Title : Shadow Warrior chapter 12

Genre : Friendship/Brothership, fantasy, action, horor

Rating : Fiction T

Cast : Kyuhyun, Leeteuk, Sungmin, Yesung, Kangin, Kibum, Siwon, , Shindong dan Donghae

Disclaimer : All them belong to themselves and GOD.I own only the plot.

Warning : Fanfic just Fanfic, typos, geje , if read don't bash, jangan meng-copy paste meskipun menyertakan nama; Share saja dalam bentuk link ffn, tidak kurang dari itu. Gomawo

Summary :

. .

.

Shadow Warrior

Chapter 12

.

Aku adalah gunung.
Pasukan berkuda yang menyerang secepat angin; Pasukan penombak yang melontarkan tombak seperti curah hujan yang deras; Pasukan panah api yang siap membakar dengan beringas; Menghadapi semua itu, aku akan tetap berdiri di tempatku. Bergeming dan terus bergeming.
Kadang kala aku ingin menjadi angin yang bebas bergerak. Berhembus kencang jika ingin. Bergerak pelan sesuka hati.
Tapi aku adalah sebuah gunung. Gunung besar yang terlihat dari manapun. Gunung besar yang tidak bergerak menghindar meski banyak yang berusaha menghancurkannya.
Jika gunung itu akhirnya menjadi musnah... Apakah masih akan disebut gunung? Jika aku tidak lagi sebuah gunung, lalu siapakah aku?

.

.

Shindong terduduk lemas di depan kamar Siwon setelah berlari ke seluruh penjuru bangunan utama untuk mencari sosok namja yang diasuhnya. Ia bisa saja mengerahkan para penjaga dan pelayan untuk mencari, tetapi hal itu akan menimbulkan keributan. Di bangunan tengah, ia juga mencari Kyuhyun meski tidak banyak berharap. Jeonha-nya tidak pernah terlihat lagi di sana.

"Ajussi….ada apa?"

Shindong menoleh. Donghae berjalan ke arahnya dengan pakaian tidur. Namja itu duduk di sisinya setelah mengedarkan pandangan ke sekeliling seakan mencari seseorang. "Aku tidak merasakan keberadaan Jeonha. Apakah dia pergi?"

Shindong tidak mampu menyembunyikan rasa terkejutnya. Ia menatap Donghae penuh selidik sebelum mengangguk, merasa tak ada gunanya menyembunyikan hal yang sudah diketahui namja itu.

"Donghae-ya, sejak dulu aku selalu heran dengan keberadaanmu. Siapa kau sebenarnya? Kenapa kau bisa menembus segel tempat ini dengan mudah? Dan bagaimana keberadaan Jeonha begitu erat dengan dirimu? Kalian berdua tampak menyembunyikan sesuatu…."

"Hanya aku yang menyembunyikan sesuatu, ajussi. Jeonha tidak tahu apa-apa, sama seperti Ajussi." Donghae tersenyum muram. "Tetapi aku tidak bisa mengatakan kebenarannya sampai waktunya tiba. Aku hanya bisa bilang bahwa Jeonha orang yang sangat berarti bagiku. Aku akan berada di sisinya dan melindunginya sampai kapanpun."

Tangan Shindong menepuk ringan bahu Donghae sambil bangkit berdiri. "Istirahatlah malam ini. Kau tidak perlu mencemaskan Jeonha. Dia jauh lebih kuat dari yang terlihat. Dia pasti baik-baik saja."

"Mimik ajussi sangat berbeda dengan kata-kata yang diucapkan." Donghae meringis sementara Shindong hanya bisa tersenyum tipis. "Aku akan mencarinya besok pagi. Ajussi yang tidak perlu cemas."

"Kau memang menyebalkan. Beraninya menggoda orang tua." Shindong menjitak pelan kepala Donghae sambil tertawa. Namun kemudian ia memandang namja itu dengan wajah serius. "Donghae-ya, jika kau bertemu Jeonha dalam keadaan baik-baik saja, jangan mengajaknya kembali ke tempat ini."

"EH?!" Donghae tanpa sadar berseru dengan keras. Ia langsung menutup mulutnya sendiri sambil berharap Siwon dan Zhoumi tidak terbangun oleh teriakannya. Ia tidak tahu kalau Zhoumi dan Siwon sudah mendengarkan percakapan mereka semenjak tadi.

"Aku tidak tahu rahasia apa yang kau sembunyikan. Tetapi tampaknya itu semua tidak ada kaitannya dengan guardian Jujak. Bukankah begitu?"

Pertanyaan Shindong tidak mendapat jawaban. Namja separuh baya itu tersenyum maklum. "Jika Jeonha tidak ingin kembali, jangan membujuknya. Bahkan jangan menanyakan apapun tentang tempat ini. Jika kau ingin menjaganya dan bersamanya, ikutlah kemanapun Jeonha pergi. Kau tidak perlu membawanya pulang, arrachi?"

Donghae mendekat dan berbisik di telinga Shindong. "Ajussi, Jeonha pergi bukan karena terbebani statusnya sebagai guardian Jujak, melainkan untuk melindungi kami."

"Aku tahu. Karena itu bawalah dia sejauh mungkin dari tempat ini, ke tempat di mana Jenderal Agma tidak akan menemukannya," sahut Shindong dengan suara yang sama pelannya.

Donghae memahami maksud Shindong. Ia mengangguk tanpa bersuara. Tetapi Zhoumi dan Siwon yang diam-diam mendengarkan dari dalam, saling berpandangan. Mereka tidak habis pikir mengapa Shindong membiarkan Kyuhyun melepaskan tanggung-jawabnya sebagai guardian Jujak, di mana keselamatan orang-orang menjadi taruhannya.

.

.

Kyuhyun tidak tahu sudah berapa lama ia berjalan. Ia hanya melangkah sejauh mungkin; Berharap Donghae akan kesulitan melacak keberadaannya. Kyuhyun bahkan tidak memikirkan tempat mana yang ingin dituju. Setiap menemui persimpangan jalan, ia mengikuti ke mana langkah kaki membawanya. Kadang karena berjalan sambil melamun, ia nyaris tertabrak oleh kendaraan yang lewat.

"Aku tidak boleh mati sampai Sungmin hyung menguasai jurus Jujak tertinggi. Masih ada dua kristal yang harus aku temukan. Sampai saat itu tiba aku harus menjaga diriku baik-baik." Kyuhyun menarik napas panjang, mencoba mulai memperhatikan jalan yang ia lalui. Pikirannya kembali melayang pada sosok Donghae, Siwon, dan Zhoumi yang tergeletak tak sadarkan diri. "Tapi aku tidak sanggup membiarkan mereka menjadi tamengku. Aku bukan Jujak; Aku hanyalah seorang kagemusha. Mereka akan mati sia-sia untuk seseorang yang keberadaannya tak lebih dari sebuah kebohongan…."

Kyuhyun menggigil. Udara malam di musim gugur tidak peduli ia sedang terluka; Memberikan hawa dingin yang sama kepada semua makhluk hidup yang ada, tanpa menghiraukan siapa dan bagaimana mereka. Kyuhyun memasukkan kedua tangannya ke dalam jaket sambil terus berjalan, berharap hal itu akan menghangatkan dirinya. Kakinya melangkah menyusuri jalanan yang dipenuhi pojangmacha (*gerobak penjaja makanan). Tungku-tungku panas yang mengepul membuat suasana sedikit lebih hangat. Kyuhyun sengaja berjalan begitu dekat ke sisi jalan agar hawa hangat itu mengenai dirinya.

Harum makanan menggelitik hidung dan membuat perutnya terasa perih. Sejak membatalkan membeli bento di perayaan Halloween, Kyuhyun belum mengisi perutnya sama sekali. Banyaknya pertarungan yang dialami dan jauhnya perjalanan yang ia tempuh, membuat rasa lapar mulai menggerogotinya.

Kyuhyun berhenti di salah satu gerobak yang menjual tteokbokki. Ia memperhatikan ketika sang penjual mengambil mangkuk dan mengisinya dengan tteok (*kue beras yang kenyal dan lembut berbentuk batang), irisan daging sapi, tauge, bawang, jamur shiitake, dan wortel. Sebagai penutup sang penjual menuangkan saus gochujang yang panas, membuat perutnya semakin lapar. Ia bisa merasakan saus pedas dan manis itu menyentuh lidah dan berakhir menghangatkan perutnya.

Saat hendak memesan, sang penjual menyodorkan mangkuk tadi kepada pembeli yang datang terlebih dahulu, ditukar dengan sejumlah uang. Kyuhyun tertegun. Ia baru menyadari tidak membawa uang sama sekali. Selama ini Shindong dan Zhoumi yang membayar apapun yang dibelinya.

"Satu porsi?" Sang penjual tersenyum ramah.

Kyuhyun menggeleng dengan perasaan malu dan beranjak cepat dari tempat itu.

Kini jalanan bersuasana hangat penuh penjaja makanan justru menyiksanya. Perutnya semakin berontak minta diisi. Kyuhyun berusaha mengabaikan sekelilingnya tetapi salah satu pojangmacha membuat langkah namja itu terhenti.

"Whoaaa ada Tang Hu Lu di Korea!"

Kyuhyun teringat Zhoumi yang melonjak kegirangan ketika suatu malam mereka menyusuri jalanan setelah gagal menemukan tempat kristal. Pikirannya melayang ke saat itu. Zhoumi dengan penuh semangat mendekati nenek yang menjajakan makanan yang baru kali ini Kyuhyun lihat, dan berbincang-bincang dalam bahasa mandarin.

Kyuhyun mengamati apel-apel merah mungil yang ditusuk bilah bambu sepanjang 20 cm itu. Sebuah batang kayu dengan diameter yang cukup lebar menjadi tempat menusukkan manisan-manisan apel merah sehingga membentuk rangkaian yang menarik perhatian para pejalan kaki. Mata Kyuhyun beralih kepada sang nenek yang mencelupkan rangkaian apel tadi ke larutan yang mengepul di dalam panci.

"Ini sejenis manisan di China yang terbuat dari berbagai macam buah. Sayang hanya ada manisan apel di sini. Jeonha mau mencobanya?" Zhoumi mengambil satu dan menyodorkannya kepada Kyuhyun. Tetapi baru saja Kyuhyun hendak mengambilnya, manisan itu telah berpindah ke tangan Siwon.

"Zhoumi-ah, kau jangan ceroboh. Bagaimana jika makanan ini beracun?"

Belum sempat Zhoumi memprotes, Siwon sudah memasukan manisan itu ke dalam mulutnya sendiri. "Uhmp... Ini namanya Tang Hu Lu? ...Enaaak!" Siwon kembali mengigit manisan itu hingga tandas. "Jeonha, rasanya asam di bagian dalam dan manis akibat lapisan gula di bagian luar. Larutan panas itu gula cair?"

Zhoumi mengangguk. Ia ternganga saat Siwon mengambil beberapa manisan lagi secara acak, dari bagian belakang, atas, dan bawah susunan tusukan itu.

"Ini untuk meyakinkan bahwa manisan ini aman bagi Jeonha," jelas Siwon dengan mulut penuh.

"Aku juga akan mengujinya. Yang di tengah belum kau coba, Siwon-ah." Donghae mengambil beberapa manisan yang ada di bagian tengah.

Siwon dan Donghae memakan beberapa tusuk manisan itu dengan cepat dan lahap sementara Kyuhyun sama seperti Zhoumi, hanya mengamati kedua namja itu tanpa berkedip.

"Nah, sekarang sudah aman. Silahkan Jeonha mencobanya." Siwon tersenyum sambil mengelus perutnya yang penuh.

Kyuhyun menggeleng. "Aku tiba-tiba merasa kenyang."

Mata Kyuhyun menjadi nanar tertutup air mata saat mengingat betapa marahnya Zhoumi kepada Siwon dan Donghae malam itu.

"Kalian ini menguji atau lapar?! Lihat! Jeonha jadi tidak mau memakannya! Aku saja merasa kenyang melihat kalian makan begitu banyak manisan!"

Meski Kyuhyun sudah melerai dan Siwon serta Donghae memohon maaf, Zhoumi tetap saja memukuli kedua temannya dengan kesal. Ingatan itu membuat air mata yang menggenang di pelupuk mata Kyuhyun semakin mengaburkan pandangannya.

"Kenapa aku tiba-tiba merindukan kalian? Aku harus melupakan kalian semua, juga He ajussi... Aku tidak ingin kalian mati untukku..."

Rasa lelah, jahitan pada lukanya yang mulai terasa sakit, terutama beban dalam hatinya membuat Kyuhyun tak kuasa menahan air matanya lebih lama lagi.

"Ni weisheme ku (*mengapa kau menangis)?"

Nenek penjual tang hu lu menghampirinya dengan wajah cemas. Kyuhyun merasa malu dan bergegas menghapus air matanya dengan lengan jaketnya.

"Ah...Jeonha...?"

Sang nenek tersenyum sementara Kyuhyun justru merasa kaget dengan panggilan itu. Tanpa bertanya, sang nenek menariknya mendekati gerobaknya lalu mengangsurkan sebuah tang hu lu yang baru saja dicelupkan. Nenek itu berbicara panjang lebar dalam bahasa yang tidak Kyuhyun mengerti, meski beberapa kalimat bahasa Korea terluncur juga dari mulut sang nenek. Seorang yeoja yang mendampinginya tersenyum melihat kebingungan Kyuhyun.

"Nenek bilang, ia ingat kau adalah salah seorang dari rombongan yang memborong Tang Hu Lu. Namamu adalah Jeonha."

"Eh?" Sepasang mata Kyuhyun mengerjap.

Yeoja di depannya tertawa. "Nenek tidak terlalu menguasai bahasa Korea. Ia hanya mendengar bahwa yang lain memanggilmu 'jeonha'. Apa kau seorang pangeran? Atau tuan muda dari sebuah klan bangsawan?"

"Itu hanya panggilan mereka untuk bergurau," sahut Kyuhyun cepat. Ia tersenyum ke arah sang nenek dan menolak tang hu lu yang masih disodorkan kepadanya. Sang nenek tetap memaksa, kali ini dengan suara yang lebih keras.

"Ambillah, itu diberikan untukmu."

"Tapi..."

"Kalau masih ingin hidup, sebaiknya kau segera mengambilnya," jelas si yeoja sambil terkikik geli melihat neneknya merasa kesal.

Setelah mengucapkan terima kasih, Kyuhyun mengambil manisan itu dan mulai memakannya. Seperti yang Siwon katakan, rasanya asam di bagian dalam dan manis di bagian luar. Apel-apel mungil yang hangat itu meredakan perutnya yang lapar. Sang nenek tampak senang dan kembali berceloteh sementara sang yeoja mencoba menerjemahkan.

"Malam itu nenek sangat sedih karena kakakku baru saja meninggal akibat serangan makhluk-makhluk menyeramkan yang belakangan ini sering muncul."

"Makhluk itu disebut gaekgwi."

"Gaekgwi?"

Kyuhyun mengangguk.

"Kami orang China mengenal dua macam istilah untuk orang yang berada di dunia Yin; Dunia arwah. Hantu, jika ia bersifat mengganggu; Roh jika ia menampakan diri hanya kepada orang yang memiliki hubungan dengannya."

"Gaekgwi adalah keduanya," jelas Kyuhyun. "Mereka harus melewati beberapa ujian dan hukuman untuk menentukan apakah mereka akan mendapatkan tempat yang baik atau kebinasaan. Tapi tidak semua gaekgwi suka mengikuti aturan."

Kyuhyun membentuk smirk di wajahnya sehingga sang yeoja tertawa.

"Sepertinya bukan manusia saja yang suka melanggar aturan. Kata nenek, jika bulan merah muncul, akan terjadi kekacauan besar karena saat itu jembatan antara dunia manusia dan dunia arwah terhubung."

"Sama dengan kepercayaan di sini." Kyuhyun kembali menggigit manisannya. "Semoga bulan merah tidak pernah muncul. Cukup bulan yang berwarna merah karena pantulan lampu."

"Itu benar." Yeoja itu kembali tertawa. Ia mengangsurkan secangkir teh hangat untuk Kyuhyun. "Tetapi kami harus menjalani hidup. Karena itulah nenek tetap berjualan. Sayang pembeli malam itu sangat sedikit. Kemudian datang rombongan kalian."

Kyuhyun duduk di kursi yang disodorkan kepadanya dan mendengarkan.

"Aku turut berdukacita."

Sang yeoja mengucapkan terima kasih atas perhatian Kyuhyun.

"Nenek sangat senang bertemu kawanmu yang mengajaknya berbahasa mandarin. Kalian juga membeli begitu banyak manisan malam itu. Katanya kalian adalah keberuntungannya."

"Teman-temanku sangat menyukai manisan ini," jawab Kyuhyun sambil meringis.

Ia heran dengan perasaan yang ia rasakan saat ini, perasaan ingin kembali menemui Shindong, Siwon, Zhoumi, dan Donghae. Namun hal itu justru membuatnya teringat untuk menjauh secepat mungkin. Kyuhyun bangkit dari duduknya.

"Aku sudah terlalu banyak merepotkan kalian. Terima kasih untuk manisannya." Kyuhyun mengangguk memberi salam.

Ia lagi-lagi tertegun ketika sang nenek menyodorkan sebuah kantung berisi beberapa tusuk manisan.

"Ah, aku tidak bisa menerimanya. Tak ada yang bisa aku berikan untuk kalian." Kyuhyun menolak sementara sang nenek terus memaksanya untuk menerima kantung itu. Ia memandang sang yeoja, berharap yeoja itu akan membantunya menjelaskan.

"Nenek tidak ingin ditolak. Kau harus menerima pemberiannya. Lagipula manisan-manisan itu sudah dibayar."

Yeoja itu berhenti sejenak untuk mendengarkan neneknya berbicara, lalu menoleh ke arah Kyuhyun yang menunggu penjelasan.

"Malam itu, namja yang berbahasa mandarin memberikan sejumlah uang kepada Nenek. Katanya, jika suatu saat Anda lewat, Nenek harus memberikan manisan yang sudah dibayarnya."

Ketika Kyuhyun berusaha mencerna kata-kata itu, sang nenek meraih tangannya dan menggenggamnya dengan sikap hangat. Tangan yang penuh keriput itu menepuk tangan Kyuhyun sambil berbicara lembut dalam bahasa mandarin.

"Namja itu bilang, tuan mudanya tidak pernah membawa uang. Ia tidak ingin melihat Anda diusir oleh penjual untuk kedua kalinya, jadi dia memberikan uang itu untuk berjaga-jaga seandainya Anda kemari dan tertarik mencoba manisan yang tidak jadi Anda cicipi. Ommo…ternyata Anda benar-benar seorang Jeonha…."

Kyuhyun tanpa sadar menahan napas mendengar penjelasan itu. Rasa haru meliputi hatinya dan ia kembali meneteskan air mata. Sang nenek terdengar panik dan bingung melihatnya. Kedua tangan renta itu menarik Kyuhyun dan hendak merangkulnya.

"Aku…aku harus pergi," tolak Kyuhyun dengan wajah menyesal.

Setelah mengucapkan terima kasih dengan suara yang susah payah ia keluarkan, namja itu bergerak menjauh. Kakinya melangkah dengan cepat tanpa menghiraukan arah yang ia ambil. Ia bertekad untuk berada sejauh mungkin sebelum Donghae bisa mencarinya.

.

.

Sementara itu, di sungai Henggi, tepatnya di atas perahu yang berhasil direbut para gaekgwi dari penjaga perahu yang tersebar di sungai Henggi, berlangsung sebuah rapat. Jenderal Agma mengamati semua gaekgwi level atas yang masih bersekutu dengannya.

"Jenderal Agma, sepertinya kita harus melupakan Guardian Jujak dan fokus kepada tujuan awal kita untuk keluar dari sini dan menguasai dunia manusia."

"Benar. Guardian Jujak kali ini sulit dihadapi. Ia menggerakkan orang-orang yang menguasai dunia underworld untuk memerangi kita bersama-sama. Hal itu membuat banyak gaekgwi yang mundur dan memilih melewati pengujian daripada ikut serta dengan kita. Kita harus membuat para sekutunya takut sehingga tidak merintangi kita lagi."

"Aku setuju. Jangan sampai lebih banyak gaekgwi yang mengundurkan diri. Jika kita bisa menunjukkan kekuatan kita, mereka akan kembali bergabung dan…"

"YANG TIDAK MAU BERGABUNG BIARKAN SAJA!"

Suara menggelegar itu membuat para gaekgwi yang berkumpul terdiam. Jenderal Agma berdiri dari duduknya dengan geram. "Aku tidak akan membujuk siapapun untuk ikut. Tetapi jika aku berkuasa nanti, tak ada seorangpun di antara mereka yang boleh hidup di dunia manusia maupun di sungai Henggi!"

"Jangan tersinggung, Jenderal Agma, mereka hanya berusaha memperbanyak pasukan kita. Mengingat Guardian Jujak menghimpun kekuatan di pihaknya, kita sebaiknya melakukan hal yang sama." Baalmyian mencoba meredakan situasi yang panas itu.

"Sebaiknya kau himpun anak buahmu untuk mencari kristal Cheongryong, Baalmyian. Guardian Jujak itu sudah memiliki kristal Baekho karena Pazuzu yang bertanggung jawab di bagian barat tidak berhasil mendapatkannya terlebih dahulu."

Ucapan Jenderal Agma membuat wajah Baalmyian -gaekgwi yang menguasai wilayah timur- dan Pazuzu –gaekgwi yang menguasai bagian barat- menjadi merah padam.

Heechul tidak ikut berunding bersama makhluk-makhluk penghuni sungai Henggi. Ia lebih memilih diam di dekat jendela sambil terus memandang keluar, ke lautan darah yang ada di sekeliling perahu. Sejak pertarungan yang kemarin pikirannya tidak bisa lepas dari Kyuhyun.

Anak itu benar-benar Jujak? Aku tidak merasakan aura Guardian Jujak darinya. Aku justru merasakan aura sesuatu yang lain... Sesuatu yang masih membingungkan karena aku tidak mengenalinya, namun aku juga merasa dia tidak asing... Sesuatu yang jauh lebih kuat dari Jujak, yang kekuatannya mampu membangunkanku dari tidur panjang. Tapi kemarin dia begitu lemah. Apa kemampuanku mengenali aura seseorang menurun tajam? Aku harus menyelidiki siapa sesungguhnya anak itu.

Heechul terus termenung.

"Molleg, kau juga harus lebih giat lagi mencari kristal Hyeonmu di wilayahmu. Jangan sampai Guardian Jujak memilikinya." Agma memandang Molleg -gaekgwi yang menguasai wilayah utara- dengan pandangan tajam.

"Jenderal Agma, kau benar-benar tidak bisa melepaskan pikiranmu dari Guardian Jujak itu?" Goap -gaekgwi yang menguasai wilayah selatan- urun bicara. "Aku tidak mau kejadian yang lalu terulang kembali. Jika Guardian Jujak itu bisa dimusnahkan, aku akan merasa lebih tenang dan bisa menguasai dunia manusia dengan leluasa."

"Jenderal Agma, mengenai Guardian Jujak…"

"Jenderal Agma, kemarin Heechul menghalangiku!" Belpegoleu memotong ucapan Heechul. "Kalau saja dia tidak ikut campur, aku sudah berhasil membuat Guardian Jujak terbunuh."

Jenderal Agma menoleh ke arah Heechul dengan berang. Heechul meraba pedangnya, bersiaga menghadapi kemarahan Jenderal Agma.

"Heechul! Apa maksudmu menolong musuhku? Apa kau lupa bahwa kau berhutang padaku? Karena kekuatanku, kau masih bisa hidup sampai saat ini!"

"Jangan salah paham, Jenderal. Aku hanya menginginkan Guardian Jujak itu. Bukankah Jenderal Agma menginginkan kematiannya? Serahkan tugas itu padaku, jadi tidak ada lagi bentrokan dengan yang lain."

"LANCANG!"

Seperti yang Heechul duga, Jenderal Agma langsung menyerangnya. Meski mencoba bertahan, tak ayal tubuh Heechul terpental hingga keluar dari perahu dan jatuh di sungai Henggi yang penuh darah.

"Siapapun boleh membunuh Guardian Jujak! Aku tidak bisa menyerahkannya kepadamu begitu saja!"

Heechul terperangkap saat Jenderal Agma melancarkan jurusnya yang kedua, yang membuatnya tidak mampu menggerakkan tubuhnya. Kedua tangannya seperti terikat di sisi tubuh oleh kekuatan tak terlihat. Dari sekitarnya, bermunculan para gaekgwi level bawah yang langsung menyerang dengan serentak.

"Membunuhku dengan gaekgwi level bawah? Jangan bercanda! Kalaupun aku harus mati, aku ingin mati dalam pertarungan yang hebat!"

Heechul yang merasa tersinggung, meraung dengan keras sambil memusatkan seluruh kekuatannya pada kedua lengannya yang terpasung oleh kekuatan Jenderal Agma. Akhirnya kedua lengannya terbebas. Pedangnya langsung berkelebat cepat memusnahkan para gaekgwi yang mengurungnya. Ia berdiri di dasar Sungai Henggi yang mencapai sebatas dadanya sambil menyeringai kepada Jenderal Agma dan para sekutunya.

"Kau tidak memberiku pilihan, Jenderal Agma. Padahal aku hanya meminta Guardian Jujak dan itu sama sekali tidak merugikanmu. Kita lihat saja, siapa yang akan berhasil lebih dulu mendapatkan Guardian Jujak."

Heechul menghilang meninggalkan sungai Henggi.

"Dia selalu saja bertindak semaunya sendiri!" Jenderal Agma menendang segala sesuatu yang ada di sekitarnya sehingga para gaekgwi menjauh.

"Bagaimana kalau kita hasut semua orang yang membantu Guardian Jujak untuk berpaling darinya?" Andeulaseu yang terkenal pandai menghasut manusia sehingga menimbulkan peperangan menyumbangkan idenya.

"Tunggu dulu! Kemarin aku hampir berhasil membunuhnya, jadi kau tidak boleh bertindak mendahuluiku!" Belpegoleu menggeleng dengan keras. "Jenderal Agma, beri aku kesempatan sekali lagi untuk membunuhnya. Kali ini aku pasti berhasil."

Jenderal Agma memandang Belpegoleu sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Kuserahkan tugas itu kepadamu, Belpegoleu. Semoga kau membawa kabar baik."

"Setelah lukaku pulih, aku akan mencarinya. Aku tidak ingin mengambil resiko. Dia tipe petarung yang gigih. Saat kita mengira dia sudah terpojok, dia selalu bisa memutar situasi. Tetapi aku melihat tidak ada kekompakan antara dia dan pengawalnya. Aku akan memanfaatkan hal itu."

"Kerjakan saja, tidak perlu menceritakan rencanamu. Aku hanya membutuhkan kabar bahwa dia sudah terbunuh." Jenderal Agma berjalan ke sisi perahu, menatap sungai Henggi yang menggelegak. "Aku harus menyingkirkannya sebelum bulan merah muncul, sehingga dunia manusia bisa kita kuasai dengan mudah. Kalau saja lukaku sudah pulih dan bisa berada dalam waktu lama di dunia manusia, aku sudah menyerangnya dengan tanganku sendiri!"

"Jenderal jangan mengambil resiko. Biar kami yang menggantikan Jenderal. Berada di dunia manusia hanya akan memperlambat penyembuhan tubuh Jenderal Agma." Seorang gaekgwi berpenampilan seperti seorang anak laki-laki berumur 5 tahun, tersenyum lebar ketika Jenderal Agma menoleh ke arahnya. "Jika diberi kesempatan, aku juga ingin mencoba mengalahkannya. Mungkin dia akan sedikit mengalah melihatku."

"Jangan macam-macam, Ualac!" Belpegoleu meradang. "Aku sudah diberi kesempatan oleh Jenderal Agma. Kali ini aku pasti berhasil!"

"Kerjakan dengan segera! Aku sudah tidak sabar dengan keberadaannya."

.

.

Hari sudah menjelang pagi ketika Shindong memasuki bangunan utama dengan langkah gontai. Ia berjalan menuju kamar Kyuhyun, berharap namja yang diasuhnya itu tiba-tiba muncul dan berkata bahwa ia baru saja berjalan-jalan di taman. Tetapi itu semua hanya harapan semu. Shindong tidak menemukan tas ransel yang diberikannya untuk Kyuhyun lima tahun lalu. Ia juga menghitung ada dua tiga pasang pakaian Kyuhyun yang hilang. Namja separuh baya itu duduk bersimpuh di dekat pembaringan Kyuhyun.

Ingatannya melayang ke malam yang penuh suara teriakan, kebakaran, dan tangisan.

Saat itu Shindong berjaga di dalam ruangan, di mana Kyuhyun menuntunnya untuk bersembunyi. Shindong memegang pedang untuk menyerang jika ada gaekgwi yang masuk; Namun tangannya bergetar dengan hebat. Kyuhyun sendiri sudah meringkuk dengan aman di tempat persembunyian. Leeteuk pernah memberitahu Shindong bahwa Kyuhyun sudah diajarkan cara bersembunyi saat keadaan darurat sejak lama. Setiap Leeteuk memberi Kyuhyun kode untuk sembunyi, Kyuhyun tahu ia harus berada di sana sampai seseorang menemukannya. Tidak keluar, tidak bersuara, tidak menangis, tidak merengek, apapun yang ia dengar dan rasakan dari dalam tempat itu, Kyuhyun harus tetap bersembunyi. Meski begitu, Shindong tetap menyiapkan diri kalau-kalau ada seseorang yang masuk ke sana.

Betapa terkejutnya Shindong melihat Leeteuk muncul dengan tubuh berlumuran darah. Ia bersyukur pedangnya tidak mengenai Leeteuk karena tuannya itu muncul dari tempat yang tidak dijaganya, yaitu jendela.

"Kyuhyun-ah..."

Mendengar kata-kata Leeteuk, Shindong bergegas menghampiri tempat persembunyian Kyuhyun, yaitu sebuah bangku panjang yang bagian bawahnya terdapat kotak untuk bersembunyi. Jika bangku itu terbalik, kotak akan tetap menutup dengan aman karena hanya bisa dibuka dari dalam.

"Jeonha, keluarlah," kata Shindong sambil mengetuk.

Tak berapa lama Kyuhyun yang baru berusia 6 tahun, merangkak keluar dari dalam kotak. Untuk beberapa saat Kyuhyun hanya berdiri memandangi Leeteuk. Leeteuk, sang appa yang selalu tersenyum lembut kepadanya; Yang hanya tertawa saat sang eomma memarahi jika ia melakukan kenakalan; Masih tersenyum dengan lembut malam itu. Kyuhyun yang sempat ketakutan melihat darah di sekujur tubuh sang appa, ikut tersenyum, lega karena tidak ada yang berubah dari sosok Leeteuk yang dikenalnya.

"Kyuhyun-ah, kemarilah…" Leeteuk duduk bersandar di dinding, terlalu lemah untuk berjalan lebih lanjut. Kyuhyun seperti biasa, duduk di pangkuan sang appa yang langsung merangkulnya dengan satu tangan. Leeteuk tersenyum sambil menyerahkan pedangnya. "Pedang ini…sekarang milikmu…"

"Appa?" Kyuhyun memandang Leeteuk yang meringis kesakitan. "Appa sakit?"

Leeteuk terbatuk. Dari mulutnya keluar darah segar. Meski begitu, ia kembali tersenyum dan mengusap rambut Kyuhyun dengan lembut.

"Jadilah seorang guardian, Kyuhyun-ah. Kau harus menurut apapun kata Shindong ajussi… Appa…." Leeteuk terbatuk, mencoba mengumpulkan tenaga untuk berbicara, namun akhirnya ia hanya meraih wajah Kyuhyun agar mata mereka bertatapan. Kyuhyun menautkan kening melihat sang appa menangis di hadapannya untuk pertama kalinya, sementara Shindong menengok ke luar untuk melihat keadaan. "Untuk yang sudah dan akan terjadi… Appa benar-benar meminta maaf…" Leeteuk meringis. Suaranya semakin terasa berat untuk dikeluarkan. "Jadilah kuat…, Kyuhyun-ah… Appa sangat… menyayangimu…."

"Tuan!" Teriakan Shindong membuat konsentrasi Kyuhyun terpecah. Sebelum Kyuhyun menyahut, Shindong sudah menariknya ke dalam gendongan, sementara Kyuhyun menggenggam pedangnya erat-erat. "Kita harus keluar dari sini, Tuan! Api sudah melalap sebagian bangunan!"

Leeteuk mengibaskan tangannya dengan lemah.

"Kau ingat…pesanku…Shindong…."

"Tuan?"

"Appa?!"

Leeteuk kembali terbatuk. Wajahnya terlihat semakin pucat dan tubuhnya mulai menggigil kedinginan akibat kehilangan banyak darah.

"Aku tetap di sini… Cepat….keluar!" desis Leeteuk.

Shindong yang tahu Leeteuk sudah mendekati ajalnya, hanya bisa memejamkan mata, mencoba menguatkan hatinya. Sebelum membawa Kyuhyun pergi, ia memberi penghormatan terakhir kepada tuan besarnya.

Malam mengerikan itu masih menghantui mimpi-mimpi Shindong. Kejadian tidak berakhir di situ. Semua yang masih memiliki hubungan kerabat dengan mereka dibantai hingga ke anak-anak yang masih kecil, untuk memastikan penerus Jujak tidak ada. Tetapi Sungmin yang dikawal Yesung, juga dirinya dan Kyuhyun, berhasil lolos dari pembantaian itu. Rencana yang Leeteuk susunpun mulai dijalankan. Kyuhyun dibesarkan sebagai guardian Jujak, untuk menyembunyikan keberadaan Sungmin.

"Jeonha, apakah beban sebagai Guardian Jujak sudah menjadi terlalu berat?" Shindong menatap nanar kasur Kyuhyun yang masih terbentang di lantai. "Memang hal itu beban yang sangat berat. Meski Jeonha bilang sudah menerimanya, aku yakin ada saat-saat tertentu Jeonha ingin melepaskannya."

Air mata kini mengalir membasahi wajah Shindong. Tangannya yang gemetar, meraih selimut Kyuhyun dan memeluknya dengan erat.

"Seperti janjiku…. Aku tidak akan mencari Jeonha. Kumohon, jangan kembali ke sini. Hiduplah dengan bebas dan bahagia, Jeonha. Kumohon…"

Shindong menangis dengan tubuh membungkuk memeluk selimut. Ia sangat mengenal Kyuhyun. Keyakinan bahwa Kyuhyun akan kembali membuatnya sangat bersedih, jauh lebih sedih daripada kenyataan Kyuhyun menghilang malam ini.

.

.

Siwon dan Zhoumi duduk di pembaringan masing-masing ketika pelayan membawakan mereka sarapan pagi berupa bubur dengan beberapa lauk dan sayuran. Meski harus beristirahat untuk menyembuhkan luka-lukanya, mereka sudah bisa duduk dan memakan sarapan mereka sendiri.

"Jeonha belum kembali," gumam Siwon sambil menyuap buburnya.

"Donghae-ya sudah pergi untuk mencarinya." Zhoumi meringis, bukan karena sakit di kepalanya yang dibalut. Ia meringis karena merasa iri dengan kemampuan yang dimiliki Donghae. "Aku juga ingin mencari Jeonha."

Siwon menoleh sambil memasang mimik lucu.

"Aigoo, Zhoumi sshi sekarang sangat menyayangi Jeonha eoh? Rasanya dulu ada yang begitu marah hingga ingin pergi dari sini. Bukan hanya sekali, tetapi dua kali."

Zhoumi merengut saat Siwon tergelak, namun ia tersenyum lebar saat temannya itu merintih kesakitan akibat terlalu keras tertawa.

"Rasakan! Makanya jangan mentertawakan orang lain."

"Bagaimana tidak tertawa jika teringat perdebatanmu dengan Jeonha waktu itu."

Siwon tersenyum mengingat kejadian beberapa bulan sebelumnya.

.

"Aku keluar! Aku sudah tidak tahan berada di tempat ini!" Zhoumi dengan wajah merah padam, bangkit berdiri, tidak mengindahkan Kyuhyun yang masih tetap duduk di posisinya.

"Zhoumi-ah…" Siwon yang duduk di sebelah Zhoumi, menahan tangan rekannya dan menariknya untuk duduk kembali dengan wajah memelas, namun Zhoumi bergeming. Siwon akhirnya menoleh ke arah Kyuhyun, berharap sang jeonha membantunya membujuk Zhoumi.

Kyuhyun justru mendengus sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Zhoumi-ah, aku sudah pernah bilang, sekali saja kalian berada di sini, kalian harus memutuskan hubungan dengan dunia luar. Aku tidak mengi…."

"Aku tidak perlu ijin darimu!" Zhoumi berteriak dengan keras.

Ditepisnya tangan Siwon yang menahannya. Kini Zhoumi berdiri begitu dekat dengan Kyuhyun yang sudah ikut berdiri namun hanya menatapnya dari posisi semula.

"Aku akan pergi ke mana aku mau pergi!"

"Zhoumi-ah!"

Zhoumi tidak menghiraukan teriakan Siwon. Ia berjalan meninggalkan bangunan utama.

Kyuhyun dengan wajah tanpa ekspresi, duduk di tempatnya kembali, sementara Siwon juga Shindong memandangnya dengan pandangan memohon agar Kyuhyun mengambil tindakan.

"Biarkan dia pergi dari sini." Kyuhyun mengambil keputusan.

"Jeonha?!" Siwon dan Shindong sama terkejutnya mendengar hal itu.

"Kadang seseorang harus berhadapan dengan kenyataan untuk bisa mengerti nasihat orang lain." Kyuhyun memberi alasan. "Buka portalnya, Ajussi."

Shindong memandang Kyuhyun sejenak sebelum membungkuk hormat. "Saya akan melaksanakan sesuai perintah."

Siwon mendekati Kyuhyun begitu Shindong berlalu. "Jeonha, benar tidak apa-apa?"

"Sejak awal aku tidak ingin mengajak kalian berdua ke sini. Aturan setelah itu sudah jelas. Tapi jika Zhoumi berkeras, tidak ada baiknya tetap di sini."

Siwon menautkan kening tak mengerti. Sampai Kyuhyun bangkit berdiri meninggalkan ruangan, Siwon masih terpekur diam.

.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi sehingga kau berubah, Zhoumi-ah." Siwon memandang rekannya yang tengah mengaduk bubur sambil sibuk merenung.

"Jeonha melakukan sesuatu yang tidak dia katakan padaku, tapi akhirnya aku mengetahuinya."

Siwon menunggu kelanjutan cerita, namun Zhoumi hanya tersenyum.

"Kalian sudah sarapan?" Shindong muncul dengan wajah gembira. "Syukurlah kalian sudah membaik. Euisa bilang kalian berdua mengalami gegar otak ringan dan beberapa tulang mengalami memar. Tetapi tidak ada tulang yang patah. Kalian benar-benar kuat."

"Ajussi, kalau kami terkena sekali serangan lagi, pasti keadaannya akan sangat berbeda."

"Zhoumi-ah!" Siwon menggeleng tidak setuju. "Jeonha pasti mengusir kita begitu mendengar kata-katamu. Dia punya kecemasan yang berlebihan jika menyangkut orang lain. Tapi punya pengabaian yang parah untuk diri sendiri."

"Ck, dia juga akan mengusirmu jika mendengar kata-katamu, Siwon-ah!" Zhoumi mendelik kesal. "Ajussi, Jeonha meninggalkan tempat ini kan? Aku dan Siwon mendengar percakapan ajussi dan Donghae-ya semalam."

"Apa Donghae-ya sedang menyusul Jeonha?"

Shindong tersenyum mendengar pertanyaan mereka berdua.

"Kalian jangan berpikir yang tidak-tidak. Jeonha hanya membutuhkan waktu untuk memulihkan perasaannya. Ia akan kembali dengan rencana baru untuk mengalahkan Jenderal Agma."

Siwon dan Zhoumi saling berpandangan, mereka tidak merasa lega dengan penjelasan Shindong, namun juga tak bisa bertanya lebih lanjut. .

.

Kyuhyun terduduk di sebuah kursi taman. Ia merasa lelah setelah semalaman berjalan tak tentu arah. Kakinya semakin berat diajak melangkah. Akhirnya dengan sangat terpaksa Kyuhyun mencari tempat untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanannya.

Hembusan napas lega terdengar saat Kyuhyun menyandarkan punggungnya yang penat. Ia memandang ke arah langit yang cukup cerah mengingat musim dingin yang sebentar lagi tiba. Beberapa burung kecil yang berlompatan di pepohonan membuat Kyuhyun tersenyum.

"Kemarilah."

Kyuhyun mengulurkan tangannya ke atas. Seekor burung langsung terbang ke arahnya dan bertengger di tangan namja itu. Burung-burung yang lainnya menyusul, sehingga dengan cepat Kyuhyun dikerubungi oleh burung-burung kecil yang membuatnya geli hingga ia tertawa kecil.

"Kalian lapar? Mianhe, aku tidak punya apa-apa untuk….."

"Jangan perlihatkan kepada siapapun!"

Kyuhyun terdiam. Tangannya yang tengah membelai salah satu burung di pangkuannya terhenti. Pikirannya kembali ke beberapa tahun yang lalu, saat Leeteuk melihatnya bermain dengan burung-burung kecil, kelinci, kupu-kupu, dan tupai di halaman belakang.

.

"Kyuhyun-ah, semua binatang itu bisa dekat denganmu karena kau mengerti mereka, dan merekapun bisa mengerti apa yang kau ucapkan. Tetapi tak seorangpun boleh mengetahui hal ini. Jadi, jangan bermain dengan binatang-binatang ini lagi, arrachi?"

"Wae, appa? Kyuhyunie tidak boleh bermain bersama mereka?" Kyuhyun masih ingat betapa sedihnya ia saat itu. Leeteuk jarang berada di rumah, dan Shindong tidak bisa diajaknya bermain. Sungmin pun jarang muncul menemuinya karena harus mencuri-curi waktu. Bermain dengan para binatang di halaman belakang menjadi hiburan satu-satunya, namun kata-kata Leeteuk lebih menyerupai perintah yang tidak boleh ditentang. "Appa…wae? Wae?"

Leeteuk memeluk Kyuhyun yang mulai menangis dan mengelus rambutnya. "Mianhe, Kyuhyunie… Kau masih terlalu kecil untuk mengetahui alasannya. Tetapi percayalah, ini untuk kebaikanmu juga, arra?"

Saat itu Leeteuk merangkum wajah Kyuhyun dengan kedua tangannya yang besar, sehingga mereka saling bertatap muka. Meski pandangan Kyuhyun tertutup oleh air mata, ia dapat melihat wajah Leeteuk yang tersenyum sedih.

"Meski kau tidak mengerti, kau harus mempercayai Appa. Kau harus menurut apapun yang Appa katakan. Suatu saat akan tiba masanya appa menceritakan semuanya. Bersabarlah sampai saat itu."

.

"Tetapi Appa sudah pergi tanpa menjelaskan apapun," gumam Kyuhyun, keluar dari lamunannya. Burung-burung kecil itu masih asyik bermain di sekitarnya; Bertengger di bahunya, mematuk-matuk ringan kakinya, menggesekkan kepala mereka di telinganya hingga Kyuhyun mau tak mau tersenyum geli. "Mianhe, kembalilah kalian ke pohon seperti tadi. Jangan pernah mendekat jika tidak aku panggil, arra?"

Seperti mengerti perintah Kyuhyun, burung-burung itu serentak terbang menjauh.

"Apa kemampuan ini salah satu petunjuk siapa aku sebenarnya? Tetapi, apa kaitan hal ini dengan Jeoha dan Raja? Apa aku raja hutan? Atau, aku ini seorang penunggu rimba? Aigoo, semua ini benar-benar membuat kepalaku sakit."

Kyuhyun mengacak rambutnya dengan kesal.

"Sedang apa kau di sini, Nak?"

Tiba-tiba sepasang tangan mencengkeram bahu Kyuhyun dengan kuat dari belakang sehingga Kyuhyun berteriak kesakitan karena luka di bahu kanannya. Kyuhyun langsung melompat bangun dan berbalik. Seorang pria berpakaian polisi menatapnya penuh selidik.

"Kyeongjalgwan-nim (*panggilan untuk polisi), apa yang kau lakukan?" Kyuhyun melontarkan kekesalannya sambil memijat bahu kanannya, berusaha meredakan nyeri yang menyebar di sekitar luka.

"Itu pertanyaanku, Nak. Apa yang kau lakukan di taman? Kenapa kau tidak bersekolah?"

"EH?" Kyuhyun terkejut. "Memang kenapa kalau aku tidak sekolah? Apa itu harus?"

"Aigoo, tentu saja itu harus! Kau tidak boleh membolos. Mana kartu identitasmu?"

"Kartu identitas?" Kyuhyun menggeleng. "Aku… Aku tidak membawanya."

"Bagaimana bisa?" Sang polisi terbelalak tak percaya. "Semua orang membawa kartu identitas."

Aku tidak memiliki identitas apapun, Kyeongjalgwan-nim. Kyuhyun meringis.

"Bagaimana kalau kartu tiket?"

Kyuhyun menggeleng.

"Kartu ATM?"

Kyuhyun kembali menggeleng.

"Kau berjalan-jalan tanpa membawa apapun?"

"Aku tidak membawa uang." Kyuhyun tanpa sadar menambahkan informasi yang membuat sang polisi terbelalak.

"Aigoo, kalau begitu, beritahu aku nama orang tuamu dan nomor telepon mereka!"

"Aku…"

"Jangan katakan kau juga tidak ingat."

Kyuhyun mau tak mau tersenyum, dan kemudian mengangguk salah tingkah.

"Mwo? Kalau begitu, sebaiknya kau ikut aku ke kantor. Nanti kita pikirkan hal lainnya di sana." Tiba-tiba sang polisi mendekat dan menarik tangan kanan Kyuhyun hingga sekali lagi Kyuhyun berteriak kesakitan. Sang polisi terkejut ketika Kyuhyun berjongkok sambil memegangi bahu kanannya.

"Ada apa? Kau kenapa?" Sang polisi ikut berjongkok. Wajahnya kebingungan melihat Kyuhyun tampak kesakitan, bahkan mulai gemetar.

Kyuhyun menggigit bibirnya kuat-kuat. Ia bisa merasakan jahitan di belikat kanannya terbuka. Tubuhnya yang mulai demam sejak semalam, gemetar menahan sakit. Pandangannya mulai kabur ketika sang polisi berusaha memeriksa kondisinya. Polisi itu terkejut mendapati darah mulai merembes ke jaket yang dikenakan Kyuhyun.

"Astaga, kau terluka! Bertahanlah, aku akan membawamu ke rumah sakit!"

Sang polisi menarik Kyuhyun bangun dan berusaha memapahnya, namun Kyuhyun menggeleng, berusaha bertahan di tempatnya berdiri.

"Aku tidak apa-apa, Kyeongjalgwan-nim. Aku tidak apa-apa."

"Apanya yang tidak apa-apa?!" Sang polisi mulai kesal. "Kita obati dulu lukamu, baru kau jelaskan asal muasal luka itu. Kita juga harus menghubungi orang tuamu. Berapa nomor telepon mereka?"

Kyuhyun tidak sanggup menyahut karena rasa sakitnya semakin hebat. Ia hanya terus bertahan sambil menggelengkan kepalanya. Kyuhyun berharap Shindong muncul saat itu untuk membawanya pergi. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi jika sang polisi tahu ia tidak memiliki identitas apapun, bahkan tidak ada keterangan mengenai keberadaannya. Namun Shindong tak juga muncul, sementara suara sirene ambulan yang dipanggil sang polisi mulai terdengar.

"Kyeongjalgwan-nim, aku tidak mau ke rumah sakit…," gumam Kyuhyun lemah sambil memeluk erat ranselnya.

"Aniyo. Kau harus ke rumah sakit bersamaku!" seru sang polisi.

"Mianhamnida, Kyeongjalgwan-nim, aku rasa itu tidak perlu. Anak itu akan pulang bersamaku."

Sang polisi maupun Kyuhyun memandang sosok pria yang baru muncul di dekat mereka. Pria itu dengan tenang mendekat, dan memapah Kyuhyun yang hanya bisa pasrah karena kesadarannya semakin menurun.

"Kau tidak punya pilihan yang lebih baik selain mengikutiku, Nak, tidak peduli seberapa besar kebencianmu kepadaku." Pria itu tersenyum dan berbisik ketika Kyuhyun memandangnya dari samping. "Katakan bahwa kau anakku, dan kita akan pergi dari sini."

Keringat Kyuhyun semakin deras. Rasa sakit di bahu kanannya mulai tak tertahankan. Kyuhyun berusaha mengumpulkan tenaganya ketika sang polisi dan pria itu mulai berdebat.

"Appa….mianheyo…"

Selepas mengucapkan kalimat itu, pandangan Kyuhyun benar-benar menghitam. Ia sempat merasakan tangan pria tadi menahan tubuhnya sebelum kesadarannya benar- benar menghilang.

.

.

TBC

Terima kasih buat semua reader yang sudah mengikuti ff ini.

Semoga chapter ini bisa sedikit mengobati rasa penasaran readerdeul akan kelanjutannya, meski tidak terlalu panjang.

Terima kasih untuk semua yang sudah bersedia meluangkan waktu memberi review.

Mianhe tidak bisa membalas satu per satu.

Review readerdeul selalu aku baca dan kujadikan penyemangat dalam menulis.

Sekali lagi,

Kamsahamnida

#BOW