Title : Shadow Warrior Ch 20
Genre : Friendship/Brothership, fantasy, action, horor
Rating : Fiction M
Cast : Kyuhyun, Leeteuk, Sungmin, Yesung, Kangin
Disclaimer : All them belong to themselves and GOD.I own only the plot.
Warning : Fanfic just Fanfic, typos, geje , if read don't bash, jangan meng-copy paste meskipun menyertakan nama; Share saja dalam bentuk link ffn, tidak kurang dari itu. Gomawo
Summary :
.
.
Shadow Warrior
Chapter 20.
Shindong tengah menuju daecheong untuk mengantar makan malam ketika ia mendengar gemerisik yang tak biasa dari luar. Ia bergerak hati-hati sehingga anak yang tengah menengok ke kanan dan ke kiri itu tidak menyadari kalau ia mengamatinya.
Anak lelaki itu berjinjit untuk mengintip ke daecheong yang cukup tinggi letaknya, dan tersenyum lebar ketika melihat Kyuhyun tengah duduk di sana sambil membaca buku. Anak itu kini melompat sehingga salah satu tangannya berhasil meraih kayu yang memagari daecheong, lalu mengangkat tubuhnya. Ia mengerang saat pegangannya lepas dan kembali jatuh ke tanah.
Kyuhyun yang terusik, perlahan mendekati pagar. Shindong bisa melihat bagaimana bersinarnya mata junjungan kecilnya itu ketika melihat siapa yang datang. Setelah menengok sekeliling, yang Shindong yakin bahwa Kyuhyun tengah mencari apakah sosoknya ada di sana atau tidak, tangan kecil itu terulur ke arah tamu rahasianya.
"Donghae-ah!" Kyuhyun membungkukkan tubuhnya di pagar ketika melihat jarak Donghae masih terlalu jauh, lalu mencoba mengulurkan tangannya kembali. Shindong sempat merasa cemas kalau-kalau tubuh kecil junjungannya terguling keluar dari pagar. Namun pikiran lain meyakinnya bahwa Kyuhyun tidak seceroboh itu.
Donghae, si penyusup kecil, langsung menyambut uluran tangan Kyuhyun. Kakinya dijejakkan kuat-kuat sementara Kyuhyun berusaha menariknya. Keduanya terguling di lantai daecheong.
"Berhasil!" seru Donghae. Wajahnya terlihat gembira meski Shindong hanya mengandalkan cahaya bulan dan lampu kecil di meja Kyuhyun yang menerangi tempat itu.
"Berhasil!" Kyuhyun ikut tertawa senang. Shindong mau tak mau ikut tersenyum melihat kegembiraan junjungan kecilnya. "Kita main apa hari ini?"
Donghae tersenyum lebar dan mengeluarkan sesuatu dari kantongnya. Segenggam kelereng berwarna-warni.
"WHOAAA! Bagus sekali! Ini apa?" Dengan hati-hati Kyuhyun menyentuh bola yang seakan terbuat dari kaca itu.
Shindong tertegun melihat mata Kyuhyun yang menatap kelereng-kelereng itu dengan takjub. Rasa bersalah menyelinap di dalam hatinya. Sejak dinobatkan sebagai Jujak, Kyuhyun tidak pernah bermain lagi. Shindong berusaha keras agar Kyuhyun mempelajari semua hal yang ia perlukan untuk menjadi Guardian Jujak yang hebat. Ia lupa kalau Kyuhyun juga seorang anak kecil yang seharusnya masih memiliki kesempatan untuk bermain…
"Ini namanya guseul (*kelereng)." Suara Donghae membuat Shindong kembali mengamati mereka.
"Bagaimana cara bermainnya?" Kyuhyun bertanya. Matanya tidak pernah lepas dari guseul yang diletakkan Donghae ke dalam genggamannya. Donghae tertawa melihat wajah Kyuhyun yang penasaran itu.
"Cara bermainnya..."
"HAI! KAMU LAGI!" Shindong muncul dari pintu, mencoba bersikap seakan ia baru saja melihat mereka berdua.
"Jeonha, aku harus pergi." Donghae melemparkan senyum permintaan maaf ke arah Kyuhyun sebelum melompati pagar daecheong. Shindong berpura-pura hendak mengejarnya. Gerakan Donghae sangat cepat.
Kyuhyun menghampiri Shindong yang berdiri di sisi pagar dengan terengah-engah; Tidak tahu bahwa Shindong hanya bersandiwara. Anak itu memandang jauh ke bawah, memastikan Donghae tidak terkapar karena melompat dari tempat setinggi daecheong. Kyuhyun tampak tersenyum lega ketika bayangan Donghae tidak tampak.
Shindong memandang Kyuhyun yang kini mengagumi gaseulnya. Ia merasa bersalah karena terpaksa memutuskan kegiatan mereka. Namun makan malam yang mulai berubah hangat di tangannya mengingatkan Shindong untuk mengesampingkan perasaannya dan memastikan Kyuhyun makan dan belajar dengan baik. Karena itulah ia membuat Donghae pergi.
"Jeonha, siapa anak itu? Kenapa dia bisa masuk ke sini?"
Kyuhyun mengangkat bahunya sambil berjalan kembali ke meja untuk melanjutkan belajar. Shindong kembali memandang sekeliling halaman. Tak tampak gerakan sedikitpun di sana.
Aneh, siapa anak itu? Tempat ini seharusnya tidak bisa ditemukan dan didatangi oleh orang luar. Tapi dia bisa keluar masuk dengan begitu mudah...
Shindong menggelengkan kepalanya, mencoba menghilangkan kenangan beberapa tahun lalu yang kembali menyeruak setelah ia tersadar di ruangan kosong, antara pintu dalam dan pintu luar kamar Kyuhyun.
Ia mencoba mengingat apa yang terjadi. Tetapi ingatannya hanya sampai sekelebat wajah Donghae yang muncul saat ia menoleh untuk melihat siapa yang membuka pintu. Setelah itu semuanya gelap. Namun Shindong yakin ada sesuatu yang tidak mereka ketahui, hanya Kyuhyun dan Donghae yang mengetahuinya. Itu sebabnya Kyuhyun tampak begitu tenang saat mereka semua mencemaskan perilaku Donghae yang aneh.
"Jeonha orang yang sangat berarti bagiku. Aku akan berada di sisinya dan melindunginya sampai kapanpun."
Shindong berharap Donghae masih memegang teguh kata-katanya. Namja separuh baya itu bangkit berdiri, mencoba berjalan ke luar meski sedikit terhuyung karena rasa sakit pada tengkuknya.
Setiba di halaman, ia melihat semua tampak kacau. Para pengawal sibuk menolong rekan-rekan mereka yang terluka sementara Siwon, Zhoumi, dan Donghae berdiri di tengah kesibukan itu dengan wajah muram.
"Di mana Jeonha?" tanya Shindong karena ia tidak melihat sosok Kyuhyun.
Pertanyaan itu hanya dijawab dengan gelengan oleh Siwon dan Zhoumi.
Donghae masih terpekur menatapi genangan darah yang ada di hadapannya ketika Siwon dan Zhoumi memeluknya dengan perasaan lega. Shindong berjalan menghampiri mereka bertiga.
"Aku senang melihatmu, Nak." Shindong tersenyum ke arah Donghae. "Belakangan kau selalu menghindari kami."
"Donghae-ya, akhirnya kau kembali!" Siwon mempererat pelukannya sehingga Donghae berteriak kesakitan.
"Siwon-ah, kau mau meremukkan tulangku eoh?"
"Kau tidak selemah itu. Jangan bohong!" Zhoumi tertawa melihat Donghae masih bergulat melawan pelukan Siwon. "Aku benar-benar khawatir kau tidak akan tersadar selamanya."
"Kembali? Tersadar? Apa yang kalian bicarakan?" Donghae mengerutkan alisnya.
"Bukankah kau menjadi boneka 2 hari ini?" Tanya Siwon. "Setelah melihat kekuatan Andeulaseu aku mulai sadar sepertinya kau diserang olehnya saat membeli Soju. Sejak itulah ia menggerakkanmu; Seperti boneka."
"Boneka?" Donghae menatap Siwon dengan bingung.
"Yup. Kau menjadi orang lain dan menyerang kami." Zhoumi mengingatkan. "Bahkan kau menyerang He ajussi."
"Kau memukulku," ujar Shindong sambil memegangi tengkuknya yang masih terasa sakit.
"Oh itu." Donghae mengangguk paham. "Tapi aku tidak dikendalikan siapapun. Aku melakukan semuanya dengan sadar."
"MWO?!"
Siwon dan Zhoumi langsung melompat mundur dan mengambil sikap siap bertempur. Keduanya menempatkan diri di antara Shindong dan Donghae.
"Hei, ada apa dengan kalian?" Donghae melangkah mendekat tetapi Siwon menggeleng dengan keras.
"Berhenti!" seru Siwon dengan wajah pucat. "Jangan mendekat atau aku terpaksa bertarung denganmu!"
"Hei!" Donghae merengut kesal.
"Siwon-ah benar, Donghae-ya. Jangan coba-coba mendekat atau kami akan melawanmu."
Zhoumi mengerutkan kening ketika Donghae menarik napas panjang.
"Maafkan aku, Ajussi. Aku tidak bermaksud menyakitimu. Ini semua ide Jeonha, mengerti?" Donghae kembali merengut. "Aku juga tidak menyukainya, tetapi kalian tahu bagaimana dia. Aku tidak bisa melawan keinginannya atau aku akan menyesal. Sangat menyesal."
Donghae menekankan kata terakhir itu dan bergidik membayangkan apa yang akan terjadi jika ia membantah Kyuhyun. Siwon, Zhoumi, dan Shindong saling berpandangan. Meski tidak mengerti, mereka tahu kadang Kyuhyun bisa sangat menakutkan jika ia memiliki keinginan.
"Jeonha terluka parah dan seseorang menculiknya..." Siwon menatap genangan darah itu dengan sedih. Ia berlutut untuk menyentuhnya.
"Namanya Heechul." Donghae bergumam, membuat tiga pasang mata memandangnya tajam. "Kalian sedang tak sadarkan diri ketika Jeonha bertarung dengannya. Heechul sshi sangat aneh. Ia selalu menghalangi Belpegoleu yang hendak membunuh Jeonha, tetapi ia sendiri juga menyerang Jeonha."
"Apa dia menginginkan sesuatu?" Shindong menautkan alisnya.
"Ah!" Donghae menepuk kedua tangannya dengan keras saat teringat kata-kata Heechul yang pernah didengarnya. "Dia bilang, dia menginginkan nyawa Jeonha untuk mendapat kekuatan Jeonha dan memperkuat pedangnya."
"Itu berarti Jeonha dalam bahaya! Dia pasti membunuhnya!" Zhoumi merasa perasaan cemas mulai mencekiknya. Kejadian buruk seakan terjadi berturut-turut belakangan ini.
"Kita harus mencarinya ke mana?" Siwon menatap yang lain, dan hanya menerima gelengan kepala.
"Jeonha terlalu jauh. Aku tidak bisa merasakan kehadirannya." Donghae melemparkan pandangan menyesal kepada Shindong yang sejak tadi lebih banyak terdiam. "Aku hanya berharap Jeonha akan memanggilku jika ia membutuhkanku…"
Keempatnya tidak bersuara, sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Aku tidak ingin mengganggu, tetapi bisakah salah satu dari kalian membantuku mengubah sistem keamanan tempat ini?" Kibum muncul diikuti oleh Direktur Kim. Namja itu tampak cemas namun menyembunyikannya di balik wajah datar dan kesal. "Semua ini sangat kacau. Aku akan memperbaiki portal dan membuat kita tidak bisa dilacak untuk kedua kalinya."
"Kau yakin mampu melakukan hal itu?' Zhoumi memicingkan mata.
"Aku tidak tahu kenapa mereka bisa menyerbu tempat ini. Aku sudah membuatnya tidak tersentuh sekian lama!" seru Kibum, tersinggung dengan keraguan Zhoumi.
"Sebenarnya, Jeonha yang menurunkan tingkat keamanannya," kata Shindong sambil meringis ketika semua –kecuali Donghae- menatapnya dengan mata melebar.
"Dan Jeonha juga memintaku untuk membocorkan lokasi ini, dengan sengaja, kepada mereka." Donghae tidak berani menatap siapapun ketika mengatakannya. Ia menunduk ke arah ujung kakinya dengan rasa bersalah.
"Lihat?!" Kibum kali ini benar-benar marah. "Jika Kyuhyun sshi berani meninggalkan semua kekacauan ini tanpa meminta maaf kepadaku, aku akan membangkitkannya dari kematian! Aku akan memaksanya meminta maaf ribuan kali karena membuat orang-orang meragukan kemampuanku! Setelah itu, barulah ia boleh meninggal…lagi!"
Semua yang berada di sana hanya bisa menelan ludah mendengarnya.
.
Il Kook mendorong Eunhyuk masuk ke dalam rumah rahasia mereka yang kecil, yang lebih menyerupai pondok berburu, lalu menangkupkan kedua tangannya ke wajah Eunhyuk agar putranya itu tidak menghindarinya.
"Kenapa kau bertingkah seperti itu?!" Il Kook mencoba menurunkan suaranya sekedar Eunhyuk bisa mendengarnya, untuk menghindari orang lain mendengar apa yang mereka bicarakan, meski ia pasti mengetahuinya jika ada seseorang yang mendekati tempat itu. Ia sudah menyebarkan begitu banyak jebakan kecil yang akan membuat mereka berdua tahu jika ada pengintai.
Masih jelas di mata Il Kook ketika mereka dikejutkan oleh banyaknya burung yang beterbangan melewati mereka, menyerbu ke arah Heechul dan Andeulaseu. Lebih terkejut lagi saat Eunhyuk tiba-tiba mengangkat kedua tangannya dengan wajah bersemangat.
"Terus! Terus! Ayo serang mereka!" seru Eunhyuk begitu keras saat itu, sehingga Il Kook khawatir semua yang berada di halaman Istana mendengarnya.
Namun ia tidak perlu mencari tahu apakah ada yang mendengarkan mereka, karena dua sosok tubuh muncul di atap yang sama dengan wajah terkejut. Jelas mereka berdua sudah mendengar apa yang dikatakan Eunhyuk tadi.
"Kau…kau memanggil burung-burung itu?" Pemuda yang Il Kook ingat bernama Kibum, menatap Eunhyuk dengan heran.
"Yup. Aku bisa bicara dengan mereka." Darah Il Kook langsung membeku melihat Eunhyuk tersenyum penuh arti kepadanya.
"Itu hebat!" Kibum terlihat antara senang dan sedikit ragu. Tetapi ia sepertinya memilih untuk percaya; Begitu juga sosok di belakang Kibum yang Il Kook tahu biasa dipanggil Direktur Kim.
"Ah, ada yang aku harus kerjakan. Tetapi lain kali, aku ingin melihatmu berbicara dengan burung." Kibum tersenyum lebar. "Aku tadinya hendak menggunakan penemuan baruku ini untuk membantu pertahanan kita, tetapi…."
"Kibum sshi, sebaiknya kita turun. Tidak ada yang perlu kita waspadai lagi," kata Direktur Kim.
"Baik, aku akan turun. Sampai nanti." Kibum mengangguk ke arah Eunhyuk dan Il Kook lalu menuruni tangga yang tadi mereka gunakan untuk bersembunyi di atap.
Il Kook menahan napas ketika teringat pandangan Direktur Kim yang begitu dalam kepada Eunhyuk, lalu pria itu tersenyum dan melambai kepada mereka berdua sebelum turun menyusul Kibum.
"Kau tahu apa yang kau lakukan, Eunhyuk-ah?" Il Kook kembali memusatkan perhatian kepada putranya, di dalam pondok kecil itu. "Kau tahu apa yang akan terjadi jika ada orang yang tahu apa artinya kata-katamu?!"
"Justru karena itu!" Eunhyuk tersenyum lebar. "Justru karena itu aku melakukannya, agar siapapun yang mendengar akan mengira aku yang memerintah burung-burung itu untuk menyerang."
"Eunhyuk-ah!" Il Kook mati-matian menekan suaranya agar tetap pelan, namun kepanikan yang datang membuatnya kesulitan.
"Aku ingin melindungi uri Kyuhyunie, Appa…."
Kata-kata Eunhyuk membuat Il Kook kembali menatap putranya. Baru kali ini ia melihat Eunhyuk tampak sekuat itu. Biasanya Eunhyuk anak yang selalu mengikuti semua perintahnya, menuruti apapun yang ia minta. Jika Il Kook membebaskannya untuk bertindak sendiri, Eunhyuk sering merasa bimbang. Tetapi kali ini berbeda. Eunhyuk begitu yakin dengan tindakannya.
"Mereka bisa mengincarmu untuk dibunuh jika mereka mengira kau adalah…"
"Appa." Eunhyuk memegang tangan Il Kook dengan senyum yang menenangkan. "Tidak ada yang perlu Appa cemaskan."
"Appa tidak ingin kehilanganmu, Eunhyuk-ah… Kau satu-satunya anak yang Appa miliki," gumam Il Kook, tidak mempercayai dirinya akan berbicara seperti itu kepada putranya. Ia selama ini berusaha tampil begitu tegar. Tetapi membayangkan kemungkinan buruk membuat hatinya luar biasa cemas.
"Appa, kau memiliki tiga orang anak," cetus Eunhyuk, mencoba tersenyum.
"Mereka berdua bukan milikku. Sejak lahir, aku tahu mereka bukan milikku…"
"Apa itu sebabnya Appa menyembunyikan Kyuhyunie?" Eunhyuk sebenarnya merasa marah ketika mendengar kebenaran itu dari ibunya, namun melihat Il Kook yang begitu rapuh di hadapannya, Eunhyuk merasa sang ayah memiliki alasan yang kuat, setidaknya bagi dirinya sendiri.
Il Kook mengangguk, menarik napas panjang sebelum menguatkan dirinya untuk menjawab. "Ketika Donghae lahir, ia memiliki tanda di punggungnya, tanda yang memberitahuku bahwa dia adalah titisan dari pengawal kepercayaan Jeoha."
Eunhyuk tersenyum mendengar sebutan itu. Mereka sudah sepakat untuk tidak menyebutkan nama Jeoha sebelum Kyuhyun tersadar siapa dirinya.
"Cukup berat melihat Donghae tumbuh begitu menggemaskan, begitu polos dan lucu, sementara aku tahu apa yang akan ia hadapi." Il Kook kembali menarik napas. "Dan kemudian, Kyuhyun lahir dengan tanda…"
"Jeoha." Kini Eunhyuk yang terdengar menarik napas.
Il Kook mengangguk. "Aku tidak sanggup menyaksikan hal ini lebih jauh. Kyuhyun akan menjadi target dari siapapun yang kami duga menjadi penyebab terbunuhnya empat guardian di masa lalu. Cara terbaik melindunginya adalah menjadikan dia tidak seperti memiliki kemampuan sendiri. Orang-orang akan mengira ia hanya meminjam kemampuan Jujak karena ia seorang Kagemusha."
"Itu tidak menjelaskan kenapa Appa tidak memberitahu siapapun bahwa Kyuhyunie adalah anak Appa."
"Appa tidak sanggup, Eunhyuk-ah." Il Kook menggeleng dengan keras. "Semakin cepat Appa melepaskan Kyuhyun, semakin mudah Appa melupakannya. Appa tidak sanggup melepaskan Donghae karena ia sudah lama tinggal bersama kita. Jika Kyuhyun juga begitu…."
Eunhyuk memejamkan matanya sejenak, mencoba menghilangkan kemarahan yang muncul di hatinya. Ia memahami perasaan Il Kook, tetapi melihat ibunya menyimpan kesedihan sendiri karena dipaksa melupakan Kyuhyun, sampai Eunhyuk memergokinya menangis begitu sedih dan akhirnya menceritakan semuanya…. Eunhyuk tidak bisa menerimanya. Apalagi jika ia membayangkan Kyuhyun menjalani semua ini sendirian. Semua akan lebih mudah bagi Kyuhyun jika ia tinggal bersama mereka. Setidaknya itulah yang Eunhyuk pikirkan, meski ia tahu Il Kook tidak sependapat.
"Appa, apa yang harus kita lakukan sekarang? Mencari Kyuhyunie?"
Il Kook menggeleng. "Sampai saat ini, Sungmin sshi satu-satunya yang bisa kita andalkan untuk menyegel Jenderal Agma. Kau sudah melihat sendiri kekuatannya. Ia nyaris tak terkalahkan. Tidak. Kecuali Jeoha bangkit dari tidurnya."
"Jadi kita ke Istana Gerbang Selatan yang asli untuk melindungi Sungmin sshi?"
"Begitulah."
Eunhyuk kembali menyembunyikan ketidaksetujuannya, tetapi tidak membantah. Ia kemudian mengikuti sang Appa menuju kediaman Sungmin. Ia berharap, entah bagaimana, Kyuhyun bisa kembali.
.
Siang ataupun malam tidak terlihat bedanya di gua itu. Gua yang cukup besar dan dalam. Satu-satunya penerangan adalah obor yang dinyalakan oleh Heechul.
Kyuhyun masih berada di posisinya semula, duduk di lantai gua dengan punggung dan kepala bersandar di dinding yang lembab karena musim gugur.
"Merasa lebih baik?" tanya Heechul sambil memperhatikan Kyuhyun. Ia duduk di sisinya dengan tangan masih memegang gagang pedang yang tertancap di perut Kyuhyun. Pedang itu menembus tubuh Kyuhyun, sedikit menusuk ke dinding gua sehingga Kyuhyun seperti terpaku di sana.
"Tidak," keluh Kyuhyun sambil memejamkan matanya kuat-kuat.
"Apa kau merasa sakit lagi?" tanya Heechul ringan seakan menanyakan apa yang ingin Kyuhyun makan hari ini. Hal itu membuat Kyuhyun sangat kesal.
"Tentu saja! Tidak ada yang tidak sakit jika seperti ini!" Kedua mata hitam itu melebar dan wajahnya dimaksudkan terlihat marah. Tetapi Kyuhyun justru terlihat lucu bagi Heechul.
"Kau masih bisa berteriak. Itu bagus!" Heechul meringis.
Rasa sakit di tubuh Kyuhyun tidak berkurang sama sekali. Kyuhyun merasa kesadarannya mulai kembali menghilang.
"Hei! Tetap bersamaku, Jujak!"
Kyuhyun membuka matanya sedikit, mencoba melihat ke arah Heechul. Pandangannya buram, namun ia masih bisa melihat bahwa Heechul bersungguh-sungguh.
"Sakit…" Kyuhyun mencoba berkonsentrasi mengatur napasnya. Sekelilingnya terasa berputar. Pedang Heechul terus menerus menariknya, seakan hendak melepaskan nyawanya dari tubuhnya. Tetapi setiap itu terjadi, Heechul seperti mendorong semuanya kembali, hanya menghisap bibit demon ke dalam pedang, atau seperti kali ini, mendorong darah yang sudah mati keluar dari tubuhnya.
Kyuhyun memuntahkan darah hitam untuk kesekian kalinya, mencoba memalingkan wajah agar tidak tersedak oleh cairan itu.
"Hal ini akan berlangsung beberapa lama sampai semuanya hilang. Tidak boleh ada bibit demon yang tersisa sedikitpun," kata Heechul. "Kau bisa bertahan?"
"Aku bisa… Ugh!" Kyuhyun kembali muntah, dan ia mencoba bernapas menenangkan diri sebelum merasa putus asa. Kyuhyun mengerang, mencoba mengabaikan perasaan yang semakin kuat itu.
"Aku sekarat." Kyuhyun tidak tahu apakah ia menangis atau mengeluh saat ini.
"Kamu tidak sekarat." Heechul menjawab dengan pasti.
"Terasa seperti itu." Kyuhyun tidak percaya ia bisa merengek. Ia merengek di depan musuhnya seperti seorang anak kecil! Kyuhyun ingin memukul kepalanya sendiri ketika menyadari hal itu.
"Kamu tidak sekarat." Suara Heechul terdengar meyakinkan.
Kyuhyun membuka matanya, tetapi jumlah darah yang tercecer di sekitarnya membuat keyakinan yang ia coba bangun, kembali runtuh. Ia sudah memuntahkan darah begitu banyak, tanpa menghitung yang berasal dari lukanya di halaman Istana.
"Semuanya sakit." Kyuhyun mengerang. "Ini bohong... Lebih baik kau membunuhku."
"Apa yang kau pikirkan? Kalau aku mau, kau sudah mati sejak tadi." Heechul mendengus.
"Kau bilang waktuku sudah habis…."
"Waktu kita." Heechul meralat. "Kau akan mati dalam hitungan menit jika bibit demon mulai merusak bagian dalam tubuhmu."
"Itu lebih baik. Ini sangat sakit," kata Kyuhyun pelan. "Apa aku bukan manusia? Seharusnya aku mati setelah memuntahkan darah sebanyak itu bukan?"
"Kau Jujak. Ingat?" Heechul mati-matian menjaga wajahnya agar tidak tersenyum lebar. Ia baru saja berbohong.
Kyuhyun mengerang dengan keras. Ia ingin mengatakan dirinya bukan Jujak, bahwa ia hanya seorang kagemusha. Namun ia tidak bisa mengatakannya.
Heechul menatap Kyuhyun dalam-dalam. Sepertinya dia benar-benar tidak tahu siapa dirinya yang sesungguhnya.
"Kau tidak akan mati karena hal seperti ini." Heechul menarik napas, cukup lelah dengan semua yang masih harus mereka lewati. "Aku tidak tahu kenapa kau begitu pintar sekaligus begitu bodoh. Apa tidak sedikitpun terpikir bahwa kau bisa lebih baik dari ini?!"
"Aku tidak…"
"Aku yakin kau bisa," potong Heechul. "Kau tidak mati saat menggunakan jurus Jujak yang tidak boleh kau gunakan, menjadikan dirimu seperti daging bakar dengan sukarela. Jadi kau tidak akan mati karena hal ini. Bukankah mengerahkan jurus Jujak dengan bibit demon di tubuhmu jauh lebih menyakitkan?"
Kyuhyun memikirkan kata-kata Heechul dan mencoba menarik kesimpulan. Apakah apa yang dikatakan Donghae benar? Apakah karena itu aku masih hidup ?
Ia menarik napas untuk mengatakan sesuatu namun akhirnya kembali memuntahkan darah berwarna hitam. Kyuhyun sekarang cukup yakin ia tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Ia terengah-engah dan kedua tangannya kini mencengkeram pedang Heechul yang masih tertancap di perutnya.
"Lepaskan pedang ini," kata Kyuhyun nyaris tak terdengar. Ia menegur dirinya sendiri namun ia terpaksa mengakuinya.
"Kau tidak boleh menyerah sekarang," kata Heechul mengeraskan ekspresinya melihat pandangan memohon Kyuhyun.
Tubuh Kyuhyun kembali dihantam rasa sakit yang kuat. Ia merasa kesakitan dan kelelahan. Kini tangannya mencoba mendorong lepas pedang Heechul, namun tenaganya terlalu lemah. Kyuhyun merasa ingin menangis.
"Aku tidak tahan lagi." Kyuhyun mencoba berbicara dengan tenaganya yang semakin sedikit. "Kau boleh membunuhku. Kau boleh mengambil apa yang kau katakan waktu itu. Aku tidak akan melawan. Jebal…."
Kyuhyun terlalu kesakitan untuk memikirkan apa yang ia lakukan saat ini. Ia tidak yakin apakah Heechul benar-benar sedang menolongnya, atau justru menyiksanya.
"Kamu akan baik-baik saja. Hanya sedikit yang tersisa. "Heechul mencoba menghiburnya. Heechul tertegun dengan tindakannya, sama seperti Kyuhyun yang menatapnya heran.
Namun hantaman rasa sakit membuat Kyuhyun melupakan keganjilan itu dan kembali merengek. "Kumohon, aku tidak tahan lagi, Heechul sshi. Aku tidak bisa…."
Heechul bergeser lebih dekat ke sisi Kyuhyun, mencoba menarik bahu dan kepala Kyuhyun dengan tangannya yang bebas, lalu menempatkannya di bahunya untuk bersandar.
"Kumohon berhenti. Lepaskan pedang itu. "Kyuhyun kembali memohon dengan suara yang semakin menghilang.
"Sebentar lagi. Bertahanlah sebentar lagi." Heechul berbisik di dekat telinganya sehingga Kyuhyun bisa mendengarkan kata-katanya meski rasa sakit menumpulkan indera pendengaran dan penglihatannya.
Kyuhyun tidak bisa menahannya lagi. Dia sudah sampai pada titik batasnya. Dia kembali merengek.
"Tidak. Hentikan sekarang. Aku tidak tahan lagi. "Kyuhyun merintih dan memohon. "Aku tidak bisa. Jebal. Aku akan menerima apapun asal semua ini berhenti. Kumohon. "
Kyuhyun merasa Heechul mencengkeram bahunya lebih kencang.
"Kau tidak begitu hebat eoh? Aku kadang lupa kalau kau masih anak-anak."
"Aku bukan anak-anak!"
Heechul sedikit lega mendengar suara ketus itu. Kyuhyun masih memiliki semangat untuk bertahan, lebih dari yang disadarinya.
"Kau hanya anak kecil yang berusaha menjadi dewasa dan menanggung semuanya. Berpura-puralah seperti itu sebentar lagi, dan semua ini akan berlalu."
"Aku tidak..." Kyuhyun lupa apa yang akan dikatakannya saat pandangannya semakin gelap dan kesadarannya menghilang. Hal yang terakhir ia dengar adalah guncangan di bahunya dan teriakan Heechul.
.
"Kau sudah sadar?"
Kyuhyun mendapati Heechul tersenyum sambil menyalakan api unggun.
"Hampir musim dingin. Kita akan mati jika tidak membuat perapian."
"Aku kira kau sudah mati."
Heechul tertawa. Ia melemparkan sebuah selimut kepada Kyuhyun. "Pakailah. Seperti katamu, aku sudah mati. Tapi kau belum."
"Kau benar-benar sudah mati?" Kyuhyun mencoba berjalan mendekat meski dengan langkah terhuyung. Ia akan membeku oleh cuaca dingin jika tidak menghangatkan diri.
"Sebenarnya tidak. Aku belum pernah mati, tetapi juga bukan manusia yang bisa mati karena usia atau penyakit. Umurku mungkin lebih dari 200 tahun. Aku tidak pernah menghitungnya." Heechul mengukir smirk di wajahnya. Ia mengamati Kyuhyun dengan diam. "Bagaimana keadaanmu?"
"Sudah lebih baik?" Kyuhyun balik bertanya. Ia merapatkan selimutnya.
"Untunglah kau pingsan setelah semua bibit demon terhisap dan terbuang dari tubuhmu."
"Kalau tidak, aku akan mati?"
Heechul terdiam, mencoba menimbang apa yang harus ia katakan.
"Idiot."
"Eh?"
"Pabo-ya!"
"Aku?"
"Siapa lagi?"
Kyuhyun memiringkan kepalanya tak mengerti, tetapi Heechul tampak tak peduli.
"Burung? Aku benar-benar tak percaya. Kau seharusnya memanggil binatang yang lebih besar dan lebih kuat! Jangan gunakan kemampuanmu berbicara dengan binatang jika kau belum bisa mengeluarkan kekuatanmu yang sebenarnya! Burung-burung itu tidak bisa melindungimu. Kau akan menjadi mangsa empuk banyak pihak."
"Kecuali kau?"
Heechul tergelak. Ia memandang Kyuhyun dengan bimbang. Entah sejak kapan, ia tidak bisa tidak menyukai anak itu. Tetapi ia juga menginginkan kekuatan Kyuhyun untuk memperoleh kemampuan lebih.
"Hanya aku yang boleh tahu."
"Kau tidak akan memberitahuku?"
"Itu tidak membantu." Heechul menolak.
"Apa kau tidak sadar posisimu ketika mengejek Jenderal Agma tentang sungai Henggi?" Heechul menatap Kyuhyun dengan pandangan tak percaya. Ia tahu Kyuhyun bukan orang yang pantang menyerah - Heechul menganggap rengekan Kyuhyun tadi sebagai pengecualian. Tetapi memancing kemarahan musuhnya di saat ia tidak bisa melindungi dirinya sendiri benar-benar membuatnya menggelengkan kepala.
"Dia tetap akan membunuhku meski aku memuji dia tampan." Kyuhyun menaikkan bahunya dengan ekspresi tak peduli.
"Kau benar." Heechul menyerah kalah. Ia melemparkan beberapa kesemek yang ditemukannya di hutan. Kyuhyun menangkapnya dan mulai memakan dengan perlahan sambil mengamati Heechul yang memanggang seekor burung.
"Sejak kau menganggap burung-burung itu sekutumu, aku rasa kau keberatan memakan mereka." Heechul menatap puas burung bakar ditangannya, lalu menyantapnya sambil tersenyum lebar. "Setidaknya mereka musuhku karena menyerangku. Jadi aku boleh memakannya bukan?"
Kyuhyun tidak menyahut. Ia kembali memakan kesemek berikutnya, sedikit bertanya-tanya kenapa tulang-tulang di tubuhnya yang patah, dan luka-luka lainnya tidak lagi terasa. Ia hanya merasa sangat lelah, seakan belum tertidur selama beberapa hari.
"Kapan aku bisa keluar dari sini?" tanya Kyuhyun sambil memakan kesemek terakhir.
"Kalau kau masih hidup setelah bertarung denganku," jawab Heechul ringan. Ia kembali menyantap daging burung di tangannya.
"Kita masih akan bertarung? Setelah…setelah…" Kyuhyun tidak tahu apa yang harus ia katakan. Sikap Heechul benar-benar membingungkannya.
"Setelah aku menolongmu?"
Kyuhyun hanya bisa mengangguk.
"Jangan menganggapnya hutang budi. Aku lebih suka pertarungan yang akan kita lakukan daripada sekedar membunuhmu untuk mengambil alih kekuatanmu. Dan kau sudah berjanji akan bertarung denganku sampai mati, asal aku tidak membantu Jenderal Agma memperlebar gerbang antara dunia manusia dan sungai Henggi. Tepati janjimu!"
"Aku tidak bilang akan mengingkarinya." Kyuhyun menangkap kantung air yang dilemparkan Heechul. Ia mengamati kantung dari kulit itu, sedikit mengagumi buatannya, lalu mulai meneguk air di dalamnya.
"Merasa lebih baik?" Heechul meneguk air dari kantung yang dikembalikan Kyuhyun; Menegaknya sampai habis. Ia tersenyum ketika Kyuhyun mengangguk.
Heechul melemparkan sebuah pedang yang sedari tadi tergeletak di sisinya, tersenyum ketika Kyuhyun menangkap pedang itu dengan pandangan bertanya.
"Ayo kita bertarung sampai mati, Jujak," kata Heechul sambil bangkit berdiri dan membuang sisa burung bakarnya. "Gua ini cukup bagus untuk pertarungan kita. Aku sudah pernah bertarung denganmu di tempat terbuka. Aku ingin melihatmu bertarung di tempat yang kecil dan tertutup. Kuharap kau akan memberiku pertarungan yang menarik."
Sebuah smirk muncul di wajah Heechul ketika ia menghunus pedangnya.
.
.
TBC
Kejutan! Kkkk
Sudah lama tidak pernah secepat ini update ff.
Ch 19 dan 20 aku ketik begitu saja, masing-masing dalam sehari.
Semangat bulan November #happy
Lagipula, menurutku ch 20 merupakan kesatuan dengan ch 19.
Aku tidak ingin memperlamanya,
karena aku sendiri tidak sabar untuk menceritakan kelanjutannya
agar kalian tidak terlalu dibuat bingung tentang isi ch 19.
Aku harap kalian senang membacanya
dan beritahu aku apa komentar kalian tentang ch 20
yang menjelaskan sebagian besar ch 19 ini.
Aku sangat menunggu hal itu.
Terima kasih sudah mengikuti ff ini.
Kamsahamnida
