Naruto © Masashi Kishimoto

Goblin Slayer © Kumo Kagyu

Highschool DxD © Ichei Ishibumi

Crossover dengan beberapa anime atau game, yang mungkin kalian kenal dan pernah mainkan.

All Character OOC

Chapter 48

S2 Episode 2

OPENING : Kimi No Namae by Chiai Fujikawa

Ending Tate No Yuusha 1

Sinar matahari terbit perlahan di atas kerajaan Dwarf, menerangi keindahan istana Raja Oberon. Raja melangkah dengan mantap di ruangan takhtanya yang megah, para penasihat dan pemimpin pasukan bergabung di sekitarnya. Udara dipenuhi dengan kekaguman dan antisipasi.

Dalam keheningan yang penuh hormat, Raja Oberon berkata dengan suara yang tenang dan berwibawa, "Penduduk Rosenheim membutuhkan bantuan kita. Hari ini, pasukan Iron Foot kita akan berangkat menuju Kerajaan Rosenheim."

Anggota pasukan yang terpilih secara khusus, Iron Foot, berdiri tegap di barisan, siap melaksanakan perintah Raja. Wajah mereka terlihat serius menghadapi misi yang akan mereka hadapi di Kerajaan Rosenheim.

"Kerajaan Rosenheim menghadapi tantangan yang besar pada saat ini," lanjut Raja Oberon, "Kita memiliki kewajiban untuk membantu mereka, menjaga persahabatan dan kerja sama yang sudah terbina selama bertahun-tahun."

Pasukan Iron Foot menyimak dengan penuh perhatian dan tekad saat Raja Oberon memberikan instruksi mereka. Semangat mereka terbakar, mengetahui pentingnya tugas mereka dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di wilayah itu.

"Geser maju dengan keberanian dan kekuatan yang telah membawa kita ke saat ini," pesan Raja. "Ingatlah, kita adalah duta perdamaian dan keadilan. Jadilah teladan bagi kerajaan lain dan lakukan tugas ini dengan keberanian dan kehormatan yang sesuai."

Dalam suatu momen singkat yang terasa abadi, pasukan Iron Foot memberikan hormat dan bersumpah setia untuk melaksanakan misi mereka dengan penuh tanggung jawab. Mereka berjanji untuk menjunjung tinggi reputasi kaum Dwarf dan membuktikan kekuatan mereka sebagai pasukan elit.

Di tengah persiapan dan kegiatan yang khidmat, seorang bawahan Raja Oberon, Greck, seorang Dwarf berparas garang yang dikenal karena kebijaksanaannya, melangkah maju. Dalam keheningan yang penuh khidmat itu, dia memandang sang Raja dan bertanya, "Kenapa, Raja Oberon, kita menggerakkan pasukan Iron Foot? Apa memang situasinya begitu mendesak?"

Raja Oberon, duduk dengan gagah di takhtanya, memandang Greck dan yang lainnya dengan tatapan serius dan dingin. "Greck," suaranya meluap dengan kewaspadaan, "Kabar telah sampai padaku, sebuah pemberitahuan dari seorang rekan muda yang dapat dipercaya. Dia mengabarkan bahwa malapetaka akan segera menerjang Kerajaan Rosenheim."

Ruangan itu sunyi, keheningan yang penuh khidmat kini bertambah. Semua mata tertuju pada Oberon, dan dalam diam mereka, ada kekhawatiran dan penantian.

"Apakah kita yakin tentang kebenaran kabar ini, majestas?" Tanya Greck, tak mampu menyembunyikan kecemasannya.

Oberon mengangguk, wajahnya tetap tegap. "Rekan yang memberi kabar itu tidak pernah salah, Greck. Kita harus yakin padanya. Kita harus bergerak secepatnya untuk membantu Rosenheim. Inilah saatnya Iron Foot beraksi."

Greck menelan ludahnya dan mengangguk, mengertakkan giginya dalam penentuan. "Jika ini perintah Anda, majestas, maka Iron Foot akan beraksi. Kami akan bergerak secepat mungkin."

Dengan detak jantung yang semakin cepat dan tekad yang semakin kuat, persiapan pun dimulai. Suasana gelisah, tetapi juga penuh dengan tekad dan keberanian. Mereka semua, dari Raja Oberon hingga anggota termuda Iron Foot, siap untuk menghadapi apa pun demi kerajaan mereka dan saudara-saudara mereka di Kerajaan Rosenheim.

Antara kerajaan kaum Dwarf dan Rosenheim terbentang sebuah wilayah yang luas dan beragam, seakan memisahkan dua dunia yang berbeda. Pemandangan yang berubah-ubah dengan setiap langkah, dari pegunungan kokoh yang dipenuhi salju, hutan lebat yang terlihat hijau dan subur, sampai padang rumput yang luas dan berlimpah.

Perjalanan dari Kota Dwarf ke Rosenheim membutuhkan waktu sekitar tiga bulan. Meskipun jaraknya cukup jauh, setiap inci perjalanannya menyuguhkan beberapa adegan alam yang paling mengagumkan dan mempesona.

Rute perjalanan melewati hutan lebat dimana pohon-pohon besar berdiri menjulang, seperti penjaga yang menjaga kerajaan mereka sendiri. Di balik dedaunan yang rapat, bisa didengar kicauan burung dan suara-suara alam lainnya yang menjadi musik pelipur lara selama perjalanan.

Sementara itu, pegunungan yang kokoh berdiri dengan gagah. Salju yang melingkupi puncaknya berpendar terang di bawah sinar matahari, menciptakan kontras yang indah terhadap langit yang biru cerah. Pegunungan ini menjadi tantangan sekaligus petualangan tersendiri bagi para petualang yang berani menjelajahinya.

Tentunya, setiap perjalanan memiliki rintangan dan kejutan sendiri. Cuaca yang tak menentu, jalur yang sulit ditembus, atau serangan monster liar bisa memperlambat perjalanan dan menambah waktu tempuh hingga satu bulan lagi.

Pada zaman dahulu, ketika kekuatan para Demi-God masih meliputi benua Alvarez, Kerajaan Rosenheim dan Kota Dwarf telah menjalin hubungan yang kuat dan erat. Kedua kerajaan ini memiliki sejarah yang panjang dan berbagi hubungan yang saling menguntungkan.

Dalam kisah sejarah ini, Kerajaan Rosenheim diperintah oleh Raja Samuel VII, seorang penguasa yang bijaksana, kuat, dan adil. Kerajaan ini dikenal dengan istana megahnya yang terletak di puncak bukit, dikelilingi oleh taman bunga yang indah. Kota Dwarf, di sisi lain, dipimpin oleh Raja Thorin IV, seorang penguasa kaum Dwarf dengan kebijakan yang adil, energik, dan memiliki tekad yang kuat.

Kerajaan Rosenheim dan Kota Dwarf telah menjalin persahabatan dan kerjasama sejak zaman ketika manusia dan makhluk magis hidup bersama di benua Alvarez. Mereka berbagi sumber daya, perdagangan, dan pengetahuan dalam berbagai bidang kehidupan. Kerajaan Rosenheim memberikan perlindungan dan keamanan bagi kaum Dwarf, sementara Kota Dwarf memberikan sumber daya penting seperti logam dan biji-bijian yang diperlukan oleh Rosenheim.

Kedua kerajaan ini saling membantu dalam mengatasi ancaman yang mengintai benua mereka, termasuk serangan dari makhluk magis dan kelompok pemberontak. Mereka bersatu melawan musuh-musuh yang ingin mengancam perdamaian dan kehidupan harmonis di benua Alvarez.

Kisah sejarah ini terus berkembang seiring berjalannya waktu. Meskipun ada tantangan dan konflik yang terjadi di antara mereka, Kerajaan Rosenheim dan Kota Dwarf tetap setia pada hubungan saling menguntungkan yang mereka bangun selama bertahun-tahun. Persahabatan dan kerja sama ini berlanjut bahkan setelah Zaman para Demi-God berakhir.

Hingga saat ini, pewarisan hubungan erat antara Kerajaan Rosenheim dan Kota Dwarf tersimpan dalam ingatan masyarakat Alvarez. Kedua kerajaan ini terus menjaga kerjasama untuk mencapai perkembangan dan kemakmuran yang lebih besar. Dalam dunia yang terus berubah, Kerajaan Rosenheim dan Kota Dwarf mewakili simbol perdamaian, kerja sama, dan kekuatan yang bisa dicapai melalui persatuan dan pengertian antara dua negara.

Change scene

Dalam ruangan yang tenang dan teduh di Guild Kerajaan Rosenheim, Hinata duduk di meja resepsionis. Wajahnya yang lembut dipenuhi oleh pikiran yang melayang jauh. Namun, napasnya perlahan dan hatinya penuh rasa khusyuk saat ia memikirkan Naruto.

Monolog dalam hatinya bersamaan dengan senyum tipis yang muncul di bibirnya, "Naruto... Oh, bagaimana aku merindukannya. Pemuda yang begitu dingin namun teguh. Setiap kali aku melihatnya, jantungku berdetak lebih cepat, dan aku merasa kehangatan dalam kehadirannya."

Hinata menyentuh dadanya, merasakan denyutan cinta yang bersembunyi di dalamnya. Dengan hati yang terbuka, ia melanjutkan monolognya, "Dia mungkin tidak menyadarinya, tetapi Naruto telah membawa cahaya dalam hidupku. Ketegasannya, keberanian, dan dedikasinya membuatku tak henti-hentinya terpesona."

Hinata merasakan kehadiran Naruto telah menggetarkan hatinya, membuatnya semakin yakin dengan perasaannya. Setiap saat pemuda itu muncul, sesuatu di hatinya kian tumbuh dan tak bisa dibendung.

Apalagi saat pemuda itu datang untuk menyampaikan, kalau dia telah menyelesaikan Serial Quest yang diambilnya 3 bulan yang lalu. Hinata bahkan tidak mengenali pemuda tersebut, sebab begitu besar perubahan yang terjadi padanya.

Dia secara mengejutkan telah menjadi seorang Champion dan berkontribusi atas terpilihnya Sword Maiden saat ini. Karena membantu mengantar sang Maiden dalam Pilgrimage Questnya.

Melihat begitu banyak pencapaian yang telah dicapai oleh Naruto, membuat hati kecilnya mengalami kegugupan dan keraguan melanda pikirannya.

"Apakah aku cukup untuknya? Apakah aku bisa menemukan keberanian untuk mengungkapkan perasaanku? Atau apakah aku bisa menjadi seseorang yang pantas berada di sisinya?"

Hinata menyadari bahwa cinta yang dia rasakan adalah sesuatu yang berharga, dan dia bersumpah untuk tidak lagi menyembunyikannya. Dia ingin memberikan keberanian itu bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk Naruto. Dia ingin memberikan kesempatan kepada perasaan mereka untuk tumbuh dan berkembang.

Dalam keramaian Guild, Hinata mengambil napas dalam-dalam, membawa dirinya ke dalam ketenangan dan tekad yang kuat. Dia tahu bahwa perjalanan cinta ini tidak akan mudah, tetapi dengan keyakinannya yang tulus, dia akan mengungkapkan cintanya kepada Naruto dan tidak lagi menyembunyikan perasaannya di balik senyum yang lembut.

Seiring dengan pikiran Hinata yang semakin larut dalam renungan tentang Naruto, tiba-tiba pintu Guild terbuka dan suara langkah kaki terdengar jelas. Dari pintu yang terbuka tersebut, masuklah seorang wanita yang dikenal dengan nama Rias Gremory.

Rias, dengan rambut merahnya yang membara dan mata hijau emerald yang cerah, menyapa ruangan dengan senyuman ceria. Ia berjalan dengan percaya diri, pancaran aura keceriaan dan keramahannya yang alami menyebar di seluruh ruangan.

Dia baru saja kembali menemui pihak kerajaan untuk menyerahkan laporan administrasi Guild pada pihak kerajaan atas perintah Guild Master. Sesuatu hal yang wajib dilakukan agar Guild ini dapat terus berjalan dan membantu kehidupan para petualang.

Melihat Hinata yang tampak asyik berdiam diri, Rias dengan cepat mendeteksi suasana dan cahaya ceria di matanya tampak berubah menjadi nakal. Dengan langkah ringan, Rias berjalan mendekati Hinata dan menggebrak meja resepsionis dengan cara yang cukup mengejutkan Hinata.

"Hinata, apa yang sedang kamu pikirkan, hm?" goda Rias dengan suara lembut, senyum nakal menghiasi wajahnya.

Hinata tampak terkejut, pipinya memerah tanda malu karena terbaca pikirannya. Dia mencoba menutupi kegelisahannya, tapi berakhir tersenyum canggung, "Oh, Rias! Tidak ada... tidak ada apa-apa."

Rias mengangkat alisnya, menatap Hinata dengan pandangan skeptis sebelum tertawa lepas, "Oh, Hinata. Jangan berpura-pura, aku tahu kamu pasti sedang memikirkan Naruto kan?"

Hinata tampak terperanjat, pipinya menjadi semakin merah dan dia hampir tidak bisa menjawab. Rias tertawa lagi, geli melihat Hinata yang begitu polos dan jujur.

Namun, di balik semua godaan dan lelucon, Hinata merasa hangat. Itulah kenyamanan persahabatan di antara mereka, sebuah hubungan di mana mereka bisa saling berbagi candaan dan dukungan.

Namun, di tengah keramaian, Hinata menemukan keberaniannya. Dia menghela napas dan menatap Rias, "Ya, aku memikirkan Naruto. Aku merindukannya."

Rekan berambut Crimson itu terkejut dengan pengakuan berani dan spontan tersebut. Membuat dirinya terdiam cukup lama untuk menerima respon tiba-tiba Hinata. Setelah mengakui perasaan cintanya kepada Rias, Hinata tampak seperti menyalakan cahaya dari lubuk hatinya dan mencoba untuk menyeimbangkan suasana menjadi lebih profesional kembali.

Dia merapihkan dirinya dan kemudian menatap temannya dengan tatapan yang lebih bijaksana kali ini, "Rias," kata Hinata, mengalihkan pembicaraan dari Naruto. "Bagaimana jika sekarang kita membahas tentang urusan administrasi Guild? Saya percaya ada beberapa laporan yang perlu kita rampungkan untuk diserahkan ke pihak kerajaan."

Hinata merasakan tatapan tajam setelahnya. Itu karena Rias menatapnya dengan ekspresi campuran antara terkejut dan kesal. Karena rekan berambut lavender itu mencoba lari dari topik soal Naruto.

'Untuk sekarang, akan aku lepaskan dirimu, Hinata'. Batinnya.

"Cukup cerdas kau Hinata," ujar Rias, nada bicaranya terangkat sedikit. "Mengalihkan pembicaraan dari Naruto ke urusan Guild. Cukup licik"

Hinata merasa gelisah dan melihat Rias yang tampak kesal. Wajah Hinata memerah, "Rias, aku hanya berusaha berfokus pada tugas kita. Dan..." Hinata berhenti sejenak, berusaha menemukan kata-kata yang tepat, "Dan...Aku bukan berusaha mengelak dari topik Naruto. Aku...aku hanya kurang nyaman berbicara tentang itu."

Rias tersenyum tipis, "Bagaimanapun juga, itu cukup licik Hinata," godanya sekaligus memberi pujian. "Tapi memangnya apa yang membuatmu tidak nyaman berbicara tentang Naruto?"

Mendengar pertanyaan itu, Hinata merasa pipinya memanas. "Bukannya begitu, Rias. Menurutmu...apakah itu salah jika aku mencoba mempertahankan sedikit ruang pribadi?"

Sejenak Rias terdiam, mengamati Hinata sejenak sebelum tersenyum lega. "Tidak Hinata, tidak salah sama sekali."

Mereka berdua akhirnya menemukan titik temu dalam perdebatan mereka. Rias, meskipun mengejek Hinata, memahami bahwa temannya itu punya batas dalam berbagi rasa dan pikirannya. Sebaliknya, Hinata juga belajar bahwa terkadang tidak apa-apa berbagi perasaan dengan orang lain. Bahkan jika itu membuatnya merasa tidak nyaman, itu adalah bagian dari proses dan tumbuh sebagai individu.

Setelah semuanya selesai, mereka kembali ke tugas mereka, dengan pemahaman yang lebih baik tentang satu sama lain dan kedekatan yang sedikit lebih berarti.

Hari terus bergerak dan Guild menjadi lebih sibuk, namun Hinata dan Rias terus mengerjakan pekerjaan mereka dengan ketekunan dan kerja keras. Satu hal yang mereka pelajari dalam petualangan mereka adalah bahwa, menjalani hidup dengan tujuan dan cinta membuat segalanya menjadi lebih berarti. Untuk Hinata, apakah itu Naruto, pekerjaannya, atau keduanya, ia tahu bahwa hatinya penuh dengan kebahagiaan.

Sebelum menumpuk dokumen-dokumen dan tenggelam dalam pekerjaannya, Rias Gremory merasa tertarik untuk merenung mengenai sosok Ise. Ise, seorang Scout dengan sifat yang dingin dan kecenderungan emosinya tersembunyi di balik tudungnya. Seseorang yang mampu membangkitkan perasaannya dengan caranya yang khas, membuatnya teringat akan seesuatu yang bisa menggetarkan hatinya.

Rias menyentuh liontin yang dipegang dalam tangannya, liontin itu adalah hadiah dari Ise sebagai janji akan kembalinya. "Ise," gumam Rias, matanya memandang ke kejauhan, tenggelam dalam kenangan manis mereka.

Dia teringat dengan momen ketika Ise memberikan liontin itu, dengan tatapan dinginnya dan senyum lembut yang tak terduga. Saat itu, dalam keheningan yang terjadi, ada kelembutan dalam sikapnya, yang membuat Rias merasakan ketulusan di balik dinding yang Ise bangun di sekitarnya.

Rias menangkap momen Ise yang membuat hatinya tersentuh, bagaimana dia, meskipun biasanya cuek, bisa berlaku lembut dan menghargainya dengan cara unik seperti itu. Meski terkadang sikapnya membingungkan Rias, dia tidak bisa menahan senyum saat mengingat kedekatan mereka.

"Sungguh, Ise... Kamu mungkin dingin dan cuek di luar, tapi di dalam hatimu, ada kelembutan yang begitu menyentuh," ucap Rias lembut dengan penuh penghargaan. "Aku berharap bisa melihatmu lagi dan merasakan kelembutanmu yang unik."

Dengan sedikit kesedihan dan kerinduan, Rias melupakan renungannya dan kembali menjaga fokusnya pada pekerjaannya. Dia menyimpan liontin itu dengan hati-hati, dengan keyakinan bahwa pada saat yang tepat mereka akan bertemu lagi dan dia bisa merasakan kelembutan Ise yang membuatnya merasa begitu berarti.

Epilog

Dalam keheningan menyelimuti ruang yang remang-remang, Himejima Akeno duduk sendirian di kursinya. Wajahnya yang dulunya dipenuhi dengan kesenduan, kini terlihat penuh dengan kegelapan dan tekad yang ganas. Ambisinya yang mendalam dan keinginannya untuk memiliki gelar Sword Maiden telah mendorongnya untuk mengambil jalan yang berbeda.

Akeno, yang juga mewarisi nama keluarga Himejima yang terkemuka, merasa bahwa gelar Maiden seharusnya menjadi haknya yang tak terbantahkan. Baginya, gelar tersebut adalah status yang sewajarnya dimiliki oleh seorang Himejima. Keharumannya sebagai anggota keluarga bangsawan akan tercermin dalam pemilikan gelar yang bergengsi tersebut.

Namun, rasa kecewa dan rasa ketidakadilan yang membakar hati Akeno telah mengubahnya. Dalam kegelapan yang mendalam, dia telah memutuskan untuk mengambil jalannya sendiri dan menjadi jahat. Ambisinya dan niat jahatnya menjelma menjadi tekad yang ganas.

Pemikiran Akeno yang dulunya diisi dengan harapan dan pengabdian sekarang dikuasai oleh keinginan untuk merebut gelar Maiden dengan cara apa pun yang diperlukan. Dia tidak akan membiarkan siapapun atau apapun menghalangi langkahnya menuju ambisinya yang tak terbendung.

"Dengan cara ini," batin Akeno datar, "Aku akan memperoleh apa yang menjadi hakku. Tidak seorang pun akan kubiarkan menghalangi atau merampas gelar Maiden dariku."

Niat jahat Akeno yang tumbuh subur memuncak dalam bola api kegelapan di matanya. Dia telah memutuskan untuk menggunakan kekuatannya dan sifat garangnya untuk mencapai tujuannya, tanpa mengenal batas atau rasa belas kasihan.

Dalam kegelapan hatinya, Himejima Akeno memasuki jalan yang gelap dan berbahaya. Dia siap menghadapi konsekuensi dari niat jahatnya, dengan tekad yang tak tergoyahkan. Baginya, gelar Maiden akan menjadi lambang ketakwaannya yang mengintimidasi, meskipun itu berarti harus mendapatkan status itu dengan cara kekerasan dan kejahatan.

Author note

Hai Jinchuriki Shukaku di sini, maaf ya kalau aku butuh waktu lama untuk melanjutkan versi ini. Aku akan berusaha menyelamatkan fiksi ini di season 2. Aku sudah memberikan beberapa petunjuk tentang permasalahan yang akan terjadi di fanfic spin off Rat Slayer after Tragedy. Maaf juga kalau aku tidak bisa update secepat dulu, tapi aku akan berusaha menyelesaikan proyek ini. Mungkin akan ada kejutan menarik seiring berjalannya waktu. Terima kasih juga kepada yang sudah memberikan review. Seriusan Aku sangat butuh review dari kalian. Terima kasih ya!