Title : Shadow Warrior chapter 18

Genre : Friendship/Brothership, fantasy, action, horor

Rating : Fiction T

Cast : Kyuhyun, Leeteuk, Sungmin, Yesung, Kangin

Disclaimer : All them belong to themselves and GOD. I own only the plot.

Warning : Fanfic just Fanfic, typos, geje , if read don't bash, jangan meng-copy paste meskipun menyertakan nama; Share saja dalam bentuk link ffn, tidak kurang dari itu. Gomawo

Summary :

.

.

Shadow Warrior

Ch 18

.

.

"Sakit….!" Henry terisak. Seluruh tubuhnya terasa sakit sehingga ia merasa akan mati, tetapi ternyata ia bisa menggerakkan tubuhnya dengan mudah, bahkan rasa sakit itu seakan hilang begitu ia mulai bergerak.

"Ini di mana? Apa yang terjadi?" Henry mencoba berdiri sebelum terjatuh lagi. Namun tempat di mana ia berada adalah sebuah perahu kecil yang terkatung-katung di lautan luas berwarna merah darah. Bukan hanya warna, tetapi benar-benar darah.

Mata anak muda itu melebar ketakutan. Ke manapun ia memandang, yang dilihatnya hanyalah lautan darah. Bahkan langit di atas kepalanya berwarna merah gelap, seperti darah yang sudah mengering.

Henry berteriak ketakutan. Ia mencoba memanggil kepala pendeta Jujak, orang-orang yang dikenalnya, bahkan keluarganya yang sudah meninggal. Tetapi tak seorangpun menjawabnya.

"Ini pasti mimpi! Aku harus bangun! Ini hanya mimpi!" gumam Henry keras-keras kepada dirinya sendiri. Ia kini bersila dengan tangan di atas setiap lututnya, dan memejamkan mata. Henry berusaha mengatur napasnya seperti yang biasa diajarkan di kuil Jujak. Ketenangan berangsur-angsur datang, sehingga Henry dapat berpikir. Ia mencoba kembali ke peristiwa yang terakhir ia ingat.

Semua berputar kembali dalam ingatannya seperti sebuah film….

.

"Ajussi! Syukurlah ajussi datang." Henry merasa lega daripada terkejut saat sosok yang ia kenal selama ini bisa muncul begitu saja di ruang tahanan. Ia tidak peduli bagaimana sosok itu bisa menembus dinding dan pintu yang terkunci.

"Apa kau mengatakan sesuatu tentang racun itu?" Sosok itu menatapnya tajam. Henry sedikit merasa heran, namun kelegaan karena sosok itu muncul, jauh melebihi keherananannya.

"Tentu saja tidak. Ajussi tidak perlu khawatir." Henry menautkan kedua alisnya saat melihat wajah orang yang disebutnya ajussi itu terdiam. "Apakah ada yang salah?"

"Kau sama sekali tidak meracuni Guardian Jujak." Sosok itu berkata dengan senyum yang sulit diartikan.

"Ta…tapi…kata mereka dia kesakitan. Bukankah karena itu aku ditangkap? Karena racun yang kutabur berhasil?"

"Soal racun itu memang benar. Tetapi dia bukan guardian Jujak. Dia adalah orang yang menjadi pengganti guardian Jujak yang sesungguhnya. Seorang Kagemusha. Shadow warrior."

"Mwo?" Kini wajah Henry pucat pasi. Tubuhnya menjadi gemetar. "Itu bukan salahku…. Dia mengaku sebagai Jujak! Dan ajussi… dan ajussi mengatakan sendiri kalau dia akan datang ke kuil."

"Itu benar, dan kau melakukan semua sesuai rencanaku. Termasuk meracuni kagemusha itu."

Jantung Henry berdetak lebih cepat dari biasanya, campuran dari rasa bingung dan rasa bersalah.

"Kenapa ajussi menipuku? Aku tidak mau meracuni orang yang tidak bersalah!"

"Dia bersalah karena selalu saja menghalangi rencanaku! Semua yang menghalangi rencanaku harus mati!" Teriakan sosok itu membuat Henry tersentak. "Maaf, Henry sshi. Aku harus membunuhmu. Kau terlalu berbahaya untuk dibiarkan hidup."

"Tidak! Ini tidak mungkin!" Henry mencoba berlari ke arah pintu dan menggedornya dengan keras. Ia berteriak meminta tolong berkali-kali namun tak seorangpun yang menyahut.

"Mereka semua sudah mati." Sosok itu mendekat dengan senyum lebar yang kini tampak mengerikan di mata Henry. Sosok itu mencengkeramnya dan memaksanya duduk di tempatnya semula. "Jangan bergerak dan berontak, atau kematianmu akan sangat menyakitkan."

Henry terdiam ketakutan. Sebuah isakan kecil keluar dari mulutnya ketika ia teringat kesedihan yang tampak di mata Jujak saat Henry begitu marah kepadanya.

"Henry-ah, aku minta maaf atas semua yang terjadi. Aku sama sekali tidak menginginkan hal itu… Kau masih tidak memaafkanku?" Sang guardian Jujak saat itu tersenyum, memaklumi kemarahannya meski Henry bisa melihat jelas kesedihan di mata itu. "Aku mengerti. Memang tidak mudah, bahkan mungkin…membutuhkan waktu seumur hidup."

"Maaf… maafkan aku…," gumam Henry di antara isakannya.

Ia sungguh menyesal karena terbakar oleh dendam. Kepala kuil selalu mengajarinya tentang kebaikan dan memaafkan, namun sosok yang ada di hadapannya ini diam-diam selalu membangkitkan kenangan buruknya, menggali kembali luka yang ditimbulkan oleh kematian keluarganya sehingga ia tidak pernah sanggup mengenyahkan kebencian itu.

Tetapi ini semua salahku. Seharusnya aku bisa memilih mana yang baik. Dan sekarang…aku sudah mencelakakan orang yang salah, dan aku akan mati sebelum sempat meminta maaf kepadanya…

"Mianhe…." Henry kembali terisak, menggumamkan maaf sebelum sosok itu mencengkeram kepalanya dan semua menjadi gelap…..

.

Henry berteriak berteriak ketakutan, kembali ke saat ini dengan tubuh gemetar. Air mata sudah membasahi pipinya. Ia berpegangan pada tepian sampan sambil memegang dadanya yang terasa sakit.

"Mianhe… mianhe…," ucap Henry berulang kali dengan perasaan sesak.

"Henry-ah, aku minta maaf atas semua yang terjadi. Aku sama sekali tidak menginginkan hal itu."

Kata-kata Jujak kembali terngiang di telinganya. Wajah Henry memerah ketika menyadari bahwa hal yang sama ia alami kini. Ia tidak menginginkan kagemusha itu celaka karena racunnya. Ia menujukannya untuk Jujak yang telah mengakibatkan kematian keluarganya.

Tetapi aku rasa, Jujak juga tidak pernah menginginkan kejadian yang menimpa keluargaku.

Lagi-lagi kesadaran yang datang itu membuat Henry merasa malu dengan dirinya sendiri. Meski ia belum pernah bertemu dengan Jujak, ia yakin perasaannya benar. Jujak tidak pernah bermaksud mencelakakan keluarganya. Sama seperti Henry yang tidak pernah bermaksud mencelakakan sang kagemusha.

"Ajussi itu…" Henry menggeram ketika mengingat sosok yang selama ini ia percaya dan hormati, sosok yang juga menjebaknya melakukan perbuatan tercela dan membunuhnya.

Henry merasa bodoh karena lebih menyukai sosok itu daripada kepala pendeta. Ia terjebak oleh orang yang selalu mengatakan hal-hal yang ia inginkan, hal-hal yang sesuai dengan kemauannya dan egonya; Berkebalikan dengan kepala pendeta yang sering memintanya meredam emosi dan menghilangkan kebencian.

Mata anak muda itu menatap sekelilingnya dengan lebih tenang. Ia terus memperhatikan sampan kecil yang ia arungi dan lautan darah di sekelilingnya. Ketika ia mengamati, banyak sampan lain di tempat yang saling berjauhan, menjadi teman perjalanan di sungai darah itu.

"Sampan… orang-orang… sungai darah…." Henry mencoba memutar keras pikirannya. "AH! SUNGAI HENGGI! WHOAAA…!"

Sampan itu bergoyang keras ketika Henry melompat kegirangan. Anak muda itu mencoba menyeimbangkan sampan kecilnya, dan menghembuskan napas lega ketika sampan kembali tenang.

"Sungai Henggi adalah tempat orang-orang yang masih penasaran dengan kehidupannya sehingga tidak bisa beralih ke tempat pengujian." Henry kembali merenung. "Apakah….apakah aku tidak rela dibunuh oleh ajussi? Atau…. AH!"

Henry menepukkan kedua tangannya dengan keras. "Aku ingin memberitahu mereka tentang ajussi itu. Mereka tidak tahu tentangnya. Aku rasa, itu adalah hal terpenting yang ingin aku lakukan sebelum menuju dunia orang mati."

Wajah anak muda itu sedikit muram mengingat kenyataan kalau kehidupannya sudah berakhir. Namun sekali lagi harapan terlihat di matanya. Ia menggenggam tangannya penuh tekad.

"Aku harus memberitahu mereka! Harus!" Henry memandang sekelilingnya dan mulai merasa bingung. "Tetapi bagaimana caranya aku keluar dari sini?"

Tak satupun suara yang menjawabnya. Henry terduduk lemas di sampan yang bergoyang pelan seiring gelombang halus sungai Henggi.

.

.

Zhoumi yang tak mengira Donghae benar-benar akan menyerangnya, terlambat bereaksi. Pedang Donghae melayang begitu cepat, siap merobek perut pemuda itu. Ia nyaris saja terkena sabetan pedang jika seseorang yang menerobos dari dalam kamar tidak menariknya mundur.

"Jeonha?!"

Kyuhyun kini berdiri di antara Zhoumi dan Siwon, menahan serangan Donghae dengan pedangnya.

"Donghae-ya, ada apa denganmu? Sadarlah!" teriak Siwon.

Donghae membisu. Ia tidak menarik mundur pedangnya, tetapi Kyuhyun berhasil mendorongnya dengan kuat. Donghae terpaksa menarik pedangnya jika tidak ingin pedang itu terbelah menjadi dua.

Siwon berteriak keras sekali lagi, mencoba menyadarkan Donghae yang terus menerus menyerang Kyuhyun. Ia sendiri kerepotan melawan gaekgwi yang ada di sekelilingnya sambil melindungi Shindong yang tak sadarkan diri.

Zhoumi masih bersandar di dinding, tak mempercayai apa yang ia lihat. Donghae benar-benar menyerang Kyuhyun dengan kekuatan penuh. Ia bisa memperkirakan hal itu dari kerasnya suara pedang keduanya jika bertemu.

Kyuhyun perlahan tapi pasti, bergerak menuju pintu kamar bagian luar.

"Siwon-ah! Zhoumi-ya! Lindungi ajussi!"

Selesai berkata begitu, Kyuhyun mengerahkan pedangnya sekuat mungkin, menebas datar ke arah Donghae dan para gaekgwi di sekitarnya. Meski tanpa jurus api Jujak, angin yang ditimbulkan oleh ayunan pedang itu sangat kuat sehingga mereka terpaksa mundur. Beberapa gaekgwi yang terlambat menghindar, jatuh karena serangannya. Kyuhyun menggunakan kesempatan itu untuk berlari menuju halaman luar istana di mana terjadi pertempuran besar antara puluhan gaekgwi dan para pengawal.

"Mereka hanya mengincar Jeonha…." Siwon tertegun melihat Donghae dan semua gaekgwi yang tersisa mengejar Kyuhyun. Tak satupun yang tinggal untuk menyerang mereka bertiga. Ia bergegas menghampiri Shindong yang terbaring di lantai. Menghembuskan napas lega ketika tidak mendapati hal yang fatal. "Ajussi hanya pingsan."

"Jeonha… Jeonha sama sekali tidak berusaha untuk menyelamatkan diri…."

Gumaman Zhoumi membuat Siwon menoleh. Rekannya itu masih bersandar ke dinding dengan wajah pucat pasi.

"Apa yang terjadi sebenarnya, Siwon-ah? Kenapa… kenapa Jeonha bersiap untuk mati?"

PLAK!

Zhoumi sama sekali tak menyangka Siwon akan menamparnya begitu keras. Ia memegang pipinya yang terasa panas sambil memandang Siwon dengan pandangan tak percaya.

"Jernihkan pikiranmu, Zhoumi-ya! Kita di sini untuk melindungi Jeonha, bukan untuk menduga-duga ataupun menilai semua tindakannya! Apa kau lupa bagaimana menjadi seorang pengawal?!"

Kata-kata Siwon menampar Zhoumi jauh lebih keras dari yang dilakukan tangannya tadi. Zhoumi menatap dalam ke mata Siwon yang tersenyum sedih.

"Aku mengerti perasaanmu, tapi, aku akan tetap melindungi Jeonha meski ia tidak mau melindungi dirinya sendiri. Aku rasa ajussi akan tetap aman di sini. Kau ikut denganku, Zhoumi-ya?"

Senyum lebar menghiasi wajah Siwon ketika Zhoumi menganggukkan kepalanya.

.

.

Song Il Kook baru saja selesai membakar seekor burung hasil buruannya ketika Eunhyuk masuk dengan tergesa-gesa.

"Eunhyuk-ah, sudah berapa kali appa bilang agar kau berhati-hati? Kita di sini sedang mengamati diam-diam. Kau bisa membuat kita diusir oleh Jeonha."

"Appa…."

"Bukankah kau yang berjaga saat ini? Kenapa…"

Ketika Song Il Kook berbalik menghadap putranya, ia langsung menyadari ada yang tidak beres. Mereka berdua tinggal diam-diam di gunung yang terdapat di belakang Istana Gerbang Selatan untuk menjaga Kyuhyun. Keduanya bergiliran mengamati situasi. Jika Eunhyuk sampai kembali dan bukan menanganinya sendiri, hal itu berarti sangat serius.

"Ada apa, Eunhyuk-ah?"

"Appa…"

"Cepat katakan!"

Eunhyuk memukul kepalanya sendiri untuk menghilangkan perasaan kalut.

"Para Gaekgwi menyerang Istana!" Akhirnya rasa sakit itu menghilangkan kekakuan di mulutnya.

"Mwo?!"

"Dan…dan…dia muncul…"

"Dia siapa?" Song Il Kook berdiri dan menghampiri putranya yang pucat pasi dengan tidak sabar. "Dia siapa, Eunhyuk-ah?!"

"Dia…."

Ketika akhirnya nama itu terucap dari mulut Eunhyuk, mata Song Il Kook melebar tak percaya dan seluruh tubuhnya gemetar.

.

.

Heechul tiba di Istana Gerbang Selatan. Ia memicingkan mata ketika melihat pertempuran di seluruh penjuru istana tersebut. Tubuhnya melompat dengan ringan ke salah satu pohon terbesar yang ada.

"Andeulaseu benar-benar berhasil membuat pengawal Jujak mengantarkan mereka ke sini." Ryeowook muncul di belakang Heechul dan tersenyum manis. Ia berpegangan pada batang pohon yang kuat itu agar tubuh mungilnya berdiri dengan mantap.

"Dia tidak terlihat di manapun…"

"Maksudmu Jujak?" Ryeowook terkikik karena Heechul mengabaikannya. Namja itu sibuk mencari sosok Kyuhyun di arena pertempuran yang masih cukup jauh dari tempat mereka berdiri saat ini. "Mungkin dia sedang sekarat, atau mungkin…."

"Dia tidak semudah itu mati!" desis Heechul entah ditujukan kepada dirinya sendiri atau Ryeowook. "Dia selalu berusaha bertarung sampai saat terakhir, bahkan saat aku pikir dia sudah menyerah."

"Hei, jangan bilang kau menyukai Jujak! Jenderal Agma tidak akan senang mendengarnya."

"Tutup mulutmu, Ryeowookie! Aku menyukai sikapnya yang pantang menyerah itu, juga kekuatannya. Keduanya akan menjadi makanan yang pantas untuk pedangku." Heechul meraba pedangnya dengan senyum lebar. "Aku tak sabar membayangkan bisa menghisap jiwa dan kekuatannya melalui pedang ini."

"Ck, aku kira kau sudah berubah."

"Tentu tidak." Heechul memamerkan smirk-nya. "Bagiku, tak ada yang namanya hubungan di dunia ini. Yang ada hanyalah kemenangan bagi yang kuat. Hubungan antar manusia, semua cuma omong kosong. Pada akhirnya mereka mencoba menyelamatkan diri masing-masing, dan mengorbankan orang lain untuk keuntungan diri sendiri."

"Apakah Jujak juga seperti itu?"

Heechul menoleh dan tersenyum lebar. "Aku belum tahu begitu banyak tentangnya. Kau sendiri, sampai kapan menunggu orang itu?"

"Orang itu? Siapa yang kau maksud? Aku tidak menunggu siapapun." Ryeowook mendengus. Namun ia gagal menyembunyikan ekspresi gugupnya.

"Setelah membunuh pertama kalinya untuk Jenderal Agma, kau minum begitu banyak sehingga mabuk dan mulai menceracau. Aku pikir, aku harus membawamu ke tempatku dan mendengarkan semua itu dengan jelas." Heechul meringis lebar. "Kau bilang: Aku melakukan ini semua untuk bertemu dia. Cuma ini satu-satunya cara aku bisa bertemu dia."

"Kenapa kau tidak melaporkan hal itu ke Jenderal Agma?"

Heechul tertegun karena Ryeowook sama sekali tidak menyangkalnya. "Aku suka bersenang-senang." Ia meringis. "Aku sungguh penasaran dan ingin tahu apa yang akan kau lakukan selanjutnya. Demi 'orang itu' kau sanggup membunuh meski hatimu menolak, dan akhirnya kau menjadi terbiasa dan….."

"Hentikan!" Wajah Ryeowook sudah merah padam. Seluruh tubuhnya benar-benar gemetar. Ia berpegangan erat pada batang pohon agar kakinya yang lemas tidak membuatnya jatuh. "I...itu semua omong kosong!"

"Jangan menipuku, Ryeowookie. Orang selembut dirimu bergabung dengan Jenderal Agma; Menjual jiwamu agar menjadi setengah gaekgwi; Membunuh banyak jiwa untuk bisa mendapat kepercayaannya; Kau pasti merencanakan sesuatu. Dan semua ada kaitannya dengan orang yang kau cari itu."

"Aku memang merencanakan sesuatu! Aku ingin menjadi orang kepercayaan Jenderal Agma sehingga aku bisa memintanya membunuhmu sekarang juga, Heechul sshi!"

Heechul tergelak melihat tubuh Ryeowook bergetar dan air mata memenuhi kelopak matanya. "Lihat, kau bahkan menangis. Apa kau menyesal dengan jiwa-jiwa yang kau bunuh?"

"Dan apakah kau akan menyesal kalau tahu aku sudah menjebakmu untuk datang ke sini?"

Ryeowook akhirnya bisa tersenyum kembali saat Heechul mengerutkan keningnya. "Ya, Heechul sshi. Kau tidak secerdik dugaanmu. Kau menilai dirimu terlalu tinggi sehingga merasa bisa merendahkanku. Tetapi karena itulah aku berhasil."

"Kau menjebakku? Untuk apa?"

Belum sempat Ryeowook menjawab, sesosok tubuh muncul di dekat mereka. Jenderal Agma, menatap dari balik baju zirahnya. Kedua matanya yang merah bersinar begitu tajam.

"Jenderal Agma, bagaimana Anda bisa keluar? Ini berbahaya! Anda akan…."

"Tidak jika menggunakan pintu ini." Jenderal Agma tersenyum puas. "Butuh 100 tahun untuk bisa membuatnya, karena itu aku baru membukanya setelah mengetahui kediaman Jujak; Musuh terakhir yang perlu kumusnahkan. Lagipula, Jujak diam-diam sudah mendapatkan kristal Cheongryong. Aku tidak boleh membiarkan dia hidup lebih lama lagi."

"Seratus tahun? Jangan-jangan pintu ini…"

"Pintu yang dibuat dari manusia yang menjual nyawanya untuk menjadi gaekgwi. Aku mengumpulkannya selama ini. Heechul sshi, sekarang kau akan membantuku melebarkan pintu ini, pintu yang menghubungkan sungai Henggi dan dunia manusia. Hanya manusia setengah gaekgwi yang memiliki kekuatan besar yang mampu melakukannya."

Heechul terbelalak melihat Jenderal Agma menariknya turun dengan sekali lambaian. Ia ingin berontak namun kekuatan Jenderal Agma terlalu besar. Ia seakan diikat oleh tali tak terlihat.

"Pekerjaan bagus, Ryeowook sshi."

"Terima kasih, Jenderal." Ryeowook mengangguk senang menerima pujian itu. Ia melirik ke arah Heechul yang memandang penuh amarah kepadanya dengan senyum kemenangan.

Andeulaseu yang berada di belakang Jenderal Agma merasa sangat gembira. "Sepertinya hari ini kita bisa menangkap Jujak dan membunuhnya. Setelah itu, dunia manusia akan kita kuasai dengan mudah."

"Kau memang yang terbaik, Andeulaseu."

Andeulaseu menjura hormat mendengar pujian Jenderal Agma.

Heechul memutar bola matanya dengan enggan. Rasanya aneh mendengar Jenderal Agma menebar pujian seperti ini. Mungkin suasana hatinya sangat baik.

"Tidak menyenangkan jika semua berjalan begitu mudah. Heechul sshi, aku tidak memintamu menggunakan kekuatan pedangmu sekarang. Tunggulah hingga Jujak berada di dalam genggamanku."

.

.

"Ini semua belum berakhir, Donghae-ya!" Kyuhyun untuk kesekian kalinya berhasil menghalau serangan Donghae yang ditujukan untuknya.

"Aku benar-benar membencimu!" desis Donghae dengan wajah memerah. Ia kembali menyerang Kyuhyun sekuat tenaga.

"Serangan yang bagus," bisik Kyuhyun ketika ia lolos dari pedang Donghae dan berhasil membuat jarak mereka begitu dekat. Ia membalik pedangnya dengan cepat dan menusuk perut Donghae dengan gagang pedang.

Donghae tersungkur sambil menahan sakit. Tenaga Kyuhyun benar-benar kuat meski tanpa jurus Jujak. Untuk beberapa saat Donghae hanya bisa meringkuk dan mengatur napasnya.

"Jangan lengah!" Suara Kyuhyun memenuhi halaman luar Istana Gerbang Selatan ketika Siwon dan Zhoumi tiba. Ia mencoba mengingatkan semua pengawalnya termasuk mereka berdua. Pertempuran seperti ini baru terjadi lagi setelah sebelas tahun. Hal yang paling ia cemaskan adalah para gaekgwi tidak ragu untuk membunuh dan lebih kuat dari tammaseu yang merupakan gaekgwi level bawah. Mereka semua harus benar-benar waspada untuk terhindar dari kematian.

"Bagaimana dengan ajussi?" tanya Kyuhyun begitu Siwon dan Zhoumi berada di dekatnya.

"Ajussi aman. Mereka semua hanya mengincar Jeoha. Bahkan tak satupun yang menyerang kami saat Jeoha berlari keluar." Siwon menjawab.

Jadi mereka hanya mengincarku. Ini bagus. Aku bisa berusaha agar tak ada lagi korban yang jatuh.

Kyuhyun bukannya tidak menyadari Siwon dan Zhoumi berpisah di tiap sisi untuk melindunginya. Meski begitu, Kyuhyun membiarkannya, dan berkonsentrasi penuh untuk mengalahkan para gaekgwi. Kali ini ia tidak bisa menggunakan jurus Jujak, sehingga pertempuran terasa berlangsung begitu lama karena ia tidak bisa memusnahkan lawannya dengan sekali tebasan.

Keberadaan Donghae di pihak lawan sempat membuat Zhoumi dan Siwon kebingungan. Namun akhirnya mereka menghadapinya dengan sungguh-sungguh karena Donghae menyerang mereka dengan serangan yang mematikan. Apalagi Kyuhyun juga tak segan untuk membuat Donghae bertekuk lutut.

Tiba-tiba udara terasa begitu dingin dan mencekam. Angin bertiup kencang sehingga pepohonan di sekeliling istana berdesir riuh. Suara raungan terdengar seiring bertambah kencangnya angin yang menyapu halaman. Beberapa pohon tumbang, dan sesosok tubuh yang sangat besar muncul. Tingginya mencapai dua setengah meter, dengan tubuh yang tampak besar dan kuat. Baju zirah menyelubungi seluruh tubuhnya, dan matanya yang merah menyalang dengan buas.

"Semua mundur! Sekarang!" Kyuhyun berseru saat langkah sosok itu membuat tanah yang mereka pijak bergetar.

Semua orang menahan napas ketika sosok itu terlihat jelas di bawah cahaya bulan. Bukan pemandangan yang menyenangkan.

Suara berderak keras terdengar. Sosok itu kembali meraung, suaranya seakan memecah udara. Para gaekwi serentak berlutut sehingga para pengawal menghentikan pertempuran dan menatap dengan bingung.

"Jenderal Agma?!"

Siwon dan Zhoumi membeku mendengar kata-kata Kyuhyun. Ketika mereka memandangnya, Kyuhyun terlihat ragu. Bagaimanapun Kyuhyun belum pernah melihat Jenderal Agma. Dan sosok yang ada di hadapan mereka ini jauh lebih mengintimidasi daripada yang ia bayangkan.

"Donghae-ya."

Panggilan tiba-tiba itu membuat Donghae tersentak. Sebelum ia menyadari apa yang terjadi, Kyuhyun memukulkan telapak tangannya dengan kekuatan penuh hingga Donghae terpental dan jatuh tak sadarkan diri.

"Jeonha!" Zhoumi dan Siwon menatap Kyuhyun dengan perasaan bingung dan khawatir.

Kyuhyun jatuh berlutut dengan tangan gemetar. Ia baru saja mengeluarkan tenaga dengan kuat sehingga tubuhnya berontak. Pikiran Kyuhyun langsung tertuju kepada pil penahan sakit yang dokter berikan kepadanya. Ia membutuhkan hal itu sekarang. Otaknya bekerja keras mengingatkan tentang rasa sakitnya berkali-kali. Tubuhnya terasa terbakar sehingga ia sempat menyesali tindakannya. Ia tidak tahu bagaimana cara menggambarkan perasaan sakitnya, tetapi rasanya sangat kuat, dan dia tidak bisa memikirkan hal lain karena hal itu sangat menyiksanya, bahkan sekedar untuk membuka mata.

Jenderal Agma meraung dan menggerakan kedua tangannya begitu rupa hingga angin menjadi senjatanya dan semua yang ada di dekatnya terlempar.

"Guardian Jujak! Di mana Guardian Jujak?" Suara itu menggelegar diiringi hentakan kaki yang membuat tanah bergetar.

"Aku di sini!" Kyuhyun bangkit, mengabaikan semua rasa sakitnya.

"Jeonha!" Siwon dan Zhoumi berusaha menahan langkahnya namun Kyuhyun menggeleng.

Kyuhyun berlari menuju Jenderal Agma sambil menghunus pedangnya. Ketika jarak mereka sudah dekat, Kyuhyun menggerakkan jari tengah dan telunjuknya ke sekujur pedang, mengerahkan jurus Jujak. Pedang itu langsung berselimut api, termasuk tubuhnya. Semua terkejut melihat tindakan nekad Kyuhyun.

Kyuhyun meraung kesakitan tetapi terus bergerak melancarkan serangan. Ia menusuk Jenderal Agma namun tak ada yang terjadi. Sosok besar itu hanya mundur beberapa langkah. Kyuhyun hendak mencabut pedangnya lagi untuk melakukan serangan ulang tetapi pedang itu tertahan di sana.

"Guardian Jujak! Hancurlah!" Jenderal Agma menebas pedangnya dengan kecepatan yang tidak bisa diikuti oleh mata. Teriak kesakitan keluar dari mulut Kyuhyun. Belum sempat ia bergerak, tebasan kedua mengenainya, kali ini membuat ia terlempar ke dekat Siwon dan Zhoumi.

"Jeonha!" Siwon dan Zhoumi mendekat, melihat Kyuhyun meringkuk kesakitan. Dari tubuhnya tercium bau terbakar dan luka tebasan pedang Jenderal Agma membuatnya bersimbah darah.

Kepala pengawal memerintahkan semua anak buahnya bergerak menyerang, namun Andeulaseu mengerahkan kekuatannya, memasuki pikiran mereka semua sehingga tak satupun bisa bergerak.

"Tak ada yang boleh mengganggu saat ini. Kalian hanya boleh menyaksikan bagaimana tuanku, Jenderal Agma, menghabisi Guardian Jujak. Setelah itu akan tiba giliran kalian semua." Andeulaseu tersenyum.

Dia seharusnya sudah mati… Heechul memandang sosok Jujak yang terkapar.

Siwon dan Zhoumi yang berada di sisi Kyuhyun, tidak menjadi sasaran kekuatan Andeulaseu. Mereka serentak menyerang Jenderal Agma dengan pedang terhunus, namun dengan sekali kebasan tangan saja, keduanya terpental mundur.

"Dia sangat kuat." Siwon meringis kesakitan.

"Ternyata ini kekuatan Jenderal Agma…." Zhoumi yang terkapar di sebelahnya mencoba menarik napas sebanyak mungkin. Dadanya terasa sesak. "Aku benar-benar berharap Donghae tersadar dari apapun yang membuatnya seperti itu, dan membantu kita melindungi Jeonha."

Sebuah gerakan di dekat mereka membuat keduanya membeku. Kyuhyun berusaha bangkit dengan susah payah. Ia berjalan terhuyung mendekati mereka, mengambil pedang keduanya karena pedang miliknya sudah patah.

"Dia masih hidup?" Andeulaseu tercengang, begitu pula dengan Heechul dan Ryeowook.

"Jujak, mari kita selesaikan urusan kita saat ini!" seru Jenderal Agma.

"Jeonha jangan!" seru Siwon.

"Larilah, Jeonha!" Zhoumi berteriak meski setelah itu ia meringis kesakitan.

"Aku yang membuat mereka ke sini… Aku tidak akan lari!" desis Kyuhyun sambil melihat para pengawalnya yang berada di sekeliling istana. Mereka semua hanya bisa berdiri diam seakan ada tangan tak terlihat yang membuat mereka seperti itu. Matanya jatuh kepada Donghae yang terbaring tak sadarkan diri. Mianhe, Donghae-ya. Aku tidak bisa membiarkanmu tersiksa lebih lama lagi…

Kyuhyun memperkuat pegangannya di kedua pedang, bersiap melawan Jenderal Agma. "Urusanmu hanya denganku, Jenderal Agma. Karena itu mari kita selesaikan dan jangan mengganggu mereka. Mereka tidak ada hubungannya dengan semua ini."

Kyuhyun, sekali lagi, mengerahkan jurus Jujak meski jurus itu membakar dirinya sendiri. Ia maju dan menyerang meski tubuhnya sudah tidak bereaksi dengan baik. Ia berkali-kali meleset karena tubuhnya terhuyung dan akhirnya jatuh.

"Hanya seperti itu perlawananmu, Jujak? Kau tidak berusaha menyegelku? Oh, atau kau belum melatihnya?" Jenderal Agma tersenyum mengejek saat Kyuhyun berusaha bangkit.

Aku harus bisa menyerangnya. Dia hanya di depanku. Kyuhyun mencoba mengabaikan rasa sakitnya dan menyerang Jenderal Agma kembali dengan jurus Jujak. Sekali lagi kedua pedang itu menancap di tubuh Jenderal Agma, tetapi tak terlalu banyak yang terjadi kecuali membuat sosok besar itu melangkah mundur. Bahkan Kyuhyun tertarik olehnya karena kedua pedang tadi tidak mampu ia lepas.

"Kau seharusnya tahu kenapa keempat Guardian tidak bisa memusnahkanku. Mereka hanya sanggup menyegelku!" geram Jenderal Agma. "Seranganmu tidak berarti apa-apa, Jujak!"

Jenderal Agma melontarkan pukulannya, kali ini membuat Kyuhyun terlempar tinggi ke udara. Beberapa detik kemudian tubuh Kyuhyun turun dan menghantam tanah dengan keras. Bebatuan yang ada di halaman merobek punggungnya, tulangnya terasa retak dan darah menetes dari luka-lukanya yang semakin terbuka. Sesuatu mendesak di tenggorokannya dan ketika Kyuhyun mencoba membuka mulut, darah segar keluar hingga membasahi dagunya. Kepalanya juga berdenyut begitu keras sehabis terbentur, pandangan matanya menjadi gelap. Namun rasa sakit membuatnya tetap tersadar.

Suara tawa Jenderal Agma terdengar. Ia menghampiri Kyuhyun yang tergeletak bersimbah darah. Kyuhyun mencoba menatap Jenderal Agma. Seketika itu juga ia diliputi kengerian dan rasa takut. Mata itu begitu merah dengan tatapan yang sangat tajam dan menekan. Jenderal Agma menyeringai. Mengamati Jujak yang tampak kesakitan dengan perasaan senang.

"Kau masih hidup?" Jenderal Agma mendengus. "Tak kusangka Guardian Jujak sekuat ini. Seharusnya kau sudah mati sejak tadi. Tetapi tak apa. Ini justru menyenangkan. Kita lanjutkan, Jujak?"

Kyuhyun mencoba bangkit tetapi sia-sia saja. Rasa sakit dan terbakar menyerangnya bertubi-tubi, membuatnya merasa mual dan tak berdaya. Ia gemetar dan tubuhnya terasa dihimpit beban yang besar.

"Jeonha!"

Kyuhyun mendengar Siwon dan Zhoumi memanggilnya dengan khawatir. Ia mencoba membuka matanya, menoleh ke arah suara mereka datang. Ia tidak bisa melihat dengan jelas karena darah yang berasal dari kepalanya mulai menutupi matanya.

"Lepaskan mereka… yang kau butuhkan hanya aku… Ugh!" Kyuhyun menggigit bibirnya, menahan teriakan yang akan keluar karena tubuhnya kembali terbakar dengan kuat. Napasnya terengah-engah. Ia mencoba bernapas meski setiap tarikan napas itu membuatnya tersiksa.

Jenderal Agma mencengkeram leher Kyuhyun dengan tangan kirinya dan mengangkatnya tinggi-tinggi.

"Apa kau masih bisa merasakan sakit? Aku rasa masih bisa." Agma menekan dengan keras hingga Kyuhyun berteriak kesakitan. "Kenapa kau tidak memohon untuk nyawamu, Jujak? Apa kau tidak ingin hidup?"

"Kau cukup membunuhku untuk bisa kembali ke dunia manusia. Bukankah begitu?! Arghh…nggghh…."

"Itu benar!" Jenderal Agma mengakuinya.

Siwon dan Zhoumi melihat Kyuhyun sama sekali tidak menendangkan kakinya saat tergantung seperti yang seharusnya orang lain lakukan jika dalam posisi itu. Kyuhyun hanya terkulai seperti boneka rusak di dalam cengkeraman Jenderal Agma, menandakan seberapa parah kondisi luka-lukanya. Darah menutupi Kyuhyun dari kepala hingga kaki.

Jenderal Agma tertawa. Ia kini mengangkat tangan kanannya dan meletakkannya di dada Kyuhyun. Sebuah cahaya keluar dari tangannya dan Kyuhyun mulai berteriak. Kyuhyun berteriak kesakitan lebih keras dari yang Siwon dan Zhoumi dengar waktu jurus Jujak menyerang dirinya sendiri. Mereka berusaha bangkit untuk menolong namun sekujur tubuh mereka tidak mampu bergerak lebih jauh.

Suara tawa Jenderal Agma bergema saat ia melihat Kyuhyun tersiksa. Ia melepaskan tangannya dari dada Kyuhyun. Kyuhyun merosot dalam cengkeramannya.

Heechul dan Ryeowook menahan napas.

Suasana begitu mencekam sehingga tak seorangpun yang menyadari bahwa dua sosok tubuh muncul di salah satu atap bangunan utama, cukup aman dari arena pertempuran yang terpusat di halaman depan.

"Kita terlambat…." Song Il Kook terjatuh lemas di atas lututnya. Ia dan Eunhyuk berusaha secepat mungkin menuruni gunung untuk tiba di Istana Gerbang Selatan, namun yang bisa ia dapati sekarang adalah keadaan Kyuhyun yang sangat menyedihkan di tangan Jenderal Agma. Ia tidak yakin apakah Kyuhyun masih hidup melihat begitu banyak luka yang ia alami.

Eunhyuk ikut terjatuh di sebelahnya. Kedua matanya terasa panas melihat pemandangan yang tampak di bawahnya.

"Apakah… apakah uri magnae terbunuh?"

Wajah Song Il Kook menegang. Ia mencoba menoleh ke arah putranya tetapi setiap gerakannya terasa berat dan kaku. Ia memandang Eunhyuk yang balik menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

"Appa…. Kyuhyunie… uri Kyuhyunie…."

"…Kau…Sejak kapan…?"

Eunhyuk terisak dengan kencang, tidak mengamati ayahnya yang kini benar-benar membeku di hadapannya.

.

.

TBC

Tadaaaaaa akhirnya aku berhasil menyelesaikan chapter ini. FIUUUH #lega

Aku tidak bisa membuat cerita yang akan menyenangkan semua orang, karena bagian terpenting dari menulis adalah mengeluarkan apa yang ingin kita tulis bukan? Tetapi aku berharap kalian menyukainya.

Aku sangat senang jika kalian bersedia meninggalkan review, berbagi denganku tentang apa yang kalian pikirkan atau rasakan saat membacanya.

Hal itu benar-benar bisa mendorong semangatku untuk menulis karena rasanya seperti percakapan dua arah. Sangat menyenangkan. #Kkkk

Sampai jumpa di chapter selanjutnya.

Kamsahamnida