kerjanya.
Atau ruang tempatnya tidur.
Kriet!
'Nani?'
Pria itu hanya membatin ketika melihat seorang pria bersurai hijau yang duduk di sofa dekat pintu itu, dengan membaca sebuah buku ditangannya.
Pria dengan poni kuning itu berjalan santai tanpa menghiraukan pria yang membaca buku itu dan duduk di kursinya di sebrang pintu masuk itu.
"Ohayou.. Azazel-san.. maaf aku menunggumu disini." Ucap pria itu dengan senyum diwajahnya seraya menutup buku ditangannya
"Yah, aku tau kebiasaanmu Ajuka-kun."
Pria bernama Azazel hanya memaklumi pria itu. Sudah menjadi kebiasaan jika pria itu datang diwaktu yang tidak tepat, dan malah menunggunya selesai kegiatan mengajarnya
"Ne, Azazel-san, kau sudah menjabat lama sebagai kepala sekolah tapi masih semangat untuk mengajar. Apa kau tak mempercayai guru yang ada disini, hm?" Ajuka nampak bertanya bingung.
Karena sebagai kepala sekolah, harusnya dia bisa mempercayakan proses belajar mengajar pada guru dibawahnya.
Apalagi sekelas Azazel yang seorang Sorcerer rank SS seperti dirinya. Sudah bukan waktunya lagi untuk menguras tenaganya untuk mendidik.
"Yah, mungkin kau benar Ajuka-kun.. tapi mengajar, adalah hobiku. Aku juga melakukan ini untuk menghilangkan rasa bosanku melihat tumpukan kertas dimeja ini.."
Pria itu membalas perkataan Ajuka seraya memandang lesu pada tumpukan kertas di mejanya yang seakan tak habis-habis. Makanya pria tua ber poni pirang ini menghilangkan bosannya dengan mengajar dan terkadang dia juga memancing diwaktu luangnya.
"Haha.. bilang saja kau ingin melihat gadis-gadis cantik, Azazel-san." Ajuka terkekeh geli menatap pria didepannya yang memandangnya jengkel.
"Diam kau, Ajuka-kun.. itu bukan urusanmu. Lagipula aku hanya melihat saja. Aku masih suka wanita dewasa dengan Oppai yang.."
Ajuka yang menatap kepala sekolah nista itu dengan pandangan jijik. Kelakuan pria ini tak pernah berubah.
Bahkan pria poni pirang itu meremas-remas udara dengan ekspresi mesumnya.
Dan yang paling membuatnya heran adalah, sampai saat ini pria tua itu masih jomblo.
"hahh.. kau adalah orang yang kuat tapi diumurmu yang sekarang ini kau belum juga menikah."
Inilah yang membuat pria poni pirang itu sedikit turun dipandangan Ajuka. Bagaimana tidak, seorang Sorcerer kuat dan salah satu legenda di Great War memiliki kebiasaan aneh.
Bahkan seharusnya jika dia suka wanita, kenapa tidak menikah saja. Agar nafsunya tersalurkan dan bisa bertaubat dengan kebiasaan mesumnya itu.
"Ajuka-kun.. bukannya aku tidak mau menikah. Tapi jika aku nanti menikah aku tidak akan bisa bebas menikmati surga dunia itu.."
Azazel yang mendengar itu hanya mengepalkan tangannya keudara dengan air mata mengalir bak aliran sungai. Cahaya berkelap-kelip nampak menjadi back ground pria nista itu.
'Hahh.. bilang saja kau tak laku..' batin Ajuka drop menatap pria nista itu.
Namun pria itu kembali serius ketika ingat tujuannya datang keruangan ini untuk bertemu pria nista yang ditunggunya dari tadi.
"Ehmm. Azazel-san. Sebelumnya aku kemari ingin menyampaikan sesuatu padamu. Ini dari Shirzech-sama langsung."
Ucapan Ajuka membuat Azazel kembali ke mode biasa dan menatap Ajuka tertarik.
Dalam artian pesan yang disampaikan.
"Are? Memangnya apa yang disampaikan Shirzech-kun?" tanya Azazel.
"Dia memberi pesan untuk anda agar segera menyiapkan para Knight pilihan Academi ini untuk Festival Tujuh Bintang yang akan segera diselenggarakan tahun ini.." ucap Ajuka.
"Aku tau, Ajuka-kun.. aku sudah memikirkan itu. Hanya saja ada masalah yang masih mengganjal dipikiranku."
Azazel tau jika Sirzech pasti akan memberikan perintah itu secara tidak langsung padanya. Dia pasti segan jika memberi perintah secara langsung.
Makanya Ajuka lah yang di minta untuk menyampaikan padanya secara langsung.
Semua sudah terpikirkan oleh pria poni pirang itu untuk masalah Festival Tujuh Bintang yang akan berlangsung di Crimson Kingdom ini.
Dia hanya perlu melakukan seleksi dari para murid Academi Kuoh. Namun masih ada masalah serius yang harus dia perhatikan ketika festival tujuh bintang itu berlangsung.
"Apakah itu masalah serius?"
Ajuka menatap bingung pada Azazel yang tampak serius dari raut wajahnya.
"Aku rasa tidak terlalu serius. Untuk saat ini.. aku mendengar dari mata-mataku kalau organisasi itu telah bergerak." Azazel membaca sebuah dokumen diatas mejanya.
"Aku mengerti.. pasti mereka mengincar sesuatu dari kita.." Balas Ajuka nampak berpikir.
Pria dengan rambut hijau itu pernah mendengarnya. Namun itu sudah lama sekali. Dan seperti yang dibicarakan Azazel, sesuatu yang membuat mereka kembali bergerak pasti bukanlah hal yang sepele.
Jika mereka menginginkan sesuatu, pasti berdampak besar untuk kerajaan. Apalagi jika acara itu diselenggarakan. Pasti banyak petinggi-petinggi kerajaan dari beberapa negri datang.
"Ajuka-kun, sampaikan saja pada Shirzech-kun kalau untuk kegiatan Seven star festival, aku sudah mengurusnya."
Azazel memecah lamunan Ajuka yang kemudian memperhatikan pria tua itu dan mengangguk paham.
"Baiklah, Azazel-san.. aku akan kembali ke istana. Aku akan menyampaikannya pada Shirzech.. lagi pula aku juga ada penelitian yang harus segera ku selesaikan.."
Sring!
Sebuah lingkaran sihir hijau muncul dibawah kaki Ajuka dan perlahan menghisap tubuh pria itu.
"Jaa-nee.."
Ucapan terakhir dapat didengar dengan jelas oleh Azazel yang berdehem menatap kepergian Ajuka dengan Magic Teleportnya.
"Hah.. waktu tidurku terpotong gara-gara bocah itu.."
Azazel menggerutu kesal seraya berdiri dari kursinya dan berjalan ke sebuah pintu di samping kanan meja kerjanya.
Ceklek!
Tok! Tok! Tok!
"Azazel-sensei!"
Baru saja Azazel sampai didepan ruang semedinya dan membuka pintu itu, seseorang kembali mengetuk pintunya dari luar. Sebuah suara keras terdengar dari balik pintu itu.
'KUSOO!..' Pria nista itu berteriak gaje dalam pikirannya seraya menahan emosi pada apa yang terjadi.
''huft!" menghembuskan nafas panjang dirinya berjalan lesuh ke arah asal suara di luar pintu itu.
Cklek!
"Azzz-.. eh.. hehe.."
Seorang pemuda berambut coklat yang menjadi pelaku dibalik pintu itu langsung menghentikan tangannya yang terangkat untuk kembali mengetuk pintu. Ketika pintu itu terbuka tepat didepan tangannya wajah dari kepala sekolah itu muncul.
Pemuda itu hanya tertawa kikuk menatap sosok pria berwajah datar dengan lesuh tanpa semangat hidup menatapnya malas
"Ada apa lagi Issei-kun?.." Nada kesal namun tertahan terdengar dari mulut pria poni kuning itu
"A-ano Sensei.. aku hanya ingin melaporkan hasil Quest ku kemarin.."
Pria bernama Issei itu berkeringat dingin menatap Azazel yang memicing tajam menatapnya.
"Hah.. masuklah."
Pria tua itu hanya menghembuskan nafas panjang dan kembali masuk ke ruang kerjanya diikuti dengan pria bernama Issei dibelakangnya.
'Sebenarnya.. apa salahku?' Batin pria berambut coklat itu bingung.
.
.
.
.
.
[(sAs)]
.
.
.
.
.
Vermilion Castle
.
Dipagi hari yang cerah dengan kicauan burung merdu terdengar.
Angin tenang berhembus. Menggoyangkan dedaunan disebuah halaman yang megah dengan kolam air mancur nampak melingkar.
Seorang gadis cantik berambut pirang panjang nampak berjalan anggun dengan pakaian santai.
Pakaian kaos kuning berbalut cardigan putih sepahanya. Mengenakan celana kain panjang diatas mata kaki berwarna putih. Dan sepasang high hils putih dikaki putihnya.
Iris birunya menatap kedepan tepat disebelah air mancur ada sebuah pohon rindang yang tepat dibawahnya terdapat sebuah kursi panjang.
Bibirnya tersenyum manis.
Tepat berhenti dikursi itu dan duduk disana. Menatap kumpulan awan putih di langit yang bagaikan permen kapas mengapung diudara.
Tap! Tap! Tap!
"Gabriel-chan.. kenapa kau sendirian disini?"
Seseorang yang berjalan dari blakang kursi itu dan berhenti tepat disamping gadis cantik yang dipanggil Gabriel itu.
Menatap gadis cantik yang tersenyum pada pria yang baru saja sampai itu.
"Tou-sama.. aku hanya duduk saja menikmati udara pagi ini.. lagi pula aku juga baru sampai, kok.." gadis itu berucap lembut pada sosok pirang panjang yang menggunakan mahkota dikepalanya.
Keduanya sama-sama memiliki Surai pirang. Namun berbeda sedikit.
"Ne, Gabriel-chan.. kau biasa kesini saat biasa bermain dengan adikmu, kan.."
Pria dengan mahkota yang mengenakan pakaian rapi khas seorang raja dengan kewibawaan yang kentara dari sosok itu. Berucap pada anak gadisnya yang kembali memandang awan dilangit dan menggoyangkan kaki-kaki mulusnya.
"Uhm.. sejak dia masuk Academi, dia jarang sekali pulang. Sepertinya dia sudah tak menganggap kita lagi, Tou-sama.." gadis cantik itu menggembungkan pipinya dengan wajah cemberut.
"Haha.. jangan berpikir begitu.. adikmu itu berbeda darimu Gabriel-chan. Dia memiliki jiwa yang sama seperti mendiang Kaa-sama,mu.. dia wanita yang tangguh. Dan suka membuat onar, haha.." Sang ayah hanya tertawa menanggapi anaknya yang sudah dewasa itu.
Sejak kecil, kedua putrinya adalah sosok yang hampir mirip tapi berbeda. mereka mempunya sifat dan hobinya masing-masing.
Sang ayah ingat betul, dimana sang kakak sangat feminim, kalem dan lembut. Tidak menyukai kekerasan namun perduli pada orang lain. Gadis cantik yang tumbuh menjadi seorang putri yang tidak pernah berbuat hal yang tidak baik. Sangat penurut dan tentu saja baik hati dan penyayang.
Sedangkan sang adik, adalah gadis cantik yang agak tomboi dari kecil. Suka dengan senjata yang dimiliki ayahnya. Bahkan pernah mengambil pedang suci sang ayah untuk dirinya berlatih tanpa sepengetahuan ayahnya itu.
Hingga kini sang adik tumbuh menjadi seorang gadis cantik yang pandai berpedang dan bersekolah di academi Knight.
Padahal jika dipikir-pikir, seorang putri kerajaan tidak perlu sekolah keluar. Cukup memanggil guru privat dan mengajar di lingkungan castle. Seperti yang di lakukan Gabriel sampai saat ini.
Hanya saja hari ini sedang libur. Senseinya izin karena ada keperluan yang mendadak yang harus dia lakukan.
Sang adik lebih suka bebas dan bergaul dengan banyak teman-teman. Makanya dia memilih belajar di Academi terbaik di kerajaan itu.
"Dia janji akan pulang tahun ini, Tou-sama.. jika dia tidak pulang aku yang akan berkunjung kesana nantinya, he..he.."
Gadis cantik itu tertawa pelan seraya membayangkan wajah imut adik tersayangnya itu.
"Hm? Boleh saja.. tapi kau harus sampaikan salamku padanya nanti, dan untuk menjaga dirinya baik-baik."
Yah. Wajar saja pria itu bicara seperti itu. Karena dia tau sifatnya itu menurun dari ibunya yang mirip dengan putri bungsunya itu.
Wajah dan warna rambut putihnya pun sama.
Hingga terkadang, ketika dirinya melihat putri bungsunya, dia pasti teringat dengan mendiang istrinya yang telah tiada setelah melahirkan anak keduanya.
Apalagi ketika pria tua itu tau jika ada seorang laki-laki yang disukai putri kecilnya itu saat ini. Yang membuat putrinya sering murung mencari pria itu.
Semua kegiatan putrinya dia tau. Karena dari pihak sekolah, dirinya sudah menempatkan pengawal-pengawal tertentu untuk menjaga putrinya itu.
Dia tidak melarang jika putrinya jatuh cinta pada siapapun. Putrinya sudah dewasa. Sebagai seorang ayah, dia hanya percaya bahwa pilihan putrinya tidaklah salah.
Karena sifat istrinya, sama dengan putri bungsunya. Dia percaya pada putrinya.
"Hai'.. Tou-sama.. lagi pula aku juga ingin tau seperti apa orang yang membuatnya sampai segitunya pada seorang pria.." Gadis cantik itu nampak berpikir.
"Hm? Kenapa kau malah memikirkan itu?.. lalu pria idamanmu sendiri seperti apa.. ne, Gabriel-chan?" Sang ayah hanya mengangkat sebelah alisnya heran.
Bisa-bisanya putrinya memikirkan adiknya suka pada siapa, tapi dirinya sendiri sampai saat ini tidak memiliki 1 pria pun yang disukainya.
Padahal diumurnya yang skarang, gadis pada umumnya sudah memiliki kekasih bahkan juga sudah ada yang menikah muda.
"Hmm.. ke-kenapa kau bilang begitu Tou-sama? A-aku hanya tak menemukan yang cocok saja, kok. Nanti juga pasti ada.."
Pria dengan mahkota itu tertawa pelan melihat gadis cantiknya yang menggembungkan pipinya kesal.
"Yah sudahlah.. aku sebagai orang tua kalian hanya bisa mendukung kalian. Aku tak keberatan jika putriku menikah dengan orang biasa sekalipun.. asalkan.."
Pria tampan paruh baya itu tampak menjeda kalimatnya dan masuk ke mode berpikirnya. Pura-pura polos ketika melirik putrinya yang menatapnya penasaran.
"Asalkan? A-Apa Tou-sama?" gumam gadis cantik itu yang masih dapat didengar oleh pria yang berdiri disebelahnya.
"Asalkan dia bisa mengalahkanku.. hahaha.."
Pria itu tertawa diakhir kalimatnya dengan sedikit sombong yang dibuat-buat dengan kedua tangan berkacak pinggang.
"Hmmftt.. mana ada yang berani melawan anda Tou-sama! Sedangkan anda orang yang paling kuat dikerajaan ini!"
Gadis cantik berambut pirang panjang itu mendengus kesal dengan nada sedikit tinggi dengan tangan bersidekap dibawah dadanya yang besar itu.
"Nani?.. tidak.. tidak.. kau salah, Hime.. ingatlah, diatas langit masih ada langit. Aku mungkin salah satu legenda dan keturunan raja terdahulu, tapi pasti suatu saat ada orang yang bisa mengalahkanku."
Michael Viltaria Vermilion. Salah satu legenda hidup yang berperang di Great War 20 tahun yang lalu. Dan juga salah satu Sage atau Wizard SS rank Vermilion Kingdom.
Atau biasa dijuluki Holy of the Sky light: Horus.
Tak perlu diragukan lagi soal kekuatan. Dia adalah seorang raja. Sudah kewajibannya untuk melindungi masyarakatnya dari ancaman dunia luar.
Boft!
Perhatian kedua orang Sorcerer itu harus teralihkan sementara. Tepat didepan mereka berdua muncul Shunsine Jutsu. Dari kepulan asap itu memunculkan seorang Shinobi dengan topeng putih bergaris merah berbentuk kepala anjing.
Mengenakan pakaian Shinobi dengan rompi putih dan dilapisi pakaian panjang berhodie hitam.
"Maaf mengganggu waktu anda Michael-sama.. saya ingin menyampaikan berita pada anda.."
Seorang pria yang baru muncul itu tampak berjongkok dan sedikit menunduk memberikan hormat pada orang yang dihormatinya.
"Oh.. kau.. ada apa, inu?" Michael menatap Shinobi itu dengan ekspresi tertarik.
Karena pasalnya, para Shinobi yang terpilih menjadi Knigh of Vermilion adalah para Shinobi yang kuat.
Apalagi yang berada di intern Castle ini. Mereka adalah Shinobi pilihan yang direkomendasikan langsung dari para Kage di masing-masing daerahnya.
Selain itu, hal yang paling disukai Michael dari para Shinobi adalah kemampuan intelegensinya yang sangat rahasia dan dapat diandalkan di segala kondisi dan situasi.
Itulah sebabnya dirinya lebih percaya pada para Shinobi ketimbang para Sorcerer.
Apalagi masalah kesetiaan. Jangan ditanya. Shinobi akan menyerahkan nyawanya sekalipun jika itu yang diminta orang yang dihormati dan dipercayainya.
Itulah mengapa Michael sangat respect pada para Shinobi.
"Aku ingin menyampaikan, bahwa anda dan seluruh keluarga kerajaan harus berhati-hati dan waspada dimanapun kalian berada.. karena organisasi itu, mulai bergerak kembali.." ucap Ibu yang menjeda kalimatnya.
Michael yang mendengarnya menatap serius Ini. Sedangkan Gabriel yang tak tau apa-apa hanya menatap penuh tanda tanya pada Michael.
"Kami belum mendapatkan informasi apa yang menjadi tujuan mereka. Namun aku mendengar soal 'mengumpulkan kekuatan'.. ini akan jadi masalah jika mereka menculik para pengguna Secred Gear atau pemilik Kekkai Genkai." Lanjut Inu.
"Aku paham.."
Tak perlu dijelaskan lebih panjang. Michael paham apa yang dimaksud Inu.
Para pengguna Secred Gear dan Kekkai Genkai sedang dalam incaran.
Dan dia yakin bukan hanya itu. Pasti ada sesuatu yang lain.
"Bukan hanya itu.. kami menemukan sebuah foto dari salah satu anggota mereka yang berhasil kami tangkap, namun sayang.. dia bunuh diri dengan Jutsu kutukan." Lanjut Inu yang berdiri dan memberikan selembar kertas pada Michael.
Gabriel memandang serius pada Tou-sama'nya, ketika ekspresinya berubah shok saat melihat kertas dengan bercak darah yang diberikan Inu pada Michael.
Ekspresi Michael mengeras setelah menatap kertas itu dan memasukkannya kedalam saku di celananya.
.
.
'Kuso!.. kalian main-main denganku rupanya..'
.
.
.
.
.
[(sAs)]
.
.
.
.
.
Academi Hagun.
15.00 pm.
.
Disebuah ruangan yang terkesan minimalis, namun perabotan lengkap didalamnya.
Sofa panjang 3 sisi dengan meja ditengahnya. Sepasang kursi dan 1 meja nampak berada di sudut kiri ruangan itu.
Seorang Siswa berambut merah yang duduk di kursi dengan meja didepannya. Nampak memegang kepalanya yang terasa berdenyut.
Sedangkan seorang gadis cantik berambut hitam panjang bertubuh loli. Yang memakai seragam academi Hagun, berdiri dihadapan pria berambut merah panjang itu. Menatap dengan pandangan datar.
"Ne, ophis-san.. apa yang kau bicarakan memang ada benarnya. Akhir-akhir ini kami memang jarang berkumpul. Mereka seakan sudah sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing." Pria berambut merah itu menatap gadis yang dipanggilnya Ophis.
"Itu terserah kau saja sebagai Leader mereka. Aku hanya mengawasi kalian saja."
Gadis itu merasa aneh dengan pria ini. Dia dipanggil kesini hanya karena bingung apa yang harus dia lakukan saat ini pada anggota-anggotanya yang seakan sudah malas untuk berkumpul. Dan lebih memilih melakukan kegiatan mereka masing-masing.
Itulah kenapa Ophis yang dekat dengan Naruto itu, dimintai pendapatnya. Apakah ini karena Naruto?
Memang semenjak kepergian Naruto, semua menjadi agak berbeda. Semua memang menjadi lebih kuat agar ketika bertemu Naruto nanti mereka mampu membuktikan kalau mereka adalah temannya.
Tapi akhir-akhir ini, karena mereka sudah berkembang, mereka jarang saling bertemu dan berkumpul bersama. Mereka sibuk dengan latihan, Quest dan sebagainya agar mereka tidak kalah dengan Naruto.
"Aku tau. Mereka seperti menghindar dan memilih menyendiri." Balas pria itu dengan menghembuskan nafas panjang.
Nagato tau semenjak kepergian Naruto, semua rekan-rekan nya seperti berbeda dari sebelumnya. Mereka memang bertambah kuat, namun lebih cenderung ke menyendiri menyibukkan diri mereka masing-masing.
Maka dari itu dia mengajak Ophis mengobrol yang mungkin tau dengan apa yang Naruto lakukan. Sedikit informasi saja mungkin bisa dia sampaikan pada teman-temannya agar mereka kembali seperti dulu.
"Seven Star Festival akan segera diadakan, Itulah mengapa mereka harus lebih kuat dan jarang berkumpul lagi. Lagipula.. kau adalah yang terkuat dari mereka semua.. kau bisa membuktikannya nanti dipertandingan."
Ophis mencoba untuk mengalihkan pembicaraan. Agar pria didepannya ini kembali bersemangat.
"Hmm. Tidak juga.. tapi yasudahlah. Itu urusanku.. aku yang akan memikirkannya."
Pria itu nampak meregangkan tubuhnya seraya menatap Ophis yang berbalik dan berjalan meninggalkan ruangan itu.
"Baiklah, aku akan pulang dulu kalau begitu.." ucap Ophis sambil terus berjalan.
"Hm? Benar juga. Skarang waktunya jam pulang.. baiklah mungkin cukup untuk hari ini."
Pria berambut merah itu nampak merapikan kursi dan sofa yang sedikit berantakan dan berjalan keluar dari ruangan itu.
.
.
.
Tap tap tap
Pria berambut merah dengan iris mata pola riak air berjalan santai melewati lorong-lorong academi.
Tak sengaja iris matanya melirik ke arah kirinya, dimana disebrang lapangan nampak seorang gadis cantik berambut hitam panjang yang dia kenal.
'Miyuki-san..' batin Nagato menatap datar dari kejauhan.
Yah. Seorang Miyuki Shiba yang nampak berjalan sendirian mengarah ke pintu gerbang academi.
Melihat gadis itu, mengingatkannya pada sosok Naruto. Walaupun mereka baru sebentar menjadi teman. Tapi ada beberapa hal yang dapat di contoh sebagai panutan dari pria pirang itu.
Sosoknya sangat berpengaruh pada teman-temannya saat ini.
Walaupun dia tak begitu dekat dengan Naruto, tapi banyak cerita dan kenangan indah yang diceritakan rekan-rekan se timnya itu.
Benar. Nagato sangat memperhatikan dalam diamnya.
Apalagi Miyuki, dia sering berpapasan dengan gadis itu di Academi. Raut wajahnya datar tak pernah ada senyuman diwajah cantiknya setelah perginya Naruto.
'Mungkin aku harus bertanya padanya..' Batin Nagato yang berjalan mendekat.
"Yo.. Miyuki-chan!"
Langkah Nagato terhenti ketika melihat Pria berambut hitam spike dan Raven yang berjalan dari tikungan di dekat gerbang Academi. Nampak kedua orang Itu telah menunggu gadis cantik itu dan berjalan bersama.
'Sepertinya lain kali saja..'
Nagato hanya menatap datar mereka bertiga dan masih diam ditempatnya. Menatap Miyuki yang tersenyum pada mereka berdua.
Senyum palsu.
Yah itulah yang dapat dilihat oleh Nagato. Sebuah senyuman yang dipaksakan. Nagato tak tau apa yang ada dipikiran gadis itu.
Padahal Nagato yang mendengar kisah Naruto, dengan si Uzumaki dan Uchiha itu, dia sangat kesal. Dan ingin menghajar mereka berdua untuk Naruto.
Walaupun kenyataannya Naruto lah yang menang di pertarungan itu.
Tap tap tap
Nagato kembali berjalan dan keluar dari pintu gerbang Academi. Berjalan mengambil arah yang berbeda dari mereka bertiga.
.
.
.
19.00 pm
.
Seorang pria berambut merah dengan mata riak air, berjalan melewati sebuah pasar malam.
Terlihat sangat ramai setiap kali melewati jalanan ini. Banyak anak-anak dan anak muda yang membeli makanan dan sebagainya.
Pria itu berhenti, seraya matanya tak sengaja melihat seseorang dari kejauhan. Seorang gadis yang sepertinya dia kenal.
'Dia lagi.. kenapa kebetulan sekali.' Batin Nagato yang melihat gadis itu untuk yang kedua kalinya.
Nagato pun berjalan menghampiri gadis itu yang nampak membeli sebuah makanan didepan sebuah kedai makanan.
Tap tap tap
Berhenti tepat dibelakang gadis cantik itu dan menatap makanan yang dibelinya.
'Banyak sekali.'
Nampak lebih banyak untuk makanan Dango yang dimakan untuk 1 orang. Namun segera dia kembali ketujuan awalnya mendatangi gadis itu.
"Miyuki-san.." ucap Nagato memandang punggung gadis itu.
"E-eh! Nagato-san.. sedang apa disini?"
Miyuki nampak berbalik saat mendengar seorang memanggil namanya. Dan menatap Nagato yang mengangkat sebelah alisnya bingung.
"Aku.. hanya kebetulan lewat.. dan ngomong-ngomong, bolehkah kita bicara sebentar, Miyuki-san." Nagato langsung to the point tujuannya menemui gadis ini. Walaupun tak sengaja bertemu.
"mm.. tapi.." ujar gadis cantik itu yang terlihat ragu seraya membawa 2 kantung makanan di pelukannya.
"Aku ingin bertanya soal, Naruto-san padamu."
Deg!
Seakan jantungnya berhenti sejenak ketika mendengar nama itu. Ucapan Nagato seketika merubah ekspresi gadis itu menjadi datar.
Seakan memorynya tentang Naruto berputar kembali di dalam pikiran gadis itu. Membuatnya diam dalam pikirannya yang tiba-tiba muncul itu.
"Uhm.."
.
.
.
.
.
[(sAs)]
.
.
.
.
.
Paradise Island.
.
Disebuah tempat di dalam dinding Rose. Bangunan-bangunan yang nampak berdiri kokoh dengan lampu-lampu yang terang berkelap-kelip bagaikan bintang di daratan.
Banyak orang yang berlalu lalang dengan tujuan mereka masing-masing.
Nampak seorang pria berambut pirang raven yang menggunakan pakaian kaus hitam tanpa lengan berhodie. Menampakkan otot-otot dilengannya yang tampak keras.
Mengenakan celana panjang khas Shinobi dengan kantung kunai di paha kirinya. Dan memakai sepatu khas Shinobi berwarna hitam.
Berjalan berdampingan dengan seorang gadis cantik berambut pendek lurus yang mengenakan pakaian seperti kaos dalam hitam yang pas di tubuhnya berbalut dengan cardigan se paha berwarna putih.
Mengenakan bawahan celana panjang yang nampak pas dikakinya yang mulus. Dengan sandal khas perempuan yang biasa dikenakannya.
"Naruto-kun.."
Sebuah panggilan dari suara feminim seorang gadis berambut hitam pendek lurus. Yang menghentikan jalannya ketika melihat sosok pria yang dipanggilnya berhenti mendadak.
"Gomennasai, Mikasa-chan.."
Pria pirang raven itu hanya berdiri dan memberikan kode dengan iris matanya yang mengarah kedepan mereka.
Gadis itu pun paham dan mengikuti arah pandang Naruto dengan ekspresi bingung.
"Hm? Levi-taichou.. dan.."
"Mikasa-san!, Naruto-san!"
Ucapan gadis cantik itu berhenti ketika orang yang dilihatnya menatap mereka berdua dan pria pirang pendek diantara ketiga orang itu memanggilnya dan Naruto.
Dihadapan Naruto dan Mikasa, nampak Armin, Levi dan Sasha yang berjalan kearah mereka berdua.
Dengan Sasha melambaikan tangannya dan Armin yang tersenyum. Levi dengan wajah datarnya namun senyum tipis terlihat diwajah temboknya.
Naruto hanya menatap datar mereka seperti biasanya. Sedangkan Mikasa yang membalas senyuman mereka dengan melambaikan tangannya.
"Naruto-san, Mikasa-san.. maaf sebelumnya kami mengganggu acara kencan kalian.." Armin tersenyum lebar diakhir kalimatnya.
Membuat gadis bernama Mikasa itu memunculkan semburat merah dipipinya.
"Uhmm.. Mikasa-san, tadi kami dari rumahmu, tapi kau tak ada. Makanya kami mencarimu kesini." Gadis cantik berambut coklat penyuka daging itu tersenyum seraya menggapai kedua tangan Mikasa.
"Memangnya ada apa kalian mencari kami?" Mikasa dengan wajah bingung menatap ketiga temannya.
"Mikasa-san... Historia-sama mengutus kami untuk memanggil Naruto-san ke istana besok."
Levi kali ini angkat suara menyampaikan tujuan mereka bertiga mencari Naruto.
Karena sudah 1 bulan lalu sebenarnya printah ini di sampaikan dari Ratu Historia. Namun karena Naruto masih belum sadarkan diri pasca pertempuran, jadi untuk penyambutan pahlawan mereka ditunda.
Berhubung tadi pagi Levi mendengar bahwa Naruto sudah sadar dan dapat berjalan, dia segera mencari keberadaan pria pirang itu.
Namun sejak pagi dirinya mencari, tak kunjung menemukan pria itu. Beserta Mikasa tentunya.
Karena mereka tau, jika Naruto dirawat dirumah Mikasa. Gadis itu menolak jika Naruto akan dirawat di istana. Dia ingin merawat sendiri pria itu.
Permintaan itu disetujui oleh Ratu Historia.
Maka dari itulah ketiga orang ini mencari keberadaan pria itu.
"Apa kau sudah cerita padanya?.." Lanjut Levi dengan wajah datarnya menatap Naruto yang tak kalah datarnya menatap Levi.
"Aku sudah mendengarnya dari Mikasa-chan kemarin. Aku akan menemuinya besok."
Pria yang menjadi topik pembicaraan itu angkat suara. Menjadi perhatian keempat sosok berbeda gender di dekatnya itu.
Semua ke empat orang itu tersenyum mendengar Naruto yang tak menolak sedikitpun.
"Uhmm.. Ne, Naruto-san.. untuk ucapan terimakasih kami padamu, bagaimana kalau kita berpesta untuk malam ini. Kita pesan satu tempat kusus untuk kita makan-makan sepuasnya.."
Sasha dengan ide cemerlangnya tentang makanan nampak antusias menatap Naruto dengan mata berbentuk bintang disana.
"Whoaa! Itu ide yang bagus.. bagaimana Mikasa-san? Naruto-san? Sekali-sekali kita makan bersama.. kami juga ingin makan bersama Naruto-san. Bukan hanya kau saja Mikasa-san.. hehe.." Armin ikut mendukung Sasha.
"Yah.. aku yakin Levi-taichou pasti juga setuju.. sejak pagi mencari kalian dia belum makan, loh.. tak taunya kalian berduaan dari pagi.. hihi.." ucap Sasha tak mau kalah memanas-manaskan keadaan.
Levi yang mendengar namanya disebut hanya memalingkan wajahnya ke arah lain dengan ekspresi datarnya.
Sedangkan Mikasa yang mendengar Itu mukanya kembali memerah.
"A.. TI-tidak kok.. kami hanya berjalan-jalan saja. Laguipula Naruto-kun ingin melihat pemandangan dari atas bukit di luar dinding tadi pagi.. jadi kami sempat kesana sebentar. Dan tujuan kami berakhir di pasar malam ini untuk mencari makan.. dan kebetulan bertemu kalian disini."
Mikasa mencoba mengatur detak jantungnya yang berdegup kencang. Menjelaskan apa yang terjadi sejak tadi pagi hingga malam ini.
Memang apa yang dikatakan Mikasa benar. Ketika Naruto sadar, dia ingin berjalan-jalan ditemani gadis itu. Apalagi perutnya yang terasa lapar. Sepertinya satu bulan sudah cukup untuknya berpuasa.
Walaupun dibantu dengan infus. Tetap saja dia kelaparan saat siuman.
"Hm.. aku tak keberatan jika itu mau kalian."
Balas Naruto datar dengan tangan kirinya yang masukan ke saku celana panjangnya. Dengan tangan kanan yang masih diperban.
Mereka yang mendengar pria itu bicara seketika tersenyum. Dengan Sasha langsung menggaet tangan Levi dan Armin untuk memimpin jalannya.
"Ayo, Naruto-kun.."
Mikasa tanpa sadar juga menautkan jari-jari tangan kanannya pada tangan kiri Naruto. dan mengekor pada Sasha yang ada ada didepan mereka berdua.
.
.
.
.
03.00 Am.
.
Seorang pria bersurai pirang raven nampak duduk disebuah kasur dengan kepalanya yang terasa berat.
Pria itu nampak duduk dipinggiran kasur itu
Seraya memandang seorang gadis bersurai hitam pendek yang tertidur lelap di sampingnya.
'Apa yang sebenarnya sudah terjadi?' Pria itu membatin menatap tubuhnya dan sang gadis bergantian.
'Apa kau tak ingat apapun, Master?'
Sebuah suara terdengar dipikirannya yang tak lain adalah Arthuria. Yang tampak memasang wajah dingin menatap wajah Naruto di permukaan air dibawahnya itu.
'Apa maksutmu? Yang ku ingat terakhir kali kami sedang makan-makan. Lalu.. aku tak ingat lagi.. tapi aku sempat meminum segelas. Rasanya aneh. Dan aku tak ingat apapun lagi' Naruto membalas Arthuria yang bersidekap dada menatap Masternya dari Mindscapnya itu.
'Dasar laki-laki tak bertanggung jawab.' Cletuk Arthuria yang memicing tajam.
'He-hei! Apa maksutmu Arthuria-chan. Aku benar-benar tak ingat.' Naruto membela dirinya.
Karena memang benar dirinya tak ingat apapun. Yang diingatnya terakhir kali adalah di kedai makanan semalam. Dirinya dan teman-temanya sedang merayakan keberhasilannya.
Tapi sebelum tak sadarkan diri, memang dia diberikan sebuah minuman oleh gadis yang bernama Sasha itu dengan wajah tersenyum aneh pada Mikasa.
Yang Naruto pun tak tau apa maksudnya itu. Tapi dia tak berpikir negatif.
Dan berakhirlah dengan dirinya yang saat ini terbangun di atas kasur bersama seorang gadis yang tak lain adalah Mikasa.
'Master no Baka..'
Naruto hanya menepuk jidatnya mendengar gadis jelmaan pedang itu kembali mengumpatnya.
'Hah.. dan lagi kenapa dengan pakaian kami?'
Pandangannya tak lain mengarah pada pakaian laki-laki dan perempuan yang berserakan di kasur itu.
'Hah.. Gomennasai, Mikasa-chan..'
Pria pirang itu kembali memakai pakaiannya dan kemudian membuka selimut yang menutupi gadis cantik itu.
Sekali lagi, dirinya melihat surga dunia bagi kaum laki-laki. Sebuah tubuh tanpa busana yang tertidur pulas.
Mengangkat tangannya dan menepikan poni gadis itu yang menutupi wajahnya perlahan.
Iris shappirenya menatap wajah damai gadis cantik itu. Dengan tangannya yang bergerak turun ke pipi sang gadis. Dan perlahan berhenti di bibir ranum gadis cantik itu.
'Aku pernah merasakan milik Yugao-nee dulu. Apakah rasanya sama?' batin Naruto yang nampak tertarik dengan bibir Mikasa.
Sementara Arthuria hanya menepuk jidatnya mendengar ucapan pria itu. Tak habis pikir dengan kehidupan masternya ini.
Yang bisa dibilang bodoh atau polos.
'Perasaan apa ini? Tubuhku rasanya aneh..' melihat bibir gadis cantik itu, tiba-tiba tubuhnya merasa panas.
Pandangannya mulai turun dengan tangannya yang juga ikut turun ke leher gadis cantik itu. Dan terus turun sampai ke belahan dada Mikasa.
"Ehmm~.. ahmm.."
Sebuah suara desahan keluar dari bibir ranum gadis cantik itu yang masih tak sadarkan diri.
Membuat jantung Naruto semakin berdegub kencang mendengar desahan gadis itu.
Glek!
Naruto menelan ludahnya yang tercekat menatap dada gadis itu yang terekspos bebas didepan matanya. Sebuah perasaan yang berbeda dari sebelumnya ketika Yugao dulu memperlakukannya seperti ini.
Seperti ketertarikan khusus pada aset milik gadis ini. Padahal dia sering melihat melihat milik Yugao, tapi kali ini berbeda.
Pandangannya terfokus pada buah dada itu. Kedua tangan itu bergerak meremas pelan aset milik Mikasa.
"Ahnn~.. ehmm.. Ssshhh.." gadis itu semakin mendesah dalam tidurnya.
Puting merah muda yang menonjol itu membuat Naruto semakin gemas dan penasaran.
Merubah posisinya yang duduk, menjadi kembali tidur disamping gadis itu. Dan seakan mengerti, gadis itu memiringkan tubuhnya mengikuti Naruto yang kepalanya sejajar dengan aset miliknya.
Greb!
Aumph!
"Ahh~.. Sshhh~.. ehhmm~. Ahhh.."
Suara desahan gadis itu semakin keras ketika Naruto yang gemas pada si kembar, langsung melumat puting itu dengan mulutnya bergantian. Tak lupa kedua tangannya terus meremas dan memijat si kembar itu.
Hingga tak terasa, sesuatu dibawah perutnya mengeras. Dengan kulit paha gadis cantik itu mengapit barang milik pria pirang itu.
"Ahh~ ahhmmm.. uhh.."
Surai pirang itu semakin diremas oleh Mikasa yang nampak menggelinjang kenikmatan merasakan asetnya dikulum dan di remas lembut pria pirang itu.
Cup!
Mendengar suara gadis itu yang semakin membuatnya panas, pria pirang itu langsung menutupnya dengan bibirnya.
"Aulmm~ mmnnhh~.. sshh, ahh~"
Gadis cantik itu mendesah disela bibirnya yang dikulum Naruto yang mulai menikmati kegiatannya itu.
Ntah sadar atau tidak kedua tangan gadis itu melingkar ke pinggang Naruto dan mendekatkan Miss V nya pada milik Naruto yang sudah tegak sempurna.
Membuka kaki kirinya dan menempelkan V nya pada batang tegak milik Naruto perlahan.
"Ahh~.. Ahh~.. ahhmm! mmuahh~ ahhnn~.." gadis itu mendesah dalam ciumannya ketika lubang surgawinya di gesek perlahan. Membuat vagina gadis itu semakin basah.
"Agh..Mhhn.."
Naruto semakin menikmatinya ketika dirinya baru pertama kali menggesekkan miliknya pada lawan jenisnya ini.
Keduanya nampak menikmati kegiatan mereka yang semakin panas. Kedua tangan Naruto terus meremas dan memelintir puting merah muda itu tanpa henti.
Ntah prasaan apa ini. Tapi Naruto menyukainya. Ini prasaan yang berbeda dari sebelumnya.
Dia sudah sering melihat aset para wanita dulu. Tapi ntah kenapa, Mikasa berbeda.
"Ahhhhnnnmmhh~.." gadis itu semakin keras mendesah ketika lubang surgawinya terasa sesak dimasuki oleh milik Naruto hingga hampir seluruhnya masuk..
Deg!
'Agh!..'
Disela kegiatannya yang hampir miliknya masuk seutuhnya pada V gadis itu, dia harus merasakan sakit yang amat dikepalanya.
"Uhhmm~.."
Hingga perlahan pria itu mengeluarkan miliknya dari V gadis itu. Dan menjauhkan tubuhnya dari kasur itu.
"Aarrgg.. panas.."
Bahkan saat ini dadanya seperti terbakar. Panasnya bukan main. Ditambah kepalanya yang terasa ingin pecah membuatnya harus terduduk di lantai dan bersandar di dinding kamar Mikasa itu.
Perlahan dirinya bersila dan mengatur pernafasan. Berusaha mengatur Sesuatu yang disebut Reiatsu dalam tubuhnya itu.
.
.
.
Flashback.
.
.
.
Mindscape.
.
Disebuah tempat yang nampak putih dengan genangan air sebagai lantainya. Seorang gadis cantik bersurai pirang yang mengenakan pakaian armor besi didadanya dengan dres panjang berwarna biru yang roknya panjang semata kaki yang mengembang.
Duduk dengan pahanya yang menjadi bantalan seorang pria bersurai pirang yang saat ini nampak tak sadarkan diri.
Gadis cantik itu memandang khawatir pada pria itu seraya tangan kanannya mengelus Lembut Surai pirang raven dengan jambang itu.
Hingga perlahan, kelopak mata pria itu yang tadinya tertutup, nampak terbuka perlahan dan menampakkan iris blue shappire yang indah bagaikan langit biru itu.
"Arthuria.. apa yang terjadi padaku?"
Naruto bergumam dan merubah posisinya menjadi telentang. Menatap wajah cantik gadis itu yang menundukkan kepalanya.
"Aku tak tau, Master. Kau tak sadarkan diri setelah pertarungan itu." Balas Arthuria yang telapak tangannya menyentuh pipi pria itu.
"Aku ingat. Aku bertarung melawan Shinobi dan para Titan.. karna bantuanmu, kita berhasil." Pria itu tersenyum pada gadis itu yang juga tersenyum padanya.
"Tidak, Master.. kita memang berhasil, tapi saat kau menggunakan itu, seluruhnya diambil alih olehmu.." Arthuria memandang wajah bingung Naruto.
"Maksutmu? Bukankah kau yang menyuplay ma-.."
'Reiatsu..'
Ucapan Naruto terhenti ketika ia ingat sebuah kata yang muncul dalam ingatannya tiba-tiba.
"Benar.. Reiatsu. Apa kau tau itu apa Arthuria?"
Ucapan Naruto barusan membuat gadis itu sedikit tersentak. Namun kembali menatap Masternya dengan pandangan serius.
"Mungkin itu yang membuatku tak sadarkan diri, Master. Aku merasa tubuhku seakan dikekang oleh sebuah energy yang besar. Energy yang belum pernah aku rasakan darimu, Master.."
Arthuria tampak menjeda kalimatnya, dan menatap Naruto yang bangun dari tidurnya dan duduk dihadapan Arthuria menatap bingung gadis itu.
"Maksutmu, kau yang sudah hidup begitu lama baru pertama merasakan energy ini?"
Ucapan Naruto dibalas gelengan kepala berambut pirang gadis cantik itu.
"Aku tak tau itu apa. Karena Chakra dan Mana berbeda dari itu, tapi jika Reiatsu yang kau katakan itu.. aku pernah merasakannya namun sangat samar." Gadis itu tampak mengingat-ngingat kembali memory lamanya.
"Lalu.." Naruto semakin penasaran melihat Arthuria yang tiba-tiba memicing tajam menatapnya.
"Aku pernah merasakannya saat bertarung bersama Solomon-sama.. dia adalah yang disebut DFD.." Gadis cantik itu masih memandang serius Naruto.
"Siapa dia?" Tanya Naruto yang tak kalah serius.
Baru kali ini gadis cantik yang bersamanya dan membantunya dalam pertempuran nampak berubah drastis. Seakan dirinya sedang di introgasi untuk mengakui sebuah kesalahan yang bukan dirinya lakukan.
"Hah.. ingatanku masih sebatas itu, Master. Tapi aura itu memang samar-samar mirip. Jadi kemungkinan jika kau ingin tau lebih tentang itu kau harus mencari informasi lebih lanjut."
Gadis itu menghela nafas panjang dengan ekspresi berubah drastis, ketika ingatannya yang masih rusak belum sembuh total.
Pasalnya sudah sangat lama sekali setelah dirinya bertarung bersama King Solomon, kemudian tersegel dan bangun kembali di waktu yang terlampau jauh.
Dan hanya kedua nama itu yang muncul setelah pertarungan Naruto itu.
"Aku tau.. jangan dipaksakan Arthuria.."
Naruto menggenggam tangan Arthuria dan mengelusnya pelan. Sebuah senyum mengembang di wajah gadis itu seraya mengangguk pelan.
"Mm.. ketika kita bersatu dan aku mensuplay penuh Mana'ku padamu, aku merasa sesuatu yang tersegel dalam tubuhmu itu terbuka, saat itu juga aku tak bisa mengontrol diriku dan tak sadarkan diri, tapi aku sempat hanya bisa melihatmu bertarung tanpa bisa berbuat atau berkata apapun. Sesuatu yang kuat seperti mengekangku, dan memaksaku untuk diam, Master."
Itulah yang dirasakan Arthuria. Kekuatannya yang bersatu dengan Naruto, seperti membuka secara tidak langsung sesuatu dalam tubuh pria itu.
Mungkin itulah Reiatsu. Yang selama ini tersegel dalam tubuh Masternya.
Tapi anehnya, dia baru tau jika ada yang bisa menahan kekuatannya setelah sekian ribu tahun lamanya, selain pemiliknya dulu.
Arthuria adalah sebuah kekuatan dan jiwa yang berwujud sebuah pedang legendaris dari 1500 tahun yang lalu.
Yang bahkan dirinya adalah salah satu yang terkuat milik seorang legenda The King of Dark Magic, Solomon.
Manusia pertama dibumi yang menguasai sistem Mana dan pengguna Dark Magic terkuat.
Hingga dengan kekuatan Dark Magicnya, dia mampu memunculkan 72 Devil Pillars yang mampu meratakan sebuah negara sekaligus. Atau membunuh Dragon dengan mudah.
Arthuria ingat nama itu. Tapi tak ingat dengan wujudnya. Dia yakin pernah merasakan itu sebelumnya.
Termasuk..
"Master.. apa kau ingat dengan mendiang gurumu?" Arthuria tampak tersentak ketika mengingat sesuatu.
"Dia? Ha.. benar.. aku ingat. Dia juga tak memiliki Mana ataupun Chakra. Jangan-jangan dia sama pengguna Reiatsu?" Naruto tiba-tiba teringat pada mendiang gurunya yang sudah tiada karena faktor umur.
Pasalnya, satu-satunya orang yang melatihnya seni berpedang termasuk beberapa skillnya saat ini adalah orang itu.
Dia baru ingat jika gurunya itu tidak memiliki Mana ataupun Chakra, tapi dia mampu menciptakan tehnik-tehnik berpedang yang setara dengan Jutsu.
Reiatsu. Jika gurunya mempunyai itu dan seorang lagi yang dikatakan Arthuria, DFD. kemungkinan keduanya saling berkaitan.
Ini akan menjadi sebuah petunjuk untuknya.
"Kau ingat kan, ketika kita pertama bertemu? Sebelum gurumu meninggal.. aku merasakan sedikit energy asing dan itu mirip dengan yang kau miliki ini, Master"
Ini adalah sebuah fakta. Itulah kenapa dirinya tak bisa merasakan apapun dari kakek tua itu. Dia memiliki kontrol Reiatsu yang kuat dan mampu menekannya sampai ke titik terendah.
"Hm.. mungkin apa yang kau katakan benar. Mungkin aku harus melatih control Reiatsu ini. Agar kita bisa menyatukan kembali energy kita saat bertarung.." ucap Naruto yang dalam mode berpikirnya.
Entah akan berhasil atau tidak, tapi yang jelas Naruto tidak bisa menggunakan kekuatan itu dengan mengorbankan Saber.
Dia terbiasa bertarung bersama Saber. Namun jika efek dari Ittoushura memang separah itu, dia harus bisa mengkombinasikan tehniknya, Saber, dan Reiatsunya itu sendiri.
Mungkin akan lebih mudah jika menggunakan Mana dari Saber jika bertarung seperti biasa. Tapi itu tidak akan bisa membuatnya menguasai Reiatsu'nya dan mensincronkannya dengan Saber ditubuhnya.
"Mungkin kau Benar, Master.. Aku akan tetap membantumu.."
Arthuria tersenyum menatap pria itu yang kemudian pria pirang itu mendekatkan tubuhnya dan kembali membuat paha Arthuria sebagai bantalannya.
Gadis itu paham. Dan menyentuh Surai pirang Naruto lalu mngelusnya perlahan.
Naruto hanya menutup matanya merasakan nyaman dari gadis cantik itu.
.
"Arigatou.. Arthuria.."
.
.
.
Flashback end.
.
.
.
.
.
[(sAs)]
.
.
.
.
.
Academi Hagun, 09.00 Am.
.
Disebuah atap disalah satu gedung academi Hagun, nampak seorang gadis cantik bersurai indigo yang duduk di sebuah kursi panjang dengan membawa sebuah bento yang didalamnya berisi roti isi.
Gadis cantik beriris amethys itu nampak menggunakan seragam Academy dengan rok diatas lutut. Duduk bersebelahan dengan seorang gadis cantik bersurai silver yang mengenakan pakaian sama.
Keduanya membawa bento mereka masing-masing seraya memandang kebawah tepat kelapangan ditengah-tengah academi.
"Ne, Hinata-chan.. apa kau tak merindukan pria itu? Dia kan satu atap denganmu dulu." Ucap gadis cantik bersurai silver yang sedikit melirik gadis disampingnya.
Gadis yang disebutkan namanya hanya memerah pipinya seraya menundukkan wajahnya dibawah Surai indigonya.
"Mmm.. se-sejujurnya.. a-aku.." Gadis itu nampak ragu-ragu mengucapkan kalimatnya.
Apalagi ini tentang perasaannya. Yang jelas-jelas jika seorang gadis merindukan seorang pria yang pernah tinggal bersama itu pasti memiliki sebuah ruang dihatinya.
"Tak apa Hinata-chan.. katakan saja. Karena aku juga sangat merindukannya."
Seakan mengerti dengan isi pikiran Hinata, Rossweisse berbicara dengan santainya. Seraya tersenyum menatap gadis cantik bersurai indigo itu.
"A-ah.. A-Apa Sossweise-senpai menyukai Na-naruto-kun?"
Hinata yang mendengar itu merasakan perasaan yang entah apa. Seakan dirinya merasa kecewa dan tak bisa mengutarakan perasaannya sendiri.
Rossweisse yang menatap hinata nampak kecewa itu mengangkat tangannya dang menggenggam tangan kiri Hinata yang terkepal.
Dan menautkan jari-jari mereka. Hingga membuat Hinata sediki tersentak dan menatap tangan kanannya.
Gadis itu kemudian mengangkat wajahnya dan menatap senyum manis Rossweise dengan rona merah dipipinya.
'Senpai..' Batin Hinata bingung.
Hinata sebenarnya bingung. Akhir-akhir ini senpainya ini sering dekat dengannya. Padahal dia adalah seorang Sorcerer yang berbakat. Tapi sering mengajaknya makan bersama ataupun berangkat dan pulang bersama.
Padahal kelasnya berada di gedung sebrang di gedung C, Tapi dia mau datang ke tempatnya di gedung B ini.
Walaupun bukan hal umum untuk ketua kedisiplinan di Academi ini mau kemana saja hal yang biasa. Tapi untuknya ini hal yang aneh.
Sejak perginya Naruto, gadis ini sering menyendiri dan tak pernah terlihat akrab dengan siapapun. Kecuali dengan anggotanya jika ada keperluan biasa. Selebihnya hanya datar dan cuek yang diperlihatkan gadis itu.
Namun ketika bersama dirinya, ekspresinya seakan bebas. Mudah tersenyum dan sering bercerita.
"Apakah salah, jika kita menyukai seseorang yang baru kita kenal, Hinata-chan?" Rossweisse nampak memandang langit biru dengan awan yang nampak bergerak pelan diatas.
"Uhmm.. Tidak, kok.. menurutku, tak ada batasan kita menyukai siapapun. Walaupun orang yang baru kita kenal sekalipun."
Sejujurnya Hinata memang sedikit tidak enak berbicara seperti ini pada senpainya. Tapi Naruto pernah mengajarkan padanya.
'Jangan ragu-ragu dalam bertindak. Dan utarakan apa yang menjadi isi hatimu, bila itu akan menjadikanmu merasa lebih baik.'
.
.
.
Flashback.
.
.
.
Disebuah ruangan yang terkesan biasa saja, namun rapi dengan 2 kamar tidur 1 kamar mandi, dapur dan ruang tengah. Memiliki perabotan yang lengkap disana.
Seorang pria yang nampak duduk disebuah meja makan, dengan seorang gadis bersurai indigo yang nampak memasak didapur.
Gadis itu tampak memasak dengan senang. Terlihat dengan dirinya yang tersenyum dan memotong beberapa sayuran.
Naruto yang tampak bosan itu melirik pada gadis yang menggunakan approne didapur disebelah kirinya. Melirik pada apa yang dilakukan gadis itu.
Naruto berdiri dari duduknya dan berjalan kearah gadis itu. Tanpa sadar Naruto telah berada tepat dibelakang gadis itu seraya bersidekap dada. Menatap disela-sela bahu Hinata.
"E-eh! Aghh!.."
Seketika gadis itu terkejut dan membuat jari tangannya sedikit teriris pisau. Membuat darah nampak mengucur dari luka sobek itu.
Tap! Haup!
"A-Ah! Na-naruto-kun.."
Tanpa menunggu lama, pria itu langsung meraih jari Hinata dan memasukkannya kedalam mulutnya. Menghisap darah yang keluar dari jari telunjuk itu.
Membuat Hinata sedikit terdorong ke sudut meja dapur dengan Naruto tampak menghimpitnya dengan tangan kirinya dipegang oleh Naruto yang menghisap jarinya.
Wajah Hinata memerah padam. Jantungnya berdegub kencang. Kedua kakinya nampak serasa lemas mendadak. Ingin rasanya kesadarannya hilang saat ini juga.
Tapi tak bisa!
Cup.
Naruto melepas jari itu dari mulutnya. Ketika merasa darhnya sudah berhenti.
Mencari sebuah kotak p3k, dan memasangkan plester di jari gadis cantik itu perlahan.
"Gomennasai.. Hinata-chan. Aku mengagetkannu." Pria itu nampak merasa bersalah memandang gadis itu yang masih terdiam membisu.
Greb!
"Hi-hinata-chan.."
Namun detik berikutnya gadis itu pingsan dipelukan pria pirang itu yang mendesah pasrah.
.
.
.
Disebuah tempat yang terbilang sepi dihutan di sekitar Vermilion. Seorang pria yang mengenakan pakaian seragam academi Hagun berdiri dengan sebuah kuda-kuda.
Menatap seorang gadis cantik yang juga memakai seragam murid perempuan academi Hagun. memasang kuda-kuda bertarung di hadapan pria pirang itu.
Wuss! Wuss!
Dap! Dap! Dap!
Keduanya merengsek maju mengikis jarak diantara mereka. Gadis cantik berambut indigo itu nampak memukul dengan tehnik khas clan Hyuga. Tapi masih dapat ditangkis dengan mudah oleh pria pirang yang menjadi lawannya kali ini.
"Lebih fokus lagi, Hinata-chan!.."
Naruto berucap sembari menghindari serangan Taijutsu gadis cantik itu.
Hingga beberapa menit mereka berjual beli pukulan, tak ada satupun serangan yang mengenai pria itu.
"Hah.. hah.. ini belum selesai, Naruto-kun!"
Hinata yang nampak mulai kelelahan, namun dia tak akan menyerah begitu saja. Seketika membuat Heandseal dan memfokuskan Chakra nya di kedua tangannya.
Muncul sebuah Chakra biru menyelimuti kedua tangannya. Mata Byakugan'nya yang masih aktif membaca semua titik tanketsu milik Naruto.
'A-apa!..'
Seketika gadis itu tersentak kaget ketika melihat tak ada aliran energy apapun dalam tubuh pria itu.
Sring!
Seketika gadis itu kembali terkejut saat Naruto menghilang dari tempatnya.
Sring! Sret!
Tepat seperti dugaan Hinata, Naruto muncul dibelakangnya dan memberikan sebuah pukulan. Namun dihindari dengannya yang menunduk dan memutar tubuhnya.
"Heyaa!"
Buagh!
Pria itu nampak tersentak ketika serangannya berhasil digagalkan, dan sebuah bogem mentah berlapis Chakra mengenai telak perutnya.
Wuss! Brakk!
Pria itu terpental hingga menabrak sebuah pohon hingga tumbang. Debu mengepul menutupi area itu.
Byakugan gadis cantik itu masih aktif, namun tak bisa mendeteksi aliran energy lawannya.
Swuss!
Tap!
"Ha-ah!.. Na-naruto-kun!"
Hinata yang ragu, kembali melesat kearah kepulan debu itu. Dan seketika dirinya terkejut saat tepat berhenti didepan Naruto yang nampak tak sadarkan diri dengan kepalanya tertunduk.
Gadis itu Seketika menghilangkan mode bertarungnya dan menghampiri sosok pria yang terduduk bersandar pada pohon yang tumbang itu.
Gadis itu tampak khawatir dan mendekat. Tangannya terulur untuk menyentuh pria itu.
Greb!
Sret!
"Kyaa!!.."
Gadis itu dikejutkan dengan tiba-tiba sebuah tangan menariknya dan terjatuh kepelukan sang pria.
Hingga membuat gadis itu duduk dipangkuan Naruto, membelakangi pria pirang itu. Kedua tangan hinata dikunci tepat dibawah aset besar miliknya.
Kedua kakinya nampak terbuka lebar dengan kaki Naruto menahan kaki mulus gadis cantik itu. Hingga sesuatu berwarna putih terlihat jelas didalam rok gadis itu yang terbuka.
Pipi gadis itu semakin memerah ketika Naruto menempelkan dagunya di pundaknya. Dengan bibir dan hidung sang pria yang menempel di lehernya.
Memberikan sebuah prasaan aneh yang muncul ketika posisinya yang tak ada jarak itu, ditambah hembusan nafas pria itu yang menerpa kulit mulusnya.
"A-ahnn.. Na-Naruto-kunhh~.."
Gadis cantik itu nampak menahan sesuatu yang bergejolak ditubuhnya. Sensasi aneh yang muncul ketika pria ini terlalu dekat seperti ini.
"Kenapa kau ragu-ragu, Hinata-chan? Kau kalah hanya dengan sebuah trik.." Naruto berbicara pelan seperti sebuah gumaman di telinga gadis itu.
"A-Ahhnn.. Go-gomennasai, Na-Naruto-kunhh.."
Hinata hanya bisa pasrah dengan keadaan ini. Otaknya seakan blank ketika merasakan sensasi aneh yang terasa di telinganya akibat hembusan nafas pria itu.
Ditambah posisinya yang terduduk di pangkuan pria itu, merasakan sesuatu yang keras dibawah sana yang tepat mengenai area intimnya.
Dalam satu hari ini, sudah yang kedua kalinya gadis itu kembali dibuat seperti ini oleh pria itu.
Sejak tadi pagi ketika dirinya memasak, dan sore ini ketika melatih dirinya.
Ntah memang kebetulan atau apa. Padahal selama ini dia tidak pernah sedekat ini dengan pria lain.
Apalagi sensai aneh yang membuat tubuhnya gemetar dan membuat sesuatu dibawahnya itu kadang basah oleh kelakuan pria ini.
Aneh, tapi Hinata menyukainya.
"Hah.. Hinata-chan, kau jangan ragu-ragu dalam bertindak. Jangan menggunakan perasaanmu saat melawan musuh." Naruto tampak berbicara halus seraya menyibakkan rambut Hinata yang panjang dibelakang, kesamping.
"Mmmhhnn.. Naruto-kun.." Hinata hanya bergumam membalas perkataan pria itu.
"Kau tau, Hinata-chan.. kau sangat beruntung. Memiliki apapun yang orang lain inginkan darimu.." Naruto berucap datar. pandangannya kedepan kearah pepohonan di dalam hutan itu.
Dengan sinar-sina cahaya sore hari itu menembus sela-sela pepohonan. Kicauan burung terdengar merdu dengan hembusan angin pelan menggoyangkan surai mereka.
Sesuatu teringat dipikiran Naruto saat ini.
"Na-naruto-kun.. kau jangan bicara se-seperti itu.. aku bahkan tak seperti yang kau pikirkan."
Hinata yang dikatakan seperti itu hanya bisa menundukkan kepalanya.
Semua ingatannya tentang dirinya dari kecil hingga sekarang ini, dia tidak pernah menjadi kebanggaan kedua orang tuanya.
Dia masih kalah dengan kakaknya Hyuga Neji. Kakaknya bahkan diumur yang masih 12 tahun sudah mampu menguasai tehnik Juken. Tehnik khusus yang menargetkan titik Tanketsu dari lawannya. Mampu memaksimalkan pandangan Byakugan hingga 360 Drajat.
Sungguh kakaknya adalah kebanggaan bagi keluarganya.
"Aku paham, Hinata-chan. Tentang Clan Hyuga kan? Aku tau semua.."
Ucapan Naruto seketika membuat gadis itu kembali mendongak menolehkan kepalanya pada Naruto yang masih dipundaknya.
"Clan Hyuga, dengan Kekkai Genkai'nya. Salah satu dari 5 Pillars Shinobi. Tak heran jika banyak yang iri dan ingin berdarah Clan ternama sepertimu.." Naruto kembali menjeda kalimatnya.
Dalam pikirannya, ia mengingat dirinya yang dirawat oleh ibunya. Dari keluarga yang sederhana. Walaupun dia tau permasalahan yang dialami Clan Shiba, tapi dia tak memikirkan itu. Walaupun ada rasa dendam dalam dirinya ketika mengingat cerita itu, tapi dia juga tak bisa membunuh orang seenaknya. Karena dia tau, pelaku yang sesungguhnya pasti akan terbongkar suatu saat nanti.
Tapi yang dia sayangkan, adalah adik satu-satunya. Dia yang berlatih agar bisa melindungi orang yang dia sayang, bahkan harus menerima kenyataan pahit kalau dirinya tak dianggap kehadirannya oleh adiknya sendiri.
Dia tak iri dengan Hinata, hanya saja ketika dirinya melatih gadis itu, ia teringat dengan masalalunya. berbanding terbalik dengan dirinya yang harus berlatih otodidak.
Gurunya yang dengan senang hati melatihnya tak memiliki umur yang panjang. Seakan semua direnggut darinya.
Naruto tak menginginkan hal itu terjadi pada orang yang dekat dengannya.
Jika dengan dirinya yg jauh dari Miyuki, membuat gadis itu menjadi lebih baik. Maka akan dia lakukan dengan senang hati.
Hinata menggelengkan kepalanya perlahan.
"Naruto-kun.. a-aku tak sekuat mereka. A-aku bahkan belum memiliki kontrol Chakra yang baik sampai saat ini.. aku masih jauh dibawah, Neji-niisan.." Nampak sesuatu menggenang di pelupuk mata gadis cantik itu. Menahan perasaannya yang tiba-tiba menjadi down.
"Hiks.. hiks.. a-aku bahkan masih belum mampu menguasai Juken, dengan baik.."
Gadis itu nampak menumpahkan air matanya. Dia sudah tak kuat merasakan beban yang dihadapinya. Entah kenapa tiba-tiba dirinya menjadi serapuh ini dihadapan pria pirang yang masih mendekapnya itu.
Naruto yang mendengar ucapan gadis itu hanya mengubah posisi gadis itu hingga duduk miring dipahanya dan mendekap gadis itu didadanya.
"Yah.. aku paham yang kau maksud. Tapi itu bukan berarti kau harus menyerah begitu saja, Hinata-chan.. masih ada yang lebih jauh dibawahmu. Dan masih ada yang memikul beban lebih berat darimu, Hime..'
Naruto berkata dengan tangannya yang masih mendekap gadis itu. Seraya pandangannya menatap keatas langit biru dengan awan putih yang bergerak pelan.
"Ne, Hinata-chan.. jadilah dirimu sendiri, jadilah kuat. Biarkan orang lain berkata apapun tentangmu. Tetaplah berusaha, dan buktikan kalau kau itu bisa melampaui mereka.."
Naruto mengusap air mata yang ada dipipi gadis itu perlahan. Menatap iris Amethys yang memandangnya sendu. Namun sebuah senyum tipis masih terlihat di wajah cantik gadis itu.
"Pahami kelemahanmu, dan jangan ragu untuk bertindak.. utarakan apapun yang mengganjal dipikiran dan hatimu, bila itu akan membuatmu merasa lebih baik.. Jika tak ada yang mau mendengarkanmu, maka aku siap jadi pendengar yang baik untukmu.."
Kali ini pria itu nampak tersenyum. Dibalas anggukan pelan dari sang gadis yang juga ikut tersenyum.
Apapun yang gadis itu dengar, ini bukanlah pertama kalinya. Tapi entah mengapa pria ini slalu bisa membuatnya nyaman.
Dia memutuskan untuk berlatih siang tadi. Namun karena tak ada teman untuk berlatih, pria ini menawarkan diri.
Namun apa yang diperolehnya kali ini bukanlah sekedar latihan. Tapi sesuatu yang lebih berharga dari itu.
"Arrigatou.. Naruto-kun." Ucap Hinata pelan seraya pandangannya tak lepas dari iris blue shappire Naruto.
Entah apa yang ada dipikiran Hinata kali ini. Perasaan nyaman yang tak mau ini sampai hilang.
Jika ada sebuah pertemuan, maka dia berharap tak akan ada sebuah perpisahan.
Apakah dia boleh berharap seperti itu?
Tapi untuk sejenak, biarkan dirinya tenggelam dalam mata beriris blue shappire seindah langit biru itu.
Biarkan untuk sementara dirinya melayang dilangit.
Suatu perasaan aneh yang bergejolak dalam dirinya tak bisa ia tahan lagi.
gadis itu ingin melepaskannya. melepaskan perasaan yang selalu ada saat pria itu dekat dengannya.
Tak masalah walau hanya sementara.
Asalkan bersama dengan Naruto.
"Na-Naruhh.."
Gadis itu nampak ragu-ragu. Tapi perkataan pria itu barusan membuatnya memberanikan diri, mendekatkan wajahnya dengan pria itu yang memang sangat dekat sejak awal.
Naruto hanya mengangkat sebelah alisnya melihat gadis itu yang memerah dengan kedua tangan gadis itu yang mengalung dilehernya dengan tangan kanan gadis itu menarik lembut kepala pirang Naruto.
Cup!
Kedua mata gadis itu terpejam dengan bibirnya yang ia tautkan pada Naruto yang hanya membalas ciuman gadis itu dengan mata yang juga terpejam dan satu tangan meremas surai indigo Hinata. dengan satu tangan mengait ke pinggang ramping gadis cantik itu.
"Eulmhn~ Ahullmmnnh~.."
Gadis cantik itu mendesah terpejam. merasakan sebuah kenikmatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Sensasi nikmat yang semakin membuatnya penasaran dan melumat bibir Naruto.
Merasakan lawannya yang merespon dan membalas, gadis itu membuka akses mulutnya agar lidah pria pirang itu masuk kedalam rongga mulutnya dan mengobrak-abrik isi didalamnya.
dengan kedua bibir mereka yang saling berpagutan dan air liur yang menetes dari sudut bibir keduanya, Hinata semakin mengeratkan tangannya dan memperdalam ciumannya.
Tanpa memikirkan waktu yang menjelang malam, Naruto hanya mengikuti gerakan gadis cantik itu yang seakan tak mau melepaskan bibirnya hingga berlangsung lama.
.
.
Karena menurut Naruto, mungkin ini akan menjadikan gadis itu merasa lebih baik. Apapun akan dia lakukan untuk itu.
.
.
.
Flashback end.
.
.
.
'Naruto-kun..' Batin Hinata.
Yang saat ini terdiam dalam ingatannya. wajahnya tiba-tiba memerah padam. dengan kedua pahanya yang seperti gusar dan sesuatu terasa panas dibawah sana ketika mengingat adegan paling tak terlupakan menurutnya itu.
Mengingat seseorang yang telah merenggut ciuman pertamanya, dan semua perlakuan pria itu padanya.
Membuatnya semakin rindu.
"Umm.. maafkan aku, Hinata-chan.. aku mungkin tak sedekat itu dengan Naruto-kun dibandingkan dirimu. Tapi, aku tak bisa membohongi perasaanku.."
Rossweisse kini memandang kedua kakinya yang mulus itu. Seraya terbesit dalam pikirannya tentang pria pirang itu.
Gadis cantik berambut indigo itu membuyarkan lamunannya dan memandang ke arah gadis cantik yang ada disampingnya. Seraya tersenyum dan membalas genggaman tangannya dengan Rossweisse.
"Tak apa, Senpai.. a-aku mau berbagi, kok.." ucap Hinata lirih seraya sebuah senyuman di pipinya yang memerah.
Ucapan Hinata itu seketika membuat Rossweisse langsung menatap Hinata dengan terkejut. Semburat merah dipipinya nampak semakin tebal.
"Hihi.. Kalau begitu kita cari Naruto-kun sama-sama, dan menagih hutangnya pada kita Hinata-chan.."
Rossweisse dengan antusias berkata seraya tersenyum.
Entahlah apa yang dipikirkan Rossweisse. Dia memang seorang putri dari Clan Valkyrie salah satu 5 Pillars Sorcerer. Dia bisa saja mencari laki-laki seperti apapun untuk dirinya sendiri. Dia pun tau jika gadis bernama Hyuga Hinata ini pun menyukai Naruto.
Tapi entah kenapa dirinya tak mau yang lain selain pria itu. Pria yang penuh misteri, dan mampu mengambil hatinya. Yang bahkan dia rela jika harus membaginya dengan putri dari Clan Hyuga ini.
Tak masalah selama ia bahagia.
Walaupun pertemuannya yang terakhir tak begitu baik, tapi dia yakin suatu saat pasti akan bertemu lagi dengan pria itu. Dia yakin Naruto bukan orang jahat. Perasaannya seakan kuat dan yakin pada pria itu.
"Uhmm.. Rossweisse-senpai.." Hinata mengangguk pelan dengan senyuman manis terpatri diwajah cantiknya.
.
.
.
.
.
[(sAs)]
.
.
.
.
.
Disebuah ruangan yang saat ini nampak dua orang pria dengan style rambut yang berbeda. Dimana pria berambut merah yang nampak duduk di kursinya dan si pria berambut jamur yang sedang push up dengan tangan dibawah dan kaki diatas di tengah ruangan.
"998.. 999.. 1000.."
Wuss! Tap!
Setelah angka yang ditargetkannya tercapai, pria alis tebal itu melompat dengan kedua tangannya dan berdiri dengan normal kembali.
Mengelap keringat yang ada di tubuhnya dan berjalan menghampiri pria berambut merah yang nampak masih berkutat dalam pikirannya sendiri.
"Nagato-taichou.. kau masih memikirkan Naruto-kun?.." tanya Rock Lee yang menggenggam handuk kecil ditangan kanannya seraya menyeka keringat di dahinya.
"Hm.. apa kau sudah tau Lee-san? Naruto sempat bertarung dengan Miyuki-san, Rossweisse-san dan Kira. Dan diakhir pertarungan mereka, keduanya menghilang."
Ucapan Nagato membuat Lee bingung. Siapa yang menghilang? Kedua gadis itu masih ada. dia melihat mereka jam istirhat tadi pagi.
"Maksutmu siapa?.." tanya Lee bingung.
"Hahh.. yang ku maksut Kira, dan Naruto itu.. mereka berdua menghilang setelah insiden itu berlalu."
Nagato menghela nafas ketika Lee tertawa tanpa dosa seraya menggaruk kepala belakangnya yang tak gatal.
"Hehe.. Gomennasai, Taichou.. hmm.. kenapa Naruto-kun sampai sejauh itu? Bukankah ada adiknya, dan temannya sendiri? Walaupun aku tak tau siapa, Kira itu.." balas Lee yang masuk dalam mode berpikirnya.
"Ketika aku mendengar cerita dari Miyuki-san semalam, aku bisa mengambil kesimpulan.. Kira mungkin sosok pria yang baik, yang kebetulan datang Naruto disana membantu murid dari Zabuza, Haku.. yang melawan kelompok yang bernama Akatsuki.." Nagato menjeda kalimatnya seraya menatap serius Lee.
"Lalu terjadilah pertarungan Naruto dengan mereka bertiga." Balas Lee yang menebak alur cerita Nagato yang dibalas anggukan pria itu.
"Tapi yang membuatku heran adalah, kelompok bernama Akatsuki itu adalah kelompok kriminal yang beranggotakan Shinobi Missing Nin kuat Rank S hingga Ss. Mereka hampir setara Kage.."
Ucapan serius dari Nagato membuat Lee membolakan matanya shok.
"La-lalu?.." Lee semakin penasaran dengan cerita Nagato.
"Naruto datang saat terbunuhnya Haku dan Zabuza yang melawan Akatsuki. Hingga kedua Akatsuki itu dipukul mundur oleh Naruto.. seorang diri." Nagato masih memandang serius ke arah Lee.
Dalam pikiran Nagato memang itu hal yang mustahil. Apalagi bagi mereka yang masih berada di Academi. Melawan 2 orang Rank S seorang diri adalah hal yang mustahil.
Bukan karena apa, karena yang Naruto lawan adalah 2 orang Shinobi Missing Nin yang handal dalam mencari informasi dan membunuh targetnya.
Sudah sangat terkenal nama Akatsuki didunia Shinobi. Organisasi yang dulunya menerima bayaran untuk membunuh targetnya atau Misi gelap lainnya yang pasti sukses ditangan mereka.
Baginya hal yang mustahil untuk Naruto bisa mengalahkan mereka berdua hingga dipukul mundur seperti itu.
Kecuali jika ketiga orang temannya itu membantu mungkin masih bisa dicerna oleh logika. Tapi dari cerita Miyuki, Naruto melawan mereka berdua seorang diri.
"Sugoi! Naruto-kun memang hebat! Masa mudanya tidaklah sia-sia!.. itulah kenapa aku akan meniru jalan ninjanya!.. hiks.. aku harus berlatih lebih keras agar masa mudaku tak kalah dari Naruto-kun!"
Nagato seketika drop mendadak melihat respon dari Lee yang tak sesuai harapan.
Pria beralis terbal itu malah menangis gaje dengan air mata mengalir bak sungai dengan kepalan tangan keatas dan matahari bersinar disekitarnya dengan deburan ombak laut yang berkilauan.
"Hah.. sepertinya aku salah bercerita dengan pria yang terobsesi dengan Naruto ini.."
Nagato hanya menhela Nafas panjang. Melihat Lee yang kembali melakukan push up dan gerakan lainnya.
"20, 21.. Na-nagato-san.. jika itu adalah jalan ninja yang dipilih Naruto-kun.. 23, 24.. aku akan selalu mendukungnyaggh!.. aku tau dia itu kuat, aghh! 30, 31.. aku percaya dia adalah orang baik.. dan suatu saat nanti kita pasti berkumpul lagighh!!" ucap Lee yang mengacungkan jempolnya pada Nagato dengan Kilauan dari gigi putihnya.
Gubrak!
"Ittai!"
Perkataan Lee seketika terhenti ketika push up terbaliknya kehilangan keseimbangan dan membuatnya terjatuh telentang.
''Lee.."
Nagato hanya bergumam pelan ketika merasa tertegun dengan apa yang Lee katakan. Seakan tak ada masalah untuknya dan tetap mempercayai Naruto yang jelas-jelas menyerang temannya sendiri.
Sebenarnya apa yang dipikirkan orang itu? Hingga dia bertindak sejauh ini. Hingga melukapan rekannya sendiri yang sangat mempercayainya disini.
'Sebenarnya.. apa tujuanmu Naruto..'
.
.
.
.
.
[(sAs)]
.
.
.
.
.
Paradise island.
.
Didalam sebuah Castle yang megah dengan sebuah singgasana yang indah dengan ukiran yang terbuat dari emas. Jalan tengah yang dilapisi sebuah karpet merah maron yang lurus menuju pintu keluar dari ruangan itu.
Seorang gadis cantik yang duduk di sebuah singgasana berambut pirang panjang yang di ikat rapi. Memiliki tubuh indah proporsional dengan aset yang pas berbalut sebuah gaun indah berwarna kuning khas seorang ratu. Mengenakan sebuah mahkota kerajaan berwarna emas.
Iris mata birunya menatap seorang pria yang berdiri tepat didepannya dengan sebuah senyuman manis diwajahnya.
Sedangkan sang pria pirang yang mengenakan pakaian kaos dalam tanpa lengan dengan berwarna hitam, dibalut sebuah plat baja silver didadanya hingga pundak kirinya. Sebuah kain slayer terlilit di lehernya berwarna merah panjang yang menggantung hingga betisnya.
Bawahannya mengenakan sebuah celana panjang berwarna hitam dengan kantung kunai di paha kirinya dan sepatu khas Shinobi biru dikakinya.
Lengan kirinya nampak mengenakan sebuah arm guard. sarung tangan hitam setengah jari dikedua tangannya berlapis lempengan logam di punggung telapak tangannya.
Dengan tangan kanannya yang masih dilapisi perban, pria itu memberikan hormat dengan membungkukkan badannya seraya tangan kanannya menempel di dada kirinya.
"Terimakasih atas apa yang telah anda berikan pada saya, Historia-sama.. tapi, maaf.. saya tidak bisa tinggal disini lebih lama lagi."
Ucapan pria itu nampak mendapat helaan nafas panjang dari ratu yang nampak kecewa itu. Pria itu kembali berdiri tegak ketika penolakan halusnya sepertinya berhasil.
"Padalah kau bisa menjadi apa saja yang kau inginkan disini, Naruto-kun.. kau adalah yang paling kuat disini."
Gadis cantik itu tak habis pikir dengan jalan pikiran pria itu. Gadis itu sengaja mengundang Naruto kemari setelah ia siuman, untuk mengucapkan rasa terimakasihnya karena telah banyak berjasa di pulau paradise ini.
Memang sengaja sang ratu hanya ingin bicara berdua dengan pria itu. Agar tak ada yang mengganggu perbincangan mereka berdua nantinya.
Dan jika hasilnya sesuai keinginannya, akan langsung ia umumkan ke masyarakat Eldia di seluruh Paradise ini.
Tapi hasilnya sungguh mengecewakan. Pria ini tak menginginkan apapun. Termasuk tinggal disini dan menjadi kepala keamanan yang mencakup seluruh Paradise dibawah kepemimpinan ratu.
"Aku masih memiliki tujuan yang harus ku selesaikan, Historia-sama. Aku tak bisa tinggal disini lebih lama. Aku pun kemari untuk berterimakasih padamu karena telah menerimaku dengan senang hati.. aku sangat berterimakasih untuk semuanya." Ucap Naruto memberikan sebuah senyuman kecil diwajahnya.
Gadis itu kembali berpikir keras. Bagaimana caranya bisa mempertahankan pria itu agar tetap berada disini.
Masih ada 1 cara.
Gadis itu berdiri dari singgasananya dan berjalan perlahan dengan gaun kerajaannya mendekat kearah Naruto yang memandangnya bingung.
Gadis itu berhenti tepat di depan Naruto dengan jarak yang cukup dekat. Seraya kedua matanya bertemu dengan iris blue Shappire Naruto, menatap dengan serius pria itu.
Ini adalah satu-satunya cara agar pria itu dapat bertahan disini. Atau paling tidak dia akan kembali lagi kesini suatu saat nanti jika memang tujuannya sudah tercapai.
Bukan tanpa alasan. Banyak alasan yang membuatnya menginginkan pria ini untuk tinggal di Castle ini.
Karena banyak Titan yang sudah Eldia dapatnya, seharusnya tak perlu khawatir soal pertahanan. Semua sel dari Titan yang berhasil dikalahkan Naruto sudah tersimpan semua dengan aman.
Hanya tinggal 2 Titan yang belum mereka dapatkan. Dan itu sepertinya hanya menunggu waktu hingga saatnya tiba.
Tapi 1 hal yang membuatnya harus bersikeras untuk pria ini.
Seorang ratu tak bisa memimpin kerajaannya sendiri tanpa seorang raja.
.
.
"Aku akan memberikanmu sebuah hadiah terakhir yang tak boleh kau tolak sebagai rasa terimakasihku, dan seluruh masyarakat Eldia di Paradise Island ini, Naruto-kun.."
.
.
"Aku, Historia Reiss, dengan senang hati menerimamu sebagai seorang raja di Paradise Island ini."
.
.
.
.
.
To be continued..
.
.
Ending:
Michi To You All - Aluto
.
.
A/N: Assalamualaikum wr. wb.
Akhirnya bisa up juga kelanjutannya. Maaf mungkin masih jelek ya. Apalagi lime yang agak kaku hehe.
Tapi yah sekedar info saja untuk pairnya masih belum jelas. Tapi sudah sedikit terlihat.. walaupun masih sedikit.
Mungkin saya akan balas sedikit review dari pengguna akun ffn di chapter sebelumnya:
1. fans Naruto harem: thankyou.. saya usahakan fast up lah.
2. moulanasaktialmag: wkwk.. teletubies
3. wibowoteka: alhamdulilah saya tetap semangat lihat review kalian kawan.
4. IDR Raiden shogun: ok, i Will try my best. Waiting for the next review.
5. Alive to Die: bismillah nggak. Dan terimakasih sudah menunggu. Tetep ikutin dan ditunggu review-nya ya kawan
Mungkin Cuma itu yang baru bisa saya balas review-nya.
Untuk para guest jangan berkecil hati. Tetap ikuti WORLD, dan jangan lupa review-nya. Pasti akan saya balas di chapter depan jika reviewnya berupa pertanyaan yang perlu dijawab.
.
Mungkin itu saja yang saya sampaikan di chapter kali ini.
Untuk kalian yang masih setia membaca, kalian bisa mendownload aplnya Fanfiction di playstore agar lebih mudah mengakses ffn.
Dan untuk yang ingin tau image dari setiap character, dragon, sword dan info lain di World ini. Kalian bisa add FB saya dengan Nick name:
Kyoigneel
Foto sama dengan di bio ini. Semua image dari fict saya ada disana agar lebih mengena fellnya saat membaca.
Karena FB lama saya di hack Dangan nama yang sama. Jadi ya mau gak mau buat baru lagi.
.
Sekali lagi saya minta maaf jika ada yang tersinggung dan cerita yang terkesan gaje.
Semua ini hanyalah imajinasi dan fictif belaka yang tertuang di sebuah tulisan.
Terimakasih, jika ada kritik dan saran silahkan coret-coret dikolom Review.
Semua saya terima dengan iklas dan semoga menjadi berkah. Aamiin..
Sampai jumpa lagi dengan chapter selanjutnya!
.
Kyoigneel out!
