Title : Shadow Warrior chapter 8

Genre : Friendship/Brothership, fantasy, action, horor

Rating : Fiction T

Cast : Kyuhyun, Leeteuk, Sungmin, Yesung, Kangin, Kibum, Donghae

Disclaimer : All them belong to themselves and GOD.I own only the plot.

Warning : Fanfic just Fanfic, typos, geje , if read don't bash, jangan meng-copy paste meskipun menyertakan nama; Share saja dalam bentuk link ffn, tidak kurang dari itu. Gomawo

Summary :

. . Catatan kecil : Readerdeul, chingudeul, tahun 2015 aku mencoba membagi waktu dengan baik (*niat kan boleh, syukur2 kesampaian kkkk) Jadi supaya nggak terlalu berat, ff ku akan aku muat secara kecil2 alias pendek. Scenne ini selesai, update, scene ini selesai, update...semacam itu Mungkin akan terasa kurang krn biasanya kayak SW ch7 kemarin 33 halaman. Tapi aku pikir ini akan lebih ringan buatku, jadi bisa mengerjakan yg lain sekaligus ff nggak terlalu lama jarak antar chapternya... Oh iya, ada kesalahan fatal untuk Ch 2 jadi aku ralat di AFF dan FFN. Ini baru sadar pas bikin ch 6 tentang segel menyegel. Terima kasih buat pengertiannya dan terima kasih masih setia membaca dan mereview ff ku hehehe Review memang bukan segalanya, tetapi dgn review setidaknya para author jadi semangat krn tahu bgmn tanggapan reader kepada ff nya. Kamsahamnida

.

.

Shadow Warrior

Chapter 8

.

Tangan Kyuhyun membalik tubuh sang penyusup dengan cepat, menekannya dengan keras ke dinding hingga penyusup itu meringis kesakitan. Pedangnya kembali menempel di leher namja yang tidak dikenalnya, yang menatapnya dengan wajah ketakutan.

"Jeoha, aku Donghae. Apa kau tidak mengenaliku?"

Kyuhyun memandang Donghae dengan wajah mengantuk.

"Dong…hae…? Kau… Dong…hae….? Akhirnya kau datang…." Kyuhyun tersenyum tipis.

Donghae terkejut ketika tangan Kyuhyun yang memegang pedang terkulai sehingga pedangnya terlepas. Tekanan terhadap Donghae juga hilang karena tubuh Kyuhyun melayang jatuh. Donghae segera menangkapnya. Dengan cemas, ia membaringkan Kyuhyun di pembaringan, dan menyelimutinya dengan rapat.

"Jeoha, ternyata kau tertidur." Donghae memajukan mulutnya melihat raut wajah Kyuhyun tampak begitu tenang. "Aku kira kau pingsan. Kau benar-benar membuatku cemas. Bagaimana bisa kau bangun dan menyerang seseorang, lalu kembali tertidur? Bagaimana kalau mereka benar-benar berniat mencelakakanmu?"

"Itu karena Donghae-ya…"

Donghae nyaris terlonjak saat Kyuhyun menjawabnya. Namun kedua mata Kyuhyun tetap terpejam, hanya tubuhnya yang bergerak menghadap ke arah Donghae.

"Karena itu Donghae-ya…."

Senyum terukir lebar di wajah Donghae mendengar kata-kata itu, meski Kyuhyun mengucapkannya sambil tertidur. Melihat selimut yang tersibak, Donghae merapikannya kembali.

"Walaupun Jeoha belum mengingatku, aku akan tetap berada di sini. Karena di sinilah tempatku yang seharusnya; Berada di sisi Jeoha," bisik Donghae.

Setelah memastikan Kyuhyun benar-benar tertidur, Donghae menyusuri kamar itu. Ia berdecak karena waktu 8 tahun nyaris tidak merubah kamar itu. Sepertinya Kyuhyun tidak pernah membeli apa-apa untuk mengisi kamarnya, setidaknya untuk menandakan bahwa kamar itu miliknya.

Donghae nyaris berteriak kegirangan ketika melihat salah satu isi laci pada lemari kayu. Di sana tersimpan mainan-mainan yang ia berikan untuk Kyuhyun selama satu tahun mereka berteman. Namja itu tersenyum, teringat kenangan saat ia berusia 10 tahun dan Kyuhyun berusia 8 tahun.

Saat itu Donghae baru mengetahui siapa dirinya, dan apa yang menjadi tugasnya kelak.

"Karena itu, kau harus berlatih dengan rajin agar bisa menjadi pengawal yang baik untuk Jeoha," jelas sang appa yang sejak Donghae berusia 5 tahun sudah melatihnya dengan tekun.

"Appa, aku ingin menemuinya… Maksudku, aku ingin bertemu Jeoha."

"Itu sulit." Appa Donghae menggeleng. "Saat ini, Jeoha berperan sebagai guardian Jujak."

"Mengapa begitu? Mengapa appa tidak memberitahu mereka bahwa dia adalah…"

"Donghae-ya!" Wajah Donghae pucat pasi mendengar bentakan sang appa. Sesuatu yang tidak pernah dilakukan kepadanya sebelum ini. "Jeoha belum sadar siapa dirinya, dan tak seorangpun boleh mengetahui hal itu sampai saatnya tiba."

"Tidak juga Jeoha sendiri?"

"Tidak juga dirinya sendiri. Jeoha harus tersadar sendiri, atau tidak selamanya…"

Donghae menautkan kening. Hal itu sangat membingungkan untuknya. Namun ia mengangguk, mempercayai sang appa sepenuhnya seperti selama ini.

"Tapi Appa, aku ingin bertemu dengan Jeoha." Donghae memandang sang appa penuh harap.

"Ada satu cara." Sang appa tersenyum lebar. "Kau lahir karena Jeoha akan lahir. Kau dipersiapkan sejak awal untuk mengawalnya di dunia ini. Jadi, kau punya kemampuan istimewa yang tidak bisa dihalangi oleh siapapun."

"Kemampuan apa itu?"

"Kau bisa berada di manapun dia berada."

Kata-kata sang appa membuat harapan Donghae semakin kuat. Namun karena Kyuhyun belum mengenalinya dan tidak mungkin memanggilnya, mereka harus menyusup ke dalam kediaman Kyuhyun yang dilindungi banyak segel pelindung.

"Appa tidak bisa menembusnya tanpa menarik kecurigaan. Tapi jika kau yang masuk, tak ada yang bisa mendeteksi kedatanganmu kecuali mereka melihatmu. Berhati-hatilah."

Donghae mengangguk. Meski jantungnya berdegup ketakutan, namun kemungkinan bisa bertemu dengan Jeoha membuatnya menekan rasa takut itu. Berkat latihan yang ia lakukan selama 5 tahun ini, Donghae tidak mengalami kesulitan. Namun ia sedikit kebingungan saat berada di dekat bangunan utama.

"Kau terhubung erat dengannya. Kau pasti tahu di mana Jeoha berada, apalagi jika jarak kalian dekat."

Pesan sang appa membuat Donghae memejamkan mata, mencoba menenangkan debaran hatinya yang terlalu bersemangat. Ketika perasaannya sudah tenang dan terkendali, Donghae merasa sosok yang dicarinya ada di salah satu sisi rumah. Ia mencoba bergerak ke sana, mencoba bergerak sepelan mungkin berkebalikan dari perasaan tidak sabarnya untuk bertemu. Tetapi suara tangisan di kejauhan, tepat di arah yang ia tuju, membuatnya menautkan kening. Ia mencoba mengikuti arah suara itu, sampai tiba di sebuah ruang di mana seorang anak laki-laki menangis sendirian.

Wajah anak itu begitu lucu di mata Donghae, dengan rambut hitam dan kulit paling putih yang pernah dilihatnya di manapun. Sepasang alis tebal yang berbentuk seperti pedang tidak mampu menurunkan kesan lucu di wajahnya yang chubby dengan kedua pipi memerah akibat selalu tinggal di kediaman yang berada di dekat gunung .

"Jeoha… Mianhamnida, maksudku…. Jeonha."

Sepasang mata dengan iris paling besar yang pernah dilihat Donghae, memandang keheranan. Sama herannya dengan Donghae yang tidak menyangka sang Jeoha yang dicarinya begitu lucu menyerupai boneka.

Perasaan gembira Donghae meluap ketika Kyuhyun mendekatinya, menariknya, namun sedetik kemudian ia nyaris berteriak saat Kyuhyun memaksanya masuk ke dalam lemari kayu dan menutupnya dengan rapat.

Donghae hendak berteriak meminta tolong ketika suara seseorang selain mereka terdengar samar-samar dari balik pintu. Entah berapa lama suara itu berbicara dengan Kyuhyun. Yang Donghae tahu, ia nyaris kehabisan udara saat Kyuhyun akhirnya membuka pintu lemari.

"Kau tidak apa-apa? Kau masih hidup kan?"

Wajah cemas yang sangat menggemaskan itu membuat Donghae tidak terpikir untuk memarahinya. Tangan mungil Kyuhyun menepuk pipi Donghae terus-menerus, seakan hal itu bisa memulihkan kesadaran Donghae yang nyaris menghilang.

"Jeonha…." Donghae bersyukur ia masih mengingat jelas nasehat sang Appa untuk tidak memanggil Kyuhyun dengan sebutan Jeoha. "Jeonha… Ayo kita bermain…."

Donghae tertawa geli mengingat wajah Kyuhyun yang bingung saat itu, ketika orang asing yang dikiranya pingsan di dalam lemari, tiba-tiba mengajaknya bermain dengan suara lemas karena nyaris kehabisan udara.

Meski mereka harus bersembunyi dari Shindong, tetapi Donghae sangat suka bermain dengan Kyuhyun. Berbeda dengan kesan pertamanya yang mengira Kyuhyun lemah dan lucu, ternyata Jeoha yang akan dilindunginya itu memiliki tekad yang keras dan juga usil. Donghae seringkali menjadi korbannya.

Tidak butuh waktu lama untuk mengetahui hal itu, karena Kyuhyun melakukannya di pertemuan pertama mereka, tak lama setelah Donghae teringat kata-kata sang appa tentang siapa sebenarnya Kyuhyun.

"Tidak boleh melihat mataku?"

Donghae bisa membayangkan Kyuhyun kebingungan dari nadanya bertanya, tetapi ia juga tak berani kembali memandang Kyuhyun lagi begitu ia teringat siapa dirinya dan siapa Kyuhyun sebenarnya. Donghae mengangguk sambil terus menunduk.

"Jeonha, kata appa, aku adalah pelindung Jeonha... Jadi aku tidak boleh memandang wajah Jeonha. Itu tidak sopan."

"Kita baru saja bermain bersama-sama, dan sekarang kau tidak boleh melihatku?"

"Mianhamnida, aku baru ingat hal itu, Jeonha…" jawab Donghae dengan suara tercekat.

"Sama sekali tidak boleh?"

Suara memelas itu membuat Donghae merutuki dirinya, namun tidak bisa berbuat apa-apa. Donghae kembali mengangguk. Ia mulai membayangkan Kyuhyun akan menangis seperti saat ia datang tadi.

"Sedikit juga tidak boleh?"

Donghae melirik sejenak, merasa lega karena Kyuhyun belum menangis, lalu kembali menunduk. "Sedikit juga tidak boleh."

"Bagaimana kamu melindungiku jika memandang saja tidak boleh?"

Donghae nyaris mengeluh dengan keras, merutuki perbedaan jenjang mereka, namun kembali mengangguk sambil terus menunduk.

"APPO! SAKIIIIIIIIIIIIIT!"

Tiba-tiba Kyuhyun berteriak sangat keras sehingga Donghae terkejut. Ia mendekati Kyuhyun sambil berusaha untuk tidak memandang wajahnya.

"Jeonha, ada apa? Mana yang sakit? Cepat beritahu! Aku akan menolongmu!" seru Donghae kebingungan karena tidak mendapati luka apapun pada Kyuhyun.

"Hidungku yang sakit..."

"Mwo?" Reflek Donghae memandang Kyuhyun untuk memeriksa hidungnya.

"Gotcha! Akhirnya kau melihatku." Kyuhyun mengukir smirk kemenangan.

Donghae tersenyum mengingat smirk itu. Smirk yang selalu membuatnya ingin kembali ke tempat ini selama 8 tahun, namun tujuan yang lebih besar lagi dari rasa senangnya, membuat Donghae mencoba bertahan. Ia selalu menghibur dirinya dengan mengatakan bahwa mampu melindungi Kyuhyun jauh lebih penting daripada waktu bermain yang menyenangkan. Ia yakin, saat ia sudah menjadi kuat, ia memiliki banyak waktu untuk bersama-sama dengan sang Jeoha.

"Aku terlalu bersemangat sehingga tidak bisa tidur. Sebaiknya aku menyapa He ajussi dan berkenalan dengan kedua pengawalmu, Jeoha."

Donghae tersenyum dan melangkah meninggalkan kamar, menuju pintu luar di mana Zhoumi, Siwon, dan Shindong masih menunggu.

.

.

Sinar matahari sudah muncul sejak tadi, namun Kyuhyun baru bergerak di pembaringan ketika suasana kamar mulai terasa hangat. Ia menarik selimutnya saat sinar itu menyilaukan matanya yang baru saja terbuka. Rasanya baru kali ini Kyuhyun bangun melewati waktu sarapan. Biasanya dia sudah berlatih pedang sebelum mandi dan ke aula tengah untuk makan bersama.

Kyuhyun tersenyum di balik selimut. Perasaannya terasa sangat nyaman, begitu pula tubuhnya. Ia merasa seperti seorang yang bepergian begitu jauh, kemudian pulang ke kampung halaman. Begitu nyaman, begitu hangat, seakan tak ada hal apapun yang harus ia cemaskan.

"Meski Jeoha belum mengingatku, aku akan tetap berada di sini. Karena di sinilah tempatku yang seharusnya; Berada di sisi Jeoha."

Kyuhyun melompat bangun dengan cepat ketika wajah itu muncul dalam ingatannya. Matanya melayang ke seluruh penjuru kamar, namun sosok yang menyusup kemarin tidak tampak di sekitarnya. Ia nyaris berpikir bahwa ia sedang bermimpi ketika matanya memandang sebuah tas ransel yang teronggok di sudut. Bukan miliknya.

.

.

Aula tengah lebih ramai dari biasa. Makan pagi sudah disantap sejak tadi, tidak menunggu Kyuhyun hadir, karena Donghae memberitahu mereka untuk membiarkan Kyuhyun tidur lebih lama.

Shindong memandang ketiga namja yang tengah bercakap-cakap itu sambil memberi perintah kepada para pelayan untuk membereskan bekas sarapan.

Kemunculan Donghae dari dalam kamar Kyuhyun membuatnya terkejut. Nyaris saja Siwon dan Zhoumi menyerang Donghae jika Shindong tidak mencegahnya. Meski delapan tahun telah berlalu, Shindong masih bisa mengenali sosok Donghae. Anak yang tampan dengan sepasang mata polos itu telah tumbuh semakin tampan. Namun matanya yang bersinar polos tidak berubah, membuat Shindong merasa sedih teringat perubahan besar yang terjadi pada Kyuhyun. Mata Kyuhyun tidak pernah bersinar seriang dahulu, meski kedatangan Siwon dan Zhoumi membuat mata itu sedikit terlihat gembira. Namun hanya sesekali saja.

Suara tawa Donghae yang lepas, gerak tubuhnya yang penuh semangat saat berbicara, membuat Shindong tersenyum. Ia berharap Kyuhyun akan muncul dan bergabung dengan keramaian ini. Ia mengambil tempat bersama ketiganya, berkerumun di tengah aula.

"Eh? Benarkah Jeonha seperti itu?" Siwon terbelalak mendengar cerita Donghae tentang Kyuhyun sewaktu kecil.

"Benar. Jeonha akan menangis jika terlalu lelah belajar, namun tetap duduk di sana dan membaca buku sambil mencucurkan air mata."

"Aigoo..." Zhoumi menggeleng prihatin. "He ajussi, tak kusangka ajussi begitu kejam terhadap Jeonha."

"Dia memang cengeng. Sangat cengeng. Tapi dia tetap melakukan apa yang harus ia kerjakan. Itu sebabnya aku sangat mengaguminya." Donghae memuji.

"Tapi kau selalu datang untuk mengajak Jeonha bermain!"

"Aish! Ajussi, itu namanya keseimbangan. Appo! Yak! Kenapa ajussi memukulku?"

"Jangan ucapkan kata 'aish' kepada orang tua!"

Donghae meringis kesakitan ketika Shindong sekali lagi memukulnya.

"Donghae sshi, kenapa kau pergi dari sini?" Zhoumi yang penasaran, mencoba menarik perhatian Donghae kembali.

"Appa bilang agar aku konsentrasi berlatih. Jeonha dalam perlindungan yang baik, jadi aku tak perlu cemas. Tapi ketika melihat berita kemarin, aku tidak bisa bersabar lagi. Aku harus berada di sini untuk melindunginya."

Tiba-tiba Kyuhyun muncul di aula tengah. Entah sejak kapan. Tidak seorangpun menyadarinya. Ia melemparkan ransel ke pangkuan Donghae yang menatapnya keheranan.

"Pulanglah kemanapun kau berasal! Aku tidak membutuhkan perlindunganmu!"

"Mwo?!" Donghae berdiri mendekati Kyuhyun sambil memeluk ransel. "Jeoha bergurau bukan? Dulu, ketika aku menangis karena harus pergi berlatih, Jeoha bilang: 'Jangan menangis, Donghae-ya. Pergi dan berlatihlah baik-baik. Setelah kau menjadi hebat, kau bisa kembali dan kita akan menghadapi Jenderal Agma bersama-sama.' Apa Jeoha mengingkarinya?"

"Jeoha?!"

Teriakan heran dari keempat orang itu membuat Donghae meringis.

"Ma…maksudku Jeonha."

"Itu janji anak-anak. Semua sudah berubah." Kyuhyun kembali melanjutkan percakapan mereka. Ia kemudian berbalik memunggungi Donghae. "He ajussi, antarkan dia keluar dari tempat ini. Di sini tak ada yang perlu dia lakukan. Kita tidak memerlukan tenaganya."

"Mwo?! Jeonha, kau tidak bisa menyingkirkanku! Jeonha!"

Donghae hendak berlari menyusul Kyuhyun yang meninggalkan ruangan, namun Shindong, Zhoumi, dan Siwon menahannya.

"Sebaiknya kau pergi dari sini, Donghae-ah," kata Zhoumi dengan prihatin.

"Itu benar. Sebaiknya kau pergi." Siwon tersenyum sedih. "Padahal kita baru saja bersenang-senang. Tapi..."

"Siwon sshi, Zhoumi sshi, tolong persiapkan kamar kosong untuk Donghae sshi di rumah tengah. Tunggu sampai keadaan tenang. Kita akan coba membujuknya."

"EHHH?!" Ketiga namja itu saling berpandangan, tak menyangka Shindong akan melakukan hal yang bertentangan dengan Kyuhyun.

"Setelah itu, kalian berdua kecuali Donghae sshi, kembalilah ke sini untuk mengawasi Jeonha. Aku akan pergi sebentar untuk membeli keperluan."

Shindong tersenyum untuk menenangkan Donghae, lalu berlalu dari aula tengah.

.

.

Sungmin dan Yesung tiba di rumah kediaman orang tua Yesung yang terdapat jauh di pelosok pegunungan. Mereka berencana untuk tinggal di sana mulai saat ini. Sungmin yang terbiasa berada di tempat sepi, jauh dari hingar bingar dan kemajuan kota, meminta Yesung membawanya ke sini sebelum menentukan di mana ia akan tinggal.

Baru saja Sungmin dan Yesung menghabiskan sarapan mereka, Shindong muncul dan langsung berlutut di hadapan Sungmin.

"Shindongie?"

Sungmin bangkit berdiri, namun Yesung lebih dahulu mendekat dan menarik Shindong dengan keras. "Mau apa kau ke sini? Kagemusha itu sudah merusak kehormatan Jeonha di depan orang banyak! Kau minta maafpun tidak akan aku terima!"

"Yesungie!" Sungmin mendekat, memberi kode agar Yesung melepaskan Shindong yang sedari tadi bersikeras tetap berlutut. Dipandangnya namja setengah baya itu dengan rasa ingin tahu. "Ada perlu apa kau kemari, Shindongie? Aku bukanlah siapa-siapa. Tidak ada apapun yang bisa aku berikan untukmu."

Shindong kali ini menunduk hingga dahinya menempel ke tanah.

"Jeonha, aku mohon, kembalilah ke Istana Gerbang Selatan."

"Apa katamu? Apa kau tidak mendengar berita tentang pertandingan kemarin? Apa kau ingin mempermalukan uri Jeonha?!"

"Aku sudah mendengar semua berita itu dari utusan yang aku kirim," jawab Shindong masih dengan posisi semula. "Tetapi kalau Jeonha mau mencari tahu, tak satupun berita tentang pertandingan itu tersiar. Semua sudah diatur oleh Kyuhyun sshi agar Jeonha tidak merasa malu dan semua penyamaran ini tidak terbongkar."

"Sebaiknya kau segera pergi dari sini, Shindong sshi… Takkan kubiarkan kagemusha itu menghina Jeonha lebih dari ini! Lekas pergi!"

Yesung menarik tubuh Shindong sekali lagi, namun Shindong berkeras berlutut tetap dengan dahinya menyentuh tanah. Ia meringis ketika tarikan Yesung membuat dahinya terluka karena bergesekan dengan butiran tanah yang kasar. Meski begitu, Shindong bergeming.

"Pergi dari sini, Shindong sshi! Kagemusha yang kau besarkan sudah memotong ikat kepala Jeonha! Kehormatan…."

"ITU HANYA SEBUAH IKAT KEPALA!" Shindong berteriak dengan putus asa, menengadahkan wajahnya ke arah Sungmin yang sejak tadi hanya terdiam. "Jeonha, yang Kyuhyun sshi putuskan hanyalah ikat kepala Jeonha. Sebuah lambang kehormatan. Itu benar. Tetapi Jeonha harus tahu, yang ia korbankan untuk Jeonha jauh lebih besar dari itu! Dan Jeonha dengan begitu mudahnya lari dari semua ini?!"

"Yesungie!" Sungmin menegur Yesung yang hendak memarahi Shindong. "Kau pergilah. Aku ingin bicara empat mata dengan Shindongie."

"Tetapi, Jeonha…."

"Pergilah."

Yesung dengan wajah tidak setuju, terpaksa menundukkan tubuhnya dan beranjak menjauh. Sungmin kemudian duduk tepat di hadapan Shindong, sehingga mereka bisa berbicara dengan suara yang hanya bisa didengar oleh mereka berdua.

"Maafkan kekasaran Yesungie. Ia hanya terlalu menyayangiku." Sungmin tersenyum lembut. "Aku rasa kau juga sangat menyayangi Kyuhyunie."

Shindong mengangguk membenarkan. Ia merasa lega Sungmin mau memberinya kesempatan berbicara.

"Sekarang, katakan apa yang kau inginkan."

"Mianhamnida, Jeonha. Aku tidak tahu seberapa yang Jeonha tahu tentang guardian dan Jenderal Agma, tetapi Kyuhyun sshi memang seorang kagemusha. Tepatnya Kagemusha dari Jeonha."

Sungmin memejamkan matanya sejenak. Kedua tangannya yang diletakkan di atas lutut, tampak terkepal dengan kuat. "Bagaimana Kyuhyunie bisa menguasai jurus Jujak sebesar itu?"

"Dia meminta bantuan kepala kuil untuk bertemu dengan kekuatan Jujak; Meminta ijin menambah kekuatan yang dia miliki untuk bisa mengalahkan Pokaseu."

"Pokaseu? Dia sangat kuat?"

Shindong mengangguk. "Dan akan banyak gaekgwi yang lebih kuat lagi, terutama Jenderal Agma."

Sungmin menghembuskan napas panjang. Kecemasannya kembali muncul.

"Jeonha, sejak kecil Kyuhyun sshi sudah dipersiapkan oleh Leeteuk sshi untuk menjadi Kagemusha. Ia selalu diberi nasehat tentang bagaimana pentingnya dia tetap bertahan sebagai kagemusha menggantikan Jeonha; Hidup setiap hari dengan menyembunyikan semua itu dari orang-orang di sekelilingnya. Aku tahu lebih dari siapapun, setiap kali orang memanggilnya 'Jeonha', itu merupakan siksaan tersendiri untuk Kyuhyun sshi, karena ia seperti diingatkan akan semua kebohongan yang ia jalani. Salah besar jika Jeonha berpikir dia menyukai kedudukan itu."

"Aku tidak pernah berpikir begitu," gumam Sungmin sedih. "Tetapi dia terlihat sangat membenciku, Shindongie."

"Itu karena Jeonha tidak juga menguasai jurus Jujak." Shindong tertunduk. "Mianhamnida, bukan maksudku untuk menegur Jeonha. Tetapi itu sebuah kenyataan. Kyuhyun sshi sedang berusaha mencari kedua kristal guardian lainnya untuk diberikan kepada Jeonha, sehingga Jeonha bisa menyegel Jenderal Agma dengan sempurna."

Ketika Shindong menceritakan berita yang muncul setelah pertandingan kemarin, wajah Sungmin semakin diliputi kecemasan.

"Shindongie, mengapa dia melakukan hal sebodoh itu?" Pikiran Sungmin melayang ke jesasang yang ia temukan kosong kemarin. Tubuhnya seketika menggigil. Tindakan Kyuhyun sudah menjelaskan semua yang Shindong katakan tadi. Kyuhyun siap mati untuk menggantikannya agar Sungmin tetap selamat sampai menguasai cara menyegel Jenderal Agma. "Aku rasa, ada yang kau inginkan dariku dengan menceritakan semua ini, Shindongie."

"Aku menginginkan kebebasan Kyuhyun sshi."

Sungmin mengerutkan alisnya mendengar hal itu.

"Aku telah berjanji kepada Leeteuk sshi, agar Kyuhyun sshi bisa menjadi kagemusha sebaik mungkin. Tetapi jika Jeonha sudah berhasil menguasai jurus Jujak tertinggi, dan ketiga kristal guardian berhasil dikumpulkan, bukankah tugas Kyuhyun sshi sudah selesai?"

Sungmin memikirkan kata-kata itu dan mengangguk setuju.

"Kau benar, Shindongie. Ikat kepala hanyalah sebuah ikat kepala. Tetapi yang Kyuhyunie korbankan untukku sudah terlampau banyak."

Shindong merasa lega karena Sungmin mengerti maksudnya.

"Sekarang, apa yang harus aku lakukan untuk itu?"

"Jeonha kembalilah ke Istana Gerbang Selatan, berlatih keras agar bisa menguasai jurus tertinggi Jujak, dan membantu mencari letak kedua kristal yang belum ditemukan. Hanya Guardian Jujak yang asli yang bisa mengetahui di mana kristal-kristal itu berada."

"Itu terlalu banyak, Shindongie."

Mendapat tatapan menegur dari Sungmin, Shindong dengan segera kembali menundukkan diri dengan kening menyentuh tanah. "Maafkan kelancanganku, Jeonha."

Shindong kembali menaikan tubuhnya ketika suara tawa Sungmin memenuhi tempat itu. Ia memandang sang guardian Jujak dengan cemas.

"Aku senang orang sepertimu yang merawat Kyuhyunie selama ini." Sungmin bangkit berdiri dengan wajah lega. Mendengar semua yang dituturkan Shindong dan mengetahui ada hal yang bisa ia lakukan untuk Kyuhyun, membuat Sungmin kembali bersemangat. "Pulanglah, Shindongie. Dia bisa cemas karena kau menghilang begitu lama."

"Tapi, Jeonha…"

"Tenang saja. Aku akan kembali ke tempatku, dan melakukan apa yang bisa aku lakukan." Sungmin tersenyum.

.

.

Shindong yang merasa lega setelah bertemu Sungmin, memasuki rumah utama sambil tersenyum lebar. Ia menyapa setiap pelayan yang lewat dengan gembira. Meski belum terwujud, ia kini memiliki harapan untuk hidup bersama Kyuhyun sebagai orang biasa, di mana Kyuhyun bisa melakukan apapun yang disukai dan dicita-citakannya.

"Ada apa dengan dahimu, ajussi?"

Suara itu membuat Shindong membeku di tempatnya berdiri.

.

.

TBC

Gomawo buat semua yang sudha membaca dan mereview ff ini.
Mianhe karena tidak bisa dibalas satu per satu,

Namun aku sangat menghargainya.
Kamsahamnida