[Jika]

.

.

.

Masa mengalir begitu cepat, bahkan air yang jatuh dari langit tak terhitung jumlahnya. Sasuke sejenak menatap langit kelabu di atasnya. Ini sudah hari keduanya bekerja sebagai cleaning service di sebuah perusahaan. Ia bersyukur, setidaknya pada bidang pekerjaan inilah yang tidak mempunyai hubungan dengan Uchiha. Sehingga ia tak perlu khawatir soal ditolak atau dicekal seperti halnya di Amerika dan berakhir menjadi homeless.

Sasuke sejenak melamunkan hubungan mereka yang terbilang cukup baik akhir-akhir ini. Semua berjalan diluar dugaannya. Yang terpenting wanita itu jadi terus tersenyum lagi padanya. Ucapan selamat jalan serta penyemangat dari Hinata kini bagai poin penting ketika ia mulai berangkat kerja. Tak lupa raut kekhawatiran saat melihat wajahnya yang masih luka kecil menambah rasa kelapangan hati.

Berbanding terbalik dengan cuacana pagi ini, Sasuke tanpa sadar mengulas senyuman tipis. Dengan memikirkan ini saja, jantung seakan berdebar menyambut sukacita. Ia merasa seperti hidup kembali.

"Hinata!"

Lamunan Sasuke buyar seketika, ia sontak bersembunyi kala mendengar suara yang tak begitu familiar. Serentak ia melihat ke sumber suara seraya menaikkan maskernya. Tak jauh darinya, Hinata yang menuju lift berhenti karena suara panggilan orang itu. Sasuke lantas menguping sambil pura-pura memeriksa peralatan kebersihannya dan melihat daftar kerjanya.

"Hei, Kiba-kun, gimana dinas kalian?"

Suara riang Hinata menyentil batin Sasuke.

"Sedikit kacau!" decak Kiba, "Yah, masih bisa diatasi sih... Tapi si penyuka serangga itu lebih dingin saat gak ada kau Hinata."

"Setidaknya Shino-kun itu pro, dan penyumbang ide terbanyak di tim kita."

"Mau dia pro atau sok pintar, tapi kalau dikit-dikit baper... Buat apa coba?!" Ujar Kiba yang mengutarakan semua isi hatinya selama kerja di luar kota beberapa dengan sahabatnya dari kecil, "Emangnya dia cewek?!"

Hinata sontak tersenyum tipis, dan menepuk pundak pria seraya menyemangatinya. Sementara itu, Sasuke yang merekam kejadian itu hanya terdiam. Entah kenapa, ia tak suka keakraban mereka.

"Sudah... Sudah. Yang terpenting, kalian harus bantu aku dulu dalam iklan kali ini."

"Siap, Bu Manajer."

Kiba kemudian menekankan tombol lift, sedangkan Sasuke dengan sigap berdiri di samping mereka tanpa sepengetuhaan. Begitu pintu lift terbuka, mereka bertiga pun masuk.

"Lalu bagaimana kabarmu Bu Manajer?"

"Seperti yang kau lihat, aku baik." balas Hinata yang mengambil ponsel, lalu mengetik sebuah pesan.

[Hari ini kayaknya aku lembur deh. 😞 ]

Sasuke yang merasa ponselnya bergetar lantas mengambilnya, ia pun tanpa sadar tersenyum begitu tahu Hinata tengah mengirim pesan padanya.

'Mana pake emoji lagi,' imut pikir Sasuke.

Pria itu pun diam-diam mengintip Kiba dan Hinata yang berdiri di depannya. Ia sangat risih saat tahu jarak Kiba begitu dekat dengan istrinya.

"Mm... Btw, aku denger gosip besar-"

Ting.

[Terus aku gimana? Yah, gak jadi nih makan malam di luar? 😢]

"...Gosip?"

Kini Hinata melirik Kiba yang sepertinya ingin mengintip isi pesannya. Tiba-tiba bulu kuduknya berdiri, cepat atau lambat Kiba dan Shino pasti mendengar kabar tentang pernikahannya. Hinata bisa saja memberitakan hal itu dengan senang hati, tapi mengingat siapa yang dinikahinya, ia sangsi mereka akan melewatkan ini dengan mudah.

"Gosip...? Gosip apa?"

Hinata yang tersadar wajah Kiba begitu dekat langsung menjauh. Lalu ditambah tatapan yang memgintimidasi itu sungguh membuatnya canggung.

"Gosip pernikahan." balas Kiba yang menekankan setiap kata-katanya. Ia menyeringai seseram mungkin sehingga membuat sahabatnya itu tertekan.

"Uhuk uhuk!"

Dan suara batuk yang bukan berasal dari mereka sukses menarik perhatian. Mereka sejenak melirik cleaning service yang menyembunyikan wajahnya rapat dengan topi dan masker lewat pantulan dinding lift. Mereka sontak memantaskan diri, tepatnya Kiba. Pria bertato di pipi itu tersadar pembicaraan ini akan terdengar orang lain.

"Emangnya ada yang mau menikah ya?" Hinata mencicit bak tikus yang terperangkap oleh kucing besar.

"Bukan mau menikah, tapi sudah menikah. Dia bahkan gak ngundang sahabat terdekatnya."

"Uhuk uhuk!"

Kiba lantas memicingkan matanya sinis atas gangguan itu, sedangkan Hinata setidaknya mendesah lega karena batuk dari cleaning service menyelamatkannya. Namun, pantang menyerah tak ada di jalan hidup ninja Kiba.

"Mana mereka sudah berteman dari SMP lagi, apa gak kesal tuh? Kalau aku jadi mereka, aku pasti sudah ngamuk di pesta pernikahan." sindir Kiba yang malah mengencangkan suaranya.

Hinata yang mendengarnya tak hanya tersindir, ia merasa sangat bersalah. Padahal setelah pernikahan pertamanya yang gagal, hanya Kiba dan Shino yang membantunya keluar dari keterpurukannya.

"M-Mungkin dia punya alasan? Dan aku yakin dia pasti akan memberitahu mereka di saat yang tepat."

Kiba berdecak, ia memutarkan bola matanya -bosan, "Yah, semoga saja!"

"Tapi, pernikahan macam apa sih sampai disembunyikan seperti itu?" tambahnya yang belum puas jika tak meluapkannya.

Lalu suasana berubah sunyi senyap. Entah kenapa, Kiba ikut merasa bersalah karena membuat Hinata murung. Mereka yang di tengah perjalanan lift, pada lantai tiga pintu pun terbuka, Kiba yang tak seharusnya keluar pun memutuskan turun, lalu ada beberapa orang yang bergabung masuk mengantikannya.

Sebelum Kiba benar-benar keluar, ia sempat berujar pelan, "Asalkan kau tau Hinata, kami akan tetap mendukungmu siapapun pasangannya."

Hinata sontak menundukkan kepalanya, memikirkan perkataan Kiba yang rasanya bak tertancap sebilah pisau di jantung. merapihkan poninya yang berantakan. Ia mendesah sedih, lalu beralih pada ponselnya -membalas pesan Sasuke yang tertunda.

[Gomen lain kali ya... Aku janji!🙏]

Tak lama, pada lantai ke empat Hinata pun turun. Sasuke kemudian membaca pesan dari Hinata seraya mencerna kejadian di lift.

Jika ia jadi Hinata...

...Maka ia pasti sangat sedih.

Dan ini juga membuatnya sedih.

[Baiklah... Yang semangat kerjanya!💪]

.

.

.

"Sasuke...?"

Hinata hampir saja menjatuhkan cardigan violet di tangannya. Ia tak menyangka akan bertemu suaminya di halte yang cukup butuh tiga puluh langkah dari gedung perusahaannya. Sementara itu, Sasuke yang tertangkap basah -tak dapat menyembunyikan dirinya- lantas menghampiri.

"Kau baru pulang?" tanya Hinata yang langsung berbinar saat Sasuke menunjukan cinnamon roll di tangannya, "Ini untukku?"

"Hn. Aku diajak ke pesta makan penyambutan anak baru, dan kebetulan melewati toko kue... Sekalian saja aku beli."

Sebenarnya Sasuke tak ingin ikut acara itu, tapi mengingat kejadian di lift tadi, ia jadi penasaran bagaimana keadaan Hinata. Begitu melewati toko kue, Sasuke ingin menghiburnya sedikit dengan membelikan kue kesukaan Hinata. Namun, sewaktu di toko ia sempat rebutan -drama- dengan pria mabuk demi sepotong kue stok terakhir. Ia bahkan sampai berbohong pada staff toko bahwa ia harus mendapatkannya demi sang istri yang lagi hamil. Dan begitu tahu Hinata begitu gembira dengan kue yang dibelinya, ada perasaan sedikit lega di hatinya.

"Oh..." Hinata mengangguk lalu menerima kotak itu, "Arigatou Sasuke. Kebetulan aku ingin makan yang manis-manis."

Hinata sedikit terkejut dengan Sasuke hari ini. Mulai dari bangun tidur hingga sekarang, baru kali ini ia melihat Sasuke memberi perhatian lebih padanya. Bukan berarti Sasuke tak pernah perhatian. Hanya saja hari ini terasa mengena di hati. Entah kenapa, pria itu tahu kalau hari hatinya sedang sedih, belum lagi masalah pekerjaan yang membuatnya pusing dan lelah.

"Kau bisa memelukku untuk booster energi." Celetuk Sasuke yang mengundang sinyal alarm bagi Hinata.

"Emangnya aku terlihat capek banget ya," Hinata menghindari mata Sasuke, tiba-tiba saja jantungnya berdebar.

Pada malam saling memaafkan itu, mereka juga membahas kesepakatan tentang kontak fisik. Tapi hanya sebatas memegang tangan dan berpelukan yang mereka tekankan di sana. Dengan dalih agar rumah tangganya tidak dicurigai oleh tetangga, mereka ingin seperti pasangan normal lainnya. Dan mulai belajar dengan keadaan mereka yang menjalani kehidupan baru bersama.

"Hn, terlihat jelas."

"T-Tapi kan kita gak bisa melakukannya di tempat umum." Hinata memegang pipinya memanas, membayangkan mereka saling berpelukan saja membuatnya malu, apalagi kalau direalisasikan di dunia nyata. Namun, ia sedikit kesal saat menatap ekspresi datar Sasuke kala menawarkan pelukan padanya.

"Aku kan gak bilang sekarang, jika kau malu. Lagipula di sini tak ada orang selain kita." Sasuke mencoba menggoda.

"A-Aku gak malu, a-aku kan bukan bocah!" elak Hinata yang tiba-tiba saja punya energi untuk membantah, "Justru itu karna tempatnya sepi..."

Tiba-tiba Hinata tak dapat melanjutkan kata-katanya. Dia menutup mulunya, lalu kembali membuang muka cepat. Sepintas adegan syur terbayang di benaknya membuatnya kelabakan. Ia yakin kini wajahnya memerah bak kepiting rebus. Padahal ia hanya teringat adegan ciuman dalam drama yang ia tonton tengah malam kemarin, dan memproyeksikan kedua pemeran itu adalah dirinya dan Sasuke.

'Astaga, Hinata! Sejak kapan pikiranmu jadi kotor begini?' Hinata membatin memegang pipinya yang memanas.

Di sisi lain, melihat Hinata yang jadi salah tingkah, Sasuke tersenyum tipis. Ia semakin ingin menjahili istrinya. Kakinya melangkah mendekati wanita yang berbadan mungil itu. Pria itu pun mendekatkan bibirnya tepat di sebelah telinga Hinata, lalu berbisik, "Kita bisa berpelukan di rumah, bagaimana?"

Namun, belum sempat Hinata bereaksi atas kejahilan itu, suara seseorang berhasil menginterupsi mereka.

"Hei, apa yang kau lakukan pada Hinata?"

Pria itu dengan cepat meraih kerah Sasuke, tetapi Hinata menghalang lebih cepat ketimbang kepalan Kiba yang menuju wajah Sasuke.

"Kiba-kun, apa yang kau lakukan?" Hinata mulai panik, pasalnya ia sangat tahu sebesar apa rasa tak suka Kiba terhadap Sasuke. Lalu tak pelak juga bertanya-tanya sejak kapan Kiba datang.

"Pria ini mau melecehkanmu!"

"Tidak, ini salah paham!"

Dan kala Kiba dapat melihat jelas sosok dari pria bertopi itu, ia tambah beringas.

"...Kau?" Kiba kembali menarik kerah baju Sasuke, "Uchiha Sasuke, kan!?"

"Hentikan!" Hinata sontak mendorong Kiba sekuat tenaga yang mulai kalap.

Kiba menatap tak percaya pada Hinata yang melindungi Sasuke. Kekesalan yang tersimpan pada pria Uchiha itu kini mulai membeludak ketika meliht sosoknya.

"Hinata, jelaskan pada kami! Kenapa Uchiha Sasuke bisa bersamamu?" Kiba bersuara lantang seraya menatap sahabatnya yang lain.

Baik Hinata, dan Sasuke pun akhirnya menyadari keberadaan Shino. Pria itu berdiri di dekat pintu mobil dengan raut wajah yang tak kalah dingin, membaca situasi membingungkan ini dengan tenang.

Lalu saat Hinata menggandeng tangan Sasuke dengan raut wajah yang serius, tanpa sepatah kata yang belum terungkap dari mulutnya, Shino akhirnya mengerti hubungan mereka.

"Kalian bertiga naiklah ke mobilku."

Dan saat itu, Hinata berpikir untuk tidak lari lagi dari sahabatnya.