ENCANTO
.
.
.
Ini sudah 7 bulan semenjak keajaiban kembali.
Pagi hari di Encanto terasa hidup dengan suara-suara aktivitas masyrakatnya yang sedang melakukan berbagai kegiatan. Mereka sibuk bekerja, suara tawa dan canda anak-anak, para domba yang berkeliaran, bunyi ketuk bangunan rumah, bermusik, menari dan segalanya.
Masyrakat Encanto mungkin takkan melupakan moment dimana La familia Madrigal hampir saja mengalami keterpurukan akibat sihir keajaiban mereka memudar.
Mereka ingat ketika retakan besar yang nyaris saja membelah tanah yang ternyata berasal dari Casita. Rumah ajaib yang sangat ekspresif, mungkin lebih ekspresif dibanding karakter-karakter kartun yang mereka baca.
Tapi, kepudaran mereka memberi sebuah pelajaran.
Karena... Di antara mereka, ada satu orang yang mampu menyatukan keluarga.
Dia adalah anak yang tidak mempunyai kekuatan, tetapi dia adalah kunci untuk menyelamatkan keajaiban.
"Ayo semuanya! mari sarapan, cepat duduk"
"Luisa, jangan lupa bawakan jusnya!
"Segara datang, Mamá!"
"Hei Camilo, berhenti berpura-pura jadi Dolores agar kau bisa menambah banyak!"
"Yahahahah... baiklah, aku bisa mencoba"
"Isabela, bisa kau bersihkan dulu piring yang ini?"
*JDEERR!
Suara awan petir menggelegar di dalam ruang makan, sepertinya mood Pepa kurang baik pagi ini karena dia mengeluh kopi favoritnya habis dan dia lupa membelinya ke toko. Tapi untung Félix bisa menenangkan istrinya. Tidak ada yang komplain soal awannya, lagipula membiarkan Pepa untuk melepas moodnya akan membuat dia lebih baik ketimbang ditahan terus.
Bunyi dentingan piring dan gelas mengisi ruang makan keluarga Madrigal, Rutinitas yang sangat menyibukkan di pagi hari. Mereka bersama-sama mengumpulkan banyak menu sarapan pagi ke meja makan. Dolores dan Luisa menyiapkan piring ke meja, jumlahnya sekitar 12 piring...
Oh bukan, bukan 12 orang lagi...
Tapi sekarang menjadi 13.
Karena tío Bruno telah pulang kedalam keluarga.
Bruno sudah duduk terlebih dahulu, dia tidak perlu canggung lagi hidup bersama keluarganya. Lama 10 tahun tinggal di balik dinding membuatnya harus beradaptasi kembali dengan lingkungan yang ramai.
Atau setidaknya, Bruno tidak membiarkan tikus-tikusnya yang selalu jadi aktor telenovela pribadinya hidup sendirian.
"tío Bruno, kau harus singkirkan tikus-tikus dibalik ruanamu saat sedang makan" tegur Dolores.
"Hei, mereka justru akan memerankan drama telenovela terbaru lagi, Dolores! mereka butuh energi untuk menyiapkan perannya" kata Bruno, dia tersenyum lebar sambil menunjukkan tikus di telapak tangan.
"Oh benarkah?" Dolores bertepuk jari. "Telenovela apa lagi yang mereka perankan?"
"Ini cerita tentang seorang pria yang menyanyi di depan rumah wanita pujaannya, tapi wanita pujaannya sudah memiliki kekasih yang lain. Dan pria tersebut menangis huhuuuhuhu..." ucap Bruno, sekarang ekspresinya mendadak sendu.
"Ooooouuhhh tidak." Dolores jadi ikut terharu, dia langsung memegang piringya erat-erat seolah ikut terhanyut dengan spoiler telenovela tersebut.
"Dolores, kau tidak menangis karena drama tikus kan?" Camilo menyeletuk.
Dolores memutar bola matanya dengan ekspresi malas, dia pun setengah melambai. "Yah, tapi kurasa tidak salah jika selama ini aku menghibur diri dengan mendengarkan telenovela dari balik dinding, hmm~"
"Apa? kau mendengarnya dari balik dinding?" sahut Isabela, agak bingung.
Dolores mengangkat bahu. "Hm~, tío Bruno tidak sendirian. Dia hidup bersama Hernando dan Jorge"
Bruno tertawa gugup, dia pun melepaskan tikusnya ke lantai. "Yaaaaahhh kalian tahu, hidup dibalik dinding selama bertahun-tahun memang berat. Aku beradaptasi dengan kegelapan, bersama Hernando dan Jorge yang bertugas merekatkan retakan dinding Casita."
Ah ya... Hernando dan Jorge, mereka juga sama-sama seorang Bruno.
"Dan saat itu aku melihatmu. para hewan memberitahuku!" sahut Antonio.
Bruno tertawa lepas. "Hahaha! benar-benar, anugerahmu memang luar biasa Tonito. Aku mungkin sudah tak bisa sembunyi lagi sekarang."
Dan kemudian Isabela, Camilo, Antonio, Dolores dan Bruno sama-sama tertawa.
Mereka langsung menyiapkan makanan.
Sebelum seluruhnya duduk dikursi, Julieta menyadari sesuatu.
Hm... seperti ada yang kurang, beberapa dari yang lainnya sudah mengambil kursi mereka, Duduk dengan rapih. Disaat yang lain sibuk menyiapkan makan, Julieta memperhatikan yang hadir di ruang makan ini: Ada mamá, Agustín, Isabela, Luisa, Camilo, Antonio, Pepa, Félix, Dolores dan Bruno...
"Hmm... ada yang melihat Mirabel?" tanya Julieta.
Semua mata langsung menoleh pada sosok healer didalam keluarga tersebut, kemudian mereka saling bertukar pandang.
"Ah benar! dimana Mirabel?" tanya Antonio.
"Oh, biasanya dia yang paling muncul duluan ke dapur" ucap Félix.
"Dolores, apa kau bisa mendengar apa yang sedang Mira lakukan sekarang?" tanya Abuela.
Dolores sedang mendengarnya, tapi dia tidak mendengar apapun. Cukup sunyi.
"Hmm... kurasa dia masih tidur? aku mendengar nafasnya, tapi dia... sedikit... gugup? takut? aku tidak mengerti." ucap Dolores.
Satu keluarga pun jadi agak terkejut, mereka sedikit bingung.
"Benarkah? Apakah Mira sedang sakit?" tanya Julieta, mulai khawatir.
Dolores mengangkat bahu. "Entahlah, mungkin akan lebih baik jika kita menghampiri ke kamarnya."
"Kalau begitu aku yang segera kesana." Kata Luisa, langsung beranjak dari kursinya.
Julieta tersenyum. "Baiklah Luisa, pastikan adikmu baik-baik saja."
"Siap mamá"
Dan kemudian, Luisa bergegas menuju kamar Mirabel.
Luisa mengetuk pintu 3 kali.
"Mirabel! kau didalam? kau masih tidur? yang lain sedang menunggumu datang ke ruang makan!" sahut Luisa.
Tapi tidak ada jawaban dari balik pintu kamarnya. Luisa agak menaikkan sebelah alisnya, tidak biasanya Mirabel bangun telat. Itupun baru kali ini saja.
"Mira?" panggil Luisa lagi.
Dia mengetuk lagi.
Hening sejenak, Luisa tidak mendengar apapun. Tangannya menyentuh knob pintu, dan ternyata... tidak di kunci?
"Eh? Mira? apa yang terjadi..."
Luisa sedikit mengintip ke kamar, dia melihat adiknya sedang duduk meringkuk diatas kasur, menaruh wajahnya di atas lipatan tangannya dengan ekspresi yang frustasi.
Tidak, bukan frustasi. ada raut ketakutan yang terpancar jelas pada Mirabel. Seolah dia mengkhawatirkan sesuatu.
"Mira? apa yang terjadi padamu?" tanya Luisa, mulai khawatir.
"Ughhh... tidak mungkin, tidak mungkin, tidak akan terjadi, tidak, tidak..." Mirabel bergumam, hampir setengah berbisik dengan nada kecil. dia seperti sedang mengucapkan mantra, meski tidak jelas apa yang ia maksud.
"Mira?" Luisa memanggil lagi.
Dia pelan-pelan mendekati adiknya dan ikut duduk disebelah. Ekspresi Mirabel nampak pucat, berusaha memejamkan mata serapat mungkin seolah tidak ingin melihat sesuatu. Luisa sangat khawatir, dia tidak ingin adiknya ketakutan tanpa sebab.
Setidaknya, sebagai kakak, dia harus tahu.
"Mira... " panggil Luisa lagi, pelan-pelan dia ingin meraih tangan adiknya.
"HAH!" Mirabel langsung menjauh.
Oh, ternyata kakaknya.
"mi hermana, ¿qué te pasó? tanya Luisa.
"Ohh.. ha-hai! maksudku..." Mirabel melirik kesana dan kemari, berusaha mencari topik. "Buenos días Luisa! hehehehhe ada apa?"
Mirabel malah bertanya balik.
Luisa agak mengedipkan mata, dia pun tertawa kecil sambil mengusap-usap belakang lehernya. "Yahhh... maaf jika aku tidak sopan masuk ke kamarmu, tapi... kau seperti ada sesuatu. maksudku.. apa yang terjadi padamu, dik?"
Mirabel berusaha tersenyum, ah sial... senyumnya dipaksakan.
"Ohhh ahhahah! ti-tidak ada... aku baik-baik saja, pagi ini" ucap dia.
Tapi Luisa tahu adiknya berbohong, dia menghela nafas ringan.
"Mira, kau nampak aneh, aku mendengarmu menggumamkan sesuatu. Jadi, katakan saja apa yang terjadi padamu?" kata Luisa.
Mirabel menggigit bibirnya, dia tidak bermaksud membuat kakaknya khawatir, terlebih, dia tahu kalau dirinya terlambat datang ke ruang makan untuk sarapan. Kemudian, dia mengambil buku dan menulis catatan dengan cepat. Mirabel mungkin tidak panadi berbohong, tapi dia tetap ingin menjelaskan apa yang dia alami.
Kemudian, dia mengangkat buku.
'Luisa, kumohon jangan katakan apapun pada yang lain. aku sengaja menulis karena tahu kalau Dolores akan mendengar percakapan kita disini, jadi kumohon jangan bersuara.'
Luisa pun jeda sejenak, kemudian dia mengangguk cepat. bibirnya bergerak seolah mengatakan 'baik, katakan saja, Mira.'
Lalu Mirabel menulis lagi.
'Aku bermimpi, ini buruk, tapi aku tidak ingin memberitahu pada yang lainnya. Sebenarnya aku ingin merahasiakannya padamu, tapi karena kau melihat keadaanku.. jadi... akan ku jelaskan. Mimpi ku mengerikan, aku tidak ingin menanyakan ini pada tío Bruno, tetapi aku penasaran'
Mirabel menambah tulisannya lagi, kali ini agak sedikit lama.
'Aku bermimpi api lilinnya mendadak redup, kemudian lilin milik Abuela menghitam. aku tidak mengerti, ini seolah aku melihat sesuatu yang akan terjadi di keluarga kita. Dan lalu... semuanya seperti menjadi jahat. Luisa, kumohon jangan beritahu ini dulu, kita mungkin akan bicarakan ini nanti setelah sarapan. jadi, tolong diam ya'
Luisa mengerti, jadi adiknya mengalami mimpi buruk.
Sebenarnya Luisa tidak begitu pandai menyimpan rahasia, tapi berhubung ini permintaan adiknya, Luisa pun mengiyakan. Setidaknya, dia juga tak ingin membuat keluarganya khawatir, terlebih 7 bulan berlalu setelah kembalinya sihir Casita dan kekuatan mereka.
Jadi, ini hanya rahasia diantara mereka berdua.
"Baiklah, jadi... Mira, kau mau sarapan? Abuela dan lainnya menunggumu" kata Luisa.
Mirabel mengangguk pelan, tangannya gugup meraih tangan kakaknya, meremasnya dengan takut.
"Hei, sudah, tidak apa- hmphhh!"
Mirabel buru-buru menutup mulut kakaknya. Ups, jangan bicara, nanti Dolores mendengar.
Luisa mengangguk cepat, hampir saja. Jika Dolores mendengar ini, dia akan langsung memberitahu keluarga di ruang makan dan semua akan langsung panik.
Minimal, hanya dia dan Mirabel yang tahu.
Luisa mengajak Mirabel keluar dari kamarnya dan sejenak memerhatikan lilin yang terletak di atas jendela kamar Abuela. Masih menyala dengan normal, bahkan jauh lebih baik sebelum Casita runtuh. Lilin dengan motif kupu-kupu tersebut sangat indah di pandang...
Mirabel ikut memperhatikannya dengan cemas, tapi dia berusaha untuk tenang sebaik mungkin.
Luisa tidak mengeluarkan suara, dia pun menoleh dan langsung memberi senyum keberanian pada Mirabel agar dia tidak takut. Luisa memberi gestur pada adiknya untuk segera turun ke ruang makan.
Oke, tidak perlu dibicarakan. Cukup ikut sarapan dan makan.
Sambil menuruni anak tangga, sesekali Mirabel menoleh lagi ke lilin dan sekilas dia melihat lilinnya berubah menjadi warna hitam.
'Apa?!'
Mirabel mengedipkan mata lagi, ternyata lilinnya masih normal.
"..."
Apa yang... terjadi...
TO BE CONTINUED
