D-Day
CHAPTER 17
.
.
Hotel Rainbow, Yongsan
Kamar 312
Pukul 19.50
Sesuai shift yang ada, Leeteuk berdiri siaga di dekat pintu sedangkan Kyuhyun berdiri di tengah antara Leeteuk dan Kwak Jong Bin.
Eunhyuk, Donghae dan Ryeowook baru saja mengenakan mantel mereka dan bersiap untuk pulang ketika sebuah ketukan terdengar di pintu kamar hotel. Leeteuk memandang Kyuhyun memberi isyarat agar ia waspada.
Leeteuk mengintip melalui lubang intip. Ia mengerutkan kening melihat seorang kurir pengantar paket berdiri di sana. Kali ini ia berbalik dan memberi isyarat kepada Eunhyuk, Donghae dan Ryeowook untuk bersiaga di sekitar Kwak Jong Bin yang mulai berdiri dengan cemas.
Leeteuk membuka pintu sedikit. "Apa yang bisa saya bantu?"
"Saya ada kiriman," kata sang kurir. "Apakah Anda Tuan Kwak Jong Bin?"
Semua orang di ruangan itu memucat.
"Bukan." Leeteuk menjawab dengan tegas.
"Apakah ada Tuan Kwak Jong Bin di sini?" tanya kurir itu lagi.
Kwak Jong Bin kali ini benar-benar ketakutan. Ia memandang agen SP yang ada di sekitarnya namun mereka semua tengah memandang waspada ke arah pintu masuk.
"Tidak ada." Leeteuk kembali menjawab.
"Apa yang akan saya lakukan dengan paket ini...?" Sang kurir kebingungan.
Leeteuk menatap paket yang ada di tangan kurir itu. Keningnya langsung berkerut melihat salah satu sudut bawah paket memiliki noda basah.
"Tunggu sebentar," kata Leeteuk dengan suara tetap tenang. Ia menutup pintu dan bergegas mendekat Kwak Jong Bin.
"Evakuasi darurat! Sekarang!" serunya dengan nada pelan agar tidak terdengar keluar. "Eunhyuk, Donghae, Ryeowook, segera bawa VIP ke mobil!"
"SIAP!"
Leeteuk selalu melatih mereka semua untuk bisa mengambil keputusan apapun saat tidak ada perintah terperinci darinya. Ia membebaskan keempat anak buahnya untuk bertindak sesuai apa yang mereka hadapi di lapangan. Kali ini pun ia mempercayai sepenuhnya mereka bertiga untuk mengungsikan Kwak Jong Bin ke mana saja. Begitu pun dengan Kyuhyun.
Eunhyuk, Donghae, dan Ryeowook bergegas membantu Kwak Jong Bin mengemasi laptop dan piguranya, juga beberapa pakaian. Leeteuk sendiri bergegas keluar kamar dan menunjukkan lencana kepada sang kurir.
"Bisakah saya berbicara dengan Anda di sana?"
"Eh, tentu." Sang kurir langsung mengikuti arahan Leeteuk untuk berjalan menjauh dari kamar agar Leeteuk bisa memeriksa paket tersebut tanpa membahayakan Kwak Jong Bin.
Kyuhyun berlari keluar untuk menyusul Leeteuk. Namun ketika suara pintu terbuka terdengar, ia berhenti dan menoleh ke belakang. Eunhyuk, Donghae dan Ryeowook tengah berlari bersama Kwak Jong Bin menuju tangga darurat untuk turun ke tempat mobil mereka berada.
Firasat buruknya muncul dengan sangat kuat; Bahkan paket mencurigakan yang akan diperiksa Leeteuk tidak mengirimkan efek apapun padanya. Kyuhyun memunculkan kembali ingatan tentang area parkir yang ia cek sebelumnya. Satu per satu gambaran itu muncul sehingga ia bisa memeriksa ulang.
Ingatan Kyuhyun berhenti berputar ketika muncul gambaran dari sebuah Convex Mirror atau Cermin Tikungan yang dipasang di sudut parkiran. Cermin itu memperlihatkan mobil MPV milik mereka. Tampak genangan air di sisi mobil yang sedikit menjorok ke kolong. Kyuhyun mengerahkan pikirannya sedikit untuk melihat genangan air itu lebih jelas, layaknya orang memperbesar salah satu bagian foto untuk melihat detailnya. Tampak ada sesuatu di sana. Ia kembali memaksa pikirannya untuk memperjelas gambar itu.
Kyuhyun memucat. Itu adalah bayangan seseorang dengan baju terusan biru dan dua buah tabung stainless steel dengan stiker FRAGILE melingkarinya.
Kini ia bisa melihat ketiga rekannya dan Kwak Jong Bin telah tiba di lantai 1. Mereka terus turun hingga ke area parkir. Semuanya bergegas menuju mobil MPV yang diparkir di sudut. Donghae masuk bersama Kwak Jong Bin melalui pintu geser, sedangkan Eunhyuk dan Ryeowook di bagian depan. Eunhyuk memutar kunci mobil untuk menghidupkannya. Tiba-tiba mobil itu meledak dengan ledakan yang cukup besar, yang menghancurkan mobil dan seluruh penumpangnya.
Tanpa pikir panjang, Kyuhyun segera berlari menuruni tangga darurat. Tampaknya ketiga temannya dan Kwak Jong Bin sudah berlari dengan cepat. Ia kemudian berusaha berlari sambil melompati beberapa anak tangga sekaligus.
"Eunhyuk sshi!" Sambil tetap berlari, Kyuhyun mencoba menghubungi melalui mike yang terpasang di lengan kemejanya. "Mohon ditanggapi, Eunhyuk sshi!"
Tidak ada sahutan karena ketiga rekannya itu sudah melepaskan earphone. Dengan putus asa Kyuhyun berlari sekuat tenaga. Ia semakin memperbanyak lompatan agar menghemat waktu meski kakinya terasa terbentur saat ia melakukan itu. Namun ia juga tidak berani gegabah karena kesalahan sedikit saja akan memperlambatnya mengejar mereka berempat.
.
.
Eunhyuk sudah tiba di pintu darurat yang terhubung dengan area parkir. Ia hendak membuka pintu yang berat itu terlebih dahulu ketika Kwak Jong Bin jatuh terjerembab di lantai. Tampaknya ia sudah kelelahan karena menuruni tiga lantai. Eunhyuk terpaksa kembali untuk membantu sementara Donghae dan Ryeowook membereskan barang yang tercecer.
Akhirnya semua barang beres. Eunhyuk menahan pintu yang berat itu agar tetap terbuka saat yang lain melewatinya.
.
.
Di dalam cafe, John dan Ringo tersenyum satu sama lain melihat sang kurir belum juga muncul; Pertanda kurir itu tengah diinterogasi. John memejamkan mata, bersiap mendengarkan bunyi bom buatannya meledak bersama Kwak Jong Bin dan agen SP yang bersamanya.
.
.
Donghae masuk lebih dulu bersama Kwak Jong Bin. Eunhyuk duduk di belakang kemudi sementara Ryeowook naik di sebelahnya setelah menutup pintu geser.
"Kita akan ke mana?" tanya Eunhyuk kepada kedua rekannya.
"Terserah saja, kami mempercayaimu," jawab Donghae diikuti oleh anggukan Ryeowook.
"Baiklah, kita berangkat."
Eunhyuk meraih kunci mobil dari saku jaket dan memasukkannya ke lubang kunci.
.
.
Kyuhyun telah tiba di pintu darurat terbawah. Ia mendorong pintu yang berat itu dengan cepat dan berlari menuju mobil dengan kecepatan yang lebih dari sebelumnya. Melihat tidak seorang pun nampak di luar, ia tahu ia tidak punya cukup waktu sebelum mobil itu meledak. Kyuhyun mencabut tongkat polisi dan mengayunkannya sehingga memanjang, lalu melemparkan tongkat itu dengan kekuatan penuh ke arah mobil.
.
.
Di cafe seberang hotel, Ringo tersenyum semakin lebar, tidak sabar menunggu saat-saat kemenangan mereka.
John sendiri masih menutup matanya. Ia menarik napas panjang, bersiap mendengarkan bunyi ledakan yang akan menjadi bunyi terindah baginya di hari itu.
.
.
BANG!
Tongkat polisi itu menghantam kaca jendela di sisi Eunhyuk, membuat semua yang ada di dalam mobil tersentak. Eunhyuk melepaskan tangan dari kunci mobil, tidak jadi memutarnya. Ia mengambil sikap waspada sama seperti yang lain.
Hal itu memberi Kyuhyun beberapa detik yang berharga untuk mencapai mobil.
"KELUAR DARI MOBIL! KELUAR! CEPAT!" teriak Kyuhyun di depan mobil, memberi tanda dengan gerakan tangannya agar mereka segera keluar.
"Semua keluar!" seru Eunhyuk.
"SIAP!" Semua mengikuti perintahnya tanpa banyak bertanya.
Selama ini Leeteuk selalu melatih mereka untuk saling percaya, seperti Leeteuk juga mempercayai mereka berempat. Dalam situasi genting tidak akan ada pertanyaan. Mereka akan mengikuti apa saja yang diperintahkan oleh Leeteuk atau rekan lainnya. Jika ada perbedaan pendapat, itu akan diputuskan ketika keadaan memungkinkan. Tetapi apa yang sudah diperintahkan akan dijalani dan ditanggung bersama dengan segala konsekuensinya.
Donghae menggandeng Kwak Jong Bin untuk berlari ke area parkir yang menurutnya aman. Ryeowook mengikuti di belakangnya.
"Pergi sejauh mungkin!" seru Kyuhyun kepada Eunhyuk yang keluar paling akhir.
"BAIK!" Eunhyuk berlari menyusul yang lain. Ia mengarahkan mereka ke jalan keluarnya mobil sehingga mereka bisa memanggil taxi. "Lewat sini!"
Setelah memastikan mereka berada di jarak yang aman dari ledakan, Kyuhyun bergegas memeriksa bagian dalam mobil melalui jendela dengan senternya. Tidak ada yang aneh. Ia kemudian memeriksa kolong mobil, dan seperti yang dilihatnya dari pantulan air, terdapat sepasang tabung stainless steel dengan stiker FRAGILE di sana.
Bom sungguhan!
Kyuhyun berpikir sedetik sebelum memutuskan untuk masuk ke dalam kolong mobil. Ia tidak bisa mengambil resiko jika bom itu bisa dipicu dari jarak jauh. Ia melepaskan pisau lipat serbaguna yang selalu berada di kantong yang sama dengan senter, lalu menggunakan bagian yang berbentuk gunting.
Ia menelusuri alur kabel bom tersebut dengan senter sebagai penerang di tangan kiri dan gunting di tangan kanan. Ia mencoba mengingat pelatihan tentang bom yang didapatnya di Akademi Polisi. Dari alur yang ada ia berpikir yang harus diguntingnya adalah kabel merah.
Kyuhyun mengangkat kepalanya agar bisa melihat lebih jelas, bersiap mengguntingnya ketika sekelebat pikiran muncul. Bisa saja alur kabel itu sebuah jebakan. Kyuhyun menjatuhkan kepalanya kembali. Ia belum pernah menghadapi bom sungguhan sebelumnya. Ia memejamkan mata mencoba menarik napas panjang untuk menenangkan diri.
Ia membuka matanya kembali, menelusuri alur kabel sekali lagi sebelum memutuskan tetap menggunting kabel yang berwarna merah.
Tiba-tiba pintu darurat terbuka. Dua orang berpakaian baju terusan berwarna biru berjalan memasuki area parkir. Kyuhyun tidak tahu apakah salah satunya adalah orang yang sama yang ia lihat dibayangan yang terpantul di genangan ataukah orang lain. Yang mana pun juga, ia harus mengamankan mereka dari ledakan. Satu-satunya cara adalah menggunting kabel itu sekarang.
"Apa yang salah, Kyuhyun sshi?" Suara Leeteuk yang kehilangan keempat anak buahnya terdengar. Ia baru tersadar Kyuhyun tidak mengikutinya untuk memeriksa paket.
Kyuhyun mengerang dengan keras karena mendapat tambahan pengalih perhatian. Mendengar suara itu, Leeteuk justru terdengar semakin cemas.
"Jawab! Kyuhyun sshi!" perintah Leeteuk dengan keras.
Kyuhyun melirik ke bagian luar. Langkah kedua orang itu semakin dekat, jaraknya hanya tiga mobil dari tempatnya berada. Ia harus memutuskannya sekarang atau mereka akan terkena ledakan. Diabaikannya suara Leeteuk dan suara-suara lain, lalu menggunting kabel merah.
Begitu kabel itu putus, ia meluncur keluar, bersiap menghadapi ledakan yang sebenarnya tidak terhindar, atau pun menghadapi serangan jika kedua orang itu adalah musuh. Keduanya tidak terjadi. Mobil itu tidak meledak, dan dua pasang mata menatapnya dengan bingung.
Mereka adalah petugas laundry yang tadi mengangkut sprei. Dua kali hari ini mereka saling berpandangan, dan kali ini posisi Kyuhyun meluncur dari kolong mobil dengan tangan masih memegang senter dan gunting. Kedua petugas itu menatap Kyuhyun dengan tatapan aneh, kemudian memutuskan untuk mengabaikannya dan berjalan kembali ke mobil mereka.
Kyuhyun tidak bisa menahan senyum leganya. Ia tertawa kecil dan membiarkan dirinya terbaring di lantai parkiran yang keras.
"Kyuhyun sshi!" Suara Leeteuk kembali terdengar. "Gwenchana?!"
"Gwenchanayo." Kyuhyun menarik napas lega sekali lagi. "Nyaris saja..."
"Kemungkinan besar paket itu hanya bom palsu, Kapten. Aku tidak merasakan bahayanya tadi." Kyuhyun bangkit berdiri. Seluruh tubuhnya terasa sakit akibat berlari dan melompati anak tangga sebanyak 3 lantai dan ketegangan dengan bom barusan. "Bom asli ada di mobil. Tapi tak ada salahnya tetap berhati-hati."
.
.
Di halaman depan hotel, Eunhyuk menghentikan sebuah taxi yang lewat. Kwak Jongbin yang tetap digandeng rapat oleh Donghae, masuk terlebih dahulu. Ryeowook masuk di pintu lain sehingga VIP berada di tengah. Eunhyuk duduk di sebelah supir taxi yang keheranan melihat mereka tergesa-gesa.
.
.
John yang merasa jarak antara kurir masuk dan meledaknya bom itu terlalu lama, mulai membuka matanya. Ia tidak percaya SP akan selambat itu bereaksi. Namun alih-alih sebuah ledakan, yang menyambutnya justru pemandangan tiga agen SP dan targetnya melarikan diri dengan menumpang taxi.
Ringo yang sedari tadi memantau halaman hotel, melihat semuanya sejak awal. Tiga agen SP dan target keluar dari jalur mobil, menandakan mereka memang berniat pergi dengan mobil seperti yang dipikirkan John. Tetapi entah bagaimana, mereka telah menemukan bom yang John pasang. Dan bom itu tidak meledak.
Wajah John berubah sangat dingin. Ia meraih cangkir kopi dan menyesapnya pelan.
"Oops." Ringo tersenyum lebar. "Keajaiban telah terjadi. Wow, para agen SP ini sangat tangguh."
John tidak menyahut. Dengan kemarahan yang menggelegak di dalam hatinya, ia bangkit berdiri, mengenakan jaketnya dan berjalan pergi.
"Sayang sekali..." Ringo bergumam sebelum menyusul John masuk ke dalam mobil.
.
.
Area parkir hotel dipenuhi oleh polisi. Ada dari tim penjinak bom, ada juga dari tim forensik dan Public Security yang bertugas menyelidiki jejak yang tertinggal. Garis polisi dipasang untuk menghindari hilangnya petunjuk yang penting.
"Bagaimana VIP?" tanya Leeteuk kepada Eunhyuk yang baru saja menghubunginya. Ia mendengarkan beberapa saat sebelum mengangguk. "Baik."
Ia kini memandang ke arah Kyuhyun yang masih berdiri di posisi yang ia berikan kepadanya untuk dijaga. Kyuhyun begitu diam dan wajahnya tampak keruh. Leeteuk ingin menanyakannya sejak awal, namun kesibukan yang ada membuatnya belum sempat menghampiri anak buahnya itu.
"VIP sudah masuk ke hotel West di Junggu, kamar 204," terangnya kepada Kyuhyun. "Kita akan pergi ke sana secepatnya."
"Kapten..." Kyuhyun memanggil ketika Leeteuk berbalik hendak ke arah para polisi lagi.
"Ada apa?" tanya Leeteuk berusaha menyembunyikan senyumnya. Taktiknya berpura-pura sibuk berhasil membuat Kyuhyun ingin berbicara.
"Aku sudah lalai memeriksa mobil secara menyeluruh. Aku minta maaf." Kyuhyun membungkukkan tubuh dengan rasa bersalah yang kuat. Ia tidak tahu bagaimana jika sesuatu terjadi kepada rekan-rekannya dan Kwak Jong Bin.
"Tidak...," tolak Leeteuk dengan nada menenangkan. "Jangan merasa bersalah... Itu adalah kesalahanku karena tidak memintamu memeriksa mobil secara menyeluruh."
Leeteuk tersenyum saat Kyuhyun mengangkat wajahnya kembali. Ia menepuk bahu anak buahnya itu untuk menekankan kesungguhan kata-katanya. "Aku terlalu mengandalkan fakta bahwa itu adalah kendaraan milik orang biasa, bukan kendaraan kepolisian. Tim penjinak bom menemukan alat pelacak di bagian bawah mobil."
"Jika mereka bisa menyerang kita dalam situasi ini; Tahu siapa saja agen SP dan mobil apa yang kita gunakan; Kita akan membutuhkan lebih banyak agen untuk menangani kasus ini, Kapten."
"Aku tahu." Leeteuk tersenyum lega. Ia membutuhkan Kyuhyun dalam keadaan tenang dan bisa berpikir, bukan Kyuhyun yang dipenuhi rasa bersalah atas sesuatu yang di luar kemampuan mereka. "Aku tahu itu... Sayangnya atasan kita tidak berpikir hal yang sama."
Leeteuk memberi isyarat agar Kyuhyun mengikutinya menuju mobil yang mereka gunakan sebelumnya.
"Kapten, bukankah tadi Kapten masih ada urusan dengan para polisi lain?" tanya Kyuhyun masih berdiri di tempatnya semula.
Leeteuk berbalik dan tertawa. "Aku hanya membuatmu berpikir tidak ada waktu lain untuk mengatakan apa yang kau rasakan sebelum dirimu meledak. Taktikku berhasil bukan?"
Kyuhyun hanya bisa meringis dan berlari untuk menyusul Leeteuk yang hampir mencapai pintu mobil.
.
.
Hotel West, Junggu
Kamar 205
Pukul 22.00
Kamar yang mereka sewa di hotel West sangat kecil. Hanya terdapat sebuah kasur single, sofa dan meja TV yang berhimpitan. Kwak Jong Bin duduk memeluk pigura foto dengan wajah putus asa. Semangat hidupnya yang ia bangun kemarin malam, menguap begitu saja. Ia merasa kehilangan harapan dengan teror bertubi-tubi yang menimpanya.
Leeteuk yang baru datang segera menghampiri pria itu. Keempat anak buahnya berdiri siaga di kamar yang sempit tersebut.
"Tolong biarkan aku pulang," katanya dengan nada memelas dan putus asa. "Aku memohon kepada kalian."
"Saya mengerti. Saya akan mengajukan permintaan itu besok kepada atasan saya."
Jawaban Leeteuk membuat Kwak Jong Bin mengangkat wajah ke arahnya. Matanya yang tadinya muram, mulai terdapat sedikit cahaya.
Leeteuk mengangguk sekali lagi, menegaskan ia akan melakukan apa yang katakannya.
.
.
Pangkalan Rahasia Yesterday II
Sejak kembali dari cafe, John sibuk meracik bahan untuk membuat bom baru. Kali ini ia menggunakan sebuah tabung pemadam api untuk memuatnya. Ia meminta Ringo untuk membuat sensor gerak sehingga ketika ada sesuatu atau seseorang yang lewat di depannya, tabung itu akan meledak.
"Kamu yakin akan melakukan ini?" tanya Ringo sambil menguji coba sensor yang ia buat.
"Sangat yakin," jawab John dengan pandangan gelap. "Aku tidak peduli apa yang mereka lakukan. Kali ini tidak boleh ada yang lolos. Begitu memasang bom ini, kita pergi dan biarkan seluruh hotel meledak. Aku sudah mendapat informasi tentang hotel baru di mana mereka berada. Hotel sekecil itu cukup dihancurkan oleh bom ini, setidaknya 2-3 lantainya. Mereka tidak akan bisa lari ke mana pun."
"Wow...kau benar-benar marah eoh?"
John tidak menjawab. Ia kembali mempersiapkan bom itu.
.
.
Markas Besar Badan Kepolisian Nasional
Divisi Keamanan - Security Police Seksi-4
Hari ke-7 Pukul 08.45
Pagi harinya, Leeteuk langsung menuju kantor setelah meninggalkan hotel West. Semua anggota timnya masih berjaga penuh disana. Ia sudah mengijinkan mereka bergantian beristirahat dan mengatur gilirannya sendiri.
Leeteuk langsung mengetuk pintu kantor Shindong.
"Permisi," katanya. Tidak ada sahutan dari dalam.
Leeteuk yang tengah terburu-buru, segera membuka pintu dan mendapati kantor itu kosong. Ia mencoba menghubungi lewat ponsel namun panggilannya tidak pernah diterima. Akhirnya Leeteuk duduk di mejanya dan menunggu.
Noona Jihoo menyuguhkan secangkir kopi padanya.
"Kamsahamnida," kata Leeteuk saat menerima kopi itu.
Noona Jihoo mengangguk dan berlalu.
.
Pukul 13.00
Noona Jihoo mengambil cangkir kopi yang sudah kosong, dan menyuguhkan segelas teh hangat dan sepiring kecil snack. Kali ini Leeteuk tidak mengatakan apapun. Noona Jihoo melirik ke arah Leeteuk yang masih berdiam diri di mejanya, tidak beranjak sedikit pun untuk makan siang. Wanita itu menarik napas panjang. Pengalaman bertahun-tahun bersama Leeteuk mengajarkannya untuk membiarkan pria itu ketika tengah berdiam diri.
.
Pukul 17.00
Noona Jihoo kembali mengambil cangkir teh dan piring snack yang sudah kosong, lalu menyuguhkan secangkir kopi panas sebelum ia pulang. Suasana kantor juga mulai sepi, hanya satu dua agen SP yang masih muncul untuk mengerjakan sesuatu.
Sama seperti sebelumnya, Leeteuk hanya duduk diam di tempatnya, tidak bergerak sedikit pun.
.
Pukul 19.00
Leeteuk menatap seluruh ruangan yang kosong itu dengan diam. Ia tahu ada hal yang tidak menyenangkan yang sudah menunggunya karena Shindong sama sekali tidak membalas pesan ataupun menerima panggilannya sepanjang hari ini.
Tiba-tiba ponselnya bergetar. Ia bergegas mengangkatnya. Ternyata Shindong memintanya naik ke ruang pertemuan. Leeteuk bergegas memenuhi panggilan itu.
.
.
Markas Besar Badan Kepolisian Nasional
Ruang Pertemuan Lt. 17
"Permisi." Leeteuk memasuki ruangan.
Seperti sebelumnya, sudah ada perwakilan NIS di satu sisi meja yang besar dan panjang itu. Komisaris Divisi Keamanan, Kim Jun dan Direktur Public Security, Choi Seung Hyun duduk di seberang meja. Shindong duduk tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Silakan duduk," kata Direktur Choi.
"Saya harus berbicara dengan Anda tentang kasus Kwak Jong Bin," kata Leeteuk menolak untuk duduk. Ia ingin semua ini cepat selesai sehingga bisa kembali bersama anggota timnya yang lain, sekaligus memberi kabar baik kepada Kwak Jong Bin yang sedang putus asa.
"Ini juga tentang kasus itu," sahut Direktur Choi. "Kami semua dibuat kagum oleh kerja hebat dari tim inti yang kamu miliki."
"Kerja bagus dalam menemukan bom itu," puji Komisaris Kim Jun. "Sungguh, kami berterima kasih atas pekerjaanmu."
"Sehubungan dengan kasus Kwak Jong Bin, Divisi SP akan diberhentikan dari kasus itu mulai sekarang," jelas Shindong.
"Mengapa?" Wajah Leeteuk pucat pasi.
"Permintaan dari Kejaksaan," jawab Shindong. "Tampaknya mereka juga akan menunda penangkapan Kwak Jong Bin."
"Tampaknya mereka tidak bisa menulis tuntutan baru yang lebih baik," terang Direktur Choi. "Saksi yang lain tetap menyangkal sepenuhnya, dan tidak ada bukti baru yang muncul. Kejaksaan tidak bisa memenjarakan mereka dengan bukti yang terbatas. Karena itu Kejaksaan memilih menyerah sepenuhnya pada kasus ini."
"Kejaksaan memvalidasi penghentian ini dengan mengatakan bahwa kasus ini sudah cukup memberi kesadaran kepada masyarakat tentang kegiatan ilegal tersebut." Direktur Choi melanjutkan ketika Leeteuk hanya berdiri diam.
"Pihak Kejaksaan saling melemparkan kesalahan satu dengan yang lain." Komisaris Kim Jun menambahkan sambil tertawa kecil, disambut dengan reaksi yang sama dari perwakilan NIS. "Karena itu, kita akan menghentikan kasus Kwak Jong Bin pada pukul 20.00 malam ini."
"Sejak awal, pengawalan saksi bukanlah tugas SP," tambah Komisaris Kim Jun. "Lagipula aku tidak terlalu menyukai kasus ini."
Leeteuk terdiam mendengar tawa meremehkan Komisaris Kim Jun yang selama ini ia hormati. Ia membayangkan apa yang akan dialami Kwak Jong Bin jika mereka lepas tangan.
"Tolong, jangan ambil pekerjaan ini dari saya," kata Leeteuk.
Komisaris Kim Jun terdiam. Ia menatap Leeteuk dengan pandangan tajam.
"Ada orang yang kemungkinan besar akan dibunuh... DAN ANDA MEMINTAKU UNTUK MENINGGALKANNYA?!"
"Leeteuk sshi!" Shindong menegur Leeteuk yang sudah meninggikan suaranya.
Leeteuk menatap Shindong dan tersadar, ia telah membentak orang tertinggi di Divisi Keamanan, dihadapan perwakilan NIS. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya.
"Tolong... biarkan kami menjalankan tugas ini... sampai... kasus ini selesai sepenuhnya. Saya mohon." Leeteuk membungkuk hormat untuk menyatakan kesungguhannya.
"Sangat disayangkan..." Komisaris Kim Jun yang sudah merasa dipermalukan, menjawab dengan dingin. "Jika kamu benar-benar ingin menjaganya, mengapa kamu tidak memulai perusahaan pengawal swasta?!"
Leeteuk berdiri dan menatap Komisaris Kim Jun dengan pandangan tak percaya. Komisaris yang ia pikir mengerti pemikirannya, saat ini justru menolaknya sedemikian rupa.
"Ayo kita pergi!" Dengan perasaan kesal karena kejadian tadi, Komisaris Kim Jun membubarkan pertemuan.
Perwakilan NIS lebih dulu meninggalkan tempat itu. Leeteuk tetap berdiri di tempatnya sementara Komisaris Kim Jun berjalan mendekat. Shindong dan Direktur Choi membungkuk hormat, namun Leeteuk yang sedang kecewa dan marah hanya berdiri tegak tanpa menyapa.
"Belajarlah cara bertahan hidup dan berkembang dalam hierarki kekuasaan," tegur Komisaris Kim Jun. "Tidak ada orang yang berhasil dengan melawan atasan. Kami masih mengharapkan hal-hal hebat darimu."
Komisaris Kim Jun berlalu diiringi oleh Shindong.
"Kamu tahu bukan, bahwa aku mengerti bagaimana perasaanmu," kata Direktur Choi ketika tinggal mereka berdua di ruangan itu. Ia masih duduk di tempatnya semula, tersenyum melihat apa yang dialami Leeteuk. "Tapi saat ini, kamu harus melakukan apa yang atasan katakan. Aku juga mengharapkan hal-hal besar darimu."
Leeteuk memandang Direktur Choi dengan tatapan dingin. Ia bergegas meninggalkan ruang pertemuan yang terasa mencekiknya itu.
.
.
Pangkalan Rahasia Yesterday II
"Ah, benarkah?" John tengah menerima panggilan di ponselnya. "Baik, saya mengerti. Kami akan menyingkirkannya sehingga kami tidak memiliki masalah di masa depan. Kami tidak akan pernah mengacau seperti kali ini lagi. Tolong jangan khawatir."
John menutup telepon sambil menghela napas panjang.
"Ada apa?" tanya Ringo yang tengah menggabungkan badan bom dengan sensor yang dirakitnya.
"SP akan ditarik dari kasus ini," jelas John.
"Sungguh?" Ringo ikut menghela napas panjang. "Sayang sekali... Padahal aku perlu waktu lama untuk membuat ini..."
"Lagipula kita tidak seharusnya menggunakan sesuatu seperti ini. Aku hanya terbawa kemarahanku. Efek ledakannya terlalu besar, bisa merugikan pekerjaan kita nantinya."
"Kau benar. Tapi..." Ringo memandang bom yang sudah jadi itu dengan sedikit tidak rela.
"Kita akan membuat Kwak Jong Bin mati di bak mandi, sama seperti Kim San," hibur John.
"Baiklah." Ringo mengalah.
Kedua bersiap untuk menyelesaikan tugas mereka sebelum hari ke-7 ini berlalu.
.
.
Hotel West, Junggu
Kamar 205
Pukul 20.00
Leeteuk melihat keempat anak buahnya berkumpul di depan pintu kamar. Tampaknya mereka tidak ingin membebani Kwak Jong Bin dengan kehadiran mereka di ruang yang sempit itu dan memilih untuk berjaga di luar.
Melihat kedatangan Leeteuk, mereka bergegas menghampiri.
"Kasus ini sudah selesai," kata Leeteuk dengan wajah setenang yang bisa ia buat. "Setelah kalian membereskan perlengkapan SP kalian, kalian semua bisa pulang."
Leeteuk bergegas melewati keempat anak buahnya yang mematung seketika. Ia hendak memasuki kamar, namun ketika ia menoleh, keempatnya masih terdiam, tak beranjak sedikit pun. Ia tahu Eunhyuk, Donghae, Ryeowook dan Kyuhyun tengah merasakan apa yang ia rasakan sebelumnya. Mereka pergi sama saja mereka membiarkan Kwak Jong Bin dibunuh.
Leeteuk meraih kartu dari dalam sakunya dan menghampiri Eunhyuk yang sudah seperti wakil ketua tim baginya. Ia sudah bekerja cukup lama dengan Eunhyuk, dan ia tahu Eunhyuk akan bisa membimbing rekan-rekannya yang lain di saat sulit seperti ini.
"Kalian pergi dan minumlah di suatu tempat malam ini." Leeteuk memasukkan kartu itu ke dalam saku jas Eunhyuk yang masih mematung seperti ketiga lainnya.
Leeteuk kembali menuju pintu kamar dan mengetuk.
.
.
Eunhyuk, Donghae, Ryeowook dan Kyuhyun sudah meninggalkan hotel ketika Leeteuk menjelaskan situasi yang ada kepada Kwak Jong Bin.
"Jadi kamu menyuruhku mati..." Kwak Jong Bin tertegun.
"Ini adalah bisnis keamanan yang dijalankan oleh salah satu kenalan saya," kata Leeteuk sambil memberikan sebuah kartu. "Tolong telepon dia sekarang juga dan minta pengawalannya."
"Jadi kamu menyuruhku mati!" ulang Kwak Jong Bin.
"Ini sedikit mahal tapi..."
"Aku akan mati!" Kwak Jong Bin berdiri dan menghardik melihat Leeteuk berusaha mengabaikan kata-katanya.
"Lalu kenapa Anda melanggar hukum?!" Leeteuk yang sudah menahan perasaannya sedari tadi balas menghardik. "Apakah menurut Anda tidak ada risiko jika melanggar hukum?!"
Kwak Jong Bin terduduk di tempat tidur dengan sedih. "Aku akan hidup sebagai orang yang baik dan jujur mulai sekarang..."
"Jangan bertingkah seperti orang suci hanya pada saat yang tepat bagi Anda!"
"Jika aku mati, apa yang akan terjadi pada istri dan anak perempuanku?" Kwak Jong Bin menangis. "Leeteuk sshi?"
Leeteuk tidak bisa menahan perasaannya lagi.
"Saya mohon..." Leeteuk memijat pelipisnya, mencoba menahan air mata yang hampir keluar. Dengan suara bergetar ia menepuk kartu yang diletakkannya di meja. "Tolong segera hubungi nomor yang ada di kartu. Saya akan meneleponnya juga."
"Apakah itu soal uang?" Kwak Jong Bin bertanya penuh harap. "Aku punya banyak uang. Aku akan memberimu bayaran sebanyak yang pantas kamu terima. Dan aku akan melakukannya dengan hati-hati agar kamu tidak tertangkap."
Ketika Leeteuk berbalik menghadapnya, sadarlah Kwak Jong Bin ia telah melakukan kesalahan besar dengan mengajak Leeteuk melanggar hukum.
"Leeteuk sshi!" Kwak Jong Bin mencoba memanggil Leeteuk yang bergegas keluar kamar. "Leeteuk sshi!"
Panggilan itu masih terdengar saat Leeteuk menyusuri koridor, tetapi ia tidak menghiraukannya lagi. Leeteuk terus berjalan menyusuri jalan dengan semua emosi yang meluap didalam dirinya. Ia tidak tahu siapa yang lebih membuatnya kecewa; Komisaris Kim Jun; Direktur Choi; Shindong; Kwak Jong Bin; atau dirinya sendiri.
Saat ia berhenti untuk menyeberang, mobil Pelayanan Kebersihan Yesterday melintas di depannya, bergerak menuju hotel West.
.
.
Markas Besar Badan Kepolisian Nasional
Divisi Keamanan - Security Police Seksi-4
Pukul 21.30
Leeteuk memasuki kantornya yang kosong dan menyalakan lampu sehingga suasana ruangan itu menjadi terang. Digantungnya mantelnya pada gantungan yang tersedia, dan menyampirkan jasnya ke kursi kerjanya. Satu per satu Leeteuk melepaskan perlengkapan SP yang dipakainya.
Berjalan kaki sekian lama di dinginnya malam ternyata tidak mampu mendinginkan perasaannya. Ia menatap semua perlengkapan SP dengan emosi memuncak, lalu membuang semuanya ke lantai dengan kemarahan luar biasa.
Aku tidak tahan lagi... Aku sudah tidak tahan lagi!
Tidak ada kata-kata yang terucap dari mulutnya, tapi hatinya berteriak sekuat mungkin agar perasaannya menjadi sedikit lega. Namun ia tidak merasakan kelegaan sedikit pun.
Leeteuk terduduk di kursi. Ia mencoba mengatur napasnya untuk mengendalikan emosinya dengan kepala tertunduk. Kedua telapak tangannya saling menggenggam dengan kuat, sesekali ia membenturkan keningnya di sana. Ia tidak tahu berapa lama ia duduk dalam keadaan seperti itu.
Tiba-tiba langkah-langkah kaki terdengar memasuki kantor.
Sebuah tangan meletakkan handy talkie yang terhubung dengan earphone dan mike miliknya ke atas meja. Ia tidak perlu mendongak untuk mengetahui itu adalah Eunhyuk. Ia hanya menatap benda itu dengan nanar sementara Eunhyuk menuju mejanya sendiri, menaruh mantel dan tas kerjanya, lalu duduk dalam diam.
Sebuah tangan lagi mengembalikan pistolnya ke atas meja. Itu adalah Ryeowook. Sama seperti Eunhyuk, anak buahnya itu juga melepas mantelnya, meletakkan tas kerjanya dan duduk di mejanya sendiri tanpa mengatakan apapun.
Kali ini Donghae yang meletakkan kantong berisi senter dan pisau lipat serbaguna ke atas mejanya. Ia juga berjalan ke mejanya dan melakukan yang sama dengan kedua rekannya yang lain.
Terakhir Kyuhyun muncul di depannya untuk meletakkan dompet berisi borgol. Kyuhyun juga berjalan dengan diam menuju mejanya sendiri. Ia melepas mantelnya, meletakkan tas kerjanya dan duduk diam.
Leeteuk memandang mereka semua dengan perasaan yang bercampur aduk. Tak satu pun dari mereka berbicara atau bahkan memandangnya. Mereka hanya diam dan berada di sana untuk menemaninya. Ia tidak mencium bau minuman atau makanan apapun dari mereka, yang menandakan keempatnya tidak menggunakan kartunya untuk menenangkan diri di malam yang berat ini.
Leeteuk menekan jari-jarinya yang berada di atas telapak tangannya yang lain dengan keras. Begitu keras hingga telapak tangannya mulai terluka.
Aku tidak akan menunggu lebih lama lagi... Aku tidak bisa membiarkan sistem yang busuk ini terus berlanjut!
Tak satu pun di antara keempat anak buahnya yang melihat mata Leeteuk berubah menjadi sangat tajam dan penuh kemarahan.
Kyuhyun yang menangkap emosi itu, menganggapnya hal yang sama seperti emosi yang tengah berkecamuk di dalam hati mereka semua. Mereka bukan gagal menjaga, tetapi mereka hari ini diperintahkan meninggalkan seseorang begitu saja untuk dibunuh.
Ponsel di tas kerja Leeteuk bergetar. Dengan sedikit enggan, Leeteuk mengambil ponsel pribadinya itu dan membukanya.
[Dari Choi: Aku sudah menyiapkan seorang penembak jitu untuk rencana kita nanti]
.
TBC
Akhirnya chapter ini selesai juga.
Selamat Idul Fitri untuk teman-teman yang merayakan.
Maaf bila selama ini ada kata-kataku yang salah.
Seperti biasa, selamat membaca.
Tolong luangkan waktu kalian untuk memberi review
karena itu satu-satunya penyemangatku hehehe
Kamsahamnida
