Naruto disclaimer Masashi Kishimoto
.
Itoshiki Rival
(Saingan Tercinta)
From Single Labrador Retriever AKB48
Warning: Alternative Universe, Out of Character, Some Typos, Faster Plot, and other.
ShikaTema forever!
.
Don't Like Don't Read!
.
Read and Review?
.
Keep enjoy!
Di dalam angkasa yang begitu gelap ini
Aku percaya akan keberadaan hal itu
Shikamaru berjalan dengan pelan mengikuti Temari dari belakang menyusuri koridor-koridor sekolah. Baru saja ia datang ke sekolah dan orang yang sangat merepotkan bagi Shikamaru itu datang. Menyebalkan bukan jika kematian akan menusukkan pedangnya sesaat pada Shikamaru?
Mereka berdua akhirnya sampai pada ruangan yang baru saja ditinggalkan Shikamaru kemarin, dengan papan nama kayu diatas pintu geser itu bertuliskan 'Ruang Dewan Murid'. Temari membuka pintu itu dan masuk ke dalam dengan langkah pelan.
Spontan para murid yang sudah berada di dalam ruangan mengalihkan perhatian pada pintu yang baru saja terbuka. Mereka dengan cepat berhenti untuk sementara pada aktivitas mereka dan berdiri ke arah Temari. "Selamat pagi." Lalu, mereka membungkukkan badan mereka sedikit ke arah Temari dan dijawab anggukan dan senyum dari Temari, setelah itu mereka kembali melanjutkan kegiatan mereka masing-masing.
Shikamaru yang melihat hal itu dari belakang menampakkan ekspresi tidak percaya dengan hal yang baru saja terjadi di depan matanya. Matanya terbuka sedikit lebih lebar dari biasanya. Begitu ia menyadari Temari yang mulai beranjak melanjutkan langkahnya, Shikamaru langsung menghentikan aksi terperangahnya itu.
Temari melewati murid-murid yang sedang melakukan beberapa pekerjaan mereka di meja masing-masing, di sisi bagian kiri ataupun kanan, walaupun tampak dari mereka ada yang sedang tak serius. Kemudian, ia membuka salah satu pintu dari beberapa pintu lainnya di ujung ruangan dan memasukinya. Diikuti Shikamaru yang melihat papan bertuliskan 'Ketua' di atas pintu itu.
"Rupanya papan di depan pintu itu sudah dilepas," lirih Shikamaru pelan, menyadari tak ada lagi papan yang tergantung di depan pintu bertuliskan 'Dilarang masuk. Bagi yang yang tidak berkepentingan'.
Suara pintu yang tertutup terdengar menjadi awal ketegangan suasana di dalam ruangan itu. Temari mengambil beberapa map dari sebuah rak, lalu ia duduk di sebuah kursi. "Duduklah, Nara," isyarat Temari pada Shikamaru.
"Ya," Shikamaru menjawab pelan dan dengan malas ia duduk di depan Temari yang hanya terpisah oleh sebuah meja. "Ada apa?" tanya Shikamaru kemudian.
"Tak perlu mengulur pembicaraan," ucap Temari, ia meletakkan map-map itu diatas meja. "Bagaimana?"
Shikamaru mendesah, sebenarnya ia juga tak mau mengulur-ulur apa pun, ia hanya ingin cepat keluar dari ruangan ini, tetapi tak ada salahnya bertanya bukan? "Sudah. Semuanya telah selesai," jawab Shikamaru sambil membuka tasnya dan mengeluarkan map dari tasnya pada Temari.
Temari membuka map yang diberikan Shikamaru padanya. Ia mengeluarkan tumpukan kertas yang dilihatnya baik-baik. Kemudian, ia mengambil keranjang kosong dari laci besar di mejanya dan memasukkan kembali ke dalam laci besar itu. "Aku tak suka caramu," Temari menekankan kata-katanya.
Shikamaru menaikkan sebelah alis matanya. Apa lagi yang salah? "Memangnya ada apa?"
"Aku tak menyukai caramu bertugas dalam organisasi ini, Nara." Lagi, Shikamaru sekarang mengerutkan alisnya heran jika tugas hukumannya itu tak bagus di mata Temari. "Banyak kabar angin yang mengatakan kalau Nara adalah murid baru yang mendapatkan ujian dengan nilai tertinggi dari Chuugaku se-Jepang tahun ini." Temari menunjukkan sebuah kertas yang sangat dikenal Shikamaru dihadapannya.
"Itu... Dari mana kau mendapatkan kertas nilaiku?" Tanya Shikamaru heran ketika menyadari kertas yang sedang dipegang Temari.
"Guru," jawabnya singkat. Temari membaca tulisan-tulisan diatas kertas itu. "Walaupun itu semua dalam faktanya memang benar, aku masih bertanya-tanya. Dari mana kau bisa mendapatkan nilai seperti ini dengan sikap seperti itu?" Shikamaru bergeming. "Aku tak berniat menyindirmu. Awalnya aku mengira bagus saat Wakilku mengatakan murid terpintar itu masuk dalam dewan."
Shikamaru tetap diam, mendengar baik-baik ucapan Temari walaupun ia merasa sangat malas.
"Saat aku kembali, aku ingin menguji bagaimana sikap murid itu. Pada nyatanya, dia membuatku sangat kecewa. Tak hanya dia, tetapi aku juga ikut kecewa dengan Wakilku dalam hal ini. Lagi pula, itu rapat penting, Nara. Dan, yang paling aku harapkan saat itu adalah semua anggota dapat menyikapinya dengan serius dan baik," lanjut Temari. "Peraturan, tetaplah peraturan. Kau harus menaati semuanya dengan baik," tambahnya.
"Mm."
"Memangnya tak ada apa yang memberi tahumu jadwal tepat kita mengadakan rapat?"
"Tidak." Shikamaru menggelengkan kepalanya pelan.
"Oh, ya? Haruno?"
Sekarang Shikamaru benar-benar merasa tersudut. "Baiklah. Tetapi sebelumnya, apa ada hukuman lain selain tugas merepotkan seperti itu?" Tanya Shikamaru kemudian.
"Ada." Shikamaru menarik sudut bibirnya. "Jika kau mau dengan segera dikeluarkan dari organisasi ini," jawab Temari dengan lebih jelas.
Shikamau tertegun. Tidak. Jika ia keluar, maka ibunya akan tidak senang mendengar itu. "Mm."
"Kau memiliki tiga kesempatan. Untuk kedua kalinya nanti akan kuberi tugas yang lebih berat daripada ini. Terakhir, tak ada waktu dan kau akan segera dikeluarkan. Jadi, lakukan dengan baik. Taati peraturan sekolah sebelum kau akan menyesal," tegas Temari. "Bawa ini. Bacalah apa saja yang berhak dan tidak berhak kau lakukan di sekolah ini ataupun di dewan ini." Temari menjentikkan jarinya pada map-map di mejanya.
Shikamaru mendesah pasrah. Kali ini ia malah akan membaca map-map besar itu.
Ino memegang dua buah nampan di tangannya yang berisi makanan dan minuman pesanan kedua sahabatnya di kantin. Ia berjalan menuju sebuah meja yang diisi Shikamaru dan Chouji di ujungnya. "Baik. Ini dia..." Ia meletakkan kedua nampan itu di atas meja.
"Ah, Ino. Terima kasih." Chouji mengambil makanan dan minumannya yang terlihat sudah tidak tahan lagi menahan laparnya itu.
"Terima kasih," ucap Shikamaru yang juga mengambil makanan pesanannya.
"Ya." Ino tersenyum. Kemudian, ia duduk disamping Shikamaru. "Shika," panggilnya.
Shikamaru menoleh. "Apa?"
"Apa yang terjadi ketika Senior Temari memanggilmu?" tanya Ino tiba-tiba. Bagaimana pun juga ia tidak bisa membendung rasa penasarannya itu. "Bagaimana?"
"Hah... Untuk apa kau memberi pertanyaan yang seperti itu?" Shikamaru malah bertanya balik dengan kesal.
"Tidak ada salahnya bukan? Lagi pula, Senior Temari bukanlah seseorang yang bisa dianggap biasa," bela Ino.
Shikamaru menguap. "Memang siapa dia? Malaikat pencabut nyawa?"
"Aduh, Shikamaru... Masa kau tidak tahu? Mm... Ino bilang Senior Temari itu salah satu murid kebanggaan sekolah..." Chouji membuka mulutnya sambil mengunyah.
"Ya, itu benar. Dia sudah tiga kali melakukan pertukaran pelajar ke luar negeri. Tiga!" Ino menunjukkan tiga jarinya. "Kelas satu ke Australia, kelas dua ke Perancis, dan kemarin selama dua bulan ke Inggris. Coba bayangkan! Itu pasti rasanya sangat luar biasa!" Ino mengucapkan dengan semangat.
Shikamaru meringis mendengarnya. Bagaimana mungkin ia baru tahu sehebat itu Temari?
"Ia juga sangat tegas, tepat waktu, dan yang paling penting luar biasa," tambah Ino.
"Lalu? Apa hubungannya denganku?"
"Apa katamu? Apa lagi kalau bukan kau yang terkenal Junior terpintar dengan IQ yang tinggi. Kemampuan bahasa Senior Temari sungguh sulit dipercaya. Itu berarti dia juga sama-sama pintar sepertimu," jawab Ino. "Kau dan dia bisa menjadi saingan siapa yang terbaik. Lagi pula, tadi di dekat ruangan Guru aku mendengar akan ada salah satu dari anggota dewan yang akan melakukan pertukaran pelajar pada beberapa bulan nanti. Kau bisa menjadi salah satu kandidatnya."
Untuk kedua kalinya, Shikamaru kembali meringis mendengar perkataan yang dilontarkan Ino.
Lonceng terakhir sekolah hari itu telah berbunyi sejam lalu, tepat saat jam menunjukkan pukul lima sore. Temari yang masih berada di ruangan organisasinya membereskan buku-buku di meja salah satu anggotanya. Bersama seorang lelaki berambut merah yang mendekati Temari. Akasuna Sasori, yang juga menginjak kelas tiga di sekolahnya, termasuk merangkap menjadi Wakilnya.
"Temari. Kau mau pulang?" Tanya Sasori.
Temari mendesah pelan sebelum ia memasukkan buku yang terakhir dimasukkannya ke dalam tasnya. "Ya." Lalu, mereka berdua segera keluar dari ruangan itu.
Tak ada satu pun dari mereka yang membuka percakapan. Salah satunya lebih tak berniat membuka percakapan.
Sasori melihat Temari sekilas. "Kau kecewa karena Itachi memiliki kekasih baru atau kecewa padaku?" tanya Sasori pelan.
Temari bergeming sebentar sebelum menjawab. "Kau," jawabnya pelan. "Baru pertama kali ini aku benar-benar kecewa padamu," tambahnya lagi.
"Oh, ya? Kalau begitu... Maaf. Aku tahu. Aku terlalu banyak salah padamu. Tapi, ya... Aku rasa ini yang terburuk," Sasori menyetujui jawaban Temari pada dirinya, dan malah menimpalinya.
"Nara itu pintar pada otak, malas dalam sikap," ucap Temari tiba-tiba. "Ini tidak sepenuhnya kesalahanmu. Aku tahu sifatmu. Tak ada yang membuatku bisa membencimu begitu saja. Apalagi kau satu-satunya orang yang mau menemaniku disini."
Sasori terkekeh. "Tepatnya menemanimu dalam dewan sebagai saudara."
"Ya, begitulah."
"Tak heran bila kau sangat mengharapkan salah satu Adikmu ada di dewan." Sasori tersenyum.
"Setidaknya Kankuro dan Gaara memang tak bisa dipercaya untuk berada dalam organisasi ini, apalagi untuk memegang posisiku suatu hari nanti." Temari mengangguk pelan, lalu ia menatap Sasori. "Tapi, bukankah aku bisa percaya pada Adikku yang satu ini?"
Sasori memberengut mendengar pertanyaan Temari. "Sepupu," Ia menekankan perkataannya.
"Tak ada salahnya meminta tolong. Lagipula Bibi adalah Adik Ayah, dan otomatis kau juga Adikku. Kebetulan juga aku yang lahir lebih dulu ke dunia, bukan?"
"Ya." Sasori menampakkan wajah kesalnya. Ia tak bisa menyingkirkan sebuah fakta.
"Haha... Aku senang melihatmu kesal. Tidak, aku hanya bercanda. Kau juga sudah pernah kuamanatkan menjaga organisasi kemarin." Kali ini Temari yang terkekeh. Ia ingin tertawa ketika melihat wajah Sasori yang bisa langsung memerah jika sedang kesal atau marah.
"Oh, baguslah," Sasori menanggapi dengan nada sakrastik. Ia tak berniat melanjutkan percakapan yang pada akhirnya sering menghancurkan harga dirinya sendiri.
"Yuka-chan... Tolonglah... Kali ini saja, ya?"
"Tidak, tidak, tidak. Kankuro! Sudah berapa kali aku bilang 'tidak' padamu!?"
Tidak jauh dari tempat Temari dan Sasori berjalan, Kankuro terlihat bersama seorang gadis di depan pintu utama gedung sekolah. Menarik perhatian Temari untuk mendekat.
"Hei, Kuro! Apa yang kau lakukan?" tanya Sasori cepat.
Kankurou menoleh ketika ia mendengar suara seseorang yang sudah sangat dikenalnya. "Sasori? Apa urusan..." Ucapan Kankuro terhenti ketika melihat Temari yang juga bersamanya. "Ah, Kakak. Aku dari ta-"
"Temari-san." Gadis yang bersama Kankuro itu membungkukkan badannya cepat pada Temari.
"Ada apa? Kau tidak pulang?" tanya Temari pelan sambil tersenyum.
"Ya. Aku baru saja mau pulang. Sampai jumpa, Temari-san, Sasori-san." Gadis itu membungkukkan badannya sekali lagi dan dengan cepat pergi meninggalkan mereka bertiga.
"Ah, Yuka-chan jahat. Masa aku tidak?" bisik Kankurou pelan, takut jika Temari mendengarnya.
"Gagal mengajak seorang gadis kencan lagi, eh, Kuro?" sindir Sasori dengan wajah mengejek.
Kankurou menatap Sasori tajam. "Memang apa yang kau tahu tentang seorang gadis? Bahkan, kau sama sekali tidak pernah punya seorang kekasih. Menyedihkan," balas Kankurou.
Sasori mendapat balasan yang terdengar seperti hinaan di telinganya itu ikut menatap Kankuro tajam.
Temari memijit pelipisnya pelan. Sudah cukup ia pusing dengan urusan dewannya. Sekarang, kenapa kedua saudara yang bersepupuan ini harus bertengkar di depan matanya? Apa lagi salah satunya adalah saudara kandungnya. "Kalian berhentilah. Jangan bersikap kalau kalian masih anak kecil."
Apa mau dikata? Mereka berhenti dengan cepat ketika mendengar ucapan Temari, meskipun sesekali mereka melirik sambil mengadu tatapan. Temari bisa menjadi buas untuk mereka kalau mereka tetap melanjutkannya.
"Kankuro. Gaara dimana?" tanya Temari.
Kankuro langsung menatap Temari biasa. "Dia ada di gerbang. Ayah tadi menyuruhnya membawa mobil," jawabnya.
"Lalu? Ayah pergi naik apa?"
"Taksi. Kata Gaara begitu."
Temari menganggukkan kepalanya pelan. "Ya... Ayo kita pulang," ajak Temari hendak melewati pintu utama itu. Lalu, langkah kakinya berhenti, ia menatap Sasori dengan bingung. "Kau tidak pulang? Kalau mau, aku akan menyuruh Gaara mengantarmu."
"Tidak apa-apa. Aku juga mau ke Chiyoda. Ke tempat biasa teman-temanku," Sasori menolak tawaran Temari.
"Baiklah. Sampai jumpa." Temari kembali berjalan.
Sementara itu, Kankuro menatap Sasori tajam untuk terakhir kalinya, yang juga dibalas oleh Sasori, sebelum ia mengikuti Temari dari belakang.
Temari dan Kankuro berjalan mendekati gerbang sekolah. Tampak Gaara sedang menyandarkan badannya di dinding luar gerbang yang di depannya terdapat mobilnya. Ia langsung menegakkan badannya kembali saat menyadari kedua kakaknya itu telah tiba.
Tanpa banyak bicara lagi, Gaara masuk ke dalam mobilnya, diikuti Temari yang duduk di jok depan di samping Gaara dan Kankuro yang duduk di belakang.
"Lama, ya?" tanya Temari saat ia memasangkan sabuk pengamannya.
"Kelihatannya apa?" tanya Gaara balik, membiarkan kakaknya menerjemahkan keadaannya sendiri. Kemudian, ia menyalakan dan menjalankan mobilnya.
"Kelihatannya kau baru saja ditolak oleh seorang gadis," Malah Kankuro yang menjawab dengan asal.
Gaara mendengus mendengar penuturan Kankurou. "Memangnya aku itu kau?"
"Kita saudara. Nasib kita tidak beda jauh," ucap Kankuro.
"Sudahlah kalian berdua," Temari meleraikan mereka tiba-tiba.
Mereka berdua yang tak mau ambil pusing menerima kemarahan Temari saat itu langsung kembali diam. Meninggalkan keheningan pada ketiga orang yang terikat hubungan saudara itu.
"Kudengar, Kakak mendapat anggota baru yang memiliki nilai tertinggi saat masuk sekolah," Kankuro memecah keheningan tiba-tiba. Ia menatap kepala Temari dari belakang. "Dan, katanya ia sangat pemalas hingga Kakak menghukumnya."
"Dari mana kau tahu?" tanya Temari penuh selidik.
"Neji menceritakannya padaku," jawab Kankuro. Lalu, dengan cepat ia menambahkan. "Besok jagan omeli dia, Kak. Pekerjaannya di dewan Kakak itu sangat berat. Dia sering terlambat masuk ke kelas setiap pergantian pelajaran. Jadi, tak ada salahnya dia meluapkan sedikit beban atau hal dari dewannya padaku. Aku, 'kan, sahabatnya juga."
Temari tersenyum samar. "Aku tak berniat menghukumnya. Aku juga tahu dia bukan bermain-main di dewan. Aku masih menghargainya."
"Lalu? Siapa orang yang baru tahu Kakak itu siapa?" tanya Kankuro penasaran.
"Dia, ya..." Temari menghembuskan napasnya dengan berat. "Sebenarnya dia itu berniat atau tidak masuk organisasi? Atau karena Sasori terlalu memaksanya?"
"Benar juga, ya. Bisa saja dia hanya terpaksa dengan Sasori. Sasori itu, 'kan, orangnya tidak selektif," tanggap Kankuro.
"Tidak selektif katamu? Sampai sekarang aku tak pernah melihatnya bersama seorang gadis mana pun, kecuali sahabatnya yang mirip perempuan itu, Deidara. Mendengar gosip dari sekolah saja belum pernah, apa lagi kalau mendengar Bibi menggumamkan nama seorang gadis yang dekat dengannya. Sasori itu sangat sopan, selektif, dan baik. Tidak sepertimu," Temari membalas ucapan Kankuro.
Kankuro hanya diam mendengar ocehan Temari seputar Sasori padanya.
"Aku sebenarnya tak habis pikir dengan Nara itu. Nilainya sempurna saat tes. Pengawas kelas Nara saat tes masuk sekolah ini saja bingung dengannya. Apakah ia menyontek atau tidak? Entahlah," Tiba-tiba Temari kembali membuka topik percakapan baru.
"Memang pengawasnya siapa?"
"Guru Iruka."
"Umino?" Kankuro menaikkan kedua alisnya.
"Jaga ucapanmu dengan sopan," tegur Temari tidak suka.
"Ya, ya. Kalau begitu, yang Kakak maksud Nara itu siapa? Anggota baru itu, ya? Berarti dia masih Junior, 'kan?" tanya Kankuro lagi.
"Mm," gumam Temari.
"Bila seperti itu... Gaara. Kau kenal Nara?" tanya Kankuro mengalihkan perhatiannya pada Gaara yang sedang menyetir mobil.
Gaara melirik sekilas Kankuro dari kaca. "Dia murid kelas 1-1."
"Hm, begitu, ya." Kankuro menganggukkan kepalanya beberapa kali dengan mengerti.
.
To Be Continued
Minggu, 20 September 2015
Mind to Review?
