Disclaimer! I do not own the characters, no profit is taken from this fanfic.
Now playing │ Melody of Heart — Oozora Akari
"Hadiah apa yang kau mau?"
Gadis dengan surai coklat karamel yang menjulur ke bawah mulai mengaitkan jari jemarinya sembari menarik-narik ujung mantel berwarna biru yang dia pakai. Manik merah mudanya menatap dua pasang sepatu hitam yang saling berhadapan.
"Mungkin… hadiah yang tidak akan bisa kulupakan," jawab sang gadis dengan senyuman yang mengembang malu-malu.
Lelaki tegap bersurai merah marun langsung meraih syal putih tulang di lehernya, lalu melilitkannya di sekitar pundak sang gadis yang berdiri tepat di depannya.
"Ah, terima kasih," ucap sang gadis dengan cepat, seraya memperhatikan syal yang baru mendarat di lehernya. "Memangnya tidak apa aku menerima syal milik Sena-san?"
"Bukan ini hadiah dariku."
Gadis itu mendongak, menatap Sena dengan penuh kebingungan. "Lalu?"
Sena menelusuri wajah mungil di hadapannya. Mulai dari surai karamel yang membingkai wajah tersebut, kedua netra yang senantiasa menatapnya, lalu pipi dan hidung yang merona, hingga berhenti di bibir tipis yang sedikit terbuka.
"Pejamkan matamu."
Sang gadis menurut, langsung menutup kedua matanya dengan harap-harap cemas—sembari menebak-nebak hadiah yang akan dia terima.
Tangan Sena masih menggantung di ujung syal pemberiannya. Setelah menghela napas, dia menguatkan genggamannya, ikut memejam, lalu dengan cepat mendekatkan wajahnya. Dalam sepersekian detik, bibir mereka bertemu.
Mata gadis itu langsung terbuka lebar. Dirinya membeku saat memandang wajah Sena yang sangat dekat. Walau degup jantungnya tak karuan, dia berusaha membalas ciuman tersebut dengan hati-hati seraya menutup mata kuat-kuat. Dia bisa merasakan jari-jemari Sena yang beralih ke rahangnya, disusul bibir yang semakin sibuk mengecup.
Kurang dari semenit, keduanya kehabisan napas dan menjauhkan wajah masing-masing. Mereka bisa merasakan pipi yang memanas, disertai bola kembar yang mencuri-curi pandang.
Sena mengusap pipi sang gadis, sedikit bermain dengan helai karamelnya. "Selamat ulang tahun, Akari."
Gadis itu menangkap senyum tipis Sena. "Terima kasih," balas Akari sambil meraih punggung tangan sang lelaki yang masih berada di pipinya, sekaligus mencari kehangatan untuk tangan telanjangnya. "Tapi aku… belum pernah berciuman. Maaf kalau terasa aneh," bisiknya sembari mengerjap tersipu.
Sena ikut salah tingkah, telinganya memerah—hampir menyaingi warna rambutnya. "Aku juga," ucapnya seraya memalingkan wajah, serta perlahan meloloskan tangannya dari genggaman Akari.
Sang gadis karamel terbelalak, lalu tanpa sadar menutupi bagian bawah wajahnya dengan syal yang ternyata bukan hadiah ulang tahunnya itu. "Eh? Lalu kenapa?"
Mendengar pertanyaan tersebut, Sena langsung menegakkan tubuhnya dan meraih kedua bahu Akari. Sebisa mungkin dia mengatur napas dan memusatkan tatapannya pada iris merah muda milik sang gadis. "Aku juga menyukaimu, sangat."
Detik berikutnya, Akari hanya bisa melongo. Seluruh wajahnya seperti kepiting rebus. Sena harus menepuk kedua pipinya agar dia kembali pada kenyataan. "Tolong katakan ini bukan April Fools, Sena-san."
Sena ganti mencubit pipi kanan gadis itu dengan pelan. "Tentu saja bukan, bodoh."
"Sakit," respon Akari dengan nada manja sambil mengelus-elus bagian wajahnya yang tercubit.
Sena hanya tertawa kecil melihat kelakuan gadis yang baru menginjak enam belas tahun sejak delapan belas jam lalu. "Mulai sekarang, jika kita sedang berdua, panggil aku Tsubasa."
Menurut Akari, memanggil lawan jenis dengan nama depan adalah hal memalukan—bukan dalam konotasi negatif, tetapi sejenis fenomena yang menandakan hubungan keakraban, atau bahkan ikatan yang lebih intim. Maka gadis remaja itu butuh waktu sekitar dua menit sampai dia berhasil menjawab, "baiklah, Tsubasa-san," dengan senyum lebar.
Tapi sepertinya Akari terlalu bahagia karena dia berulang kali menyebut nama Tsubasa sambil memeluk pacar barunya itu, membuat sang pemilik berubah menjadi kepiting rebus kedua.
fin.
note: I also published this story on AO3 with the same title.
