Title : Shadow Warrior chapter 15
Genre : Friendship/Brothership, fantasi, action, horor
Rating : Fiction T
Cast : Member Super Junior, member SJ M & Il Kook
Disclaimer : All them belong to themselves and GOD. I own only the plot.
Warning : Fanfic just Fanfic, typos, geje , if read don't bash, jangan mengcopypaste meskipun menyertakan nama; Share saja dalam bentuk link ffn, tidak kurang dari itu. Gomawo ^^
Summary :
. ..
Shadow Warrior
Chapter 15
.
Jenderal Agma menerima laporan tentang kekalahan Belpegoleu dengan diam. Para bawahannya yang sudah menunduk ketakutan, menjadi sedikit heran melihat tak ada reaksi apapun dari pimpinan mereka yang pemarah itu.
"Andeulaseu!"
Andeulaseu maju dengan ketakutan.
"Kau mampu menghasut orang-orang di sekitar Jujak untuk mencelakainya?"
"Akan aku usahak….'
"AKU MUAK DENGAN KEGAGALAN KALIAN! JIKA AKU BISA KE DUNIA MANUSIA, AKU SUDAH MEMBUNUHNYA SEJAK AWAL!" Tiba-tiba Jenderal Agma meraung keras. Kekuatannya menyebabkan kapal itu berguncang hingga beberapa Gaekgwi harus berpengangan agar tidak jatuh. Andeulaseu jatuh berlutut dengan gemetar, berharap Jenderal Agma tidak akan membunuhnya.
"A…aku akan menghasut para pengawalnya, Jenderal! Aku tidak akan gagal!"
"BAGUS!" Jenderal Agma menatap Andeulaseu begitu dekat sehingga gaekgwi level atas itu semakin menundukkan kepalanya. "Jika kau gagal, maka aku yang akan membuatmu lenyap. MENGERTI?!"
"Me….mengerti, Jenderal!" Andeulaseu menjawab dengan cepat. "Aku akan menghasut pengawal yang paling dekat dengannya."
"Mengapa begitu?" Jenderal Agma menggeram tidak senang. "Bukankah akan sulit untuk menghasutnya?"
"Ini pertaruhan. Jika aku beruntung dan berhasil menghasutnya, Guardian Jujak tidak akan sanggup membunuhnya. Dengan begitu, kemungkinan kita menang akan semakin besar." Andeulaseu tersenyum.
.
.
Matahari baru saja menampakkan dirinya ketika Donghae terbangun. Matanya mengerjap untuk beberapa saat, mencoba mengenali di mana ia berada. Akhirnya namja itu teringat bahwa ruangan ini adalah aula utama. Ia bergegas bangkit hingga Siwon yang tertidur di sisinya merasa terusik dan bergumam. Namun Siwon kembali tertidur setelah menarik selimutnya lebih rapat.
Perlahan Donghae melangkah menuju kamar Kyuhyun, namun ia bertemu dengan Shindong sebelum mencapai tujuannya. Shindong membawa baki berisi teh dengan wajah yang terlihat mengantuk.
"Ajussi."
Panggilan itu membuat Shindong menghentikan langkahnya.
"Ajussi baru saja menemui Jeonha? Dia sudah bangun sepagi ini?"
Mendengar pertanyaan beruntun itu Shindong hanya tersenyum tipis. Perasaannya masih murung sejak bercakap-cakap dengan Kyuhyun.
"Dia selalu bangun sepagi ini, Donghae-sshi. Tetapi kali ini dia memang belum tidur semenjak kembali."
"MWO?!"
Donghae langsung menutup mulutnya ketika menyadari ia baru saja berteriak. Ia meringis meminta maaf kepada Shindong yang mendelik ke arahnya.
"Apa Jeonha sakit? Atau…."
"Temuilah dia," kata Shindong dengan wajah muram, membuat Donghae menautkan alisnya. "Jeonha baik-baik saja, tetapi…."
Shindong menghela napas panjang dan menggelengkan kepala. Tanpa berbicara lagi ia meninggalkan Donghae yang kebingungan. Bahkan panggilan Donghae pun tidak dihiraukannya.
Setelah menimbang beberapa saat, Donghae memutuskan untuk menengok Kyuhyun. Perlahan dibukanya pintu kamar yang sangat luas itu, mencoba tidak menimbulkan suara apapun.
"Aku tidak lapar, ajussi. Kau tidak perlu membawakan makanan untukku." Suara Kyuhyun langsung menyambutnya, namun sosok itu tidak terlihat. Donghae melirik ke tempat di mana Kyuhyun biasa membaca. Sosok yang dicarinya duduk dengan pandangan tak beralih sedikitpun dari buku yang tengah dibacanya.
"Setidaknya Jeonha harus beristirahat, bukannya terus berpikir seperti ini."
Kyuhyun mengangkat pandangannya, menatap ke arah Donghae dan menunjukkan mimik tak suka.
"Kenapa kau sudah bangun? Seharusnya kau tidur lebih lama agar luka-lukamu cepat pulih."
"Katakan itu kepada dirimu sendiri, Jeonha." Donghae tertawa kecil ketika Kyuhyun menatapnya dengan tajam. "Bagaimana kalau kita tidur sama-sama?"
"Masih banyak yang harus aku kerjakan. Keluarlah!"
Handphone yang tergeletak di meja Kyuhyun berbunyi. Untuk beberapa saat Kyuhyun mendengarkan.
"Terima kasih, Direktur Kim. Kali ini aku benar-benar merepotkanmu."
Donghae menunggu hingga Kyuhyun menutup teleponnya.
"Apa yang Jeonha sedang rencanakan?"
Kyuhyun tersenyum melihat wajah Donghae yang memancarkan kecurigaan. "Donghae-ya, aku ingin berjalan-jalan ke taman. Kau mau ikut?"
"Tentu saja!" seru Donghae gembira. Saking gembiranya, ia sampai melupakan apa yang mengganggu pikirannya tadi. Melihat hal itu Kyuhyun hanya tersenyum.
Keduanya berjalan mengelilingi istana gerbang selatan, meski hanya mereka yang tahu bahwa tempat ini bukanlah istana gerbang selatan yang asli. Sesekali Kyuhyun mengangguk dan tersenyum kepada para pelayan, pengawal, maupun keluarga mereka. Mereka seakan terbiasa melihat Kyuhyun yang berjalan-jalan tanpa pengawalan ketat.
"Tampaknya mereka cukup dekat dengan Jeonha."
"Tidak. Sama sekali tidak." Kyuhyun tertawa ringan. "Aku jarang sekali berkeliling, hanya sesekali saat latihan terasa menjenuhkan."
"Seperti sekarang?"
Kyuhyun hanya tersenyum sebagai jawaban. Mereka kini tiba di gerbang paling luar, di mana seorang lelaki baru saja selesai melakukan pemeriksaan kepada para anak buahnya yang mengalami pergantian tugas.
"Jeonha!" Kepala pengawal itu menunduk memberi hormat, diikuti anak buahnya yang lain. Mereka baru menegakkan tubuh setelah Kyuhyun membalas sapaan mereka. "Ada apa Jeonha ke tempat ini?"
"Ada hal penting yang ingin aku bicarakan. Aku harap, kau dan pasukanmu bisa bersiap dalam beberapa jam."
"Apa ada penyerangan?"
"Tidak. Hanya sebuah pesta kecil. Direktur Kim akan menghubungi kalian. Meskipun begitu, aku ingin keamanan benar-benar maksimal. Tidak seorangpun selain tamu undangan yang boleh masuk."
"Jeonha tidak usah khawatir, kami selalu memberikan yang terbaik untuk keamanan istana ini."
"Terima kasih atas kerja keras kalian." Kyuhyun tersenyum puas.
Donghae menunggu sampai Kyuhyun melanjutkan perjalanan dan tak seorangpun ada di dekat mereka.
"Jeonha, pesta apa yang sedang kau persiapkan?"
"Kau akan mengetahuinya sendiri nanti." Tiba-tiba Kyuhyun menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Donghae hingga mereka nyaris bertabrakan. "Apa aku perlu mengundang keluargamu juga?"
Donghae terkejut mendengar pertanyaan itu.
.
.
Bukan hanya Donghae yang terkejut. Siwon dan Zhoumi juga kelabakan ketika rombongan keluarga mereka berdatangan.
Yang paling terkejut adalah Shindong. Ia hanya bisa menarik napas panjang saat utusan Direktur Kim mempersiapkan semua hal dari penataan aula utama, kamar tidur, sampai ke menu yang akan disajikan. Ia sama sekali tidak tahu akan hal ini.
Suasana aula utama sangat ramai. Kyuhyun didampingi oleh Donghae dan Shindong duduk di bagian depan, sementara Zhoumi sekeluarga di bagian kiri dan keluarga Siwon di bagian kanan ruangan.
"Waktu saya mendengar cerita Siwon tentang Jeonha, saya sama sekali tidak menduga bahwa Jeonha masih begitu muda." Ayah Siwon menatap Kyuhyun dengan pandangan kagum, membuat Shindong tidak mampu menahan senyumnya. Pandangan mata itu sangat serupa dengan milik Siwon. "Saya sangat bangga dia diberi kesempatan seperti ini. Jeonha pasti tahu bahwa putraku memiliki banyak kekurangan."
"Apa yang Appa katakan? Seharusnya appa memujiku di depan Jeonha!" Siwon mendelik protes, membuat yang lain tersenyum melihat keributan ayah dan anak itu.
"Jeonha, terima kasih atas undangannya." Ayah Zhoumi memberi hormat yang dibalas Kyuhyun dengan sopan.
"Saya minta maaf karena begitu mendadak."
"Tidak apa-apa. Meski sempat terkejut, tetapi Jeonha sudah menyediakan semua akomodasinya. Kami cukup membawa diri saja."
"Semua itu kerja keras Direktur Kim." Kyuhyun tersenyum.
"Sepertinya ajussi sudah bertemu dengan Jeonha sebelumnya…."
Celetukan Siwon membuat ayah Zhoumi tersenyum. "Kami pernah bertemu beberapa bulan lalu."
"Oh ya?" Siwon menegakkan duduknya. Ia tidak mempedulikan Zhoumi yang memberi kode agar dia diam. "Apa sewaktu Zhoumi kabur dari sini?"
Aula utama langsung penuh dengan suara tawa sementara wajah Zhoumi merah padam. Ingin rasanya ia mencekik Siwon.
"Zhoumi sshi sedang melalui masa yang berat. Kita semua pasti menginginkan keberadaan keluarga di saat-saat seperti itu. Karena kebijakan di sini tidak mengijinkan, maka terjadi hal yang Siwon katakan tadi."
"Ah, begitu…. Saya bisa mengerti." Ayah Siwon mengangguk mendengar penjelasan Kyuhyun. "Zhoumi goon, jangan merasa malu. Jika Siwon yang mengalaminya, ia bisa saja melakukan hal yang sama."
Zhoumi menggumamkan terima kasih kepada ayah Siwon. Ia benar-benar malu saat ini. Pembelaan Kyuhyun, pengertian dari ayah Siwon, juga tepukan lembut dari ayah yang duduk di sampingnya, membuat Zhoumi menyesali perbuatannya.
Diam-diam Zhoumi melirik ke arah Kyuhyun. Ternyata Kyuhyun juga tengah memandang ke arahnya. Pikiran Zhoumi melayang ke kejadian beberapa bulan lalu saat Kyuhyun mengijinkan Shindong membukakan portal untuknya karena Zhoumi bersikeras kembali ke keluarganya.
Namun baru saja ia berada di sana beberapa hari, sang appa memanggilnya untuk berbicara empat mata di teras rumahnya yang mungil.
"Zhoumi-ya."
"Ne, appa."
"Apakah tugasmu kali ini sangat rahasia?"
"Maksud appa?"
"Apakah seharusnya keberadaanmu di rumah ini tidak boleh terlihat oleh orang lain?"
Zhoumi terdiam. Ketika pandangan sang appa menuntut kejujurannya, namja itu tak sanggup mengelak dan menundukkan wajahnya.
"Kau pasti tahu lebih dulu resiko setiap pekerjaan yang kau terima. Apakah itu akan membahayakan nyawamu, atau merebut kebebasanmu."
Zhoumi masih terdiam. Pengalaman sang appa selama puluhan tahun sebagai pengawal membuatnya tidak berkutik.
"Sekarang katakan pada appa, apakah kau sudah melanggar perjanjian yang kau buat dengan pulang ke rumah ini? Aku tidak pernah mengajarkan anakku tidak bertanggungjawab seperti itu!"
"Appa!" Zhoumi memandang ayahnya tak percaya. Belum pernah ia melihat ayahnya semarah itu. Selama ini ayah Zhoumi selalu tegas namun dengan tutur kata yang lembut.
Ayah Zhoumi meraih sebuah kerikil yang menghiasi taman kecil mereka, lalu melemparkannya kuat-kuat. Tiba-tiba butiran kerikil itu terhenti di udara dan jatuh kembali ke halaman. Wajah Zhoumi langsung pucat pasi.
"Ruang dimensi…."
Ayah Zhoumi mendengar gumaman itu dan mengangguk. "Ini sudah terjadi sejak kau datang. Karena itu appa melarang ibu dan saudara-saudaramu mengajakmu keluar rumah."
Zhoumi terhenyak. Ia tidak menyadari hal itu. Karena Zhoumi sangat merindukan rumahnya, jadi ia sama sekali tidak keberatan mereka tidak pernah pergi ataupun makan di luar. Apalagi sang ibu selalu memasakkan berbagai masakan lezat untuknya.
"Anak muda, apakah kau keberatan jika orang tua ini mengundangmu minum?" tanya sang appa dengan suara sedikit keras, membuat perasaan Zhoumi berdesir.
Sosok Kyuhyun muncul dan berjalan mendekati ayah Zhoumi.
"Jeonha!" Zhoumi tanpa sadar mengeluarkan sebutan itu sehingga kening sang ayah berkerut.
"Jeonha?"
Kyuhyun mengangguk hormat.
Ayah Zhoumi menggeleng. "Jeonha, maaf saya tidak menyambutmu dengan baik lebih cepat. Apakah Jeonha bersedia duduk dan minum bersama?"
Kyuhyun duduk di salah satu kursi yang ada sementara Zhoumi ke dalam. Tak lama Zhoumi muncul membawa sepoci the hangat lengkap dengan sepiring kue buatan ibunya.
"Silahkan dinikmati, Jeonha. Tentu tidak mudah berhari-hari menjaga putraku yang tidak bertanggungjawab ini."
"Appa…"
Zhoumi langsung tertunduk ketika ayahnya melemparkan pandangan tajam, memberinya isyarat untuk tidak berbicara.
"Terus terang, saya tidak menjaga Zhoumi." Kyuhyun tersenyum. "Saya hanya tidak bisa membiarkan anggota keluarga yang lain celaka karena tindakannya. Zhoumi mampu menjaga dirinya sendiri."
Ayah Zhoumi tergelak mendengar kata-kata Kyuhyun. Ia menepuk keras kepala putranya. "Kau dengar itu?! Lain kali kalau bertindak jangan menggunakan emosi, tetapi gunakan pikiranmu!"
Pembicaraan hangat antara ayahnya dan Kyuhyun berlangsung lama. Zhoumi akhirnya tahu Kyuhyun diam-diam membuat ruang dimensi di sekitar rumahnya untuk menjaga mereka dari serangan gaekgwi sejak awal kedatangannya. Kyuhyun menjelaskan bahwa mereka bisa saja memaksa Zhoumi dan menyiksa keluarganya untuk mengetahui letak Istana Gerbang Selatan.
Karena Kyuhyun tidak bisa membuat ruang dimensi terus menerus, meskipun ia selalu mengirim beberapa penjaga untuk mengawasi rumah Zhoumi, Kyuhyun mengusulkan agar mereka semua pindah ke tempat dan lingkungan yang baru.
Zhoumi merasa terpukul karena mengakibatkan keluarganya harus meninggalkan rumah yang mereka huni selama ini, meninggalkan lingkungan yang sudah akrab dengan mereka selama beberapa tahun, hanya dikarenakan keegoisannya.
"Zhoumi sudah belajar banyak dari kejadian itu." Tepukan lembut sang ayah membawa Zhoumi kembali ke masa sekarang, di mana mereka tengah mengadakan acara makan bersama.
"Saya mengadakan acara ini agar Zhoumi dan Siwon dapat bertemu dengan keluarganya. Setelah ini keadaan akan semakin berat," jelas Kyuhyun.
"Saya sudah mengikuti beritanya sejak Jeonha mempublikasikan diri." Ayah Siwon tersenyum lebar.
"Dunia seperti ini bukan hal asing bagi saya dan keluarga. Saya dahulu juga seorang pengawal. Kami mengerti semua kondisi dan resikonya." Ayah Zhoumi mengangguk.
Ibu dan saudara-saudara Zhoumi maupun Siwon yang sedari tadi hanya berdiam diri, ikut mengutarakan kebahagiaan mereka karena bisa datang ke Istana Gerbang Selatan dan bertemu langsung dengan Guardian Jujak. Kyuhyun menerima semua ucapan itu dengan senyum lebar, namun Shindong dan Donghae melihat jelas genggaman tangan Kyuhyun semakin kuat di bawah meja.
"Silahkan kalian menghabiskan waktu bersama sampai besok pagi. Kami sudah menyiapkan kamar untuk tidur dan mobil untuk pulang."
"Jeonha, apakah tidak merepotkan?" Zhoumi merasa tidak enak.
"Yang paling penting adalah mengantar semua pulang tanpa menimbulkan kecurigaan dari pihak Jenderal Agma." Kyuhyun menenangkan. "Selamat bersenang-senang."
Semua bergegas bangkit berdiri dan membungkuk hormat ketika Kyuhyun bangkit untuk meninggalkan ruangan itu. Shindong dan Donghae berjalan mengikutinya.
"He ajussi, tolong layani mereka baik-baik. Pastikan semua keperluan mereka terpenuhi sampai besok."
"Baik, Jeonha." Shindong membungkukkan tubuhnya sebelum berlalu untuk mendampingi para tamu.
Kyuhyun melanjutkan langkahnya menuju kamar diiringi oleh Donghae yang tidak berkata sepatah katapun semenjak tadi.
Donghae menautkan alisnya melihat Kyuhyun tidak menuju pembaringan, melainkan meraih salah satu buku dan duduk di depan meja. Baru saja Kyuhyun membuka buku di tangannya, Donghae sudah merebut buku itu dan menutupnya.
"Kau?!"
Donghae tidak menghiraukan kemarahan Kyuhyun. Tangannya langsung menggelitik, membuat Kyuhyun berlari menghindar. Serangan Donghae tidak juga berhenti hingga Kyuhyun memilih menyelamatkan diri ke balik selimutnya.
"Kau masih saja mudah geli, Jeonha." Donghae tergelak. Ia kembali menggelitik Kyuhyun namun selimut itu terlalu tebal. Namja itu akhirnya memilih duduk bersila sambil tersenyum ke arah Kyuhyun yang memandang sengit kepadanya. Senyum Donghae melebar. "Kalau Jeonha keluar dari balik selimut itu, Jeonha tidak akan selamat dari jari-jariku ini."
"Kau berani mengancamku?" Kyuhyun mendesis tak percaya.
"Mau mencoba?" Donghae tergelak saat Kyuhyun memilih memajukan bibirnya daripada keluar dari balik selimut. Donghae kini menepuk-nepuk ringan selimut itu. "Tidurlah, Jeonha. Kita semua memerlukan istirahat yang cukup. Jeonha sama sekali belum tidur."
Donghae tersenyum ketika Kyuhyun hanya menatapnya dengan mata mengantuk.
"Rasanya sangat nyaman…," gumam Kyuhyun nyaris tak terdengar. "Kau melakukan sesuatu, Donghae-ah…?"
Hanya sebuah senyum yang menjadi jawaban atas pertanyaan Kyuhyun. Donghae terus mengalirkan tenaganya melewati selimut yang tebal itu, mencoba membuat Kyuhyun merasa hangat dan nyaman. Rasa sakit yang Kyuhyun rasakan di jahitan lukanya juga memudar, membuat Kyuhyun begitu mengantuk dan akhirnya tertidur.
Suara pintu digeser membuat Donghae menoleh. Shindong berjalan mendekat, tampak gembira melihat Kyuhyun tertidur dengan tenang.
"Syukurlah kau berhasil membuatnya beristirahat, Donghae-ya," kata Shindong penuh rasa terima kasih. Lelaki setengah baya itu beranjak ke dekat lemari kayu, dan mengambil kantung yang ada di atasnya. Ia menyerahkan kantung itu kepada Donghae yang menatapnya dengan heran. "Jeonha bilang, ia sudah mengambil sejumlah yang ia butuhkan. Sisanya untuk kalian bertiga. Makanlah yang banyak. Kau pasti memerlukan makanan manis setelah menggunakan tenagamu."
"Bagaimana Ajussi tahu?" Donghae terkesiap.
"Aku hanya menduganya, karena waktu itu Jeonha pulih sangat cepat, dan kau menghabiskan permen sebanyak itu sekaligus." Shindong menatap Kyuhyun yang tertidur dengan sedih. "Jeonha hendak menuntaskan semua tugasnya dalam 30 hari. Seharusnya aku gembira bukan? Tetapi aku merasa semua ini begitu mengerikan…"
Shindong tak kuasa menahan air matanya. Ia menghapusnya dengan lengan bajunya, namun air matanya kembali mengalir. "Aku sangat takut. Aku sangat cemas. Namun tak ada yang bisa aku katakan… Aku hanya ingin Jeonha bahagia dan hidup seperti remaja seusianya… Tapi rasanya…."
Donghae terpekur mendengar kata-kata Shindong. Lelaki setengah baya itu menangis tanpa suara, membuat hati Donghae begitu kacau. Ditatapnya Kyuhyun yang tertidur dengan putus asa. Jeoha, apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu tersadar?
.
.
Kuil Jujak tampak lenggang siang itu. Hanya seorang pemuda berjubah biarawan yang tampak menyapu halaman luar kuil. Namun ia bukan seorang biarawan jika melihat penampilan rambutnya.
"Lama tak bertemu, Henry-ah."
Pemuda itu menghentikan pekerjaannya, dan tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya melihat siapa yang datang.
Secangkir teh dihidangkan Henry kepada tamunya. Ia kemudian duduk di sebelah lelaki itu dengan diam.
"Kau sudah belasan tahun di sini, tetapi statusmu tetap seperti dulu."
Henry tidak menyahut. Ia hanya meraih kalung yang terdiri dari bola-bola kayu di lehernya, lalu memainkannya tanpa bersuara.
"Bersikaplah biasa. Mereka akan heran melihat orang yang biasanya ceria sepertimu, tiba-tiba diam ketika menerima kedatanganku."
"Mereka terlalu sibuk berdoa untuk memikirkan hal itu, Ajussi." Henry akhirnya tersenyum lebar. "Tempat ini benar-benar tepat untukku. Tanpa mereka semua, mungkin aku sudah gila."
"Aku mengerti." Lelaki yang dipanggil 'ajussi' itu menepuk pundak Henry sambil tersenyum. "Tidak mudah menerima kenyataan seluruh keluarga kita dibunuh tanpa melakukan kesalahan apapun. Aku rasa kau belum melupakannya. Karena itu kau tidak menjadi seorang biarawan sepenuhnya."
Henry mencengkeram jubahnya kuat-kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Matanya memerah dengan cepat, menandakan tekanan perasaan yang begitu kuat. "Seumur hidup aku tidak akan melupakannya!" desis Henry. Suara yang tadi begitu ceria, berubah begitu dingin dan penuh kebencian. "Appa… eomma… dongsaengdeul…."
Namja itu menutup matanya, nyaris berhenti menarik napas ketika bayangan tubuh-tubuh berlumuran darah itu terpampang jelas diingatannya. Masih teringat bagaimana ia menangis di sisi adiknya yang baru berusia 11 bulan. Hanya adiknya itu yang ia temukan masih bernapas. Namun hanya sejenak, tubuh kecil yang selalu memeluknya dengan hangat itu terkulai tak bernyawa akibat luka besar di perut mungilnya.
"Kami tidak bersalah apapun! Keluarga kami tidak melakukan kesalahan apapun!" Henry mati-matian menekan suaranya sepelan mungkin, namun ia tidak berhasil menahan nada kebencian di dalamnya. "Hanya karena Jujak, mereka semua dibunuh! Mana mungkin aku melupakannya?!"
"Mereka tahu kau membenci Jujak?"
Henry menggeleng. "Tapi aku tidak mau berbohong mengenai perasaan benciku ini. Karena itu, aku selalu mengatakan kalau aku belum siap menjadi biarawan. Hatiku masih dipenuhi oleh kebencian."
"Aku rasa, kau akan tenang jika bisa membunuh Jujak."
Henry memandang tamunya dengan mata memicing. "Membunuh Jujak?!"
"Kau tidak mungkin membunuh Jenderal Agma. Lagipula, Jenderal Agma dan pasukannya membantai keluargamu untuk mencari Jujak. Jadi Jujak lah yang bertanggungjawab."
"Ajussi benar. Karena itulah aku membenci Jujak. Sangat membencinya." Henry memandang lambang Jujak yang ada di salah satu lukisan di ruangan itu dengan geram. "Tetapi aku tidak pernah berjumpa dengannya selama di sini. Dia selalu datang di saat yang tidak aku ketahui, dan langsung menemui kepala kuil."
"Aku akan membuatnya mencarimu." Lelaki itu menyerahkan sebuah kristal ke dalam tangan Henry. "Katakan ke kepala kuil kalau kau ingin menyerahkan kristal Cheongryong ini kepada Jujak, untuk membantunya menyegel Jenderal Agma. Dia akan mencarimu demi kristal ini."
"Benarkah?" Henry menimang kristal itu dengan wajah berseri.
"Pikirkan apa yang akan kau lakukan untuk membunuhnya, baru setelah itu kau hubungi kepala kuil. Pastikan rencanamu berhasil, atau kau tidak akan mendapatkan kesempatan kedua."
Ketika sang tamu kembali, Henry masih terus berdiri di halaman itu hingga tengah malam. Pikirannya begitu penuh dan hatinya melonjak gembira. Ditatapnya Kristal itu dengan mata berbinar.
"Kau akan membantuku membunuh orang yang membuat keluargaku terbunuh. Setelah itu, aku akan membersihkan dosa-dosaku dengan hidup tenang di kuil ini."
.
.
Hari sudah menjelang sore ketika Kibum kedatangan tamu. Ia menyambut kedatangan orang yang sudah ditunggu-tunggunya itu dengan diam seribu bahasa. Hanya matanya yang mengikuti segala tindak tanduk Kyuhyun yang tidak langsung menghampirinya melainkan berkeliling ruangan.
Kyuhyun tersenyum ketika menyadari Kibum mengawasinya semenjak tadi.
"Kau hendak memasang kamera pengintai atau alat penyadap di ruangan ini, Kyuhyun sshi?" Kibum terdengar tidak senang, namun Kyuhyun tetap tersenyum. "Sejak kapan kau memasang penyadap di laptop-ku eoh?"
"Aku tidak memasangnya. Tetapi kau."
"Mwo? Aku?"
"Yup. Kau ingat waktu kita mengadakan penghapusan pikiran? Kau khawatir Direktur Kim akan mengetahui rencana kita. Karena itu kau memasang mikrophone di laptop-mu, sedangkan aku memiliki alat penerimanya. Ingat?"
Wajah Kibum yang tak kalah putih dengan Kyuhyun, kini bersemburat merah.
"Aku melupakan hal itu," gumamnya.
Tapi aku tak bisa melupakan pandanganmu yang seakan bergantung sepenuhnya kepadaku. Belum pernah aku menghadapi orang yang membuatku ingin melindunginya sepertimu….
"Mianhe…" Kibum mengucapkan permohonan maafnya setulus mungkin.
Kyuhyun tersenyum lebar saat mendengarnya.
"Sebagai permintaan maafmu, bagaimana jika kau membuatkan sesuatu untukku?"
"Oh tidak! Ini jebakan!" Kibum mengeluh dengan keras.
Belum sempat Kyuhyun mengucapkan keinginannya, suara HP nya berbunyi.
"Yeoboseyo. Sekarang? Baiklah." Kyuhyun menutup HP nya dan memandang Kibum yang masih menunggu. "Kita lanjutkan lain kali. Aku harus menemui Direktur Kim sekarang."
Kibum hanya bisa menatap kepergian Kyuhyun sampai menghilang di balik pintu. Sekilas ia melihat Donghae di luar mengangguk ke arahnya sebelum melangkah mengikuti Kyuhyun.
.
.
Direktur Kim menyambut kedatangan Kyuhyun di ruangannya dengan senyum lebar. Kyuhyun duduk dan menunggu apa yang hendak Direktur Kim bicarakan kepadanya.
"Direktur Kim, terima kasih sudah membantu mendatangkan keluarga Zhoumi sshi dan Siwon sshi."
"Itu bukan hal sulit. Aku senang kau meminta bantuanku, Kyuhyun sshi," sahut Direktur Kim. "Kyuhyun sshi, aku mendengar bahwa Sungmin sshi sudah menyelesaikan jurus Jujak tertinggi. Sudah saatnya kita menjalankan rencana awal, yaitu mengalahkan Jenderal Agma dan menyegelnya."
Kyuhyun mengetukkan jari sambil berpikir. "Sebaiknya kita tunda dulu, Direktur Kim. Aku ingin mencari dua kristal lagi. Kristal Cheongryong dan kristal Hyeonmu. Dengan begitu, Sungmin hyung bisa melakukan penyegelan dengan sempurna. Kita tidak bisa mengabaikan kemungkinan buruk sekecil apapun. Sungmin hyung hanya bisa satu kali melakukan jurus itu. Direktur Kim tahu kan?"
"Tentu saja. Tetapi jika semakin lama kita menundanya, aku khawatir Jenderal Agma semakin kuat dan sulit dikalahkan."
"Direktur Kim, kita tetap harus menunggu Jenderal Agma keluar dari Sungai Henggi. Kita tidak bisa menyegelnya di dalam sana. Jika manusia masuk ke sana, dalam waktu sebentar ia akan berubah menjadi gaekgwi dan tubuh yang tertinggal di sini akan menjadi mayat."
"Kau bisa menanggalkan dahulu statusmu, dan menjadi pengawal Sungmin sshi."
Kyuhyun menggeleng. "Semakin lama keberadaan Sungmin hyung tidak diketahui akan semakin baik. Aku akan berusaha menemukan kedua kristal itu secepatnya. Setelah semua selesai, tanpa ajussi minta pun aku akan menyerahkan posisi ini."
"Kyuhyun sshi…."
Kyuhyun hendak berpamitan namun Direktur Kim memintanya menunggu sebentar saat menerima telepon. "Ini dari Sungmin sshi."
Kyuhyun urung meninggalkan ruangan dan memilih menunggu.
"Kau akan ke sana besok pagi? Baiklah. Aku akan menemanimu ke sana, Sungmin sshi. Ya, hanya kau yang bisa memastikan apakah itu benar kristal Cheongryong atau bukan."
Kyuhyun melemparkan pandangan bertanya kepada Direktur Kim setelah telepon ditutup.
"Sepupu Sungmin sshi berhasil menemukan kristal Cheongryong. Ia ingin Sungmin sshi menemuinya besok di kuil Jujak."
"Kristal Cheongryong?"
"Benar." Direktur Kim mengangguk. "Aku pikir sudah waktunya Sungmin sshi muncul, karena itu aku memberitahunya ketika kepala kuil Jujak menelepon."
"Tapi ajussi, apakah sepupunya itu sudah tahu siapa Sungmin sshi?"
"Tidak. Mereka tidak pernah bertemu sama sekali. Ia hanya tahu bahwa keluarganya dan keluarga Jujak masih memiliki pertalian darah."
"Kalau begitu aku saja yang menemuinya."
"Kyuhyun sshi…"
"Aku saja yang menemuinya, Direktur Kim. Hanya sampai semua kristal ditemukan, tolong tunda semua hal tentang Sungmin sshi."
"Tetapi Sungmin sshi sudah mengetahuinya."
"Aku yang akan membujuknya," kata Kyuhyun sebelum berlalu.
.
.
Sungmin berlatih di halaman belakang Istana Gerbang Selatan sendirian. Meski Yesung sudah mencegahnya karena musim dingin mulai menunjukkan tanda-tanda kedatangannya, Sungmin bersikeras. "Jenderal Agma mungkin saja sudah pulih saat musim dingin. Saat itu, tidak peduli hujan atau badai salju sekalipun, aku harus bisa menghadapinya."
Yesung mau tak mau mengakui kebenaran kata-kata Sungmin, dan akhirnya mendampingi tuannya itu berlatih.
Setelah satu jam berlalu, Sungmin menyarungkan pedangnya. Yesung bergegas mendekat untuk menyampirkan mantel hangat.
"Tubuh Jeonha sama sekali tidak dingin."
"Tentu saja. Aku kan bergerak sangat cepat." Sungmin tergelak. "Yesung-ah, kau sudah lama tidak berlatih. Sepertinya aku yang sekarang ini tidak memiliki pengawal untuk melindungiku."
Tangan Yesung yang tengah mengancingkan mantel terhenti. Ia memandang Sungmin dengan rasa bersalah. "Sepertinya aku terlalu senang menyiapkan segala keperluan Jeonha daripada berlatih. Apa Jeonha menginginkan beberapa pengawal? Kita bisa menghubungi Direktur Kim."
Sungmin tersenyum lembut dan menggelengkan kepalanya. "Sepertinya kata-kata Kyuhyunie benar. Kita dimanjakan oleh situasi damai dan jauh dari ancaman ini."
Sesuatu yang muncul dari balik pepohonan membuat Sungmin membalikkan tubuh Yesung menghadap ke arah bangunan istana.
"Siapkan makanan yang banyak untukku, arrachi? Aku sangat lapar."
"Tapi Jeonha…"
Sungmin menekankan kedua tangannya di bahu Yesung yang hendak berbalik. "Aku ingin di sini sejenak."
Kali ini Yesung mengangguk. Tanpa menoleh, namja itu berjalan menuju istana untuk menyiapkan makanan.
Sungmin berjalan menjauhi halaman terbuka, dan berhenti di salah satu pohon besar yang sudah menggugurkan sebagian besar daunnya.
"Turunlah, Kyuhyunie. Kau mencariku, bukan?"
Sesosok tubuh melompat turun dari atas pohon. Gerakannya begitu ringan, bahkan ketika ia mendarat, tak terdengar suara dedaunan sedikitpun. Padahal hampir seluruh permukaan tanah di sana tertutup oleh daun kering.
Aku harus banyak berlatih. Sungmin tersenyum miris melihat begitu besarnya perbedaan kemampuan Kyuhyun dan dirinya. Namja itu tidak membiarkan pikirannya berpetualang lebih lama. Melihat tubuh kurus di hadapannya hanya terbalut jaket, tangannya bergegas membuka kancing-kancing mantelnya, lalu menyampirkan mantel itu ke tubuh Kyuhyun yang berusaha menghindar.
"Pakai mantel ini atau aku tidak mau mendengarkan kata-katamu," kata Sungmin sambil tersenyum manis.
Kyuhyun yang tahu Sungmin selalu memegang kata-katanya, hanya bisa mendecak kesal.
"Donghae-ah sudah membuatku tertidur sepanjang siang, dan sekarang hyung…." Kyuhyun tertegun menyadari kata-katanya sementara Sungmin justru tersenyum dengan mata berbinar.
"Dan hyung sangat menyayangimu, Kyuhyunie."
Semburat merah yang muncul di wajah Kyuhyun membuat Sungmin dengan gemas merangkum wajah itu dengan kedua telapak tangannya.
"Hyung sangat senang kau mau memanggilku seperti itu. Apa kita bisa bertukar peran sekarang?"
"Hyung, apa kau akan tetap ke sana? Ke Kuil Jujak?"
"Tentu saja."
"Andwae, hyung! Aku merasa aneh, kenapa orang biasa seperti dia bisa menemukan kristal Cheongryong? Baalmyian penguasa bagian timur tidak semudah itu dikalahkan."
"Kyuhyunie, kristal itu bisa diambil oleh siapa saja asal mereka mengetahui tempatnya. Mungkin Baalmyian belum menemukan kristal Cheongryong."
"Hyung bahkan tidak memberitahuku posisinya!" seru Kyuhyun kesal. "Kalaupun dia tidak sengaja menemukannya, kenapa dia tahu itu adalah kristal Cheongryong?"
Sungmin tertegun. "Kau benar, Kyuhyunie. Ini sangat aneh."
"Biar aku saja yang mengambilnya."
"EH?!"
"Biar aku saja yang ke sana dan mengambilnya."
"Tidak bisa, bagaimana jika ini jebakan?"
"Justru karena itu…"
"Justru karena itu hyung melarangmu ke sana!" Sungmin memotong ucapan Kyuhyun dengan tegas. "Kau tidak boleh ke sana! Itu bisa saja berbahaya!"
"Sungmin hyung, aku yang seharusnya mengatakan itu! Sepertinya hyung lupa kalau aku adalah seorang kagemusha!"
"Tidak!" Sungmin mengeratkan cengkeramannya. "Kau adalah…"
"Kalian sedang apa?" Direktur Kim muncul dengan wajah keheranan melihat mereka. "Kyuhyun sshi, kau datang ke sini sendirian?"
"Aku dikawal Donghae sshi." Kyuhyun mengarahkan pandangannya ke salah satu pohon di dekat mereka. Donghae melompat turun lalu mengangguk hormat kepada Direktur Kim dan Sungmin. "Seperti kesepakatan kita tadi, aku ingin menunda semua hal tentang Sungmin sshi sampai ketiga kristal kita miliki."
"Tapi aku…"
"Biar Kyuhyun sshi yang mengambilnya, Jeonha. Sampai semua kristal ditemukan, sebaiknya kau tidak dikenali dulu."
Kyuhyun senang mendengar Direktur Kim mendukungnya. "Kalau ini memang jebakan, setidaknya Sungmin hyung tetap aman."
"Tapi aku..." Sungmin rasanya ingin berteriak dan mengatakan semua yang diceritakan Il Kook kepadanya.
Jangan ceritakan kepada siapapun apa yang baru saja aku katakan, dan tetaplah berperan sebagai Jujak yang berlindung di balik Kagemusha-nya.
Peringatan Il Kook membuat Sungmin menghela napas panjang. Ia menatap Kyuhyun dengan cemas. "Berjanjilah kau akan berhati-hati, Kyuhyunie. Kau harus kembali dengan selamat. Kau mau berjanji kan?"
Kyuhyun meringis melihat wajah Sungmin yang begitu cemas. Ia ingin menggodanya namun tidak tega. "Sungmin hyung, aku berjanji," jawab Kyuhyun menenangkan. "Hyung juga harus berjanji tidak akan menyusulku ke sana."
Direktur Kim menepuk bahu Sungmin dengan sedikit keras. "Serahkan padaku. Aku akan memastikan dia tetap berada di sini sampai kau kembali."
"Terima kasih, Direktur Kim. Aku merasa lega mendengarnya."
Kyuhyun berpamitan dengan wajah gembira diikuti oleh Donghae, namun Sungmin tetap merasa cemas. Ia melirik Direktur Kim yang mengawalnya kembali ke dalam. Mereka duduk bersama di aula utama, sambil menikmati kue dan teh yang disuguhkan oleh para pelayan.
"Direktur Kim, apakah benar Direktur Kim adalah sepupu Leeteuk seonsaengnim?"
"Betul." Direktur Kim tersenyum. "Kami belajar dan tumbuh bersama. Dalam beberapa hal aku bahkan lebih baik darinya."
Sungmin tersenyum ketika mendengar Direktur Kim tergelak.
"Karena itu perusahaan kami maju pesat di tangan Direktur Kim."
"Tetapi niga abeoji lebih memilih Leeteuk sshi daripada aku." Wajah Direktur Kim mengeruh. Namun hanya beberapa saat kemudian, ia menepuk kedua lututnya sambil tersenyum. "Tetapi karena itu aku lolos dari serangan Jenderal Agma dan masih hidup untuk mengurus perusahaan ini."
"Aku menyesali apa yang terjadi pada Kyuhyunie…."
Kata-kata Sungmin membuat Direktur Kim terdiam.
"Jika saja semua kejadian itu tidak ada, Kyuhyunie bisa hidup seperti anak-anak lainnya; Bersekolah dan melakukan apapun yang ia sukai."
"Itu tidak akan merubah perannya sebagai Kagemusha. Kami sudah puluhan generasi selalu berada di sisi penerus Jujak untuk melindungi mereka, Sungmin sshi."
"Melindungi dan berpura-pura menjadi diriku seumur hidup adalah hal yang berbeda, Direktur Kim." Sungmin mencoba menyembunyikan teguran dalam nada suaranya, namun hal itu tidak berhasil. "Jika keadaan tidak seburuk ini, dia hanya mengawalku, dan kami bisa melakukan lebih banyak hal yang menyenangkan bersama-sama."
"Jika aku yang menjadi kagemusha dan bukan Leeteuk sshi, Jenderal Agma mungkin sudah aku kalahkan."
Sungmin tersentak mendengar kata-kata yang terdengar penuh kemarahan itu. Ia memandang Direktur Kim yang tampak tersinggung dengan ucapannya. Padahal ia merasa tak ada kata-katanya yang menyinggung Direktur Kim.
Yesung masuk untuk memberitahu bahwa makan malam sudah siap. Ia kemudian berdiri di dekat Sungmin, karena Sungmin ingin menyelesaikan pembicaraan dengan Direktur Kim lebih dulu.
"Apa yang sudah terjadi biarkan saja terjadi. Jangan suka berandai-andai, Sungmin sshi." Direktur Kim meneguk tehnya hingga tandas. "Yang harus kau lakukan saat ini adalah mengalahkan Jenderal Agma secepatnya."
"Kyuhyunie ingin mengumpulkan ketiga kristal terlebih dahulu, Direktur Kim."
Yesung yang merasa kesal dengan Kyuhyun, tidak bisa menahan diri lagi. "Jeonha, Jeonha harus mengingat kesalahan Ayah Jeonha. Kenapa Jeonha lebih mendengarkan seorang kagemusha? Jeonha tidak harus mendengarkan kata-katanya. Ia tidak lebih dari demon yang menjual dirinya kepada manusia!"
"YESUNGIE!" Sungmin bangkit berdiri dengan geram. "Jaga ucapanmu! Takkan kubiarkan siapapun menghina Kyuhyunie!"
"Jeonha…."
"KELUAR!"
Yesung tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti perintah Sungmin. Ia tidak menyangka Sungmin akan sekeras itu kepadanya.
Sungmin terduduk lemas di tempatnya setelah Yesung pergi.
Menyadari situasi yang tidak baik, Direktur Kim pun berpamitan setelah memastikan Sungmin akan memenuhi janjinya untuk tidak pergi ke Kuil Jujak.
Sendirian di aula utama, membuat kemarahan Sungmin perlahan sirna. Ia tahu tentang hal itu, tentang seorang demon yang mengkhianati kaumnya dan mengikat perjanjian abadi untuk melindungi Guardian Jujak. Hanya Leeteuk dan Kyuhyun yang harus berperan sebagai Kagemusha karena Jenderal Agma bertekad memberantas semua keturunan Jujak. Perjanjian itu berlaku turun temurun. Jika mereka meninggal, mereka akan dikuburkan di sebuah lubang di kuil Jujak. Lubang yang di kelilingi oleh pagar hitam.
"Kyuhyunie tidak mungkin seorang demon…." Sungmin langsung memukul keningnya sendiri karena pikirannya melantur entah ke mana. Penjelasan Il Kook sudah lebih dari cukup untuk meyakinkannya tentang siapa Kyuhyun.
Sungmin meraih sebuah benda yang selalu tersimpan rapi di sisi bantal duduknya. Lonceng angin yang pernah ia berikan kepada Kyuhyun. Ia mengelus benda itu dengan sayang sambil tersenyum getir.
Seonsaengnim benar. Karaktermu… Kekuatanmu… Akan sangat sulit menyembunyikan hal yang sebenarnya jika kau tidak di posisikan seperti ini. Tetapi Kyuhyunie, hyung ingin kau segera tersadar. Apa yang bisa hyung lakukan untuk itu?
Sungmin hanya bisa menghela napas ketika tak satupun jawaban atas pertanyaannya muncul.
.
.
.
Henry masuk ke dalam kamarnya untuk tidur ketika sebuah surat tergeletak di atas pembaringannya. Setelah memastikan tidak ada yang melihat, ia membuka surat itu.
[Besok pagi, guardian Jujak akan menemuimu. Dia yang menyebabkan semua keluargamu terbunuh tanpa alasan. Pastikan rencanamu untuk membunuhnya tidak akan gagal.]
Henry meremas kertas itu dengan keras.
Aku tidak akan gagal. Aku sudah mendapatkan bantuan. Jujak harus membayar lunas kematian keluargaku!
.
.
.
Keesokan harinya, setelah keluarga Siwon dan Zhoumi kembali ke rumah masing-masing, Shindong mengantar Kyuhyun yang hendak pergi ke kuil Jujak. Zhoumi, Siwon, dan Donghae juga ikut ke sana. Shindong menyerahkan sebuah bungkusan besar kepada Zhoumi.
"Berikan ini kepada kepala kuil. Aku ingin berterima kasih karena dia selalu membantu Jeonha."
"Baik, Ajussi." Zhoumi menerima bungkusan itu dan cukup terkejut menyadari beratnya. "Ajussi memasak untuk orang satu kuil?"
"Tentu saja." Shindong terkekeh. Ia menoleh ke arah Donghae yang tidak biasanya diam seribu kata. "Gwenchana, Donghae-ah?"
"Dia seperti itu sejak kemarin malam." Siwon meringis sambil menepuk bahu Donghae. "Apa ada yang terjadi sewaktu kau membeli soju?"
"MEMBELI SOJU?!" Kyuhyun dan Shindong serentak berteriak. Siwon meringis, Zhoumi yang baru saja kembali setelah meletakkan bungkusan di bagasi mobil, memukul kepala Siwon dengan keras. Tetapi Donghae tetap diam seakan tak mendengar semua percakapan itu.
"Kami ingin menikmati beberapa botol soju untuk menyambut datangnya musim dingin. Karena itu…. APPO!" Siwon berteriak kesakitan ketika Zhoumi menginjak dengan keras kakinya.
"Zhoumi-ah, aku ingin mendengar penjelasan kalian bertiga."
Kata-kata Kyuhyun membuat Zhoumi dan Siwon saling berpandangan dengan cemas. Namun saat menoleh ke arah Donghae, namja itu masih saja melamun.
"Yak! Donghae-ya! Kau saja yang menerangkan!" Zhoumi mengguncang Donghae, tetapi tiba-tiba Donghae menepis tangannya begitu keras hingga namja bertubuh tinggi itu berteriak kesakitan.
Siwon menarik tangan Zhoumi dan keheranan melihat tangan itu memerah.
"Donghae-ya, kau memukulnya sungguh-sungguh?!"
Donghae memandang tajam ke arah Siwon, lalu tanpa berkata apa-apa masuk ke dalam mobil. Kyuhyun menautkan alisnya melihat hal itu. Selama ini ia tidak pernah melihat Donghae yang begitu pendiam dan kasar. Donghae selalu ceria, bahkan ia harus sering menyadarkan namja itu akan situasi serius yang mereka hadapi. Tetapi kali ini….
"Dia aneh sejak kemarin malam?" Kyuhyun mencoba mengingat. Rasanya ketika Donghae pulang bersamanya dari kediaman Sungmin, teman kecilnya itu masih bersikap biasa.
"Betul, Jeonha." Zhoumi menggumamkan terima kasih saat Shindong kembali membawakan obat penghilang memar untuknya. Ia mengamati Shindong mengoleskan obat itu ke lengannya yang mulai membiru dengan cepat.
"Kami melakukan suit siapa yang akan keluar membeli soju. Seharusnya aku yang pergi, tetapi aku gagal melewati penjaga."
"Kami ingat kalau Donghae bisa melewati penjaga gerbang dengan mudah. Akhirnya dia yang pergi untuk membeli soju."
"Dia sangat lama kan? Aku sampai berpikir Donghae lupa kalau kita menunggunya." Siwon melirik ke arah mobil lalu kembali memandang Kyuhyun. "Ketika dia pulang, dia hanya meletakkan botol-botol soju yang dibelinya dan pergi tidur. Kami mencoba membangunkannya namun ia marah dan berkata bahwa ia ingin tidur."
"Dia memukulku sangat keras." Zhoumi mengelus lengannya. "Gomawo, ajussi."
"Apa tanganmu tidak apa-apa? Kau bisa melindungi Jeonha dengan baik?"
"Ajussi jangan khawatir." Zhoumi tersenyum. "Ini hanya memar. Tidak akan mengganggu gerakanku. Lagipula, apa yang perlu kita khawatirkan di kuil Jujak?"
"Sebaiknya kau tetap waspada, Zhoumi-ah." Kyuhyun menegur. "Sejak identitasku dibuka, ada banyak orang yang mengincar kita. Arrachi?"
"Baik, Jeonha. Aku akan selalu waspada." Zhoumi menunduk meminta maaf.
"Ajussi." Kyuhyun menoleh ke arah Shindong. "Kami berangkat."
"Berhati-hatilah, Jeonha."
"Tentu." Kyuhyun tersenyum lalu masuk ke dalam mobil diikuti oleh Zhoumi dan Siwon.
.
.
TBC
.
Akhirnya chapter ini muncul juga setelah banyak perbaikan #hiksu
Semakin lama semakin banyak pertanyaan yang muncul? Kkkk
Terima kasih masih setia membaca ff ini
Review dari kalian benar-benar ditunggu sebagai penyemangat
Akhir kata, selamat membaca
Kamsahamnida
