Tik Tok Tik Tok

Detik demi detik berganti, suasana kaku masih menyelimuti Yamanaka Ino dan Uchiha Itachi. Ditempatnya, gadis bernama Ino tengah meremas jemarinya seraya menatap kearah jendela.

Sedangkan sang pria, menoleh sekilas kearah sang gadis lalu berdiri sembari memperhatikan sudut ruangan.

"Aku akan ke supermarket untuk membeli minuman. Sebaiknya kau tunggu disini." ucap si pria tampan.

Dengan perlahan Ino menoleh lalu kemudian mengangguk.

"Hai." jawabnya gugup.

Beberapa menit lalu sebuah adegan yang sangat dinantikan Ino nyaris terjadi, namun terhenti ketika si pria mengalihkan wajahnya kearah lain hingga berakhir mereka berdua yang menjadi canggung.

Ino menghembuskan nafasnya, mungkin Itachi sedang tidak berada dalam Mood yang baik.

Ya sudahlah..

Lebih baik ia berjalan mengelilingi rumah rumah ini.

.

.

.

Ino kemudian melangkah mendekati sebuah ruangan yang sempat ditunjukkan oleh Itachi, dimana Itachi mengatakan bahwa ruangan tersebut tidak boleh dimasuki oleh orang lain selain marga Uchiha, penasaran dengan isi ruangan tersebut Ino mengabaikan perkataan Itachi.

Sebelum memasuki ruangan Ino menoleh keseluruh penjuru ruangan untuk memastikan keberadaan orang, ketika tidak mendapati satu orang pun disana, dengan gerakan gesit Ino memutar handle pintu dan ajaibnya pintu tersebut terbuka, Ino pun tersenyum senang karena hal tersebut akan memudahkannya untuk masuk kedalam, karena terakhir kali saat ia mencoba masuk pintu itu dalam keadaan terkunci.

Ino kemudian masuk, dan seketika indra penglihatnya disambut dengan cahaya remang-remang dalam ruangan tersebut, sesat Ino terlihat bingung, dalam benaknya bertanya-tanya, mengapa ruangan itu tidak diberi lampu?

Padahal marga Uchiha merupakan keluarga yang kaya raya, mengapa penerangan pada ruangan yang dianggap sakral hanya diberi penerangan dua buah lilin?

Ino mengerutkan alisnya, ia tidak melihat ada sesuatu yang spesial ditempat ini. Ia pikir akan banyak harta seperti emas atau berlian.

Didepan sana hanya terdapat sebuah batu usang yang sudah sangat tua dan buruk, sambil menutup hidung Ino melangkah mendekati batu tersebut. Ino mengibaskan tangan didepan hidungnya, aroma menusuk dari ruangan tersebut membuat nafasnya menjadi sesak.

"Kenapa benda jelek seperti ini seolah disakralkan." ujar Ino seraya menautkan alisnya.

Karena penasaran Ino pun menyentuh batu tersebut lalu menggesek pola tulisan yang ada dibatu, dan karena semakin penasaran Ino mengorek salah satu tulisan yang ada disana, hingga sebuah ukiran disana berhasil menyayat jari tangannya, hingga membuat Ino segera menarik tangannya.

"Itai..!" ringisnya.

Ia berusaha menghapus darah dijarinya, lalu saat akan mundur Ino terpeleset hingga menyebabkan Ino jatuh terduduk, tanpa ia sadari jarinya yang mengeluarkan darah bereaksi dengan sebuah tulisan dilantai.

Hingga sebuah cahaya muncul dan mulai menerangi sekelilingnya, Ino menatap panik tempat tersebut, dengan buru-buru ia bangkit dan dengan panik mencoba berlari karena takut tempat tersebut akan meledak namun ia kembali terjatuh ketika tersandung oleh kakinya sendiri.

Dan kejadian tersebut membuat Ino meringis dua kali namun dengan mata tertutup, merasa nyeri dikakinya mulai hilang, Ino pun membuka kelopak matanya.

Cahaya yang sedari tadi menerangi tempat tersebut telah hilang, Ino pun menoleh sekeliling dengan lega, namun ketika menoleh kearah batu Ino terkejut dengan kehadiran seseorang, disana berdiri sosok pria yang sedang menatapnya dingin.

Ino terpaku.

"Siapa kau" tanya pria tersebut dengan nada menusuk.

Lama terpaku akhirnya Ino kembali tersadar dan memasang wajah terkejut.

"Nani? Seharusnya aku yang berkata begitu!" ujar Ino ketus.

Pria tersebut masih menatapnya dingin, sedangkan Ino masih sibuk menelisik penampilan pria didepannya, rambutnya hitam dan panjang, dan yang membuat Ino heran adalah dengan model rambut bagian atas pria itu yang dipotong pendek, serta dua kuncir rambut yang dililit perban yang membingkai kedua sisi wajahnya.

Penampilan pria itu benar-benar terlihat sangat aneh, ia belum pernah melihat penampilan seperti itu diluar sana.

Alis pria itu pendek, dan terlihat berbeda dari penampilan pria pada umunnya, serta sekitaran kelopak mata bawahnya memiliki tanda berwarna ungu. Baju yang dikenakannya model kimono berwarna putih terang berkerah tinggi serta bagian pinggang bajunya diikat oleh sabuk gelap.

Sejenak Ino berpikir, rasanya ia tidak pernah melihat orang menggunakan pakaian seperti itu, pikiran Ino mendadak dipenuhi oleh 5 suku kata, yaitu..

Hantu!

Hingga seketika membuat nafasnya menjadi naik turun. Lalu dengan panik Ino bangkit lalu berlari.

"HYAaa! Hantuuu!" pekik Ino lalu berlari kearah pintu, namun saat akan sampai dipintu Ino pun berhenti, ia kembali berpikir, apa mungkin penampilan hantu setampan itu?

Heh? Baka!

Kenapa ia masih sempat-sempatnya mengamati wajah pria itu tadi?

Apa mungkin karena gagal mendapat satu ciuman dari Itachi, menyebabkan otaknya jadi error?

Ino kembali menoleh kearah pria misterius tersebut, dan yang membuat Ino terkejut adalah ekspresi diwajah pria itu yang masih sama seperti pertama kali ketika Ino melihatnya.

Masih dingin dan bahkan kini menatapnya dengan angkuh.

"Kau bukan arwah penasaran kan?" tanya Ino.

Pria tersebut mendecih.

"Bodoh!" umpat pria tersebut.

Mendengar umpatan kasar tersebut diarahkan kedirinya, mimik wajah Ino pun seketika berubah hingga membentuk sebuah kerutan tidak suka didahinya. Ia yang awalnya ketakutan kini berubah menjadi kesal.

"Nani!? Kau mengatai aku bodoh?!" hardik Ino.

Namun seolah tidak mempedulikan kekesalannya, pria itu kini menoleh kearah belakang lalu menatap kearah Ino dengan ekspresi menusuk.

"Bagaimana kau bisa mendapatkan batu ini!?" tanya pria tersebut dengan nada mengintimidasi, seolah mengabaikan kekesalan yang tengah melanda gadis didepannya.

"Apa?!" tanya Ino dengan nada frustasi hingga membuatnya semakin kesal.

"Apa aku perlu mengulang pertanyaanku mengenai batu itu!?" ujar pria itu dengan nada menusuk.

Ino semakin dibuat emosi, tanpa rasa takut sedikitpun Ino mempelototi pria tersebut.

"Kau benar-benar pria yang tidak tahu tata krama! Apa kau tidak pernah diajari sopan santun ketika bertanya pada orang?!" pekik Ino.

Pria tersebut mendecih dengan ekspresi angkuh, lalu menarik sebuah benda dari belakangnya, lama memperhatikan kedua bola mata Ino pun membelalak.

"Wanita memang makhluk yang berisik dan tidak berguna." ujar pria itu dengan nada angkuh.

Seluruh tubuh Ino seketika bergetar, tiba-tiba ia merasa takut dengan aura pria itu, dan nafasnya seketika tertahan ketika pria itu mengayunkan pedang kearahnya.

Merasa dirinya terancam Ino pun berteriak memohon ampun.

"Iyaaa!"

"Tolong kumohon jangan bunuh aku! Aku minta maaf jika perkataanku menyinggung perasaanmu!" ujar Ino sekeras mungkin, Ino kemudian berlutut didepan pria itu.

Masih dengan perasaan takut Ino menyatukan kedua tangannya sembari memohon ampun, Ino memberanikan diri menatap pria tersebut.

"Mengenai batu itu aku tidak tahu, ini bukan rumahku ini rumah kekasihku, dia sempat bilang bahwa ruangan ini merupakan tempat sakral, karena berisi benda peninggalan leluhur keluarganya."

Ino memasang wajah memelas agar pria itu tidak jadi melakukan sesuatu yang buruk padanya. Sesaat wajah pria tersebut berubah, ekspresinya terlihat terkejut ketika mendengar penjelasan dari Ino.

"Leluhur katamu" tanyanya dingin, tatapan angkuhnya semakin tajam menyorot Ino.

"Hai." sahut Ino ketakutan.

"Sou Ka, aku mengerti." ujar pria itu lagi.

Ino memperhatikan gerik pria itu.

"Aku sedang berada di zaman yang lain." ujarnya seorang diri.

Ekspresi datar masih terpasang diwajah pria itu, dan dalam sekali kedipan mata pria itu sudah berada dihadapan Ino dan pria tersebut mengarahkan pedang tepat dilehernya. Ino pun berteriak histeris.

"Hahhh?? Apa salahku?! Bukan kah aku sudah menjawab pertanyaanmu!?" pekik Ino ketakutan.

Pria itu tidak merasa terganggu dengan teriakannya, yang membuat Ino heran adalah tatapan pria itu berubah menjadi tatapan mematikan.

"Bagaimana caranya keluar dari zaman ini!"

Pria itu mendekatkan pedang tersebut kearea leher Ino, dengan tubuh gemetaran Ino menatap ketakutan kearah pria tersebut.

"A- Aku tidak tahu.." sahut Ino dengan ekspresi ketakutan.

Pria itu menekan permukaan pedang dilehernya.

"Jangan bunuh aku. Aku masih ingin hidup." ujar Ino memohon Ino kini menutup matanya.

Pria tersebut semakin menekan permukaan pedang dilehernya hingga sebuah cairan hangat terasa menuruni leher Ino. Kelopak mata Ino memejam ketika merasakan nyeri disekitaran kulit lehernya yang tersentuh mata pedang.

"Ak- Aku akan membantumu mencari jalan pulang, asal jangan bunuh aku, aaah?" pinta Ino dengan nada memelas, Ino pun melayangkan tatapan memohon pada pria tersebut.

Pria itu masih memasang wajah dingin.

"Aku berjanji akan mencari jalan pulang untukmu, kau pasti ingin segera pulang kan?" tanya Ino dengan nada bergetar.

Pria itu menjauhkan pedangnya.

"Ya."

Pria tersebut menarik pedangnya lalu meletakkan kembali pedangnya. Ino pun seketika terduduk lemas, setelah merasa terancam selama beberapa menit ia akhirnya bisa lepas dari tindakan mengerikan pria itu, lewat sebuah janji yang berisi sebuah kebohongan.

Yang penting ia selamat dulu, masalah mencari jalan pulang untuk pria itu bisa dipikirkan nanti.

"Kapan kau akan menepati janjimu" ujar pria tersebut dengan nada mengintimidasi.

Seolah baru ingat Ino pun sesegera mungkin menegakkan tubuhnya, lalu menatap pria itu.

"Aku akan mencari tahu dulu latar belakang dunia asalmu, beri aku waktu untuk mempelajari bagaimana caramu datang kemari." sahut Ino sembari menggigit bibirnya.

Pria itu menatapnya dingin.

"Aku akan mengawasi pergerakanmu selama mencari jalan pulang untukku." ujar pria tersebut.

"Jika kau berdusta, maka nyawamu jadi taruhannya." ujar pria itu lagi.

Ino menelan liurnya.

"Apa maksudnya kau akan mengikuti aku kemanapun aku pergi?" tanya Ino gugup.

"Itu bertujuan untuk memastikan kau menepati janjimu." sahut pria itu dingin.

"Tetapi akan berbahaya jika orang-orang melihatmu. Jika kau ditangkap maka aku semakin tidak bisa membantumu pulang." ujar Ino yang seketika menelan gugup liurnya.

Pria itu kembali menarik pedangnya, dan dugaan Ino benar ketika melihat pedang itu kembali menempel dilehernya.

"Jangan bermain-main denganku!" ancam pria itu.

"H - Hai tetapi aku berkata benar."

"Ak - Aku ada solusi, bagaimana jika selama aku membantumu, kau tinggal saja dirumahku tetapi dengan syarat orang-orang jangan sampai melihatmu." ujar Ino ketakutan.

Ia tidak memiliki pilihan lain selain menyuruh pria itu tinggal dirumahnya agar tidak membuntutinya kemana pun ia pergi.

Pria itu diam dengan ekspresi datar.

"Sementara kau berdiam diri dirumahku, aku akan mencari cara bagaimana kau bisa kembali pulang."

Pria itu memandanginya dengan serius.

"Tetapi jangan gunakan pedangmu lagi, nanti orang-orang bisa menangkapmu." ujar Ino panjang lebar.

Pria tersebut melayangkan tatapan yang lebih sadis hingga membuat Ino semakin ketakutan.

"Siapa yang berani menangkapku." ujar pria tersebut.

"Ano.. bu - bukan seperti itu, tetapi zaman ini bisa kacau jika kau menggunakan senjatamu." ujar Ino gelagapan.

"Aku tidak takut." sahutnya dingin.

Ino mendecak.

"Bukan! Kalau orang-orang mengetahui asalmu dari mana, kau tidak akan bisa pulang, dan tempat ini akan ditahan oleh polisi." ujar Ino mencoba menakuti pria didepannya.

"Maka aku akan semakin kesulitan membantumu untuk mencari jalan pulang, apa kau mau berada dizaman ini terus-terusan?" ujar Ino agar pria itu mematuhinya.

Lama menatapnya akhirnya pria tersebut mengangguk setuju.

"Kalau begitu kita pulang sekarang, berbahaya jika kau dilihat oleh orang-orang dirumah ini, pemilik rumah Ini adalah jendral polisi." ujar Ino dengan ekspresi wajah gusar.

Pria tersebut masih mempertahankan ekspresi dinginnya.

"Ayo!" seru Ino dan tanpa sadar menarik lengan pria tersebut.

Namun gerakan Ino tertahan ketika pria tersebut menepis tangannya dan memelintirnya kebelakang.

"Akh!" ringis Ino kesakitan.

"Jangan menyentuhku." ujar pria tersebut dengan nada menusuk.

Ino seketika bergidik ngeri.

"H - Hai, Wakatta Wakatta." ujar Ino dengan ekspresi kesakitan.

Setelahnya lengan Ino dilepaskan oleh pria tersebut, sembari mendengus dengan gerakan kesal ia membuka pintu.

"Ayo." ujarnya masih kesal.

Setelah pria itu keluar Ino pun menutup pintu lalu mengajak pria tersebut berlari.

"Sepertinya kau harus berganti baju agar orang-orang tidak curiga padamu."

"Tidak!" jawab pria tersebut dingin.

"Nani?" Ino menatap frustasi pria itu.

"Tetapi orang-orang bisa mencurigaimu." ujar Ino panik.

Pria tersebut melewatinya dan dengan santainya membuka pintu, sejenak pria tersebut terpaku pada pemandangan luar.

Pria tersebut lalu melompat keatap rumah hingga membuat Ino tercengang.

"Dimana rumahmu?" tanya pria tersebut dari atas atap.

"Masih jauh, akan memakan waktu sekitar 30 menit dari sini." ujar Ino.

"Tetapi aku akan ikut taksi." ujar Ino lagi.

Ino buru-buru menutup pintu rumah dan mulai melangkah keluar area rumah.

"Apa maksudmu" tanya pria tersebut datar.

"Benda yang seperti itu." Ino mengarahkan telunjuknya pada sebuah kendaraan yang lewat.

Pria tersebut melompat turun dari atap rumah, dan tanpa persetujuan darinya pria tersebut membawanya melompati atap rumah.

"Hyaaa!" pekik Ino ketakutan, kedua tangannya reflek memeluk erat tubuh pria tersebut.

Ino memejamkan matanya saat melihat arah bawah.

"Siapa kau sebenarnya?" tanya Ino.

Pria itu hanya diam dan masih melompati beberapa atap rumah.

"Tunjukan jalan menuju rumahmu." ujar pria tersebut.

Ino memberitahu arah menuju rumahnya, dan pria tersebut melompat mengikuti arahan darinya. Dalam diam Ino memperhatikan wajah pria tersebut, dalam waktu satu detik ia jadi terpana dengan ukiran wajahnya.

o

o

o

o

Ino dan pria tersebut sudah sampai diatap rumah.

"Ayo turun disana." Ino menunjuk kearah samping rumah.

Tanpa aba-aba sedikitpun pria tersebut membawanya turun.

"Hyaa!" jerit Ino.

Dan setelahnya Ino menutup mulutnya.

"Bisakah kau memberitahuku dulu sebelum melompat? Bagaimana jika aku terjatuh?!" omel Ino.

"Kau tidak akan terjatuh." bantah pria tersebut dengan nada datar.

Ino mendengus, "Terserahlah." ujar Ino.

"Ikuzo!" ajak Ino sembari berbisik.

"Jangan sampai kau terlihat oleh ibuku dan orang-orang rumah, mengerti?" ujar Ino.

Sembari mengetuk dagunya, seolah baru mendapat ide Ino pun menatap pria itu dengan mata berbinar.

"Aku akan masuk duluan, setelah aku masuk kekamarku, aku akan memanggilmu lewat balkon kamarku." ujar Ino lalu mengarahkan jari telunjuknya kearah lantai 2.

Pria tersebut hanya menatapnya datar, Ino menghembuskan nafas kesal, tanpa mengucapkan sepatah katapun Ino berjalan menuju halaman depan rumah.

Ino kemudian memencet Security System lalu berlari masuk kedalam rumah.

o

o

o

o

Ino buru-buru mengunci pintu kamarnya, lalu dengan tergesa berlari menuju balkon kamar, namun saat membuka pintu balkon Ino pun terkejut ketika melihat pria tersebut sudah berdiri didepan kamarnya.

Dengan panik Ino pun menyuruh pria itu masuk.

"Cepat masuklahhh! Jangan sampai kau dilihat oleh orang." pinta Ino.

Setelah pria itu masuk Ino pun dengan cekatan menutup pintu balkon kamar, lalu setelahmya menatap pria yang sedang melihat keseluruh penjuru kamarnya.

Dengan ragu Ino mencoba bertanya.

"Ah.. Ano boleh aku tahu siapa namamu?"

"Indra." jawab pria itu singkat.

"Hn? Indra Ka." gumam Ino.

"Indra-san." panggil Ino.

Pria itu menoleh dengan ekspresi datar.

"Untuk sementara kau akan tinggal dikamarku, aku akan membawakanmu makan, kau bisa mandi disini dan melakukan apapun, tetapi jangan pernah keluar kamar dan keluar balkon itu." ujar Ino panjang lebar.

Pria itu diam tak menjawab.

Ino menutup matanya seraya menghembuskan nafasnya, ia meyakinkan dirinya untuk harus tetap sabar menghadapi pria itu, ia tidak boleh gegabah untuk sembarangan memarahi pria mengerikan itu.

Ia bahkan menyesal menawarkan pria itu untuk tinggal dirumahnya, karena bisa saja pria itu membunuhnya saat ia tidur.

"Jangan sampai orang melihatmu, dan jika aku pergi keluar kau tunggu saja disini sampai aku pulang, mengerti?" ujar Ino lagi.

Pria itu tidak merespon, wajah datarnya hanya memperhatikan sekitar. Melihatnya Ino pun mendengus.

"Kuharap kau mengerti. Aku akan membawakanmu kasur. Kau akan tidur dibawah dan aku diranjang." ujar Ino lagi.

Pria tersebut tak menyahut, Ino mengemeretakan giginya, lama-lama ia bisa gila berhadapan dengan pria ini.

"Tsk!"

Ino memalingkan wajahnya kesal.

Lewat ekor matanya, pria itu mulai bergerak dan nafas Ino semakin tersendat ketika melihat pria itu mendekatinya.

Ino menelan liurnya gugup.

"Jangan lupa bahwa kau harus menepati janjimu." ujar pria itu dingin.

Ino masih membeku.

"Jika kau mengingkari janjimu, aku tidak akan segan menambah luka dilehermu." ancam indra.

Dengan tubuh bergetar Ino mengangguk.

"Hai." jawab Ino patuh

oOoOo

Langkah kaki Ino dengan tergesa memasuki sebuah perpustakaan, dimana disana tertulis mengenai sebuah koleksi literatur tentang zaman kuno jepang.

Seorang pria yang mengikuti Ino dari tadi terdiam dengan pandangan heran.

o

o

o

Iris mata Ino bergerak mengikuti tulisan yang tertera di tiap halaman, perhatiannya masih fokus pada kalimat yang ia tidak pahami. Bahkan ia tidak menyadari kedatangan seseorang yang sedang duduk disebelahnya.

Merasa kedatangannya diabaikan oleh Ino, seseorang tersebut menyentuh lengan Ino secara tiba-tiba hingga membuat Ino terkejut bukan main.

"Itachi-Nii" ujar Ino kaget.

Pria tersebut tersenyum tipis.

"Kau berubah menjadi gadis kutu buku setelah kutinggal pergi kesupermarket."

Ino tertawa pelan.

"Ah, Hai. Aku sedang mencari sejarah era zaman Kuno." jawab Ino tidak fokus.

Itachi diam sembari memperhatikan wajah Ino yang terlihat prihatin. Gelagat Ino pun terlihat aneh, Ino beberapa kali menghindari tatapan mata Itachi.

Itachi menggenggam tangan Ino hingga membuat Ino terkejut.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Itachi.

Dengan mimik wajah khawatir Ino menatap Itachi. Belum sempat Ino mejawab, Itachi kembali menyentuh sebelah pipinya hingga membuat Ino tersipu.

"Maukah kau pergi bersamaku." ajak Itachi.

Seakan lupa dengan permasalahan Indra, Ino pun menyetujui ajakan Itachi.

o

o

o

o

Ekspresi wajah Ino kembali terlihat gelisah, tanpa sadar ia menggigit bibirnya dan gelagatnya tersebut semakin membuat Itachi heran.

"Ino kau baik-baik saja?"

Seakan terkejut Ino pun menatap Itachi.

"Hai, aku baik-baik saja." Ino menyematkan senyum, sedangkan Itachi dapat membaca arti senyuman yang disunggingkan Ino.

"Ada apa denganmu? Hari ini kau tampak berbeda." ujar Itachi.

Ino kembali menyematkan sebuah senyum, hingga membuat Itachi menatapnya dengan intens kini.

"Aku baik-baik saja Itachi-kun."

Itachi tersenyum miring.

"Kenapa tidak mau berbagi cerita denganku? Padahal aku bisa membantumu untuk mencari solusi." ujar Itachi.

"Aku.. Aku bingung ingin memulai dari mana. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan" ujar Ino telihat gusar.

Ino terdiam ketika Itachi menggenggam tangannya.

"Berbicaralah perlahan. Aku akan mencoba untuk memahami." ujar Itachi.

Ino menelan liurnya.

"Ano.. Itachi-kun apa kau percaya dengan Time Travel ?" tanya Ino, kening Itachi terlihat berkerut.

Melihat respon Itachi Ino pun menghela nafas kecewa.

"Sudah kuduga kau pasti tidak akan percaya." ujar Ino lagi.

"Time Travel dengan segala teori membingungkannya merupakan suatu hal yang mustahil." sahut Itachi, Ino terdiam dengan lemas.

"Sudah kuduga." ujar Ino kecewa.

"Tetapi mungkin bisa terjadi, namun banyak orang meragukannya. Karena pencetus teori tersebut tidak pernah bisa membuktikan fakta itu lewat sebuah eksperimen ataupun riset." papar Itachi.

Ino semakin kecewa mendengar jawaban dari Itachi.

"Atas dasar apa kau tertarik membahas tentang Time Travel?" tanya Itachi.

"Apa seseorang terdekatmu tengah mengalamiTime Travel sehingga menyebabkanmu seperti ini?" tanya Itachi lagi.

Ino seketika terpaku.

Begitupun dengan Itachi, ia membalas tatapan Ino, sembari mempelajari ekspresi unik yang ditimbulkan Ino.

Sedangkan Ino masih membeku, ia menyadari sudah terlalu lama berada diluar tanpa mendapatkan satu informasi pun untuk jalan pulang Indra.

Hah?!

Tanpa pamit pada Itachi Ino pun segera berlari keluar dari Cafe meninggalkan Itachi yang diam dengan tatapan curiga.

TBC

Hello guys :)

this is story for my INOcent! :v

hope you like it! Sorry ya gw dateng2 bawa cerita kaga jelas tanpa nyelesein story yg udah lama bgt yg istilahnya udah kelaperan, ini udah tahun 2024 ya masih ada ga sih yg baca FFN?

pasti gada sih ya, apalagi ini storynya gila.

oke last but not least!

WARNING! buat yg ga suka, ga usah baca!