Bagai dua bintang yang tertidur di langit malam

Dan tanpa disengaja mereka saling bertemu


Nara Shikamaru, pemuda berseragam Koukou berwarna coklat itu menatap jam di tangannya. Sudah hampir malam, dan ia masih berada di sekolah. Kalau seperti ini, ia akan ketinggalan makan malam, dan ibunya butuh penjelasan panjang.

"Tidak ada alasan lagi, Nara. Kau harus bisa menunjukkan sikap organisasi sekolah ini dengan baik. Lakukanlah, jika kau masih mau ada di organisasi ini."

Shikamaru mendengus kesal mengingat perkataan terakhirnya. Jika Senior perempuannya yang mengesalkan itu tidak menghukumnya dengan cara seperti ini, ia akan berbaring di kasurnya yang empuk itu dengan tenang. "Huh... Perempuan memang merepotkan."

Lembaran kertas di mejanya masih banyak, dan ia yang harus bertanggung jawab atas semua ini besok. Sekarang, ia hanya sendirian di ruangan itu. Sebuah ruangan dewan murid. Badannya mulai terasa pegal, dan matanya juga mulai mengantuk.

"Ah!" Shikamaru terkaget pelan, sebuah gagasan tiba-tiba saja muncul dikepalanya. "Kenapa aku tidak berpikir dari tadi? Lebih baik aku bawa saja ke rumah semua tumpukan ini. Daripada aku harus berurusan dengan hantu sekolah malam ini," ucapnya pelan. Sudah ia bilang, ini karena tugasnya itu ia berpikir lebih lambat dan dari sebelumnya.

Shikamaru bangkit dari kursinya, ia merapikan tumpukan itu dan memasukkannya sebagian dalam tas map dan sebagian pada tasnya. Lalu, ia beranjak pergi dari ruangan itu, dari sekolah itu. Lain kali, ia tak mau lagi terlambat pada rapat, jika tidak mau diomeli lagi dengan hukuman yang jauh lebih mengerikan daripada ini.


Naruto disclaimer Masashi Kishimoto

.

Itoshiki Rival

(Saingan Tercinta)

From Single Labrador Retriever AKB48

Warning: Alternative Universe, Out of Character, Some Typos, Faster Plot, and other.

ShikaTema forever!

.

Don't Like Don't Read!

.

Read and Review?

.

Keep enjoy!


Sabaku Temari, gadis cantik yang memakai seragam coklat itu duduk di meja makan pada pagi hari di kediamannya. Ia dengan tenang sedang mengolesi selai nanas pada berlapis-lapis roti untuk sarapan keluarganya.

Tak lama, datanglah pemuda dengan seragam dengan corak sama seperti Temari dengan rambut hitam pendek. Sabaku Kankuro, adik pertama Temari. Ia dengan cepat duduk tepat di depan Kakaknya. Matanya menatap roti-roti yang telah jadi itu dengan keinginan penuh.

Seorang pemuda lain, berpakaian sama seperti Kankuro, berambut merah pendek dengan sebuah tato di dahinya duduk di samping Kankuro. Ia adalah Sabaku Gaara, adik kedua sekaligus adik bungsu mereka. Ia menatap roti di atas meja dan Kankuro yang sudah berhasrat melihat roti itu dengan datar.

"Nah, sudah siap. Makanlah dengan cepat, sebentar lagi kita akan berangkat," ucap Temari sambil menutup toples selai kecil.

Kankuro yang mendengarnya langsung mengambil roti itu dengan penuh semangat.

Sementara itu, Gaara menoleh ke arah Temari yang sedang berdiri dari tempat duduknya sambil membawa pisau dan toples kecil selai dengan bingung. "Kakak sendiri?" Temari yang hendak berjalan menghentikan langkahnya. "Kakak tidak ikut sarapan?" tanya Gaara dengan lebih jelas.

Temari tersenyum mendapati kecemasan Gaara padanya. "Kakak sudah makan jam enam pagi tadi," jawab Temari. Melihat Gaara yang tak segera mengalihkan pandangannya, Temari menambahkan. "Tenang saja. Kakak akan membawa bekal untuk makan siang nanti. Kalian mau Kakak membuatkan bekal untuk kalian?"

"Tidak, nanti aku akan makan siang dengan teman-temanku. Aku akan tunggu masakan Kakak malam nanti!" jawab Kankuro dengan semangat yang masih sedang mengunyah roti di mulutnya.

"Kunyah dulu makananmu sebelum berbicara, Kankuro." Kankurou tak mempedulikan omongan Temari, Temari hanya menggeleng maklum. "Kau, Gaara?" Wajahnya beralih pada Gaara yang hanya diam, yang menurut Temari berarti 'Ya'.

Mereka bertiga berseragam dari Koukou yang sama, Shinobi Koukou. Seragam berwarna coklat. Untuk perempuan, kemeja putih yang dilapisi jas coklat muda berlengan panjang dengan dasi kupu-kupu besar coklat bergaris putih, serta rok pendek sepaha berwarna coklat kotak-kotak bergaris putih dan coklat muda. Untuk lelaki, memakai baju yang sama dengan dasi panjang bermotif sama, juga celana coklat tua panjang.

Hal yang membedakan kelas mereka adalah warna kain persegi panjang kecil yang mengikat lengan kanan seragam mereka. Coklat muda untuk kelas satu, merah marun untuk kelas dua, dan biru tua untuk kelas tiga.

"Gadisku..." Wajah Temari beralih pada seorang pria berambut merah yang baru saja datang dengan pakaian formal kantor dan jas yang dipegangnya.

Temari berjalan mendekati pria itu. "Ayah," panggilnya senang pada pria itu, Sabaku Rasa, ayah Temari dan adik-adiknya. "Kenapa Ayah belum pakai dasi?" tanya Temari cepat.

"Haha... Baru saja Ayah ingin minta bantuan." Rasa terkekeh sambil menunjukkan dasi di tangannya.

"Ya, sudah. Sini Temari pakaikan." Temari mengambil dasi itu. Ia mulai memasangkan dasi itu pada kerah Rasa dengan perlahan dan merapikannya. "Sudah."

"Terima kasih," ucap Rasa melihat hasil kerja putrinya.

"Mm." Angguk Temari.

Rasa melihat kedua putranya yang sedang berada di meja makan. Ia tersenyum. "Ayah senang melihat kalian bertiga," ucap Rasa tiba-tiba. "Andai Ayah mendapat pengganti untuk tugas ini."

Awalnya Temari hanya menanggapinya dengan senyuman, dan akhirnya ia membuka mulutnya. "Apa? Jadi, Ayah harus keluar kota lagi?" tanyanya cemas.

"Begitulah. Maafkan, Ayah, ya. Ini untuk kesekian kalinya."

"Tidak apa-apa. Ini juga tuntutan pekerjaan Ayah. Suatu hari nanti, aku yang akan menggantikan pekerjaan Ayah."

"Terima kasih, Nak. Ayah tahu, ini mungkin sangat sulit untuk kalian." Rasa mengusap kepala Temari.

"Ya..." Temari menghela napasnya pelan.


Shikamaru turun dari bus di sebuah halte dekat dengan sekolahnya. Ia tidak hanya turun sendirian, tetapi juga bersama seorang pemuda dengan badan gemuknya, Akimichi Chouji. Sahabat Shikamaru dari kecil, yang sedang memakan keripik-keripik kentang dari sebuah bungkus makanan ringan di tangannya.

"Hei, Chouji. Apa kau tak bisa berhenti makan untuk pagi ini saja? Kau tidak sarapan atau kekurangan sarapan?" Tanya Shikamaru dengan jengkel pada sahabatnya itu. Memang ia telah biasa ketika Chouji terus mengunyah di sampingnya, tetapi tak ada salahnya menasihati sahabatnya yang gila makan ini.

"Entahlah, Shika. Ini karena tangan dan mulutku yang tak bisa berhenti," jawab Chouji asal.

Shikamaru menguap pelan. "Dan, kedua anggota badanmu itu digerakkan oleh otakmu."

"Mm... Ya... Kau benar," setuju Chouji dengan suara tidak jelas akibat ia yang berbicara sambil mengunyah.

"Hah... Sudahlah. Lebih baik kita segera masuk ke gerbang. Kau tak mau dikunci diluar, 'kan? Merepotkan." Shikamaru berjalan dengan santainya di trotoar yang juga dilalui beberapa murid yang berseragam sama sepertinya. Chouji yang mengerti isyarat itu berjalan mengikuti Shikamaru dari belakang.

"Shika!" Langkah kaki Shikamaru terhenti ketika mendengar seseorang memanggilnya dari belakang. Kepalanya berputar ke belakang, melewati Chouji yang juga ikut berhenti melihat reaksi Shikamaru.

"Shikamaru! Chouji! Tunggu aku! Tunggu sebentar!" Barulah tampak seseorang yang baru saja memanggilnya. Seorang gadis dengan rambut pirang panjangnya yang diikat ekor kuda tinggi.

"Eh?" Shikamaru menaikkan satu alisnya melihat gadis itu yang baru saja tiba di samping Chouji setelah aksi mengejarnya yang sangat melelahkan itu, gadis itu sedang membungkuk dengan kedua tangannya memegang masing-masing lututnya dan juga napas yang terengah-engah.

Yamanaka Ino, nama gadis itu, satu-satunya sahabat perempuan Shikamaru. Kemudian, Ino menegakkan badannya memandang kedua sahabatnya dengan napas yang masih terasa agak sesak itu.

Shikamaru yang melihat hal itu menatap Ino dengan tak yakin bercampur cemas. "Kau tidak apa-apa?" Tanyanya.

"Tidak... Aku rasa, aku hanya kelelahan," jawab Ino pelan disela-sela ia mencoba kembali mengontrolkan napasnya.

Chouji juga sejenak menghentikan aktvitas makannya. Ia ikut menatap Ino dengan cemas pula. "Ino? Kau yakin?"

"Ya, tenanglah. Ini tak akan lama. Beberapa menit lagi juga akan baik-baik saja." Ino terkekeh pelan. Beberapa saat kemudian, akhirnya ia dapat mengontrol napasnya lagi dengan baik. Matanya menatap lekat pada kedua sahabatnya. "Kalian tak menungguku."

"Karena kami kira kau bersama kekasih barumu itu," ujar Shikamaru memberi alasan, dan Chouji ikut setuju dengan menganggukkan kepalanya. "Bukankah kau bilang kami tak perlu menunggu kemarin?" Shikamaru malah bertanya pada Ino.

Ino memajukan bibir bawahnya. "Itu sebelum aku memutuskan hubungan karena perilaku menjijikkannya itu," jawabnya tegas.

"Eh? Sudah putus lagi, Ino?" tanya Chouji tidak percaya. "Aku rasa ini rekor yang mengalahkan kemarin. Satu hari, ya." Lalu, ia menganggukkan kepalanya beberapa kali.

Shikamaru menatap Ino dengan tatapan memberengut. "Kapan kau bisa berhenti bersikap tidak teguh pada pendirianmu itu?" tanya Shikamaru lagi, ia memang tak mengerti sikap sahabat perempuannya yang satu ini.

"Selama itu kalian berdua dan anggota keluargaku, aku berjanji tak akan mengkhianatinya," jawab Ino sambil menunjukkan dua jarinya.

"Hah... Kalian ini memang benar-benar merepotkan." Shikamaru membalik badannya, tanpa sadar kalau mungkin kematian sesaat mengancamnya.

Detik kemudian, Shikamaru mendapati seseorang di depannya. Seseorang yang menurutnya akan menjadi orang yang paling menjengkelkan dan merepotkan seumur hidupnya.

"Nara." Tak lupa dengan wajah tegasnya dan panggilan pada Shikamaru dengan nada menusuk. Shikamaru memang tak takut dengan suaranya, tetapi takut dengan segala omelan yang akan terlontar dari seorang Seniornya di sekolah. Sabaku Temari.

"Ah, ya. Ada apa, Senior?" tanya Shikamaru dengan mencoba bersikap setenang mungkin.

"Ikut aku ke ruangan organisasi," ucap Temari pelan yang terdengar seperti sebuah perintah. Lalu, sekilas ia melihat dua orang lainnya di belakang Shikamaru. "Juga, lebih baik kau berbicara baik-baik pada teman-temanmu dulu." Temari berbalik pergi, mengisyaratkan Shikamaru berbicara pada temannya sebentar sebelum ia mengikuti Temari.

"Ada apa, Shika?" tanya Chouji.

"Maaf. Aku ada urusan sebentar. Ini menyangkut nyawaku selama di sekolah. Aku duluan, ya...!" Setelah mengucapkan itu pada kedua sahabatnya, Shikamaru langsung bergegas pergi mengejar Temari yang sudah ada di dalam sekolah.

"Memangnya sepenting itu, ya? Siapa murid tadi?" Chouji memakan keripik-keripiknya lagi dan bertanya-tanya akan Shikamaru.

Ino yang sempat tercengang atas kejadian tadi menepuk pundak Chouji pelan yang membuat Chouji menoleh padanya. "Dia Sabaku Temari..." ucap Ino pelan dengan mata yang masih membulat kaget.

"Oh, ya? Memangnya siapa dia? Sampai mengejarnya cepat begitu?" tanya Chouji lagi. Tak merasa ada yang hebat mengenai Temari.

"Di-dia... Ketua dewan murid sekolah kita... Dia yang terkenal tegas dan tak segan menghukum anggotanya... Dia yang baru saja kembali dari pertukaran pelajar di Inggris kemarin..." Ino mengucapkan kata-katanya dengan pelan dan sedikit terputus-putus, tetapi masih jelas untuk dimengerti oleh Chouji.

"Benarkah?" Chouji masih berusaha mencerna setiap kata dari ucapan Ino. Lalu, ia tersedak. "Apa?!"

.

To Be Continued


Minggu, 13 September 2015


Mind to Review?