"
Athrun! Disini!" Wanita yang sedang duduk di salah satu meja di pojok restoran yang baru saja Athrun masuki melambaikan tangan ke arahnya dengan semangat.
"Kau sudah lama, Cagalli?" Athrun langsung berjalan menuju wanita yang sedang duduk itu dan bertanya saat ia sudah sampai di meja yang ditempatinya.
"Tidak. Baru sekitar 5 menit yang lalu." Jawab Cagalli sambil tersenyum. Setelah itu Cagalli tanpa menunggu lama langsung memanggil pelayan yang sedang bertugas untuk mencatat pesanannya.
Athrun merasa sedikit dejavu, sudah berapa lama sejak mereka terakhir makan di luar seperti ini? Terakhir kali mungkin sebelum mereka perang melawan foundation. Sudah hampir satu tahun sejak kejadian itu berlalu, namun sisa masalahnya masih belum terselesaikan sampai sekarang. Kira dan Lacus masih bersembunyi, compass kini dipimpin oleh Halsten Frigard, pangeran dari Skandinavia yang sukarela menawarkan diri untuk menjabat sementara waktu. Tidak terasa semua berjalan begitu cepat sejak saat itu. Apakah kali ini para bodyguard Cagalli juga berpura-pura menjadi pelayan dan pengunjung? Athrun memicingkan matanya ke sekitar, tiba-tiba merasa harus waspada jika tiba-tiba terjadi sesuatu lagi seperti waktu itu.
"Tenang saja, kali ini tidak semua penjagaku berakting sebagai pelayan dan pengunjung, beberapa dari mereka berjaga di sekitar restoran. Jadi banyak pengunjung asli kok." Seperti bisa membaca pikirannya, Cagalli menjelaskan. Kalau dipikir-pikir, hari ini Cagalli memakai topi sebagai aksesorisnya, sedikit menutupi mata dan rambutnya. Tidak seperti waktu itu, dia sama sekali tidak menyembunyikan dirinya. Tapi walau memakai topi, Athrun tetap mengenalinya dari jauh, ia berpikir apakah penyamaran Cagalli efektif jika seperti itu? Yah memang sih Cagalli tidak memakai seragam ungu khas emir yang biasa dikenakannya. Ia hanya memakai kaos hijau simpel dengan celana putih. Tidak akan ada orang yang mengira perempuan muda di depannya ini adalah seorang kepala negara.
"Kali ini aku akan memesankanmu makanan dan minuman yang istimewa."
Cagalli menyadarkan Athrun yang sedang sibuk dengan pikirannya sendiri, sampai-sampai ia tidak sadar Cagalli sudah selesai memesan makanannya.
"Istimewa?" Jangan-jangan maksudnya makanan unik seperti waktu itu? Athrun sedikit menelan ludahnya. Ya, tempat pertemuan mereka kali ini pun bukan tempat yang familiar bagi Athrun. Restoran ini restoran Timur Tengah yang seumur hidup Athrun tidak pernah menginjakkan kaki ke dalamnya. Dapur restorannya terbuka, terlihat beberapa tungku api, dia melihat seporsi besar nasi di aduk diatas wajan. Di sebelahnya ada wajan yang diatasnya terpanggang roti-roti pipih. Para koki restoran terlihat sibuk, karena restoran ini ramai dengan pengunjung.
"Jadi, apakah sudah ada perkembangan?" Cagalli bertanya pada Athrun. Lagi-lagi alasan Cagalli mengajaknya kesini karena Cagalli ingin meminta laporan secara langsung darinya. Namun, Athrun sedikit curiga, mungkin sebenarnya Cagalli hanya ingin melepas penatnya seperti waktu itu, karena sebenarnya laporan seperti ini bisa dilakukannya melalui video call biasa. Athrun tersenyum kecil, bohong jika ia tidak merasa senang.
"Kami baru saja menemukan lokasi data-data Accord disimpan. Hanya saja Foundation benar-benar menjaga rahasianya dengan baik. Sulit sekali memecahkan kode rahasia yang menyimpan data-data tersebut."
"Yah begitulah.. Sepertinya kalau tidak begitu, tidak mungkin Kira dan Lacus akan tertipu mentah-mentah seperti kemarin." Cagalli terlihat berpikir, memangku dagunya diatas salah satu bahu tangannya. Ia terlihat begitu cantik. Bulu matanya yang lentik serta bibirnya yang sekarang tidak lagi polos. Athrun tidak tahu jelasnya sejak kapan Cagalli mulai memakai pewarna bibir, tapi lipstik yang berwarna netral itu sangat cocok di bibirnya. Membuat Cagalli terlihat semakin dewasa dan juga manis.
"Mungkin kita harus meminta bantuan PLANTs. Bagaimana menurutmu?"
Athrun yang sedang melamun, sedikit terkejut, tapi ia berhasil menyembunyikannya,"PLANTs?"
"Ya, mungkin ada sesuatu yang bisa kita temukan di kediaman Dullindal. Haruskah kita menghubungi Yzak?"
"Yzak?"
"Iya. Yzak. Aku rasa kita bisa meminta bantuannya, dia orang yang cukup berpengaruh di PLANTs, dan aku rasa kita bisa memintanya memeriksa kediaman Dullindal atau hal-hal yang berhubungan dengannya."
"Yzak? Bukan Komandan Jule?" Melenceng dari topik, Athrun malah penasaran, sejak kapan Cagalli jadi dekat dengan Yzak?
"Ah, soal itu, kami sempat bertemu beberapa waktu yang lalu. Kau tahu kan di pesta formal tahunan ORB kemarin. Kami sudah memutuskan untuk memanggil nama masing-masing, lebih tepatnya aku sih yang meminta, soalnya aku lebih suka memanggil dengan nama yang pendek. Awalnya dia tidak setuju sih, tapi setelah kupaksa dia mau juga. Dia itu agak lucu ya orangnya."
'Lucu? Apa Cagalli tidak salah orang? Yzak, lucu?' Athrun merasa agak terganggu dengan informasi yang baru saja didengarnya. "Kau yakin kau ini bicara dengan Yzak Jule yang asli?"
"Yzak Jule memang ada yang lain? Bukannya hanya ada satu Yzak? Yang kau pernah kenalkan padaku setelah perang di Jachin Due, Ath. Dia itu sering marah-marah sama Dearka."
Kening Athrun semakin mengkerut. Kalau suka marah-marah lalu di bagian mana lucunya? "Maksudmu Yzak lucu itu-"
"Maaf sudah menunggu lama, 1 jus kurma dan 1 poci teh adeni. Idham Laham 1 porsi lalu Briyani laham 1 porsi."
"Selamat menikmati. Jika ada yang ingin ditanyakan lagi bisa panggil saya di sebelah sana. Permisi." Sang pelayan pun pergi setelah berhasil menyela pertanyaan Athrun. Ketika Athrun mau bertanya lagi, senyum Cagalli yang sangat cerah karena melihat makanan di depannya membuat Athrun mengurungkan niatnya. Biar sajalah, pikirnya. Pasti Cagalli bilang seperti itu bukan karena tertarik pada Yzak. Buktinya, Cagalli masih memakai cincin pemberiannya sebagai kalung, yah walaupun bukan di jari manisnya, tapi itu artinya, harapan Athrun di masa depan, juga menjadi harapan Cagalli bukan? Harapan dimana mereka bisa bersama-sama lagi di masa depan.
Awalnya Athrun juga sama sekali tidak tahu menahu tentang keberadaan cincin itu, tapi setelah pertemuan heboh mereka yang membuat para bodyguard Cagalli ramai-ramai mengejar mereka, Cagalli jadi lebih sering menghubungi Athrun atau lebih tepatnya cavalier, tentu saja tentang pekerjaan yang Cagalli minta.
Ketika kecurigaan Cagalli terhadap Foundation semakin membesar, satu kali, Cagalli memanggil Athrun serta Meyrin untuk mengikuti pertemuan membahas strategi menghadapi Foundation secara langsung di kantornya. Setelah selesai, Cagalli berterima kasih pada Athrun dan Meyrin karena sudah banyak membantu ORB. Waktu itu Cagalli memandangnya lalu menatap Meyrin cukup lama, membuatnya merasa sedikit terganggu. Ia tidak mau Cagalli salah paham atau membaca hal lain yang tidak perlu tentang dirinya dan Meyrin, karena mereka memang hanya sebatas teman kerja. Setelah itu Cagalli tersenyum kecil dan pamit. Tidak ingin ada kesalahpahaman, Athrun secara tak sadar menarik lengannya sebelum ia bisa pergi. Cagalli cukup terkejut, sedangkan Meyrin seperti sudah paham, ia tersenyum dan pamit pergi lebih dulu.
"Ada apa Athrun? Ada hal lain yang ingin kau katakan?"
"Kami hanya teman kerja, tidak lebih."
Cagalli membelalak, sebelum tersenyum lembut kepadanya. "Aku tahu." Lalu Cagalli merogoh sesuatu dari balik karavatnya, mengeluarkan sesuatu yang tak pernah diduganya. Cincin yang pernah diberikannya ada disana, Cagalli menjadikannya sebuah kalung. Cagalli pun tersenyum. Athrun terkejut, hatinya terasa hangat. Perasaannya sangat lega melihat cincin itu masih membersamai gadis itu. Sebenarnya saat itu ia sangat ingin memeluk Cagalli, tapi ia urungkan karena mereka berada di area kantor yang banyak orang penting berlalu lalang, jika Athrun tetap melakukannya, akan terlihat tidak etis dan pasti akan timbul rumor yang menyulitkan keadaan Cagalli.
"Aku harus pergi, karena akan ada rapat dengan anggota dewan, kita bicara lagi kapan-kapan." Lalu Cagalli pergi meninggalkannya dengan tergesa-gesa.
Athrun kembali dari lamunannya ketika ia mendengar Cagalli berseru, "Waaaaah, akhirnya kesampaian juga aku mencoba makanan khas timur tengah. Kau tahu Athrun, aku juga belum pernah mencoba ini semua."
Athrun hanya bisa mendesah pasrah, kalau Cagalli saja belum mencoba, Athrun juga tidak tahu makanan di depannya ini bisa dimakan atau tidak.
"Hmm, rasa bumbunya cukup pekat, rotinya tawar, jadi rasanya pas. Dagingnya empuk tapi seratnya masih terasa. Enaaaak. Hehe."
Athrun tersenyum kecil melihat tingkah Cagalli yang tiba-tiba saja berubah bak kritikus makanan profesional.
"Kenapa kau diam saja, ayo ikut mencoba juga."
Athrun terlalu menikmati kebersamaan mereka sampai-sampai lupa tujuan mereka kesini adalah mencoba makanan yang…unik. Athrun menelan ludahnya, masih berpikir sebaiknya apa yang ia makan terlebih dahulu.
"Masa makan saja harus kau pikirkan dulu juga sih?" tiba-tiba saja suapan berisi roti yang sudah di celupkan ke kuah pekat itu sudah ada di depan mulutnya. "Ayo coba, jangan lama-lama."
Athrun membuka mulutnya, dan Cagalli tanpa ragu langsung memasukkan roti yang sudah siap itu ke mulutnya.
"Bagaimana? Bagaimana? Enak?"
"Hmmm.." Athrun tidak tahu kata apa yang tepat menggambarkan makanan yang baru saja disantapnya. Yang jelas makanan ini terasa asing. "Bisa dimakan."
"Huh?"
"Iya, makanan ini bisa dimakan."
Cagalli terlihat memutar bola matanya. "Ah, kau tidak asik, selanjutnya aku tidak mau mengajakmu lagi." Cagalli terlihat kesal, sambil meneruskan menyantap rotinya.
"Lalu aku harus berkomentar seperti apa?" Athrun sedikit bingung.
"Ya, misalnya saja bagaimana rasa nasinya, rasa rotinya dan sebagainya. Masa hanya bilang bisa dimakan saja?
"Hmm, rasanya agak asin."
"Sudah?"
"Sudah."
"Haaah.. Aku ingat kau pernah menyarankan agar aku mengajak Andrew saja. Sepertinya idemu harus kupertimbangkan." Cagalli menghela napasnya.
"Eh? Tidak maksudku- bukan-"
"Oiya jangan minum teh itu ya, sebaiknya aku pesankan air putih saja. Pelayan!"
Kejadiannya begitu cepat. Sepertinya Cagalli benar-benar kecewa. Athrun bingung apa yang harus ia lakukan. Athrun berpikir dan berpikir. Teh? Benar sekali teh, ini minuman istimewa kata Cagalli.
Athrun menuangkan teh yang ada di poci kecil ke dalam gelas kecil. Padahal Cagalli sudah melarangnya, tapi membayangkan Cagalli tidak mengajaknya lagi, hal itu ia tidak mau terjadi.
"Athrun kenapa kau minum itu? Kan sudah kubilang jangan."
Athrun merasa lidahnya terbakar. Rasa teh itu sungguh aneh, rasanya pedas. Walau begitu, ia tidak mau mengecewakan Cagalli, maka ia terus meminumnya sampai teh di poci itu hampir habis.
"Ath, kau kenapa? Tehnya pedas 'kan?"
Kepala Athrun terasa pusing, sepertinya rasa pedas itu menjalar dari lidah ke tenggorokannya tapi membuat tubuhnya merasa hangat.
"Ini minum air putih."
Athrun segera menegak sebotol air mineral yang Cagalli berikan padanya. Rasanya sangat segar.
"Tehnya benar-benar istimewa. Menurutku tehnya cukup enak."
Cagalli mengangkat sebelah alisnya, ia terlihat curiga. "Kau kenapa sih tiba-tiba?"
"Kau bilang kau tak suka mengajak Andrew. Jadi.."
"Jadi?"
"Aku rasa makanannya juga enak. Roti panggangnya yang terasa tawar cocok dengan kuahnya yang pekat." Athrun mengingat kata-kata Cagalli tadi.
"Pfft." Cagalli terlihat menahan tawanya. "Kau itu benar-benar."
Athrun kembali memakan nasi berwarna kekuningan di depannya. Mencoba menyantapnya sebisa mungkin. Jujur, walaupun pertemuan seperti ini cukup menyiksanya, tapi jika ia bisa menghabiskan waktu bersama Cagalli dengan seperti ini, ia akan melakukannya. Mereka jarang sekali bertemu, dan jika Cagalli memilihnya untuk melepaskan penat bersamanya, bukankah itu hal yang bagus baginya? Jika Cagalli sampai tidak mengajaknya lagi, maka kesempatan mereka bertemu secara langsung akan berkurang.
Sambil sedikit membicarakan pekerjaan, akhirnya mereka berdua menghabiskan pesanan mereka. Athrun tidak terlalu menyukai rasa makanan timur tengah, bukannya tidak enak, hanya saja mungkin dia hanya tidak biasa dengan makanan berempah seperti ini. Cagalli malah merasa teh Adeni yang dipesannya aneh, dan ia tidak menyukainya.
"Aku tahu sih teh ini pedas, tapi kenapa rasanya seperti ini? Kenapa kau hampir menghabiskannya? Seleramu aneh sekali Ath." Cagalli terkejut sambil menegak air mineral yang tadi dipesannya. Athrun hanya bisa tersenyum pahit, ternyata Cagalli tidak menyukai teh itu, lalu untuk apa ia berpura-pura seperti tadi?
Cagalli meminta Athrun mecoba jus kurma yang dipesannya tadi, dan ternyata mungkin hanya menu itu yang ia suka dari semua makanan dan minuman yang Cagalli pesan hari ini. Walaupun rasanya agak manis untuk seleranya, tapi setidaknya minuman itu yang paling cocok dengan lidahnya.
Setelah makanan mereka benar-benar habis, Di luar pintu restoran, Cagalli pamit, karena ia harus pergi. Namun sebelum Cagalli pergi, "Athrun." panggil Cagalli. Cagalli berbicara tapi tidak sambil menatap ke arahnya.
"Ya?"
"Kau tidak perlu berpura-pura seperti tadi."
"Hmm?"
"Aku akan tetap mengajakmu, bodoh. Siapa lagi yang bisa kuajak selain kau? Miri dan Sai? Mereka pasti akan canggung karena mereka sekarang menganggapku seorang atasan. Touya, aku tidak bisa menyiksa perut seorang anak kecil. Jadi kau satu-satunya pilihanku. Lagipula aku bisa jadi diriku sendiri jika bersamamu."
Athrun tertegun, ia tidak menyangka Cagalli akan berkata seperti itu. Lucunya, wanita itu tidak menatapnya sama sekali saat ia mengatakan semua itu.
"Jadi jangan melakukan hal seperti tadi. Aku takut perutmu sakit." Akhirnya Cagalli menengok ke arah Athrun.
"Begitu ya? Jadi yang tadi hanya gertakan saja?"
"Tidak sepenuhnya gertakan. Aku juga tidak mau menyiksamu dengan alasan pekerjaan padahal aku hanya ingin refreshing." Cagalli memalingkan wajahnya lagi.
"Aku tidak keberatan. Jika kau mengajakku, kau mau pergi kemanapun aku tidak keberatan."
Cagalli terdiam, "Begitu ya?"
"Kata Cagalli, aku orang yang berguna 'kan?"
Terdengar Cagalli tertawa kecil. "Baiklah, mereka sudah datang, aku pergi dulu Ath, terima kasih ya sudah menemaniku hari ini."
"Cagalli.."
Tiba-tiba Athrun menarik tangan Cagalli dan memeluknya. Tidak peduli di tempat umum, ia sudah tidak bisa membendungnya lagi, ia rindu memeluk gadis itu. "Aku serius."
Athrun merasakan Cagalli yang terkejut, membalas pelukannya dengan ragu-ragu, "Aku tahu." bisiknya. Hanya beberapa saat, Cagalli melepaskan pelukannya perlahan, ia lalu tersenyum kepada Athrun dan menjauh perlahan meninggalkannya.
"Sampai ketemu lagi, Athrun." Cagalli melambaikan tangannya terakhir kali dan masuk ke dalam mobil. Penjaga yang dulu pernah membungkuk kepadanya, kali ini kembali membungkuk lagi sebelum ia masuk ke mobil bersama Cagalli.
Setiap Cagalli pergi ada rasa mencelos di hati Athrun. Seandainya ia bisa terus berada di sisi Cagalli seperti dulu. Ah, tapi begini sudah cukup. Athrun tidak akan buru-buru seperti waktu itu. Mimpi mereka sama, akan ada hari dimana mereka bisa bersama-sama lagi. Athrun bertekad, ia akan berjuang mendukung Cagalli seberat apapun itu, ia akan menghadapinya. Ia akan menjaga Cagalli dan juga mimpinya. Demi masa depan yang mereka nantikan. Seperti ini sekarang, tidak apa-apa.
END
