D-Day
CHAPTER 12
.
.
Seoul Medical Center
Ruang Perawat Lt. 5
Pukul 15.20
A dan C masih belum menyadari bahwa anggota kelompok mereka yang lain telah dijatuhkan satu per satu. Apalagi balasan yang masuk tidak ada yang aneh, sama seperti cara mereka membalas selama ini.
"Lima triliun won akan ditransfer ke rekening bank Swiss malam ini," kata C sambil tersenyum lega.
A yang tengah berkeliling ruangan untuk menghilangkan kebosanan, mendekat dan melihat apa yang terpampang di layar. "Bagus sekali," puji A sambil menepuk bahu C.
"Kita lebih baik dari para pejabat pemerintah, bukan?" C tertawa senang. "Semua orang yang mengabdikan hidup mereka pada proyek ini akan merasa bahagia. Tidak seperti dulu, di mana kita hanya diharuskan menelan semua yang pahit sementara para pejabat korup itu menikmati setiap hasil keringat dan darah kita."
"Itu benar." A duduk sambil mengenang masa lalu.
"Haruskah aku meminta helikopter sekarang?"
"Kita bisa menunggu sampai operasi Tuan Lee selesai," jawab A. "Tidak perlu terburu-buru. Lebih mudah untuk pergi di malam hari."
"Itu benar." C mengangguk setuju. Tiba-tiba sebuah pesan muncul di layar laptopnya. C langsung membuka pesan tersebut.
"Kita mendapat pesan dari B." C memberitahu. "Dia menemukan seorang pria yang terlihat seperti agen SP... Dia ingin Anda datang memeriksanya."
A bangkit berdiri dan membetulkan letak kacamata hitamnya. Diperiksanya pistolnya sebelum berjalan keluar.
"C, jika kamu tidak mendengar kabar dariku dalam 5 menit, musnahkan laptop itu dan bersiaplah untuk menduduki Ruang Operasi."
"Baik!"
"Tetaplah waspada," ujar A sebelum menghilang di balik pintu.
.
.
Ryeowook yang bersembunyi di salah satu koridor yang tidak akan dilalui oleh orang yang hendak menuju lift maupun yang ingin menuruni tangga, mendengar suara pintu terbuka dan tertutup. Ia menunggu langkah kaki itu berbelok sebelum mengintip. Ternyata A memilih turun dengan lift. Begitu A menghilang ke dalam lift, Ryeowook mulai mengendap-endap mendekati Ruangan Perawat di mana C berada.
.
.
Ketika pintu lift terbuka di lantai 1, tampak kepala perawat Ahn dan para sandera lainnya masih berlutut dalam kerumunan besar. B tidak terlihat di mana pun. Tiba-tiba sesosok tubuh tampak berlari di dalam koridor yang menuju ke kamar mandi.
Tanpa tergesa-gesa, A berjalan ke sana, melewati tumpukan kursi yang menghalangi setengah dari lebar koridor itu.
.
.
Di lantai 5, Ryeowook berhasil mencapai pintu. Salah satu keuntungannya pernah disandera di ruangan itu adalah, ia tahu pasti C tidak bisa melihat ke arah pintu dari posisinya duduk. Meski begitu Ryeowook tetap mengintip ke dalam terlebih dahulu. C masih berada di posisinya semula.
Ryeowook membuka pintu dengan sangat hati-hati sehingga tidak menimbulkan suara. Ia melirik, C tampaknya masih melihat laptop dengan konsentrasi penuh sehingga tidak menyadari perubahan yang ada.
Dengan daun pintu terbuka, Ryeowook mulai melumuri lantai di area pintu dengan vaseline.
"Jangan bertarung tangan kosong dalam waktu lama. Pergelangan tanganmu masih terluka," kata Kyuhyun ketika mereka berdua mengikat D ke salah satu ranjang di lantai 4. "Buat dia jatuh terpeleset dengan vaseline ini, lalu kau bisa melucuti senjatanya dengan mudah. Aku yakin, tangan yang berlatih hand grip setiap hari itu mampu membuatnya pingsan dalam sekali pukulan."
Ryeowook tersenyum mengingat kata-kata Kyuhyun tadi. Dioleskannya vaseline secara tipis dan merata agar tidak terlihat di lantai yang putih bersih itu. Kemudian Ryeowook bersembunyi di koridor yang ada di seberang pintu, dan membuat suara batuk.
C yang mendengar suara itu langsung waspada. Ia berdiri dan mengambil pistolnya. Dikokangnya pistol itu sehingga dalam kondisi siap menembak. Ia mengendap ke arah pintu yang terbuka. Tidak tampak seorangpun di sana. Ia kemudian melangkah perlahan menuju pintu, masih dengan pistol di tangan.
Saat salah satu kakinya menginjak lantai yang berada tepat di area pintu, ia terpeleset. Lantai itu sangat licin sehingga seketika itu juga tubuhnya terpelanting ke belakang. Ia meringis kesakitan karena kepalanya terbentur lantai.
Ryeowook langsung berlari, melompati lantai area pintu dan merebut pistol dari tangan C. Belum sempat C bereaksi, dipukulkannya gagang pistol itu ke pelipis lawan. C terkulai tak sadarkan diri.
.
.
A baru saja memasuki koridor yang ada di seberang kamar mandi ketika salah satu pintu menimbulkan bunyi halus. Tampaknya seseorang baru saja menutupnya. Ia mendekati ruang Terapi Fisik dengan langkah perlahan, namun membuka pintunya dengan gerakan mendadak sambil mengacungkan pistol yang terkokang. Tidak ada apapun yang bergerak.
Dengan penuh kewaspadaan, A melangkah memasuki ruangan. Pintu otomatis menutup di belakangnya. Ruang itu tampak kosong dari posisi A berdiri. Ada dua buah tirai di kiri dan kanan ruangan yang membatasi pandangannya.
A sekali lagi melewati tirai itu dengan sikap waspada. Tampak dua buah bath up besar di tiap sisi ruangan. Bagian terjauh tiap bath up terdapat tirai yang berbeda dari yang baru saja ia lewati, yang berfungsi untuk menghalangi sinar matahari yang masuk melalui jendela. Tirai itu terkuak di bagian tengah sehingga sinar matahari bisa menerangi ruangan dengan leluasa.
Sebuah bayangan tampak di belakang tirai sebelah kiri sehingga ia mengarahkan pistolnya ke sana.
"Jadi, kamu agen SP lainnya?" tanya A dengan sikap tenang. Ia tahu seharusnya Ryeowook masih ditahan di ruangan ini sesuai perintahnya. Namun melihat sosoknya tidak tampak, ia berasumsi Ryeowook sudah bebas dan entah bagaimana caranya, kedua agen SP itu menundukkan anak buahnya yang lain tanpa ia ketahui.
"Anda seorang militer, bukan?" Terdengar suara dari balik tirai itu.
"Bagaimana kamu tahu?" Ujung pistolnya mengikuti arah bayangan itu bergerak.
"Aku tahu dari gerakanmu," jawab Kyuhyun.
Kyuhyun muncul di antara tirai dengan B yang lebih tinggi darinya dijadikan sebagai tameng. Tangan kirinya memegang borgol di punggung B, sedangkan tangan kanannya melintang di belakang bahu B untuk menopang tubuh B agar tetap tegak. Ia tidak perlu khawatir B akan melawannya karena kedua kaki B juga terikat erat.
A menurunkan kedua tangannya yang menggenggam pistol ketika melihat Kyuhyun hanya memegang B sebagai perisai tanpa membawa senjata apapun.
"Aku mantan orang militer." A mengoreksi. "Bukan seseorang yang tidak pernah bertempur seperti kalian. Orang-orang militer sering menyebut SP sebagai hiasan para politisi. Kau bisa mengerti sedikit kenapa kami beranggapan begitu bukan?"
"Kau tidak mungkin keluar dari sini dengan selamat." Kyuhyun mengabaikan ejekan itu. "Menyerahlah dengan tenang."
"Kami tidak berharap bisa keluar dari sini tanpa cedera."
"Lalu kenapa kalian melakukan ini?" Kyuhyun melangkah maju sambil mendorong B ke depan. Ia maju hingga posisinya berada di pertengahan panjang bath up. Masih ada jarak sekitar 4 meter di antara dirinya dan A.
A menanggalkan kacamatanya lalu mengacungkan pistolnya kembali ke arah Kyuhyun yang masih bertamengkan B.
"Perlawanan inilah yang menjadi intinya. Aku tidak peduli apa yang terjadi setelahnya." A melempar kacamatanya dan tersenyum. "Jika kami tidak bisa keluar dari sini dengan selamat, maka kami akan mati dengan gagah berani dengan Tuan Lee sebagai tumbalnya."
A mengokang pistolnya, siap untuk menembak.
"Jamkkanman!" Dengan tergesa, Kyuhyun menurunkan tubuh B ke lantai sambil melindungi kepala pria itu agar tidak terbentur. Setelah itu ia perlahan berdiri kembali.
"Kau lebih khawatir aku menembaknya daripada dirimu yang tertembak?" A tidak bisa menahan tawanya melihat Kyuhyun yang kini tidak memiliki tameng lagi, berdiri dengan tangan kosong di hadapannya. Ia mengerutkan kening setelah melihat jelas wajah lawannya. "Sudah berapa lama kau menjadi agen SP?"
"Uhm,...tiga bulan?"
"Aigoo..., aku menghadapi seorang bayi." A menggelengkan kepalanya.
"Aku bukan bayi." Kyuhyun tanpa sadar menggembungkan pipinya.
A memandang Kyuhyun dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Kau bayi, tapi bayi yang mampu mengalahkan beberapa anak buah terbaikku."
"Aku mendapat bantuan."
"Tentu saja. Kita harus menghargai orang-orang yang membantu kita bukan? Jangan seperti para politisi yang tidak tahu balas budi itu." A menyatakan persetujuannya. "Siapa yang menurutmu lawan terberat dari mereka semua?"
Kyuhyun tidak menjawab. Ia hanya diam sambil mengawasi ujung pistol A yang mengarah kepadanya. Dari asumsi A, ia bisa menarik kesimpulan bahwa A adalah orang yang cerdas. Kyuhyun mau tak mau harus menjalankan rencana pertamanya yang berisiko tinggi, atau A akan menyadarinya dan lolos; Itu bisa membahayakan semua sandera.
"Aku beritahu, yang manapun yang kau anggap lawan tersulit, aku masih jauh di atasnya."
"Aku tahu, karena itu aku tidak melawanmu."
A tergelak mendengar jawaban Kyuhyun yang jujur. "Aku sedikit merasa bersalah telah merendahkan agen SP selama ini setelah bertemu kau dan temanmu itu. Kalian patut dihargai." A tersenyum. "Kau masih sangat naif sehingga beranggapan bisa menjadikan anak buahku sebagai tameng."
"Bukankah tidak wajar menembak anak buah sendiri?"
"Kami para prajurit, siap berkorban untuk tercapainya kemenangan." A memandang Kyuhyun lagi. "Kamu masih sangat muda, dan kamu punya potensi yang hebat. Aku merasa bukan manusia jika tidak memberimu kesempatan untuk hidup. Menyerahlah, aku tidak akan membunuhmu."
"Kamu yang seharusnya menyerah." Kyuhyun menolak.
"Kau tahu, tim SOU kapan saja siap menyerbu dan membunuh kita semua, termasuk kamu. Itu akan sangat menyakitkan ditembak oleh tim sendiri." A memperlihatkan mimik jijik. "Orang-orang di atas itu memang tidak pernah menghargai kita... Kau akan mati dengan tenang jika aku yang menembakmu. Setidaknya kita di pihak yang berlawanan. Bukankah begitu?"
"Hajima," Kyuhyun memohon. "Jangan menembak!"
"Baiklah...baiklah...tampaknya kau belum tahu posisimu, Nak." A menarik napas panjang. "Berdirilah dengan baik, dan jangan bergerak."
"Aku bilang, jangan menembak!"
"Apa gunanya senjata yang tidak ditembakkan oleh siapa pun? Aku selalu ingin menarik pelatuknya pada seorang SP. Aku ingin melihat mereka meregang nyawa di depan mataku. Tetapi... bukan bayi SP sepertimu." A mengukir smirk-nya melihat pipi Kyuhyun kembali menggembung karena disebut bayi. "Untuk terakhir kalinya, katakan 'Aku menyerah, Tuan'. Aku akan mengasihanimu."
"Aku tidak mau."
"Kau benar-benar keras kepala." A mendengus kecewa. "Ok, berdiri yang baik. Aku akan menembak tepat di jantungmu jadi kamu tidak akan merasakan sakitnya, hanya mati seketika."
A mengarahkan pistolnya tepat ke jantung Kyuhyun yang berdiri beberapa meter darinya.
"Hajima," kata Kyuhyun dengan mimik serius. "Jangan menembak!"
Bersamaan dengan akhir kalimat itu, pistol di tangan A meletus. Kyuhyun berdiri dengan mata tidak lepas dari peluru yang bergulir. Begitu peluru bergesekan dengan oksigen bertekanan tinggi yang memenuhi ruangan itu dan berpijar, saat itulah Kyuhyun baru melempar dirinya ke dalam bath up yang dipenuhi aquades.
Ia tenggelam bersamaan meledaknya ruang Terapi Fisik. Kyuhyun menyaksikan api memenuhi pandangan matanya yang berada di dalam air. Ledakan itu juga melemparkan tubuh A hingga ke dinding di belakangnya.
Tumpukan kursi yang menghalangi koridor jatuh bersamaan dengan bunyi ledakan. Para sandera berteriak ketakutan. Cairan infus di ruang operasi bergoyang. Namun setelah itu semua mereda. Kepala Perawat Ahn langsung memerintahkan para perawat menyobek tirai yang menghalangi kaca.
Di luar rumah sakit, begitu terdengar ledakan, tim SOU langsung bergerak mendekat untuk menyerbu. Namun sang Komandan menghentikan mereka saat melihat para perawat menurunkan tirai. Kepala perawat Ahn membuka pintu gerbang paling luar sambil menuntun beberapa pasien yang masih mampu berjalan.
Suasana langsung berubah. Para polisi patroli mengosongkan jalan agar bisa dilalui ambulans; Polisi dengan perisai meletakkan perisainya dan bergabung dengan para perawat untuk membantu mengeluarkan sandera. Banyak di antara mereka yang perlu dipapah ataupun didorong dengan kursi roda. Tim sniper tetap siaga, sedangkan tim penyerang masuk dalam barisan rapi di antara para sandera yang keluar, untuk melakukan pemeriksaan.
Leeteuk mengedarkan pandangannya mencari sosok Kyuhyun dan Ryeowook. Suara sirine ambulans menjadi semakin ramai, siap mengangkut para korban ke rumah sakit terdekat. Helikopter kembali berkeliling memantau situasi dari atas.
.
.
Meski tidak ada lidah api lagi yang terlihat, Kyuhyun bertahan sebentar hingga batasannya menahan napas mendekati akhir. Ia langsung keluar dari dalam air dan melepaskan kemejanya. Seluruh ruang Terapi Fisik hangus oleh ledakan, tetapi tidak ada api yang tersisa.
Ia bergegas membuka kemejanya, menggunakannya sebagai pelindung saat ia memeriksa kondisi B. Karena dalam posisi berbaring, tidak banyak kerusakan yang terjadi pada B. Kemudian ia bergegas mendekati A yang terkulai di dinding. Ia mengamankan pistol A lalu memeriksa nadinya.
"Aku sudah memohon padamu berulang kali agar tidak menembak," sesal Kyuhyun.
A yang masih sadar namun tidak mampu bergerak, memberinya senyuman tipis.
"Gwenchana?" Ryeowook muncul dengan pistol di tangan. Ia langsung menyarungkan pistolnya begitu melihat keadaan Kyuhyun yang masih berjongkok di depan A.
"Gwenchana," sahut Kyuhyun dengan senyum lebar.
"Kita lanjutkan tugas? Sudah banyak bantuan dari polisi lainnya untuk urusan di luar VIP."
"Baik." Kyuhyun bangkit berdiri setelah mengikat A dengan kemejanya yang basah. Meski A sudah tak berdaya, ia tidak mau mengambil resiko A bisa melarikan diri. "Aku akan memberitahu Kapten dulu."
Ryeowook memandang sekeliling dengan kepala menggeleng. "Rencanamu mengerikan."
"Aku tidak bisa mengambil resiko. Jika A melihat aku berlindung sebelum api muncul, ia akan punya waktu melarikan diri."
"Itu namanya mengambil resiko!" Ryeowook mendengus. "Kenapa yang kau anggap resiko itu selalu dikaitkan dengan orang lain?!"
"Mianhe," sahut Kyuhyun sambil meringis.
"Sudahlah, aku bosan memarahimu. Aku akan menjaga VIP." Ryeowook memandang penampilan Kyuhyun yang basah kuyup dengan mengenakan kaos singlet saja. "Kembali lah ke ruang operasi setelah mengganti pakaianmu."
"SIAP!"
.
.
Leeteuk masih memantau dari luar halaman yang penuh dengan sandera maupun petugas ketika nampak sosok Kyuhyun sedang berbicara dengan seorang polisi berseragam. Ia segera menembus lautan manusia itu untuk mencapai anak buahnya.
"Tolong amankan para teroris," kata Kyuhyun kepada polisi yang masuk. Ia memberitahu di ruang apa saja para teroris diikat olehnya.
"SIAP!" Sang polisi mengajak beberapa temannya untuk menuju tempat-tempat yang disebutkan tadi.
"Kapten!" Melihat Leeteuk berjalan ke arahnya, Kyuhyun bergegas mendekat.
"Bagaimana VIP?" tanya Leeteuk begitu mereka berhadapan.
"Dia aman. Operasinya akan segera berakhir."
"Ryeowook?"
"Masih menjaga VIP," jawab Kyuhyun.
"Kerja bagus." Leeteuk diam-diam memeriksa kondisi Kyuhyun yang sedang memutar matanya melihat keramaian di sekitar. "Aku akan menelepon untuk meminta bantuan..."
Kyuhyun kembali memusatkan perhatiannya pada Leeteuk mendengar hal itu. "Tidak. Kami ingin menyelesaikan pekerjaan yang telah kami mulai. Setidaknya sampai operasinya berakhir."
Leeteuk tersenyum maklum. "Baik. Tetaplah menjaga VIP."
"SIAP!"
Kyuhyun berbalik dan hendak berjalan masuk ketika Leeteuk memanggil namanya.
"Jamkkaman." Leeteuk melepaskan dasi yang dipakainya dan melemparkan pada Kyuhyun. "Kau mungkin bisa meminjam kemeja, tetapi tidak dengan dasi."
Kyuhyun tertawa menerima dasi itu. "Terima kasih banyak, Kapten."
Sepeninggal Kyuhyun, Leeteuk langsung menghubungi Eunhyuk dan Donghae, meminta mereka bersiap menggantikan tugas Ryeowook dan Kyuhyun ketika shift mereka berakhir.
.
.
Hingga pukul 16.20 situasi masih ramai. Jalanan di depan rumah sakit macet sehingga polisi patroli menjaga untuk memaksa semua mobil lewat tanpa berhenti dan menonton.
Di sebuah mobil pelayanan kebersihan, empat orang pemuda mengawasi keramaian itu. Mereka sama seperti yang lain diminta untuk berjalan terus tanpa menonton.
"Kau percaya itu ledakan gas seperti kata polisi tadi?"
"Tidak. Itu hanya ledakan kecil. Gas akan lebih besar lagi hingga membobol tembok."
"Justru ledakan kecil terbatas begitu perlu perhitungan matang bukan?"
"Belum ada yang menandingi keahlian kita. Tenang saja."
"Apakah ada tugas baru?"
"Selalu."
Kalau begitu, ayo kita berangkat."
Mobil pelayanan kebersihan itu melaju menjauhi rumah sakit.
.
.
Leeteuk mencari mobil taksi yang membawa Shindong ke lokasi. Begitu ia melihatnya, Leeteuk langsung menghampiri untuk menyambutnya.
"Kerja bagus hari ini," puji Shindong dengan wajah senang. "Kamu belum berbicara dengan para wartawan kan?"
"Belum," jawab Leeteuk sambil mengiringi di samping Shindong yang berjalan menuju aula rumah sakit. Mereka harus menembus banyaknya orang yang memenuhi halaman.
"Kebenaran tentang kasus ini tidak boleh diungkapkan." Shindong mulai menjabarkan. "Tuan Lee kebetulan berada di rumah sakit untuk pemeriksaan rutin dan secara kebetulan terlibat dalam situasi meledaknya tabung gas ini."
"Sampai kapan kita akan menutupi kebenaran?" protes Leeteuk.
"Tidak ada gunanya menceramahiku. Aku tidak membuat keputusan ini." Shindong menepuk Leeteuk agar menghadap ke arahnya. "Yah, meskipun pujian atasan kita sedikit berlebihan, aku akui agen-agen andalanmu berhasil dengan baik. Tentu saja, atasan juga mulai memandangmu dengan lebih positif. Bukankah itu bagus?"
Shindong bergegas ke aula di rumah sakit itu untuk memulai konferensi pers.
.
.
Leeteuk masih berdiri diam di tempatnya ketika seorang anak kecil menabraknya saat berlari. Anak itu adalah cucu dari mantan Perdana Menteri Lee Beom Joo.
"Junwoo!" Sang ibu menegur. Ia membungkukkan tubuh ke arah Leeteuk. "Saya minta maaf. Junwoo, minta maaf!"
"Saya minta maaf," kata anak kecil itu, membuat Leeteuk tersenyum.
Ketika suami istri muda dengan anaknya yang masih kecil itu berlalu, Leeteuk memandangi mereka.
Seandainya kejadian 20 tahun itu tidak pernah terjadi, Kyuhyun pasti tumbuh dengan perasaan bahagia seperti dia...
.
.
Seoul Medical Center
Ruang Rawat Inap VVIP
Pukul 17.00
Ryeowook dan Kyuhyun masih berjaga di kiri dan kanan pintu ruang rawat inap VVIP di mana Lee Beom Joo yang ditemani istrinya tengah menjalani pemulihan.
Kyuhyun menoleh ketika mendengar dua pasang langkah kaki. Melihat gerakan itu, Ryeowook ikut menoleh.
Senyum cerah terkembang di wajah mereka saat melihat siapa yang datang. Wajah Eunhyuk dan Donghae tidak kalah cerahnya melihat kedua rekan mereka dalam keadaan sehat meski kemeja yang dipakai Kyuhyun sedikit kebesaran, tersembunyi di balik jasnya.
"Waktunya berganti shift," kata Donghae sambil menarik Kyuhyun ke pelukan setelah melihat tidak ada orang lain di luar mereka berempat. "Kau ini, selalu membuat kami khawatir!"
"Appo!" Kyuhyun mengeluh, sama berbisiknya dengan Donghae agar tidak terdengar dari dalam kamar.
"Kalian akan diinterogasi. Katanya Divisi Public Security menunggu sejak tadi," terang Eunhyuk.
"Tadi jam tugas kami belum selesai. Biarkan mereka menunggu." Kyuhyun mengukir smirk-nya.
"Oh, tenang saja. Aku dengar Heechul sshi sudah meradang karena kau berani menyuruh mereka menunggu." Eunhyuk tersenyum lebar.
"Dia akan membantaiku dengan banyak pertanyaan." Kyuhyun kini meringis.
"Wajar untuk seseorang yang membuat ruangan rumah sakit meledak."
"Benar, Donghae-ya. Apakah aku perlu membuat pernyataan bahwa Kyuhyun itu berbahaya? Pengobatan kutil memberinya ide bom kejut!" Ryeowook terkekeh.
"Hei, sudah, nanti mereka terlalu lama menunggu." Eunhyuk mengingatkan. Ia menepuk bahu Kyuhyun dan Ryeowook. "Kerja bagus."
"Kamsahamnida," sahut keduanya sambil mengangguk hormat.
Di tengah jalan menuju lift, Kyuhyun dan Ryeowook berpapasan dengan keluarga dari anak perdana menteri. Sang cucu berlari di antara Ryeowook dan Kyuhyun menuju kamar VVIP. Sang ibu yang mengenali Kyuhyun sebagai agen SP yang menjemput ayahnya, membungkuk hormat sambil mengucapkan terima kasih. Terdengar suara Lee Beom Joo yang merasa gembira dengan kehadiran cucunya.
Kyuhyun tersenyum begitu mereka ada di dalam lift. Ia merasa senang bisa melindungi senyum di wajah anak itu; Yang merupakan tujuannya menjadi seorang SP.
.
.
Ruang Kunjungan Penjara
Leeteuk duduk di hadapan Ko Sang Jong, pelaku penikaman sepasang suami di depan stasiun kereta 20 tahun lalu. Keduanya dibatasi oleh kaca yang membelah ruangan itu menjadi dua.
"Apakah Anda ingin berbicara sekarang?" tanya Leeteuk. "Bukankah itu sebuah kecelakaan?"
Ko Sang Jong tidak menjawab.
"Anda diminta untuk berperan sebagai teroris, tetapi justru berakhir sebagai teroris sungguhan. Benar kan?" Leeteuk mencoba lagi.
"Beri aku kebenarannya." Leeteuk menatap Ko Sang Jong yang terus berdiam diri. "Percayalah kepadaku."
Ko Sang Jong tersenyum melihat Leeteuk yang sedari tadi mendesaknya.
"Aku melihat, kamu juga memiliki buah di dalam dirimu," katanya dengan tempo yang lambat namun tatapannya sangat dalam. "Dua puluh tahun yang lalu, sebuah benih ditanam dalam diriku. Aku memberinya air, merawatnya seolah-olah itu adalah anakku sendiri. Sebagai imbalannya, aku sekarang memiliki buah yang sangat matang di dalam diriku. Begitu matang sehingga cabangnya bisa rontok kapan saja."
Ia kembali tersenyum melihat Leeteuk hanya terdiam menyimak kata-katanya.
"Apa menurutmu aku akan memberikan sesuatu yang berharga kepada orang asing dengan mudah? Buahmu juga akan rontok bukan? Tapi kamu tidak bisa menyimpannya untuk dirimu sendiri, jadi kamu di sini menemuiku."
Ko Sang Jong mengerutkan kening. Ia menatap wajah Leeteuk dan pandangan matanya dengan seksama.
"Wajahmu benar-benar tidak asing..."
Seraut wajah anak laki-laki berpakaian seragam SMA muncul dibenaknya. Anak laki-laki itu berdiri tidak jauh darinya yang siap menghunus pisau. Anak itu, sama sepertinya, juga memegang sebilah pisau di tangan kanannya. Tatapan anak laki-laki itu sangat gelap, penuh dengan hasrat untuk membunuh, berbeda dengannya yang hanya berpura-pura.
"Aku yakin kita pernah bertemu sebelumnya..."
Pandangan Leeteuk menjadi gelap dan penuh ancaman.
"Ah, sepertinya aku salah ingat," kata Ko Sang Jong. Ia merasa, sangat berbahaya jika ia berterus-terang mengenali wajah Leeteuk.
Leeteuk bangkit berdiri sambil menenteng jaket dan tas kerjanya. Ia melemparkan tatapan tajam untuk terakhir kali kepada Ko Sang Jong, lalu pergi meninggalkan ruangan itu tanpa sepatah katapun.
.
.
TBC
Aduh...aduh...udah TBC lagi aja hehehe
Bagaimana kesan teman-teman terhadap chapter dan chapter-chapter sebelumnya?
Tolong bagikan pemikiran kalian agar aku tahu apakah cerita ini sudah diterima dengan benar atau aku membuat semuanya berantakan kkkk
Aku sangat suka membaca kesan, dugaan, maupun reaksi kalian terhadap cerita ini.
Untuk yang ingin melihat tim inti Leeteuk bersama,
silakan menunggu Chapter selanjutnya.
Mereka berlima akan menjalani tugas yang sama.
Akhir kata, selamat membaca.
Jangan lupa mereview biar authornya semangat nulisnya.
Saking semangatnya, di IGD pun aku membaca review2 yang masuk hehehe
Kamsahamnida
