Catatan tambahan:
Meski di bagian Prolog sudah aku jelaskan tentang bagian-bagian di Kepolisian, aku akan mengulang sedikit untuk Biro Keamanan, khususnya Divisi Keamanan saja. Divisi Keamanan dibagi lagi jadi beberapa divisi di antaranya adalah Divisi Security Police (paling utama di ff ini) dan Divisi Public Security (Heechul), dll.
Shindong, Leeteuk dkk ada di SP sedangkan Heechul ada di Public Security. Tugas Divisi Heechul inilah yang sering dilakukan Kyuhyun sehingga dia ditegur oleh Shindong, karena SP hanya bertugas sebagai tameng, bukan polisi yang menangkap teroris.
Bagaimana dengan penjahat-penjahat kriminal? Itu Biro Kriminal, bukan masuk Biro Keamanan. Polisi Lalu Lintas? Itu Biro Lalu Lintas, jadi dari Bironya aja udah beda.
Meski begitu, berbagai divisi-divisi ini berada di markas besar yang sama. SP di lantai 16, Public Security di lantai 15. Lantai atas dan bawahnya lagi ada divisi2 lain yang tidak dibahas dalam cerita.
Kalau soal jabatan, Heechul dan Leeteuk sejajar karena berada di bawah Ketua Seksi divisinya masing-masing.
Semoga membantu :)
Oh, satu lagi, mungkin sebagian bingung membaca ada yang mengatakan 'saya', 'anda', tetapi juga 'kamu' dan 'aku'. Itu hanya untuk membedakan kalimat dengan bahasa yang lebih formal kepada atasan atau orang yang lebih tua, atau bahasa non formal yang lebih santai.
.
.
D_DAY
CHAPTER 14
.
.
Sepeninggal heechul, Kyuhyun melirik jam tangannya. Masih cukup waktu untuk dia menyingkir dari yang lain sebelum kembali ke kamar hotel. Belakangan ini ia terus memikirkan perubahan yang terjadi terutama terkait dengan halusinasi yang timbul dalam pikirannya. Perasaannya mengatakan itu bukanlah halusinasi acak. Kyuhyun merebahkan punggungnya ke sofa dan memejamkan mata agar bisa berpikir lebih jernih.
Entah sejak kapan, ketika serangan PTSD nya mulai menghilang dengan terapi dari dokter yang menangani kasusnya dan kesabaran ayah angkatnya setiap ia mengalami mimpi buruk dan serangan panik, Kyuhyun mulai menyadari ia memiliki ingatan fotografis. Ia mengingat segala sesuatu dalam bentuk foto dan bisa memancing ingatan itu kembali saat dibutuhkan untuk mengecek ulang. Pertama-tama hal itu sangat membebani ketika semua yang ia lihat diingat dengan jelas. Akhirnya ia bisa belajar memilah ingatan mana yang perlu ia buang dan mana yang perlu ia simpan.
Seperti yang dikatakan Dokter Kim, kelima indranya menjadi sangat sensitif. Ia sering memiliki masalah ketika kecil maupun remaja karena tanpa sadar membuat teman-temannya merasa tidak nyaman. Ia bisa tahu ketika mereka berbohong ataupun menyebutkan makanan/minuman apa yang mereka konsumsi sebelumnya. Bahkan ia beberapa kali gagal menjalin hubungan karena kepekaannya.
Ketika ayah angkatnya meninggal, Kyuhyun sadar ia harus menghadapi dunia sendiri, dan tidak bisa membiarkan kepekaannya berjalan tanpa kontrol. Ia mulai mencari tahu segala sesuatau yang berkaitan tentang itu. Kyuhyun bahkan mengikuti pertukaran mahasiswa ke Amerika hanya dengan satu tujuan, yaitu mencari tahu cara suku Native American membaca jejak kaki yang ditinggalkan. Dari jejak itu mereka bisa memperkirakan usia, jenis kelamin, ciri fisk, dan kondisi seseorang. Dalam kasusnya, ia bisa menggabungkan juga dengan pendengaran dan perasaan tajamnya.
Dan kini, Kyuhyun merasa ada sesuatu yang terjadi dengan halusinasi yang ia lihat.
Halusinasi pertama adalah saat ia melihat gedung-gedung tinggi di sekitar tempat kampanye. Ia bukan melihat halusinasi acak melainkan otaknya berpikir seperti seorang teroris. Jika ia adalah teroris, ia akan menyiapkan seorang sniper di sana, di arah matahari, sehingga tak seorang pun bisa melihatnya; Lalu menembak ke area kampanye tanpa halangan dan dengan jarak yang terjangkau oleh peluru senapan. Entah kebetulan atau tidak, beberapa detik kemudian sebuah ban mobil meletus di sana.
Halusinasi kedua adalah saat ia melihat Seoul Medical Center di kejauhan. Ia kembali berpikir sebagai teroris yang menyerbu ke ruang operasi dan menembak mantan Perdana Menteri Lee Beom Joo. Selain kedua halusinasi itu, ia mulai sering mengalami halusinasi-halusinasi kecil di beberapa kejadian sehari-hari.
Kyuhyun mencoba menarik garis besar dari semua itu. Sepertinya pengetahuannya tentang terorisme, informasi yang ia miliki tentang tempat yang ia jaga, dan kepekaan lima inderanya menciptakan sebuah sinkronisasi di mana ia bisa memperkirakan tindakan sang teroris jika berada di situasi seperti itu.
Dan entah bagaimana, otaknya mengubah itu semua ke dalam bentuk visual sehingga ia berhalusinasi tentang kejadian yang bisa terjadi. Sayangnya halusinasi itu terasa nyata, sehingga tubuhnya tanpa sadar merespon seakan kejadian itu benar-benar terjadi; Seperti melakukan gerakan bertahan, berlari ataupun menghindar. Diperlukan beberapa detik untuk ia sadar bahwa dirinya masih ada di posisi dan keadaan yang aman.
Apakah aku akan menjadi salah satu dari para teroris itu jika ini terus berlanjut?
.
.
Hotel Ocean Park
Kamar 3319
"Apa yang sedang kamu lakukan?" Kwak Jong Bin berteriak panik saat Leeteuk membuka tirai kamar sehingga sinar matahari bisa masuk dengan leluasa.
"Tidak ada bangunan di sekitar sini yang bisa mereka gunakan untuk menembakmu," jawab Leeteuk dengan nada menenangkan.
Kwak Jong Bin bangkit dari sofa dan menghampiri Leeteuk. Kamar hotel tempat mereka berada memang lebih tinggi dari banyak bangunan lainnya. Tetapi saat ia memandang keluar jendela, tampak sebuah gedung tinggi di kejauhan.
"Ada satu di sana!" tunjuk Kwak Jong Bin.
"Jangan khawatir. Tidak ada sniper yang bisa menembak dengan jarak sejauh itu kecuali di cerita fiksi," tenang Leeteuk lagi. "Atau apakah Anda ingin saya menjelaskan mengapa secara fisika tidak mungkin menembak Anda dari sana?"
"Hal terpenting dalam pekerjaan kami adalah membangun kepercayaan dengan klien kami. Tolong percayalah kepada kami." Leeteuk memandang Kwak Jong Bin dengan pandangan yang bersungguh-sungguh. "Dengan kepercayaan itu, kami akan menjagamu dengan nyawa kami."
Mendengar kata-kata Leeteuk, Kwak Jong Bin terdiam. Donghae dan Ryeowook yang berdiri menjaga di ruangan itu juga meresapi kata-kata Leeteuk tadi.
.
.
Mobil Pelayanan Kebersihan 'Yesterday' diparkir di sebuah halaman yang luas berisi beberapa bekas kontainer yang dijadikan sebagai gudang. Paul duduk di dalam mobil sambil membuka website Hotel Ocean Park untuk mempelajari bentuk kamar dan denah hotel meski hanya gambaran kecil. Denah lengkap hotelnya sendiri sudah ia miliki.
Yesterday adalah kelompok pembunuh bayaran yang sudah beroperasi cukup lama. Meski nama julukan mereka nama asing, mereka adalah orang Korea. Mereka menguasai berbagai bahasa dan pandai menyamar. Keempatnya memiliki berbagai passport yang bisa dipakai sewaktu-waktu. Ketersediaan dana yang besar membuat mereka memiliki banyak sumber daya untuk digunakan, juga teknologi yang cukup tinggi.
Karena itu John menganggap hal yang mudah karena mereka hanya berhadapan dengan agen SP yang biasanya bertugas sebagai tameng berjalan saja.
George masuk ke dalam mobil, siap menyalakan rokok Esse (rokok asli buatan Korea) kesukaannya. Paul meliriknya dengan tajam. Dengan terpaksa, George kembali keluar. Meski tubuh Paul mungil untuk ukuran pria, dia sangat pandai dan kejam. George tidak berani membantahnya apalagi Paul tidak menyukai bau rokok.
Paul memesan kamar hotel untuk dua orang, tepat di sebelah kamar 3319. Setelah itu ia keluar dari mobil dan menuju salah satu kontainer. Di sana terdapat sebuah rak gantung berisi baju-baju bellboy berbagai hotel. Ia mencari seragam mana yang cocok dengan hotel Ocean Park. Ketika menemukannya, ia membawa dua buah, satu yang seukuran tubuhnya, dan satu lagi untuk George. Ia juga mencari beberapa baju yang sesuai.
Sepotong gaun cheongsam berwarna merah menyala ditarik keluar. Ia memamerkan gaun itu kepada George. "Aku akan menyamar menjadi istrimu. Bersiaplah berperan sebagai tamu dari China."
"Hǎo de qīn'ài de (Okay, sayangku)," jawab George sambil tersenyum. Pengucapannya sangat mirip dengan orang China asli. "Aku akan persiapkan surat-suratnya.
.
.
Kamar 3319 Pukul 08.10
Hari ke-2
Leeteuk dan Kyuhyun sudah meninggalkan hotel. Mereka memilih pulang daripada tidur di kamar suite itu. Eunhyuk, Donghae, dan Ryeowook yang kini bertugas menjaga. Meski berada di dalam kamar, sesuai SOP hanya satu orang yang boleh duduk sementara yang dua lainnya berdiri. Mereka akan melakukan hal itu secara bergantian.
Saat ini Donghae yang mendapat giliran duduk, sementara Eunhyuk berjaga di dekat Kwak Jong Bin, dan Ryeowook bertanggung jawab menjaga dekat pintu masuk. Posisi berdiri akan membuat mereka siap mengantisipasi serangan mendadak daripada ketika mereka berada dalam posisi duduk.
Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu ruangan. Donghae langsung berdiri dan memposisikan dirinya di tengah, di antara wilayah penjagaan Eunhyuk dan Ryeowook. Ryeowook menghampiri pintu dengan tangan siap di sisi pistol. Ia mengintip melalui lubang untuk melihat siapa yang datang.
"Seorang pegawai hotel. Sarapan sudah tiba." Ryeowook mengumumkan melalui mike yang tersemat di lengan kemeja kirinya. Ia kemudian membuka pintu sehingga sang pegawai hotel bisa mendorong masuk kereta berisi penuh makanan dan minuman yang mewah.
"Apakah di sini baik-baik saja?" tanya sang pegawai dengan sikap ramah dan sopan setelah kereta makan berhenti di dekat meja sofa."
"Letakkan di atas meja ini!" perintah Kwak Jong Bin.
"Baik." Sang pegawai perlahan meraih penutup stainless stell setengah lingkaran yang menutupi hidangan utama. Penutup itu sangat cantik dengan pegangan berbentuk ikan. Ia tampak menggenggam pegangan itu dengan hati-hati agar bisa membukanya tegak lurus.
Tiba-tiba tangan Eunhyuk mengenggam tangan pegawai hotel itu, menahannya agar tidak bergerak. Semua menahan napas melihat kejadian mendadak itu.
"Kami akan mengambilnya dari sini," kata Eunhyuk. "Jadi biarkan saja seperti itu."
"Tentu," jawab sang pegawai.
Sementara Ryeowook mengantarnya ke pintu keluar, Eunhyuk dan Donghae berdiri di dekat kereta berisi aneka makanan itu.
Eunhyuk mulai mengangkat perlahan tutup saji, berhati-hati kalau ada sesuatu di baliknya. Donghae pun dalam posisi siaga. Kwak Jong Bin menahan napas. Ketiganya menghembuskan napas lega ketika di bawah tudung saji itu hanya terdapat menu makanan utama.
Eunhyuk, Donghae, dan Ryeowook yang sudah bergabung kembali, menata semua makanan mewah, minuman, bunga, bahkan sebotol wine dalam bak es-nya ke atas meja dengan apik. Kwak Jong Bin cukup takjub dengan ketrampilan mereka termasuk posisi alat makan yang tertata sempurna.
"Salah satu dari kalian, silakan mencicipi dulu," perintah Kwak Jong Bin.
"Menurut saya makanan ini baik-baik saja," tolak Eunhyuk.
"Bisakah kamu menjaminnya 100%?"
"Tidak." Eunhyuk dengan enggan menjawab.
"Kalau begitu, silakan." Kwak Jong Bin tidak menyerah.
"Biar aku saja." Donghae mengajukan diri. Ia mulai memakan satu demi satu semua hidangan mewah itu, bahkan jus jeruk, kopi dan desert yang tertata cantik. Hanya wine yang tidak ia sentuh karena masih disegel.
"Semuanya terasa enak," jawab Donghae tersenyum puas, sementara kedua rekannya melongo melihatnya makan dengan tenang tanpa sedikitpun keraguan apakah makanan itu dibubuhi racun atau tidak.
"Tampaknya semuanya baik-baik saja. Silakan makan tanpa khawatir." Eunhyuk mempersilakan.
Kwak Jong Bin justru mendengus kesal. "Sudahlah. Aku kehilangan nafsu makan," ujarnya sambil berdiri dan masuk ke dalam kamar.
"Sungguh sia-sia," sesal Donghae melihat makanan yang begitu banyak di meja.
.
.
Hotel Ocean Park
Lobby
"May i see your passport please (Bolehkah saya melihat paspor kalian)?" tanya resepsionis dengan ramah ketika melayani sepasang turis dari China.
"Sure (Tentu)." Sang suami membuka kaca mata hitamnya agar resepsionis bisa membandingkannya dengan foto.
Hal yang sama dilakukan dengan passport sang istri, namun wanita berambut panjang yang mengenakan cheongsam dan jaket berbulu itu hanya memandang ke sekeliling hotel. Resepsionis menganggap wanita itu sesuai dengan foto yang ada di passport. Ia mengembalikan kedua passport itu.
"Thank you very much. The bellboy will take you to your room (Terima kasih banyak. Bellboy akan mengantar kalian ke kamar)."
"No, I don't think we need any help (Tidak, aku tidak berpikir kami memerlukan bantuan apapun)."
"Okay, then this is your key and enjoy (Baiklah, kalau begitu ini kunci kalian dan selamat menikmati."
"Xie xie (terima kasih)," balas sang suami.
"Bù kèqì (sama-sama)." Sang resepsionis tersenyum manis.
Mereka berjalan menunggu pintu lift terbuka, menampakkan sekeluarga yang keluar bersama anak mereka.
"Hǎojiǔ méi lái hánguóle. Nǐ yěshì ba? (Sudah lama sejak saya mengunjungi Korea. Kamu juga kan?)" Sang suami tampak mengajak istrinya berbicara. Keluarga yang keluar dari lift menganggguk sopan dan berlalu sementara mereka berdua masuk ke dalam lift. "Shàng cì qù jìzhōu dǎo. Tài hǎole. (Terakhir kali aku ke Jeju. Itu sangat bagus.)"
Sang suami menekan lantai 33 dan melihat istrinya tersenyum.
"Yǒu shé me wèntí ma? (apakah ada yang salah?"
Sang istri tidak bersuara. Ia hanya menggelengkan kepalanya. Mereka berdua tiba di lantai 33. Sang suami yang tidak lain adalah George itu melihat ke koridor di kiri dan kanannya, mencoba membaca petunjuk arah.
"Wǒ xiǎng nǐ de fángjiān shì zhèyàng de. (Aku pikir kamar kita ke arah sini)." George mengarahkan Paul yang berpenampilan seperti wanita cantik itu berbelok ke kanan dari arah lift. Mereka melewati kamar 3319 menuju kamar 3320 yang terletak tepat di sebelahnya.
George membuka pintu dan menoleh ke arah Paul yang masih berdiam diri.
"Nǐ de wèizhuāng hěn wánměi (Penyamaranmu sempurna)."
Paul tersenyum menerima pujian itu.
Sesampainya di dalam, George langsung membuka tirai ruangan sehingga sinar matahari bisa menerangi kamar.
"Pemandangan yang luar biasa." George mengagumi suite mewah itu.
"Ini!" Paul melemparkan sekaleng minuman dingin yang ia ambil dari dalam kulkas yang ada di kamar itu. Ia lalu duduk dan melepaskan wig serta kacamatanya.
George meminum minuman itu seteguk, lalu mulai membuka koper. Ia mengeluarkan perangkat penyadap yang berteknologi tinggi dan bergegas ke kamar tidur utama. Menurut denah, semua kamar tidur utama saling berdempetan dengan tujuan agar suasana ramai di ruang tamu tidak terlalu terdengar. Posisinya selalu kepala tempat tidur bertemu dengan kepala tempat tidur kamar sebelahnya, begitu juga dengan ruang tamu.
Diketukkannya jarinya perlahan, mencari bagian dinding yang tipis di area kepala tempat tidur utama. Ketika ia menemukannya, George langsung menempelkan alat yang menyerupai stetoskop mini itu ke dinding yang tipis, lalu menghubungkannya dengan speaker yang bisa didengar oleh mereka melalui earphone.
Ia mendengarkan untuk beberapa saat sebelum melepas earphone dan beranjak ke ruang tamu. Paul sudah mengenakan wig-nya kembali dan tengah merapikannya.
"Sama sekali tidak ada tanda-tanda pergerakan," kata George sambil merebahkan tubuhnya ke sofa.
"Aku yakin mereka akan tenang setidaknya untuk satu atau dua hari."
"Itu benar." George mengakui.
"Pertanyaannya adalah bagaimana kita mengetahui kapan mereka bergerak."
"Aku yakin kita akan menemukan kesempatan untuk itu," ujar George menenangkan.
"Karena kita sudah di sini, mengapa kita tidak pergi berjalan-jalan?" usul Paul.
"Tóngyì (setuju)."
.
.
Hotel Ocean Park
Kamar 3319 Pukul 20.30
Kyuhyun berjaga tepat di depan pintu yang menuju ke kamar tidur, sementara Leeteuk berjalan mengitari ruangan. Suasana sangat hening karena Kwak Jong Bin sudah berdiam diri di dalam kamar sebelum mereka tiba hingga saat ini.
"Apa yang bisa Anda bunuh tetapi tidak dianggap melakukan kejahatan?" tanya Kyuhyun ketika Leeteuk lewat di dekatnya.
Leeteuk menoleh melihat anak buahnya itu masih berdiri siaga dengan pandangan mata lurus ke depan. Ia melangkah lebih dekat lagi. "Napas."
Kyuhyun langsung menatapnya dengan senyum lebar. "Wah, aku terkesan. Donghae tidak akan bisa menjawabnya." Kyuhyun kembali membaca buku kuis anak-anak yang ia beli.
"Itu adalah kuis tingkat sekolah dasar. Aku yakin dia bisa menjawabnya," ujar Leeteuk sambil kembali berkeliling.
"Aku meragukan itu." Kyuhyun melanjutkan bacaannya untuk membunuh waktu yang panjang.
Leeteuk mengambil tempat di sofa, melihat jam yang bergulir di dinding. Ia merasa waktu 12 jam terlalu panjang untuk penjagaan maksimal, di mana waktu ideal adalah 8 jam. Begitu juga jumlah personil setiap shiftnya. Ia tidak ingin anak buahnya dalam kondisi lelah ketika sesuatu terjadi. Itu akan memperlambat reaksi mereka. Namun saat ini tidak ada yang bisa ia lakukan. Ia yakin tim inti pilihannya bisa menangani shift panjang ini dengan baik meski itu bukan kondisi ideal.
.
.
Di koridor lantai 33, Paul dan George yang menyamar, menenteng belanjaan mereka.
"Insadong shìgè hǎo dìfāng (Insadong adalah tempat yang bagus)." George menenteng belanjaannya dengan puas. Ia mengikuti Paul yang hanya tersenyum dan berjalan beriringan menuju kamar mereka.
.
.
Kyuhyun mendekati Leeteuk yang tengah duduk di kursi besar dan mewah, yang merupakan bagian dari meja kerja yang disediakan oleh kamar suite tersebut untuk para tamunya.
"Apa pekerjaaan yang bisa Anda curi dan tidak pernah menjadi masalah bagi para polisi?"
Leeteuk mencoba mencari jawaban hingga keningnya berkerut.
"Itu soal yang sulit," akunya.
.
.
George menghentikan langkahnya di depan kamar 3319. Ia mengeluarkan pistol dari salah satu tas belanja yang dipegangnya, lalu mengarahkan moncong pistol itu hingga nyaris menempel ke lubang intip. Ia menarik pelatuk dan menembak dengan pistol kosong.
"Tíng xiàlái! (Hentikan!)," tegur Paul dengan berbisik.
.
.
Di dalam kamar, Kyuhyun yang sedang menantikan jawaban Leeteuk tiba-tiba menghadap ke arah pintu dengan sikap waspada. Ia memusatkan konsentrasinya untuk menyisir kamar itu, dan mendapati asal perasaan negatifnya adalah lubang intip yang terdapat di pintu kamar.
"Apa yang salah?" tanya Leeteuk setelah menyadari perubahan sikap Kyuhyun.
"Aku akan mengecek sebentar."
.
.
George masih menekan pelatuknya dua kali lagi sebelum Kyuhyun mengintip dari lubang. Ia dan Paul berjalan menuju kamar mereka sendiri.
"Wǒmen shì bùshì mǎile tài duō jìniànpǐn? (apakah kita membeli terlalu banyak oleh-oleh?" George bertanya saat membuka pintu kamarnya.
Bertepatan dengan bunyi pintu itu dibuka, Kyuhyun juga membuka pintu kamar 3319 agar tidak menarik perhatian kedua turis asing itu. Setelah memastikan keduanya masuk ke dalam kamar, ia berdiri di pintu yang terbuka dan mengintip ke arah pintu kamar 3320. Ia memusatkan perhatiannya dan mencium bau yang khas dari tubuh salah satu tamu tadi.
Kyuhyun mengusap hidungnya, mencoba memastikan bau yang ia tangkap.
"Ada yang salah?" Leeteuk sudah berdiri di belakangnya dengan khawatir.
"Bisakah kita mendapatkan Esse (merk rokok buatan Korea Selatan) di China juga?"
"Aku tidak tahu. Apakah kamu ingin mencari tahu?"
"Tidak... Lupakan saja." Kyuhyun kembali menutup pintu.
.
.
Di balik pintu 3320, George yang sedari tadi menempelkan telinganya, menghembuskan napas lega. "Fiuh, hampir saja."
"Jangan terlalu meremehkan. Pasti ada SP yang benar-benar bagus," tegur Paul terhadap kecerobohan rekannya.
"Itu hanya kebetulan," sanggah George. "Kebetulan saja ia hendak mengecek keadaan di luar. Tidak mungkin dia tahu aku berada di balik pintu mereka."
"Aku harap begitu."
Paul yang kesal segera melepas jaket dan wig-nya. Ia melompat ke atas kasur dan meraih earphone, siap untuk berjaga, mencari pembicaraan apapun yang bisa memudahkan mereka membunuh Kwak Jong Bin. Ia hanya bisa mendengar suara tangisan pria itu yang merindukan istri dan anak perempuannya.
.
Kyuhyun membuka pintu kamar, hendak memeriksa karena dinding kamar utama itulah yang berdekatan dengan kamar 3320. Tetapi ia mendapati Kwak Jong Bin sedang menangis sambil menatap pigura foto.
.
Di kamar sebelah, Paul memberi isyarat agar George diam karena ia mendengar suara pintu kamar target mereka terbuka. Ia ingin mendengar percakapan sang target dengan SP. Tetapi ia tidak mendengar apapun kecuali suara tangisan Kwak Jong Bin.
.
Kyuhyun terdiam beberapa saat menatap dinding yang ada di bagian kepala tempat tidur. Namun suara tangisan itu mengusiknya, mengingatkan Kyuhyun akan malam-malam yang ia lewati 20 tahun lalu di mana ia baru tertidur setelah lelah menangis. Akhirnya Kyuhyun memutuskan untuk menutup pintu kamar dengan sangat perlahan agar tidak mengganggu Kwak Jong Bin.
Leeteuk yang duduk di sofa memperhatikan raut wajah Kyuhyun yang tampak berpikir keras. Ia menunggu hingga Kyuhyun duduk di dekatnya sebelum bertanya.
"Ada perubahan?"
"Tidak ada apa-apa... untuk saat ini." Kyuhyun melirik lagi ke arah kamar.
Leeteuk yang menangkap gerakan itu hanya terdiam. Berbeda dengan sebelumnya, Kyuhyun tampak berhati-hati dan tidak banyak bicara. Ia pun memilih melakukan hal yang sama.
.
.
Hotel Ocean Park
Kamar 3319 Pukul 07.51
Hari ke-3
Sepanjang malam, Kyuhyun dan Leeteuk menghabiskan waktu dengan berdiam diri. Kyuhyun tampak enggan berbicara sehingga Leeteuk mengikutinya, karena tidak biasanya anak buahnya itu diam. Sinar matahari sudah menembus tirai jendela sejak tadi, tetapi tidak seorang pun yang bergerak untuk membukanya.
Suara ketukan di pintu membuat keduanya menolehkan kepala setelah mematung sekian jam. Leeteuk mengecek jam tangannya sementara Kyuhyun bergerak menuju pintu.
Tersadar dengan betapa gelapnya suasana di ruangan itu, Leeteuk bergegas membuka semua tirai jendela.
Kyuhyun mengintip melalui lubang sebelum membuka pintu. Eunhyuk, Donghae, dan Ryeowook tersenyum lebar dengan tas dan mantel di tangan masing-masing.
"Annyeong," sapa Kyuhyun yang dibalas ketiganya dengan sapaan yang penuh semangat. Ketiganya juga menyapa Leeteuk yang tengah membuka tirai-tirai jendela.
"Hai, ada apa ini?" tanya Eunhyuk keheranan melihat ruangan yang masih gelap. Ia menekan saklar lampu yang ada di dekatnya sehingga ruangan menjadi terang. Ia menatap Leeteuk dan Kyuhyun penuh selidik. Tetapi tak seorang pun tampaknya berminat menjawab.
"Joheun achimimnida (selamat pagi), Kapten." Eunhyuk kembali mencoba.
"Semoga semuanya berjalan baik hari ini." Leeteuk menepuk bahu Eunhyuk sambil tersenyum, meyakinkan anak buahnya itu bahwa semua baik-baik saja. Ia segera mengambil mantel dan tas kerjanya ketika melihat Kyuhyun sudah bersiap untuk pergi.
"Donghae sshi."
Leeteuk merasa lega mendengar suara Kyuhyun kembali bersemangat.
"Hah?" Donghae yang tengah meletakkan tas dan mantelnya menoleh.
"Apa yang bisa kamu bunuh tetapi tidak dianggap melakukan kejahatan?" tanya Kyuhyun.
"Kenapa kamu bertanya begitu tiba-tiba?" Donghae mengerutkan kening.
"Jawab saja pertanyaannya," desak Kyuhyun.
Donghae melipat kedua tangannya di dada sambil berpikir keras, namun tidak ada jawaban apapun darinya. Kyuhyun memandang Leeteuk yang sudah berdiri di sampingnya sambil melempar senyum kemenangan.
"Lihat kan?"
Leeteuk menggelengkan kepala, membuat Donghae merengut melihat reaksi mereka berdua. "Apa yang kalian berdua pikirkan?"
Eunhyuk dan Ryeowook yang tengah mengenakan perlengakapn SP ikut tersenyum lebar membuat Donghae semakin bertanya-tanya.
"Baiklah semuanya, selamat bekerja." Leeteuk berjalan keluar mengikuti Kyuhyun yang sudah melangkah lebih dulu.
"Kyu! Apakah kamu tidak akan memberitahuku jawabannya?" Donghae melemparkan protes.
Kyuhyun berbalik untuk mengambil buku kuisnya yang tergeletak di atas meja, lalu mendorongnya ke arah Donghae. Ia melemparkan senyum sebelum menutup pintu dan mengikuti Leeteuk.
"Ada apa dengan dia?" Donghae memeriksa buku anak-anak itu dan membaca isinya. "Oh! Ini kuis!"
.
.
Di dalam kamar, Kwak Jong Bin mendengarkan percakapan ceria ketiga agen SP itu. Ia masih terbaring setelah semalaman menangis merindukan istri dan anak perempuannya. Ia sangat ingin menemui mereka.
.
.
Paul yang mengenakan seragam pegawai hotel lengkap dengan topinya, memasuki kamar di mana George habis berjaga semalaman mendengarkan percakapan di kamar sebelah. Ia menyiapkan kopi untuk dirinya sendiri dan beberapa majalah untuk menemani saat berjaga.
"Tadi malam sangat sepi, tidak ada percakapan apapun selain tangisan Kwak Jong Bin." George menguap kelelahan. Ia segera menuju kamar satunya lagi untuk tidur, bersiap untuk giliran jaga selanjutnya.
Paul tidak menanggapi laporan tadi. Ia membersihkan earphone itu dan mulai memakainya untuk menguping pembicaraan. Terdengar celotehan ramai para agen SP di sana, meski terdengar cukup samar jika mereka berbicara dengan volume suara biasa. Suara baru jelas untuk pembicaraan di dalam kamar tidur utama.
.
.
Hotel Ocean Park
Kamar 3319 Pukul 08.30
Suasana di dalam kamar 3319 lebih baik dari kemarin. Kwak Jong Bin tidak meminta siapa pun untuk mencicipi makanannya dan mulai bersantap meski terlihat sedikit enggan.
"Hai!" Panggilnya tiba-tiba, membuat ketiga agen SP itu menoleh. "Dapatkah seseorang membelikanku sebuah laptop dengan kartu ini? Merk apa saja tidak masalah. Semakin mahal, semakin baik."
Kwak Jong Bin menyodorkan sebuah black card, namun tidak ada yang mendekat untuk mengambilnya.
"Tidak ada yang bisa? Baiklah, aku bisa pergi sendiri." Kwak Jong Bin bangkit berdiri.
Belum sempat Eunhyuk menghalanginya, Ryeowook berjalan mendekat dan mengambil kartu itu. Tanpa bicara ia berbalik untuk keluar.
"Jangan belikan aku sesuatu yang murah!" seru Kwak Jong Bin, dibalas tatapan tajam oleh Ryeowook sebelum menutup pintu.
Kwak Jong Bin melihat ke arah kedua SP yang tersisa. Mereka tidak memandang ke arahnya, hanya berjaga di sana. Ia meraih pitcher berisi jus jeruk dan menuangkannya ke gelas. Ketika gelas itu hampir penuh, dengan sengaja disenggolnya gelas itu hingga tumpah membasahi dirinya sebelum jatuh ke lantai.
"Ups!" Kwak Jong Bin tertawa melihat dirinya basah.
Eunhyuk dan Donghae langsung melihat ke arahnya untuk mengetahui apa yang terjadi.
"Aku akan mengambil beberapa handuk." Donghae bergegas berlari menuju dapur.
"Aku akan berganti baju," tutur Kwak Jong Bin sambil berjalan menuju kamar. Ia menutup pintunya.
Begitu Donghae datang dengan setumpuk handuk, Eunhyuk dan Donghae langsung membersihkan kekacauan yang ada.
Namun baru beberapa detik, tangan Eunhyuk berhenti. Sesuatu membebani pikirannya, mendengar Kwak Jong Bin yang biasanya pemarah begitu gembira ketika bajunya basah dan lengket oleh jus jeruk.
Eunhyuk bergegas berdiri dan mengetuk pintu. Begitu tidak terdengar sahutan, ia langsung membukanya dan memeriksa. Wajahnya langsung pucat saat melihat pintu kamar yang menuju pintu keluar terbuka. Tidak tampak Kwak Jong Bin di mana pun.
"Donghae sshi!"
"Ne?"
"VIP telah melarikan diri! Ikuti dia!"
.
.
Paul tersentak mendengar kata-kata itu. Ia bergegas melepaskan earphone dan memakai topinya. Ia lalu membuka koper untuk mengambil sebuah pisau komando. Ia bergegas keluar meninggalkan George yang masih tertidur.
.
.
Eunhyuk dan Donghae bergegas keluar dari kamar. Sosok Kwak Jong Bin tidak terlihat di koridor itu. "Donghae sshi, kamu menuruni tangga!"
"Siap!" Donghae berlari melewati Paul yang keluar dari kamar 3320 untuk menuruni tangga darurat.
Paul melihat Eunhyuk sudah berlari ke arah lift. Ia berjalan dengan cepat namun tenang untuk menyusulnya sebelum lift tiba.
"Ayo! Cepat!" desis Eunhyuk melihat betapa lambatnya lift tiba di lantai 33. Ia menoleh ke arah pegawai hotel yang baru saja bergabung untuk menunggu lift bersamanya. Pegawai hotel yang tak lain adalah Paul itu mengangguk dengan ramah dan sopan.
Begitu pintu lift terbuka, Eunhyuk bergegas masuk diikuti oleh Paul yang melangkah dengan tenang seakan ia tidak sedang memburu Kwak Jong Bin yang tengah melarikan diri.
Donghae melirik ke nomor yang tertera di dinding. Ia baru sampai di lantai 13. Sambil kepayahan ia kembali melanjutkan menuruni anak tangga.
.
.
Kwak Jong Bin keluar dari lift di lantai 2. Ia tahu para agen SP akan mencarinya di lantai 1, karena itu ia tidak berhenti di sana. Ia berencana akan turun ke lantai 1 menggunakan eskalator kemudian keluar dari hotel untuk pulang menemui istri dan anaknya.
Dengan mengendap-endap untuk menghindari kalau-kalau ada agen SP yang memergokinya, ia berjalan menuju eskalator. Ia melewati seseorang yang tengah membaca majalah TIME di sana. Orang itu bergegas menutup majalahnya, meraih kopernya dan menyusul Kwak Jong Bin.
Hanya tinggal beberapa meter dari eskalator, orang itu meraih pundak kiri Kwak Jong Bin hingga membuat pria itu berbalik ketakutan.
"Can you speak English? (bisakah kamu berbahasa Inggris?)" tanya orang yang tak lain adalah Heechul. Ia tengah menyamar mengenakan jas 3 in 1 lengkap dengan kacamata dan kopernya.
"Huh?" Kwak Jong Bin menatap dengan bingung. Ia berusaha melepaskan diri, namun cengkeraman Heechul sangat kuat meski ia hanya melakukannya dengan satu tangan.
"Can you speak English?" tanya Heechul lagi.
"No... No..." Kwak Jong Bin lagi-lagi berusaha melepaskan diri namun tidak berhasil.
.
.
Sementara itu Eunhyuk yang telah sampai di lantai 1 langsung menuju lobby dan mencari sosok Kwak Jong Bin. Ia tidak sadar Paul mengikutinya dari belakang dengan langkah tenang. Eunhyuk nyaris kehilangan harapan sebelum matanya menangkap sosok Kwak Jong Bin tengah ditahan oleh seseorang yang tidak asing baginya di lantai 2.
"You can hide but you can't run (Kamu bisa sembunyi tetapi kamu tidak bisa lari)," kata Heechul dengan senyum ramah di wajahnya. Semakin Kwak Jong Bin memberontak, cengkeramannya semakin kuat.
"Apa yang kamu katakan? Lepaskan aku!" teriak Kwak Jong Bin ketakutan.
Tiba-tiba Heechul melepaskan cengkeramannya dan menatap dengan dingin ke satu arah. Kwak Jong Bin mengikuti arah pandangannya itu dan mendapati sosok Eunhyuk telah tiba di lantai 2. Kwak Jong Bin mendesah penuh kekalahan.
Eunhyuk berjalan hingga berada di dekat Kwak Jong Bin. Ia menatap Heechul yang masih memandangnya dengan pandangan menegur dan dingin.
"Kamu berhutang satu padaku." Heechul meninggalkan mereka tanpa menoleh lagi.
Kwak Jong Bin tertunduk lesu ketika tinggal mereka berdua yang ada di sana. "Aku hanya ingin melihat keluargaku. Itu saja," desahnya sedih.
"Ayo pergi," ajak Eunhyuk. Ia menggiring Kwak Jong Bin menuju lift yang akan membawa mereka kembali ke lantai 33.
.
Paul menyaksikan semua itu dari lantai 1 dengan perasaan kesal. Ia kehilangan kesempatan untuk membunuh Kwak Jong Bin.
Di sisi lain Donghae melihat bahwa Eunhyuk sudah berhasil mengamankan Kwak Jong Bin. Ia langsung terduduk kelelahan di sofa yang ada di sana.
.
.
TBC
Capek juga ternyata menjadi Paul dan George ya hehehe
Setiap hari mendengarkan hanya untuk mencari kesempatan membunuh.
Bagaimana menurut pendapat kalian tentang chapter ini?
Kamsahamnida
