Hinata menggebu-ggebu menjelaskan, "dia menculikku kemari, Tan! Dia menjebakku membuat Naruto berpikir aku berselingkuh. Dia membuat Naruto mengusirku. Karena itu aku harus pulang, aku harus meluruskan kesalahpahaman di antara kami. Aku mohon bantuanmu, Tan!"
Kaguya tidak merespon tapi terdiam di tempat. Dua menit berlalu dan ekpresi wajahnya berubah syok. "Yaampun, Toneri! Tak kusangka dia melakukan hal seperti itu."
Bag belanjaan terjatuh dari tangan Kaguya dan perempuan itu menyentuh dadanya sembari mengambil nafas guna menenangkan diri.
"Aku pun begitu, Tan! Aku masih tak menyangka sampai hari ini dia melakukan hal seperti itu."
Kaguya mempertemukan kontak mata dan menyentuh kedua pundak Hinata guna menatapnya lekat. "Tenang, Hinata. Aku akan memarahinya!" Hinata merespon dengan anggukan cepat dan Kaguya meraih hp dari tasnya yang bertenteng di pundak.
Kaguya menelepon Toneri dan dengan cepat diangkat. Dia berkacak pinggang dan segera menghardik, "apa yang sudah kau lakukan, Toneri!"
Hinata tidak merasa senang melihat Toneri dimarahi. Sebaliknya, merasa bersalah di saat dia seharusnya tidak merasa demikian. Kaguya menyerocos, "aku pikir kau merebut Hinata dengan jantan! Aku pikir kau berduel dengan suaminya tapi ternyata kau menjebaknya?"
Hah??? Dahi Hinata mengernyit, tak berpikir Kaguya 'memarahi' Toneri dengan benar. Dia melanjutkan, "Itu adalah perbuataan yang sangat pengecut yang aku tahu dan aku tidak pernah mengajarimu seperti itu!"
Ragu-ragu Hinata mendekat, menyentuh lengan Kaguya dan menjelaskan, "Tan, tapi--" Kaguya menyela dengan menggangat tangannya.
Dia melanjutkan ocehan, "kau sangat memalukan! Apa kau adalah pria? Tidak seharusnya kau melakukan hal seperti itu."
.
.
.
Disclaimer : Demi apapun, Naruto bukan punya saya, punya Masashi Sensei, saya hanya pinjam saja.
(Hati hati typo, tulisan mendadak hilang, OOC, AU dan lain-lain. Udh usahain sebagus mungkin)
Treat You Better
by Authors03
.
.
Chapter 13
.
.
.
Kaguya mematikan panggilan setelah puas mengoceh. Dia mengembus nafas sebelum kembali pada Hinata. "Tenang, Hinata. Aku sudah memarahinya, dia tidak akan berani lagi!"
Hinata kebinggungan. Mulutnya terbuka tapi tidak tahu apa yang harus dikatakan. Maksud Hinata adalah Kaguya menegur Toneri soal sikapnya yang buruk dan mengembalikannya pada Naruto. Bila hatinya sangat baik, tolong bantu mereka memperbaiki hubungan tapi dia malah memarahi Toneri perihal Toneri merebutnya dengan cara yang tidak sesuai standarnya. Rasa-rasanya amarah Kaguya tidak memperbaiki masalah Hinata tapi seolah memberi Toneri lampu hijau.
"Kau masih tidak bisa memaafkan Toneri?" Kaguya menyentuh kedua pundak Hinata dan terlihat cemas. "Tenang, Hinata! Aku akan memerahinya secara langsung ketika pulang."
"Ta-tapi, Tan--"
"Masih belum cukup?" Kaguya panik, otaknya mulai berputar cepat guna menemukan solusi. Ketika menemukannya, dia segera menawarkan, "akan aku belikan kau perhiasan sebagai permintaan maaf! Benar, anggap saja sebagai permintaan maaf karena anakku gagal memperlakukanmu dengan baik."
Hinata belum sempat menolak dan Kaguya sudah menyeretnya ke sana dan kemari.
ITU BUKAN APA YANG AKU INGINKAN!!! jerit batin Hinata.
...
Selang beberapa jam Hinata diantar pulang oleh supir bersama setumpuk bag belanjaan sementara Kaguya pergi ke bandara tanpa bertemu Toneri atau memarahinya seperti yang dia janjikan.
Hinata tertekan. Dia tak sanggup melakukan apa pun dan hanya duduk merenung di atas sofa. "Aku ingin pulang ...," batinnya menjerit-jerit dan ekpresi wajahnya seolah tak bernyawa.
Pukul enam sore. Sebentar lagi malam dan Hinata masih belum menemukan solusi atas masalahnya. Dia terlalu fokus pada melamun sampai tidak menyadari Toneri sudah duduk di depannya entah sejak kapan, meja kaca setinggi lutut memisahkan mereka.
Semakin lama Toneri mengamati Hinata, semakin manis senyumnya. Omong-omong soal ocehan Kaguya tadi. Toneri tidak mendengarkan. Dia sedang menonton saat itu, ditemani semangkok cemilan dan semua yang keluar dari mulutnya hanya, 'iya. Oh. Oke.'
Itu lucu Hinata berpikir mengadu pada ibunya adalah solusi dan sepertinya Hinata telah menyadari kesalahannya. Toneri terkekeh tak sengaja, suaranya berhasil sampai di telinga Hinata dan membuyarkan fokusnya.
Buru-buru Hinata memperbaiki posisi duduk, dia tak katakan apa pun karena masih dilanda kebinggungan atas yang sedang terjadi.
"Kau bersenang-senang?" Toneri membuat topik pembicaraan.
Hinata tak merespon tapi jawabnya adalah tidak. Hinata hanya bisa membisu dan mengikuti Kaguya ke mana pun dia pergi. Mereka menghabiskan waktu untuk duduk dan menikmati semangkok es serut tapi tak banyak yang mereka bicarakan. Hinata tertekan, seluruh pikirannya hanya berfokus pada pulang.
"Ibumu ... sangat manis." Hanya itu yang melintasi benak Hinata.
"Benar." Toneri tersenyum seolah-olah pujian itu untuknya. "Ibuku sangat ramah, tidakkah begitu? Itu karena dia pernah sangat miskin, jadi dia tidak tahu bagaimana caranya sombong."
"Ibumu pernah miskin?" Hinata sedikit tertarik pada pembicaraan. Dia penasaran karena apa yang dia ketahui dari Naruto adalah Toneri sudah kaya tujuh turunan dari sebelum lahir.
"Itu sudah lama sekali sebelum dia menikahi ayahku. Dia sangat miskin dia bahkan bekerja sebagai pembersih sepatu di jalanan. Well ... aku tidak begitu mendengarkan ketika dia bercerita soal kehidupannya yang suram tapi aku yakin itu yang dia katakan."
Toneri lagi-lagi memamerkan senyuman manis. Sebenarnya dia malu mengingat ibunya sering kali bernostalgia tapi dirinya hampir tak pernah mendengarkan karena tidak tertarik.
"Wuaah aku tidak tahu itu," gumam Hinata, sebenarnya cukup kagum pada karakter Kaguya yang bersemangat dan manis. Padahal usianya sudah mencapai kepala empat tapi dia bahkan tidak terlihat setua itu.
"Kau tahu bagian menariknya?"
"Hm?"
"Ayahku jatuh cinta pada ibuku di saat ibuku membersihkan sepatunya. Dia bilang ibuku sangat cantik dan murah senyum, karena senyumannya, dia jatuh cinta."
Hinata mengganguk paham tapi kemudian dahinya mengernyit mempertanyakan mengapa Toneri tersenyum seperti itu? Dia terus mengerjapkan mata dan menarik kedua sudut bibirnya kian tinggi. Terlihat aneh dan seolah mengharapkan sesuatu. Ragu-ragu Hinata bertanya, "Kenapa ... kau tersenyum seperti itu?"
"Aku sedang mencobanya," ungkap Toneri. "Siapa tahu kau akan jatuh cinta juga." Kata-katanya yang blak-blakkan membuat Hinata menyemburkan tawa. Itu tidak lucu, hanya wajahnya yang tampan terlihat bodoh dan itu cukup menghibur.
"Kau terlihat aneh! Berhenti melakukannya." Hinata menggeleng kecil setelah puas tertawa.
Toneri tak merespon tapi beranjak menghampiri Hinata. Dia duduk di sebelahnya dan tiba-tiba mengambil tangannya untuk digengam. Hinata yang terkejut tidak sempat bereaksi. Toneri berkata, "aku senang kau ada di sini." Toneri tulus mengatakannya. "Meski aku yakin kau tidak begitu, tapi aku benar-benar senang bersamamu."
Hinata bukan tipikal yang pandai membenci seseorang apalagi mendendam. Mendengar dia yang telah menikamnya dari belakang berkata sebaik dan setulus itu saja sudah berhasil menyentuh hatinya.
Andai Hinata tak mengingat Naruto, dia pasti tersenyum meskipun kecut. Namun, karena dia masih mengingat suaminya, dia menarik tangannya menjauh dari tangan Toneri.
TO BE CONTINUE
ck ck ck
Toneri yang malang.
