Title : Shadow Warrior chapter 17

Genre : Friendship/Brotehrship, fantasy, action, horor

Rating : Fiction T

Cast : Kyuhyun, Leeteuk, Sungmin, Yesung, Kangin

Disclaimer : All tehm belong to tehmselves and GOD. I own only teh plot.

Warning : Fanfic just Fanfic, typos, geje , if read don't bash, jangan meng-copy paste meskipun menyertakan nama; Share saja dalam bentuk link ffn, tidak kurang dari itu. Gomawo

Summary :

.

.

Shadow Warrior

Ch 17

.

.

"Aku sudah meminta agar Henry sshi ditahan di ruang meditasi," kata kepala pendeta di kuil Jujak. Ia dan Direktur Kim berjalan menuju ruangan kecil yang biasa digunakan untuk meminta para biarawan merenung jika mereka berbuat kesalahan. Sejak menerima telepon dari Direktur Kim tentang apa yang terjadi pada Kyuhyun, ia langsung berbicara dengan Henry, namun anak itu tidak mengatakan apapun selain mengakui bahwa ia melakukan sesuatu terhadap Kyuhyun. "Aku tidak menyangka…. Dia selama ini anak yang baik."

"Apakah ada yang menjaganya?"

Kepala pendeta mengangguk.

"Dua orang biarawan berjaga agar Henry sshi tidak kabur sebelum kita tahu apa yang sebenarnya ia lakukan. Aku berharap Anda bisa membujuknya berbicara, Direktur Kim." Kepala pendeta memberi petunjuk dengan tangannya agar mereka berbelok ke arah kanan. "Bagaimana keadaan Jeonha?"

"Terakhir aku menghubungi Shindong sshi, dia.…" Kata-kata Direktur Kim terputus. Ketika kepala pendeta memandangnya, sepasang mata itu terbelalak lebar dengan wajah pucat pasi. "I…itu…"

Kepala pendeta mengikuti arah pandangan Direktur Kim. Dua biarawan yang berjaga di depan pintu ruang meditasi, duduk dengan posisi tak wajar di setiap sisi pintu. Keduanya sudah tidak bernyawa ketika kepala pendeta berlari mendekat dan memeriksa.

"Henry sshi!" seru Direktur Kim setelah tersadar dari rasa terkejutnya. "Kepala pendeta, cepat buka pintunya!"

Kepala pendeta langsung meraih kunci dan membukakan pintu.

"Henry sshi!" Kepala pendeta mendekati sosok Henry yang duduk bersila di lantai sambil memejamkan mata. Ketika ia menepuk pundak pemuda itu, tubuh Henry terjatuh.

"Dia juga tewas," kata Direktur Kim setelah meraba leher anak muda itu.

"Bagaimana bisa? Tak seorang asing pun masuk ke dalam kuil ini!"

"Kita tidak berurusan dengan manusia biasa. Pintu masih terkunci saat kita datang." Direktur Kim mengingatkan.

Kepala pendeta mengamati seisi ruangan. Tidak ada yang ganjil. "Jika kita tidak tahu apa yang terjadi pada Jeonha, bagaimana kita bisa mengobatinya?"

Direktur Kim menjawab pertanyaan kepala pendeta dengan gelengan kepala. Wajahnya tampak muram.

.

.

Sungmin menunggu hingga para pelayan selesai membersihkan sarapan pagi di mejanya sebelum meminta pengawal yang ia tugaskan untuk mengawasi Kyuhyun datang ke aula utama.

"Apa ada yang terjadi di sana?"

Sang pengawal memandang Sungmin dengan wajah bingung.

"Tidak ada, Jeonha. Jika terjadi hal yang penting, saya akan melaporkan langsung kepada Jeonha seperti selama ini."

"Kau benar." Sungmin menghela napas panjang. "Baiklah, kau boleh pergi. Laporkan jika ada hal penting yang menyangkut Kyuhyun sshi kepadaku.

"Baik, Jeonha."

Sang pengawal memberi hormat sebelum meninggalkan aula utama. Mencoba mati-matian menyembunyikan rasa bersalahnya karena sudah berbohong.

Sungmin seakan mengiringi kepergian pengawal itu dengan pandangan matanya, namun pikirannya melayang tak menentu. Yesung harus memanggilnya beberapa kali sebelum Sungmin menyadarinya.

"Jeonha, minumlah teh ini. Aku lihat Jeonha tampak gelisah semenjak tadi."

"Terima kasih, Yesungie." Sungmin meraih cangkir teh yang masih hangat dan meneguk isinya perlahan. Cairan yang hangat itu membuat pikirannya menjadi lebih tenang. "Semenjak tadi malam, aku benar-benar khawatir. Sepertinya itu hanya perasaanku saja."

"Bagaimana kalau Jeonha berjalan-jalan ke kota untuk mencari udara segar?"

Sungmin menggeleng. "Lebih baik aku tidur."

"Tapi ini masih pagi…"

Sungmin tersenyum. "Tadi malam aku tidak bisa tidur. Aku rasa, setelah menanyakan kepada pengawal itu, aku bisa tidur dengan nyenyak."

"Kalau begitu, selamat beristirahat, Jeonha." Yesung merasa lega.

Sungmin merebahkan diri di pembaringan, mencoba membuang perasaan gelisahnya. Tak lama ia pun tertidur.

.

.

Suasana di Istana Gerbang Selatan tampak tenang dan sunyi, namun para pengawal berjaga dengan waspada di pos mereka masing-masing. Kepala pengawal berkeliling untuk memeriksa kondisi keamanan.

Anak-anak yang bermain maupun para wanita yang sesekali muncul menghidupkan suasana, kini tidak ada. Mereka semua sudah mengungsi di tempat penampungan yang telah disiapkan oleh Direktur Kim.

Namun di salah satu bagian bangunan utama, tepatnya di kamar Kyuhyun, suasana tampak tegang dan mencekam. Shindong, Siwon, dan Zhoumi duduk di sekitar pembaringan dengan wajah cemas. Tak seorangpun berbicara termasuk Donghae yang terus menatap wajah Kyuhyun sambil mengepalkan kedua tangannya erat-erat.

Semua menegakkan duduknya ketika terdengar rintihan dari mulut Kyuhyun. Rasanya sudah begitu lama mereka menunggu hingga sepasang mata itu terbuka. Shindong langsung mendekat sementara Kyuhyun mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan diri.

.

.

Kyuhyun merasa kepalanya pusing, lemas, dan untuk beberapa detik pandangannya begitu kabur. Ada begitu banyak bagian tubuhnya yang sakit, tidak seperti biasa di mana hanya bagian tertentu yang terasa sakit. Ia seperti ditusuk ribuan jarum berulang-ulang. Tanda Jujak di dada kirinya pasti memerah karena ia nyaris berteriak oleh rasa panas yang muncul.

Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Meski hal itu tidak mampu menghilangkan rasa sakitnya, Kyuhyun merasa rasa sakit itu sedikit berkurang.

"Ugh…" Kyuhyun menggigit bibirnya ketika rasa sakit itu kembali menyerang seluruh tubuhnya dengan kuat. Kali ini, apapun yang ia lakukan, bagaimanapun ia mencoba menyamankan posisinya, rasa sakit itu tetap ada.

Kyuhyun tetap mencoba mengatur napasnya, membuat tubuhnya berbaring tenang, tetapi akhirnya hanya rintihan yang keluar dari mulutnya.

Wajah yang pertama Kyuhyun lihat ketika membuka matanya adalah milik Shindong. Pengasuhnya itu tertegun untuk beberapa saat sebelum berteriak dengan keras memanggil dokter. Belum sempat Kyuhyun mengingat apa yang sudah terjadi, wajah-wajah lain bermunculan di pandangannya. Donghae, Siwon, dan Zhoumi. Semua tampak cemas.

Semua. Pikiran Kyuhyun mulai berputar di antara rasa sakitnya. Ini tidak baik. Sama sekali tidak baik.

"Kalian menyingkirlah. Biarkan euisa-nim memeriksa Jeonha." Suara Shindong membuat wajah ketiga pengawalnya itu menghilang, berganti wajah sang dokter.

Melihat Kyuhyun seperti itu, sang dokter menyuntikkan obat penahan sakit terlebih dahulu sebelum memeriksanya. Kyuhyun mengikuti setiap instruksi tanpa berkata apa-apa. Semua yang ada di ruangan juga mengamati dengan diam.

"Bagaimana kondisinya, euisa-nim?" Shindong bertanya begitu pemeriksaan selesai.

Dokter memandang ke arah Kyuhyun, mencari tahu apa yang diinginkan Kyuhyun untuk ia katakan. Ia sudah bertahun-tahun bekerja di sana, dan mulai bisa menebak apa yang diinginkan tuannya meski tidak secara langsung.

Kyuhyun ingin ia menyimpannya sendiri.

"Sepertinya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Setidaknya untuk saat ini." Sang dokter tersenyum.

"Syukurlah!" Siwon berseru gembira.

"Jeonha, aku sangat khawatir ketika ajussi berteriak memanggil kami dan melihat kau pingsan." Zhoumi merasa sedikit lega.

"Jeonha…" Shindong terdiam ketika Kyuhyun hanya tersenyum menanggapi panggilannya.

Kyuhyun memandang ke arah Donghae yang diam memandangnya. "Ada hal yang kau pikirkan, Donghae-ya?" tanya Kyuhyun dengan nada senormal mungkin. Ia bersyukur obat yang disuntikan dokter sudah bekerja sehingga suaranya tidak terdengar menyedihkan. Ia merasa tidak nyaman jika orang-orang memandangnya dengan perasaan kasihan ataupun khawatir. Hal itu benar-benar bisa membuatnya kesal.

Semua mata tertuju kepada Donghae. Namun namja itu justru membungkukkan tubuhnya sebelum bangkit berdiri dan berlalu.

"Dia aneh sekali." Siwon menautkan kening.

"Ada yang ingin aku bicarakan dengan euisa-nim. Kalian keluarlah dahulu."

"Tapi, Jeonha…"

"Ajussi, sepertinya sudah waktunya makan siang. Sebaiknya Siwon dan Zhoumi tidak terlambat makan. Kita tidak tahu kapan musuh akan datang." Meski terdengar pelan, Kyuhyun mengatakannya dengan tegas; Membuat Shindong tahu bahwa junjungannya itu tidak ingin dibantah. Mereka bertiga harus keluar dari sana.

.

.

Kyuhyun menunggu sampai tinggal dokter dan dirinya di kamar itu. Ia meminta sang dokter menutup pintu kamar bagian luar dan pintu bagian dalam. Ia tidak ingin seorangpun mendengar pembicaraan mereka.

"Bagaimana kondisiku, Euisa-nim?" tanya Kyuhyun begitu dokter kembali duduk di sisi pembaringannya.

"Mianhamnida, Jeonha. Kondisi Anda tidak baik."

Kyuhyun mencoba mengingat kejadian saat itu. Tidak ada yang terjadi saat ia melakukan pemanasan dengan memainkan pedangnya. Namun saat ia merapal jurus Jujak untuk berlatih, tiba-tiba jurus itu menyerang dirinya sendiri.

"Sepertinya tubuhku tidak apa-apa." Kyuhyun mengamati kedua lengannya yang tidak memperlihatkan luka bakar, begitu pula bagian tubuh yang lain.

"Bukan luka luar, Jeonha." Euisa menerangkan. "Melihat keterangan Shindong-sshi saat kejadian, saya melakukan pemeriksaan mendalam. Dan…"

"Dan…?"

"Terjadi kerusakan terus menerus di sel-sel tubuh Jeonha. Lambat, tetapi membakar dengan pasti." Sang dokter mengamati apakah Kyuhyun mengerti penjelasannya, lalu melanjutkan. "Jika diibaratkan sebuah vaksin, jurus Jujak menyerang bibit penyakit yang ada di dalam tubuh Jeonha. Saya tidak tahu mengapa begitu. Dan hal itu masih berlangsung."

Kyuhyun termenung. Semua itu menerangkan dengan jelas darimana sakit di seluruh tubuhnya berasal. Rasa sakit yang menetap dan terus menerus.

"Karena aku hanya melakukan pemanasan, efeknya tadi tidak terlalu besar. Tetapi jika aku bertarung dan mengerahkan kekuatan jurus yang sangat besar, aku seperti menyerang diriku sendiri sebesar kekuatan yang aku keluarkan. Begitu?" Kyuhyun menanyakan pertanyaan yang ia sebenarnya ia tahu apa jawabannya. Tubuhnya sudah menerangkan semua itu dengan sangat jelas.

Sang dokter mengangguk. "Jeonha sebaiknya jangan menggunakan jurus Jujak lagi sampai kita menemukan jalan keluarnya. Kalau tidak, kerusakan di dalam akan bertambah besar dan kerusakan yang terjadi semakin cepat."

Sang dokter hendak melanjutkan namun mulutnya kembali tertutup.

"Katakan saja, euisa-nim." Kyuhyun tersenyum. "Jika seperti saat ini, berapa lama waktu yang tersisa untukku?"

"Jeonha…"

Kyuhyun tersenyum meringis. Ia tahu waktunya akan tiba. Ia hidup bertahun-tahun dengan kesadaran akan hal itu. Tetapi…. "Akan lebih baik jika aku mengetahuinya. Jadi, berapa lama?"

"Kira-kira dua minggu, Jeonha."

Aku tidak menyangka batas akhirku akan datang secepat ini….

"Tetapi sebelum dua minggu itu, kondisi Jeonha akan terus menurun tergantung organ mana yang tidak berfungsi dengan baik lebih dahulu." Dokter itu menatap dengan menyesal. "Saya akan berusaha menemukan cara memperlambatnya, atau mungkin, menyembuhkannya. Saya berjanji akan berusaha sekuat mungkin."

Kyuhyun mengangguk dan mencoba tersenyum. "Aku percaya, Euisa-nim. Tapi sepertinya, ini tidak ada hubungannya dengan obat. Bagaimanapun, aku berterima kasih."

"Kalau begitu, saya mohon diri, Jeonha."

"Euisa-nim, maukah Anda menunggu sebentar di sini?"

Permintaan Kyuhyun membuat sang dokter menautkan kedua alisnya.

.

.

Siwon dan Zhoumi duduk termenung menatap makan siang mereka. Meski enggan, mereka mencoba menyantapnya karena Shindong mengingatkan pesan Kyuhyun tadi.

"Kau sudah melihat euisa nim keluar?" Siwon bertanya.

Zhoumi menggelengkan kepala. "Sepertinya mereka menyembunyikan sesuatu. Kondisi Jeonha tidak mungkin baik-baik saja."

"Itu sudah jelas."

Siwon teringat kejadian menyeramkan tadi pagi. Mereka sedang berjalan untuk mencari Kyuhyun ketika hal itu terjadi, dan sempat melihat kobaran api Jujak yang menyelimuti tubuh tuannya. Api itu sudah padam saat Shindong memeluk Kyuhyun dan meminta mereka membawa Kyuhyun yang tak sadarkan diri ke dalam kamar. Sama-samar Siwon bisa mencium bau terbakar dari tubuh Kyuhyun meski tak sedikitpun luka bakar yang terlihat. Kyuhyun terus saja mengeluh kesakitan dalam pingsannya sampai dokter datang dan memberi obat penahan sakit. Belum pernah ia mendengar suara kesakitan seperti itu. Siwon bergidik.

"Siwon-ah, kau tidak heran melihat Jeonha dan Donghae?"

Pertanyaan Zhoumi membuat Siwon menoleh.

"Karena Jeonha tidak merasa khawatir tentang Donghae?"

"Karena Jeonha tampak tidak peduli dengan sikap Donghae yang aneh," tandas Zhoumi.

"Hhhh, entahlah…." Siwon menarik napas panjang. "Kalau melihat mereka berdua, aku merasa menjadi orang luar…."

"Kadang aku juga bertanya apa sebenarnya yang kita kerjakan di sini." Zhoumi meringis lebar melihat Siwon terbelalak. Namun beberapa detik kemudian pandangan Siwon berubah muram.

"Sepertinya yang Jeonha katakan waktu pertemuan pertama kita itu benar. Dia tidak memerlukan kita." Siwon kembali menarik napas panjang.

"Tapi apakah itu benar?" Zhoumi melemparkan pertanyaan yang hanya dijawab oleh Siwon dengan pandangan. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Kalau sekarang, aku tidak yakin…," jawab Siwon akhirnya.

"Aku juga…." Zhoumi ikut menarik napas panjang.

"Jadi, boleh kan kita berharap kalau keberadaan kita ini ada artinya?"

"Tentu saja, Siwon-ah. Tentu saja."

Kedua namja itu menutup pembicaraan dengan tertawa bersama.

"Euisa-nim sudah keluar!" Tiba-tiba Siwon bangkit berdiri dengan wajah cerah. "Zhoumi-ya, mari kita tanyakan kondisi Jeonha ke…."

"Siwon-ah, bukankah itu Kibum sshi?" Zhoumi memotong ucapan Siwon sambil menunjuk ke suatu arah.

Kedatangan Kibum ke Istana Gerbang Selatan membuat Siwon dan Zhoumi terkejut tak terkecuali Shindong. Namja separuh baya itu menjawab pandangan bertanya mereka dengan gelengan kepala. Ketiganya mendekati Kibum, namun Kibum memberi isyarat agar mereka tidak memperlambat langkahnya.

"Urusanku hanya dengan Kyuhyun sshi."

Ketiganya cuma bisa menatap Kibum yang menghilang di balik pintu kamar Kyuhyun.

.

.

Kyuhyun tersenyum melihat Kibum memasuki kamarnya.

"Bagaimana kabarmu?" Kibum merutuk dirinya sendiri yang terdengar cemas. Tetapi ia benar-benar merasa cemas ketika mendengar apa yang terjadi dari Direktur Kim. Ia langsung bergegas ke Istana Gerbang Selatan begitu Kyuhyun menelponnya untuk segera datang.

Kyuhyun tampak meringis menahan sakit ketika berusaha untuk duduk. Kibum segera memaksanya kembali berbaring.

"Jangan banyak bergerak. Kita bisa berbicara seperti ini," kata Kibum sambil duduk di dekat pembaringan.

"Maaf merepotkanmu, Kibum sshi. Aku punya satu permintaan."

Kecemasan Kibum semakin bertambah. Kyuhyun tampak begitu lemah, jauh lebih lemah dari yang ia bayangkan. Direktur Kim hanya menjelaskan bahwa Kyuhyun terkena jurusnya sendiri. Namun Kibum tidak mengerti kenapa hal itu bisa terjadi.

"Apa yang kau inginkan? Katakan saja. Aku akan membuatkannya untukmu."

"Kau sangat baik." Kyuhyun tersenyum lebar.

"Setelah sekian banyak mainan yang kubuat untukmu, kau baru tahu?" Kibum merengut.

Kyuhyun menggeleng. "Sejak pertama bertemu, aku merasa Kibum sshi seperti seorang hyung bagiku."

Kibum terdiam.

"Itu karena Leeteuk ajussi," sahut Kibum lirih. "Tapi…." Tapi setelah melihat pandanganmu di CCTV itu, aku tidak bisa membiarkanmu begitu saja…

"Jadi karena appa…."

"Bukan hanya itu!" Kibum tertegun mendengar suaranya yang begitu keras. Wajah Kyuhyun sama tertegunnya. "Mianhamnida, Jeonha, aku…"

"Aku sudah bilang sejak awal, jangan memanggilku seperti itu." Kyuhyun berusaha duduk kembali. Melihat Kyuhyun bersikeras, kali ini Kibum mencoba membantu. "Seharusnya kau berbaring saja."

"Tidak apa. Aku ingin menjelaskan apa yang kuinginkan agar kau sempat membuatnya. Berbicara sambil berbaring benar-benar tidak menyenangkan."

Kyuhyun lalu menjelaskan dengan terperinci apa yang inginkannya setelah meminta Kibum berjanji untuk tidak memotong ucapannya hingga selesai.

"Mwo? Kau gila, Kyuhyun sshi!" teriak Kibum begitu Kyuhyun selesai. "Aku tidak mau membuat alat semacam itu! Aku seorang peneliti, bukan pembunuh!"

"Bukankah senjata-senjata buatanmu bisa membunuh?"

Kibum terdiam sejenak mendengar kata-kata Kyuhyun. "Itu benar. Tapi senjata itu diciptakan agar bisa melindungi dan menolong. Sedangkan alat yang kau minta..."

"Itu juga sama!" seru Kyuhyun cepat. "Aku tahu terlalu banyak. Mereka semua mengincarku sekarang. Alat itu hanya untuk berjaga-jaga jika aku memiliki potensi untuk membocorkan semua yang aku tahu!"

"Itu bukan alasan untuk menciptakan alat bunuh diri!" tolak Kibum.

"Kalau kau tidak mau, aku akan mencari orang lain!" desis Kyuhyun.

Kibum memicingkan matanya, mencoba mencari jalan menolak ide gila yang Kyuhyun sodorkan kepadanya.

"Kau bilang akan menunggu bunga Maehwa berguguran..."

"Aku hanya bilang pengaruh hipnotis itu akan menghilang saat mereka melihat bunga Maehwa gugur. Tetapi waktuku tidak sebanyak itu, Kibum sshi. Bahkan mungkin, aku tidak bisa menunggu kau selesai membuatnya…."

"Separah itu? Berarti kau tidak memerlukannya! Aku tidak perlu membuatnya!"

"Buatlah…. Jebal…."

Kibum tidak tahu harus merasa cemas atau marah. Semua perasaan itu bertumpang tindih di hatinya. Apalagi baru kali ini Kyuhyun memohon kepadanya dengan pandangan yang bersungguh-sungguh. Selama ini Kyuhyun cukup mengatakan apa yang ia inginkan, dan Kibum akan membuatnya karena terbawa oleh antusias namja di hadapannya ini. Namun untuk yang satu ini….

"Kyuhyun sshi, siapa kau sebenarnya? Apa hubungan Sungmin sshi dengan semua ini? Kalau kau mengatakan semua itu, aku akan membuatnya."

.

.

Siwon, Zhoumi, dan Shindong tersentak ketika Kibum membanting pintu geser itu dengan keras. Belum sempat mereka bertanya, Kibum sudah berjalan cepat menuju mobil dengan muka merah padam.

"Ck, kenapa Istana ini besar sekali?!" gerutu Kibum karena ia membutuhkan banyak waktu hanya untuk keluar dari bangunan utama. Ia tidak ingin menginjakkan kaki di sana lebih lama lagi.

Shindong bergegas meminta penjaga gerbang membuka portal agar Kibum bisa lewat. Begitu Shindong kembali, ia hanya menggedikkan bahu melihat pandangan bertanya dari Siwon dan Zhoumi.

"Sepertinya hari ini tak seorangpun yang bisa kita pahami." Zhoumi tersenyum meringis ke arah Siwon yang tampak semakin bingung dengan ucapannya.

.

.

Waktu sudah beranjak malam ketika tiba-tiba bunyi tanda bahaya terdengar, diikuti tanda-tanda bahaya lainnya yang ikut dibunyikan sehingga seluruh penjuru Istana Gerbang Selatan bisa mendengarnya dan bersiap siaga.

"Siwon-ah!"

"Aku siap, Zhoumi-ya." Siwon berdiri di sisi Zhoumi dan menghunus pedangnya. "Kita tidak menggunakan pistol?"

"Dengan resiko mengenai para pengawal yang lain?" Zhoumi mengingatkan. "Tapi tak ada salahnya kita membawanya. Gunakan juga perisai dari Kibum sshi. Kemampuan kita belum sehebat itu dalam melawan gaekgwi. Kita membutuhkannya."

"Kalian mau ke mana?"

Suara Shindong mengurungkan langkah mereka.

.

.

Shindong membuka pintu kamar Kyuhyun bagian dalam. Melihat Kyuhyun tampak tertidur, ia kembali menutup pintu itu.

"Kalian berjaga di sini saja," kata Shindong sambil menutup pintu kamar bagian luar. "Jeonha sedang tidur. Kita jangan mengganggunya."

Siwon dan Zhoumi memeriksa semua perlengkapan mereka.

"Ajussi, siapa yang menyerang istana ini? Bukankah Istana Gerbang Selatan hanya bisa dimasuki lewat portal? Bukankah tidak banyak yang tahu lokasi tempat ini?"

"Siwon-ah, bertanyalah satu per satu." Meski begitu, Zhoumi merasa Shindong lebih tampak salah tingkah daripada terkejut. "Sepertinya Jeonha sengaja membuat tempat ini diketahui Jenderal Agma dan para gaekgwi…."

"Zhoumi-ya! Jangan berkata yang tidak-tidak!" Siwon mengguncang bahu Zhoumi dengan kesal.

Zhoumi bergeming. Ia bisa melihat jelas dari sikap Shindong bahwa tebakannya benar. "Katakan kenapa Jeonha melakukannya, ajussi? Ini namanya bunuh diri! Kenapa Jeonha tidak melindungi dirinya sendiri? Bukankah jika dia terbunuh, Jenderal Agma akan benar-benar keluar dari Sungai Henggi?! Sebenarnya apa yang kalian sembunyikan dari kami?!"

Siwon mencoba mencerna kata-kata Zhoumi. Dan ketika kesadaran memasuki pikirannya, ia menoleh ke arah Shindong dengan pandangan cemas. "Ajussi, benarkah Jeonha sengaja membuat musuh mengetahui tempat ini?"

"Aku selama ini heran dengan sikap Jeonha. Aku juga tidak pernah melihat Jeonha berlatih jurus untuk menyegel Jenderal Agma." Zhoumi berkata dengan nada tajam membuat Shindong menghindari tatapannya.

"Zhoumi-ya, apa yang kau tanyakan? Tentu saja jurus itu rahasia. Kita tidak selalu melihat Jeonha berlatih bukan?" Siwon melemparkan pandangan menegur.

"Ajussi, katakan yang sebenarnya! Apa yang kalian sembunyikan dari kami?!" seru Zhoumi lagi dengan suara keras.

Kyuhyun yang sebenarnya tidak tertidur, membuka matanya. Ia mendengarkan semua percakapan itu dan bisa membayangkan bagaimana bingungnya Shindong menghadapi pertanyaan Zhoumi maupun Siwon.

Namun sebelum Shindong sempat menjawab, tiba-tiba pintu terbuka. Donghae masuk dan memukul tengkuk Shindong dari belakang.

"Ajussi!" Siwon mencoba menangkap tubuh Shindong yang jatuh tak sadarkan diri, namun para gaekgwi yang mengikuti di belakang Donghae membuatnya terpaksa melompat mundur untuk menghunus pedang.

"Donghae-ya, apa yang kau lakukan?!" Pertanyaan Zhoumi dijawab dengan serangan pedang oleh Donghae.

Zhoumi yang tak mengira Donghae benar-benar akan menyerangnya, terlambat bereaksi. Pedang Donghae melayang begitu cepat, siap merobek perut pemuda itu.

.

.

TBC

.

Maaf kalau chapter kali ini agak pendek. Aku memotongnya di sini untuk tahu bagaimana tanggapan teman-teman yang membacanya.

Seperti yang aku bilang di FB, ending ff ini sudah selesai, namun bagaimana proses ke sana yang belum dibayangkan sama sekali. Review dari teman-teman akan sangat membantuku memiliki semangat untuk menyelesaikan ff ini, sebagai ff pertama yang akan aku selesaikan setelah bbrp ff menggantung bertahun-tahun.

Meski aku belum bisa membalasnya, tetapi semuanya aku baca.

Terima kasih untuk kalian yang masih setia membaca dan mereview.

Kamsahamnida