Notice*
, chap terakhir ternyata panjaaaaaaaaanng banget (mungkin bisa nyampe 20k kalo full)karena itulah saya potong bagian awalnya dan saya publish duluan. Berhubung fic ini ingin saya bikin singkat jadi jumlah words tiap chapternya saya batasi.
Ada yang ngerasa ada dialog yang aneh antara Sasuke dan Hanabi, bukan kesalahan tapi intentional.
kompensasi saya akan kasih SOP-ILER. Di chap terakhir ada 3 pertarungan dan ada 3 orang yang 'akan' mati plus plot twist.
1
Sebab pasukan musuh sudah mundur cukup jauh, Sakura dan teman-temannya yang lain tidak bisa lagi tetap tinggal di sekitar hutan. Dan sebab formasi pasukan musuh juga sudah agak berantakan, Sasuke memutuskan untuk memimpin semua orang untuk masuk ke dalam benteng bersamanya.
Begitu sampai ke dalam benteng mereka berpisah dan Sasuke langsung menemui Hanabi untuk memastikan keadaannya. Dan ketika dia masuk ke dalam kamar gadis itu, dia menemukan Hanabi sudah selesai mempersiapkan barang bawaanya untuk perjalanannya pulang ke Konoha.
Sasuke sendiri ingin buru-buru pulang dan berniat langsung ikut membereskan barang-barangnya tapi Hanabi menyuruhnya untuk istirahat dulu. Dia tahu kalau semalaman pemuda itu juga pasti sudah bekerja keras untuk membantu rencana Naruto berjalan lancar. Mereka memang buru-buru, tapi bukan berarti mereka harus membuang waktu istirahat dari jadwal kegiatan mereka.
Sebenarnya Sasuke tidak terlalu lelah, tapi dia tidak punya keinginan untuk menolak keinginan baik Hanabi. Selain itu, dia belum makan dan sangat lapar. Oleh karena itulah, Sasuke memutuskan untuk menggunakan waktu istirahatnya untuk pergi ke tempat makan pasukan koalisi.
Hanya saja tujuan Sasuke pergi ke tempat itu bukan hanya untuk makan. Jika dia ingin makan dia hanya perlu meminta seseorang untuk mengantarkannya sebab dia masih punya status sebagai tamu. Dia juga ingin sekalian mencari Naruto.
Setelah makan dia ingin menemui Naruto, pemuda itu adalah orang yang bertanggung jawab terhadap strategi pertempuran dengan pasukan pemberontak jadi normal kalau Naruto itu sibuk. Dan kalau sudah sibuk, Naruto punya kebiasaan untuk tidak memperdulikan hal lain kecuali apa yang sedang dikerjakannya.
Karena itulah tidak mungkin Sasuke bias memanggil Naruto ke kamarnya, selain itu berhubung yang butuh adalah dirinya dia tidak bisa menyuruh orang yang dia ingin mintai bantuan mendatanginya.
Rencananya awalnya begitu, tapi ketika Sasuke sampai di tempat makan para prajurit dia langsung menemukan Naruto yang sedang berbicara dengan Sakura. Mereka kelihatan berbicara dengan serius jadi Sasuke memutuskan untuk menunggu sebelum mengahampiri pemuda itu.
Setelah beberapa menit keduanya selesai berbicara dan Sakura menjauh dari Naruto, kemudian giliran Sauske yang mendekat.
"Jadi apa yang kalian bicarakan tadi?."
"Sogokan tutup mulut."
Sasuke tidak menyuruh Naruto untuk duduk, tapi begitu dia duduk Naruto langsung ikut duduk.
"Sakura bukan tipe orang yang suka asal bicara tapi tetap saja kau butuh asuransi."
"Jadi kau mengancamnya?."
"Aku tidak sejahat itu."
"Dan kau tidak menyangkal kalau kau itu jahat."
Merasa kalau pembicaraan mereka mulai agak menyakitkan untuk didengar, Naruto mengalihkan perhatiannya.
"Apa yang kau mau bicarakan Sasuke? aku yakin kau datang ke sini bukan hanya untuk mengolok-olok kepribadianku kan?."
"Tentu saja tidak, kepribadian burukmu itu sudah tidak perlu dipertanyakan lagi! aku hanya ingin memintamu ikut ke Konoha bersamaku dan Hanabi."
Alasan Sasuke meminta Naruto untuk ikut adalah untuk meminta bantuannya untuk menyelesaikan masalah yang akan Hanabi hadapi. Gadis kecil itu memang pintar, dia memang jauh lebih dewasa dari umurnya, dan tentu saja dia punya tekat yang tidak kalah besar dengan siapapun.
Tapi meskipun begitu ada saat-saat di mana sesuatu yang kecil seperti penampilan dan umur menjadi masalah. Untuk menyelesaikan masalahnya di rumah, Hanabi pasti diharuskan untuk menemui penguasa lain sebab teritorinya hampir tidak punya kekuatan militer. Dan sayangnya, Hanabi punya tendensi untuk selalu diremehkan.
Dan di Konoha, di mana ada banyak sekali orang yang harga dirinya terlalu tinggi. Jika seseorang tidak bisa bicara dalam level yang sama, sudah hampir seratus persen kalau apapun yang dikatakan oleh orang itu tidak akan didengarkan.
Oleh karena itu, Hanabi perlu seorang proxy untuk mewakilinya berbicara. Dan akan lebih baik jika orang yang jadi proxy setidaknya mampu memahami cara pikir Hanabi. Ibunya tidak bisa diharapkan, yang bisa Sasuke lakukan hanya bertarung, dan di teritorinya tidak ada satupun orang yang bisa dijadikan wakil karena masalah pendidikan serta level kehidupan mereka.
"Aku tidak bisa."
"Kenapa?."
"Kenapa? sama sepertinya, aku juga punya tugas yang harus kulakukan di sini."
Pertempuran belum berakhir, pasukan koalisi berhasil memojokan musuh tapi kemenangan belum bisa diraih secara pasti. Jumlah mereka sudah berkurang banyak, tapi pasukan pemberontak masih belum mau menyerah dan membuat garis pertahanan di tepi hutan.
Sekarang yang ada dalam posisi menguntungkan adalah pasukan koalisi, tapi meski begitu pasukan musuh hanya perlu mengubah strategi dan merubah pola penyerangannya dari langsung menjadi tidak langsung. Selain itu dengan banyaknya prajurit yang mengalami luka juga membuat jumlah pasukan yang sekarang tidak bisa berfungsi secara penuh.
Keadaan mereka lebih baik dari pasukan musuh, tapi secara umum keadaan mereka tidak lebih baik dari keadaan mereka di hari sebelumnya. Naruto tidak bisa meninggalkan mereka di saat seperti itu, dan dia juga tidak bisa pergi tanpa menyelesaikan apa yang dia sudah mulai.
"Yang tersisa hanya melakukan serangan terakhir kan? kenapa tidak menyerahkannya pada yang lain saja? selain itu bukankah kau juga punya tugas untuk menjaga Hanabi?."
"Tugasku berakhir ketika dia setuju untuk pulang, sekarang dia adalah tanggung jawabmu dan aku harus kembali ke tugas lamaku."
Dan tugas utamanya adalah melindungi kepentingan negaranya. Kiri. Selain itu, sejak awal memang daripada melindungi Hanabi sebagai individu, lebih tepat dibilang kalau tugas Naruto melindungi sandra politik Konoha. Dan berhubung status Hanabi sudah bukan lagi sandra politik begitu dia jadi kandidat raja maka secara otomatis Narutopun kehilangan tugasnya.
Kemudian, masalah yang harus dihadapi Hanabi adalah masalah internal negaranya sendiri. Jika Naruto ikut campur maka akan ada anggapan kalau Kiri punya maksud lain, yang pada akhirnya akan membuat posisi Hanabi malah juga jadi semakin sulit.
"Tapi aku sendirian tidak bisa membantunya."
Jika bisa Sasuke juga tidak akan meminta bantuan, jika bisa dia juga akan membantu sendiri. Tapi sayangnya dia tidak bisa. Apa yang bisa Sasuke lakukan dan apa yang Hanabi butuhkan bukanlah hal yang sama. Dengan kata lain Sasuke tidak memiliki apa yang Hanabi inginkan.
"Selain itu dia kelihatan lebih senang saat kau ada."
"Kau benar-benar suka dengan Hanabi ya Sasuke?."
"Suka? perasaanku padanya tidak seremeh itu? aku mencintainya!."
"Eh?. . . ."
Naruto tahu kalau Sasuke sangat menyukai Hanabi. Bahkan sejak kecil dialah yang selalu mencoba menempel pada Hanabi dengan berbagai cara. Jika masalah kontak fisik, bisa dibilang malah Sasuke melebihi ibunya sendiri.
Tapi Naruto sama sekali tidak pernah berpikir kalau Sasuke punya perasaan semacam itu.
"Dia sudah kuanggap seperti adikku sendiri, karena itulah aku ingin membuatnya senang."
"Jadi cinta yang seperti itu. . ."
Tanpa sadar Naruto menghela nafas lega. Dan helaan nafas lega itu bisa didengar dengan jelas oleh Sasuke yang sedang duduk di depannya. Lalu, seperti biasanya Sasuke langsung menggoda Naruto.
"Kau tidak perlu cemburu padaku, meski aku bilang cinta tapi bukan berarti aku ingin menikah dengannya! malah sebaliknya aku tidak ingin membiarkannya menikah dengan orang lain dan cuma jadi miliku! oo tapi tentu saja kau ini pengecualian. . .."
Di saat seperti ini biasanya Naruto akan melemparkan kalimat retorik seperti "memangnya kau ini ayahnya!?" lalu ditambah "siapa yang mau menikah dengan anak kecil sepertinya!?" sambil bilang kalau dia itu tidak seperti Sasuke yang suka dengan anak kecil dan seleranya adalah wanita dewasa yang punya banyak lekukan.
". . . . ."
Tapi kali ini dia tidak mengatakan apapun dan hanya diam. Dan begitu menyadarinya, Sasuke langsung membelalakan matanya sambil memasang muka kaget. Sebuah ekspresi yang tidak cocok dengan wajah mengintimidasinya.
"Jangan bilang kalau kau. .! . . benar-benar jatuh cinta pada Hanabi!."
Naruto meletakan kedua sikutnya di meja, lalu menggunakan kedua telapak tangannya untuk menutup wajahnya yang dia rendahkan posisinya. Setelah itu dia mengangguk kecil.
"Lalu apa-apaan dengan ekspresimu itu!?."
Kali ini, tidak seperti sebelumnya Sasuke tidak bicara menggunakan nada santai yang biasa dia gunakan pada Naruto. Tapi sebuah nada dingin yang di dalamnya terselip kemarahan. Begitu dia melihat bahasa tubuh Naruto yang bilang kalau dia memang benar-benar jatuh cinta pada gadis kecil yang tumbuh bersama mereka, Sasuke langsung merasa ingin memukul pemuda di depannya.
Dia merasa marah, tapi yang membuatnya marah bukanlah fakta kalau Naruto mengakui rasa cintanya terhadap Hanabi. Ketika dia bilang kalau Naruto adalah pengecualian dia serius mengatakannya, dia merasa kalau dia melepaskan Hanabi kalau orang yang akan menerimanya adalah Naruto.
Yang membuatnya adalah ekspresi pemuda di depannya yang sedang coba ditutupi.
Ekspresi yang Naruto coba tutupi bukanlah ekspresi malu atau bahagia.
Jauh dari semua itu, Naruto malah memasang ekspresi kalau seakan dunianya sudah berakhir, ekspresi seakan dia tidak terima dengan takdir atau ekspresi yang menujukan kalau dia sedang dipenuhi dengan banyak sekali penyesalan.
Ekspresi itu seperti bilang pada Sasuke kalau Naruto menyesal sudah jatuh cinta pada Hanabi.
Dan ekspresi itulah yang membuat Sasuke benar-benar marah.
"Naruto, kau sedang tidak merendahkan Hanabi kan?"
Jika Naruto mengiyakannya, sudah jelas kalau akan ada yang terluka. Dan tentu saja, Naruto yang menyadari arti dari pertanyaan itu langsung menggelengkan kepalanya.
"Tidak, sebaliknya, aku malah merasa tidak pantas jatuh cinta padanya."
Kemarahan Sasuke langsung menghilang begitu Naruto menjelaskan alasannya. Meski tidak memiliki jenis cinta yang sama, tapi Sasuke paham apa yang Naruto maksud.
"Aku paham, Hanabi itu sudah seperti bidadari kecil jadi normal kalau manusia biasa spertimu tidak merasa pantas mencintainya."
Atau mungkin dia sama sekali tidak paham.
"Hanabi memang sangat manis, tapi meski mungkin kau tidak percaya aku jatuh cinta padanya bukan karena penampilannya!."
"Tentu saja aku juga tahu itu."
Ketika orang lain melihat Naruto dengan tatapan menghina, hanya Hanabi yang masih melihat ke arahnya seakan dia itu pahlawan. Kemudian, selama tiga tahun penuh gadis kecil itu selalu mengejarnya dari belakang, tidak memperdulikan pendapat siapapun yang bilang kalau Naruto itu orang yang tidak pantas untuk dikejar.
Lalu, setelah berhasil mencapainya dan menemukan kalau Naruto tidak lagi seperti Naruto yang dikenalnya dulu. Meskipun dia kecewa dan marah, tapi Hanabi tidak meninggalkannya, tidak membiarkannya begitu saja, dan mau tetap mengulurkan tangannya untuk bisa berjalan bersama.
"Hanabi punya lebih dari apa yang aku harapkan."
Seorang gadis yang punya mental kuat dan pikiran dewasa, gadis yang mau menemanimu di saat apapun entah itu senang maupun susah. Seseorang yang tidak pernah sekalipun memintanya memahaminya seakan hal itu adalah sesuatu yang natural. Seseorang yang akan menyuruhmu berhenti ketika kau berjalan terlalu cepat dan seseorang yang akan mendorongmu jika kau kesulitan berjalan.
Seorang gadis yang yang pantas untuk kau kejar.
"Jadi apa yang akan kau lakukan Naruto?."
Tapi..
"Aku tidak akan melakukan apa-apa."
"Kenapa?."
"Dia memang punya pikiran dewasa dan juga pintar, tapi tetap saja dia masih seorang gadis dua belas tahun."
Mungkin sudah terlambat untuk menyuruh Hanabi jadi anak kecil biasa yang tugasnya hanya bermain dan bersenang-senang dengan teman-temannya tanpa memikirkan dunia di sekitarnya. Tapi meski begitu, bukan berarti Hanabi harus benar-benar melompati umurnya dan bertingkah seperti orang dewasa.
Masih belum saatnya untuk Hanabi memikirkan masalah percintaan.
Selain itu dia juga masih punya hal yang jauh lebih penting untuk dilakukan. Seperti memoles bakatnya sampai benar-benar tajam.
Jika dibandingkan dengan semua itu, memberitahukan perasaannya pada gadis kecil itu hanya akan berakhir membuatnya susah. Dan Naruto tidak ingin menyusahkan Hanabi. Jika Hanabi tahu bagaimana perasaannya, pertumbuhannya mungkin akan terganggu secara mental.
"Lalu, apa kau ingin menunggu?. . . kau sudah tahu sendiri kan kalau di sini orang yang berpikir sepertimu itu jumlahnya sedikit."
Di dunia yang sekarang Naruto tinggali, mayoritas orang-orangnya menganggap kalau menikah muda itu normal. Seorang gadis langsung menikah begitu umurnya lima belas tahu adalah hal normal, dan seseorang yang mengganggap seorang gadis berumur dua atau tiga belas tahun sebagai kandidat istri juga tidak sedikit.
Parasnya yang sekarang memang hanya bisa dikategorikan sebagai manis dan lucu, tapi dalam beberapa tahun lagi sudah dijamin kalau gadis itu akan jadi gadis yang kecantikannya bisa membuat laki-laki dan bahkan juga perempuan terkagum-kagum.
"Aku tidak tahu."
Hanabi masih bagian dari keluarga kerajaan, dan meski punya posisi tinggi tapi posisi Naruto bukanlah hal yang bisa dibangga-banggakan di depan umum. Dengan kata lain Naruto masih sama dengan orang biasa, dan begitu dia lulus statusnya hanya akan naik satu tingkat menjadi seorang prajurit. Posisi mereka terpaut sangat jauh.
"Aku tidak berpikir kalau Hanabi akan mau repot memikirkan hal semacam status."
Hanabi memang tidak akan perduli dengan status, tapi bukan berarti orang-orang di sekitarnya akan berpikir sama. Meski Hanabi tidak memiliki kekuasaan tapi secara politik dia masih berguna secara politik. Dalam beberapa tahun ke depan dia bisa digunakan sebagai pancingan untuk orang-orang yang menginginkan ikatan politik lewat pernikahan.
Dan Naruto yakin kalau akan ada banyak ikan yang mencoba memakan umpan itu.
Kesimpulannya, menginginkan Hanabi dari posisinya sekarang bukan hanyalah masalah proses lama untuk menaikan status, halangan yang diberikan oleh orang yang punya kekuasan di Konoha, tapi juga adalah deklarasi perang terhadap sistem sosial itu sendiri.
"Bukankah tugasmu itu memang menghancurkan sistem? Jika untuk melakukan semua itu saja kau tidak siap, berarti rasa cintamu itu bukan apa-apa!."
"Aku hanya tidak ingin membuat hidupnya sulit! dalam prosesnya Hanabi juga pasti akan mendapatkan kesulitan.. selain itu!."
"Kau hanya mencari alasan untuk tidak mau maju, lalu apa 'selain itu' yang kau maksud?. . ."
Dari tadi Sasuke merasa kalau Naruto memang hanya mencari-cari alasan. Alasan untuk tidak ikut pergi ke Konoha, dan juga alasan untuk tidak mengakui perasaannya. Sasuke mulai tidak sabar tapi dia berusaha dengan sekuat tenaga untuk menahan diri.
Saat ini yang meminta tolong adalah dirinya, dan memarahi orang karena tidak bertindak sesuai kemauannya sama sekali tidak kelihatan etis untuk dilakukan.
"Hanabi juga kelihatannya tidak menyukaiku. . ."
"Tapi kalian sangat dekat."
"Justru karena kami dekatlah aku bisa melihat kalau dia tidak menyukaiku sebagai seorang laki-laki."
Impresi yang didapatkan Naruto adalah hasil dari interaksinya dengan Hanabi selama tiga tahun. Gadis itu tidak pernah malu saat masuk ke kamarnya dan menghabiskan waktu berdua saja di dalam ruangan tertutup. Dia tidak pernah khawatir dengan pandangan orang lain ketika mereka berdua sedang bersama. Hanabi juga tidak pernah bereaksi saat Naruto delapan puluh persen telanjang, selain itu Hanabi juga tidak jarang mengajari Naruto dengan hanya memakai pakaian yang normalnya hanya dipakai di dalam rumahnya sendiri karena lumayan terbuka.
Intinya, Hanabi bisa melakukan hal yang normalnya hanya bisa seorang gadis bisa lakukan ketika keduanya adalah sepasang kekasih tanpa masalah. Yang artinya hanya ada dua.
Pertama, Hanabi tidak paham dengan apa yang sudah dia lakukan sebab dia tidak tahu apa-apa tentang masalah hubungan antara laki-laki dan perempuan. Dan yang kedua, Hanabi tidak menganggap Naruto sebagai seseorang yang perlu diwaspadai keberadaanya.
"Bukankah itu artinya dia percaya padamu?."
Tapi jika dilihat dari sisi lain, Hanabi bisa dibilang tidak mengaggap Naruto sebagai laki-laki. Tentu saja Hanabi paham kalau Naruto itu laki-laki, tapi dia mengaggap status Naruto sebagai laki-laki sebagai hal yang tidak terlalu penting dan hanya jadi elemen tambahan.
Sebagai seorang kepala keluarga, status sebagai Ayah jauh lebih tinggi daripada statusnya sebagai laki-laki, sebagai kakak atau adik laki-laki status saudara jauh lebih penting daripada status mereka sebagai laki-laki.
Oleh sebab itulah Hanabi bisa meminta Yashamaru dan Naruto untuk tidur satu kamar dengannya. Yang mungkin adalah hasil dari Hanabi hanya mengaggap keduanya sebagai 'sesama prajurit' dan juga 'murid dari yang sama-sama kesusahan' sehingga dia tidak perduli kalau keduanya adalah lawan jenis.
Sebab Hanabi itu pintar jelas tidak mungkin gadis itu tidak tahu masalah tentang hubungan antara laki-laki dan perempuan, jadi satu-satunya alasan yang tersisa hanyalah alasan kedua. Dia tidak menggap Naruto lebih dari teman dekat. Atau dia menanggap Naruto teralu dekat dengannya dan memasukannya sebagai daftar keluarga.
"Malah aku merasa kalau dia lebih menyukaimu.."
Reaksi gadis itu terhadap interaksinya dengan Sasuke kelihatan jauh lebih normal. Meski keduanya dekat tapi Hanabi tetap menjaga jarak, jika Sasuke maju dan jadi agresif maka Hanabi akan melawan, hanya saja perlawanannya tidak kelihatan seperti bentuk dari ketidaksukaannya melainkan hanya ditunjukan untuk menutupi rasa malunya.
Mudahnya, Hanabi berprilaku seperti gadis normal ketika dia berada di dekat Sasuke.
Sasuke kelihatan bingung setelah mendengar pendapat Naruto terhadapanya. Tapi dia langsung bicara agar tidak dicurigai lebih jauh.
"Itu. . . aku tidak bisa menjelaskannya tapi yang jelas aku yakin kalau Hanabi tidak punya perasaan yang aneh-aneh terhadapku."
Jawabannya sendiri kedengaran tidak terlalu menjelaskan, tapi Sasuke mengatakannya dengan yakin.
Di sisi lain, reaksinya terhadap tindakan Naruto benar-benar berbanding terbalik. Hanabi bisa melakukan hal sugestif seperti mengundang Naruto ke kamarnya seakan mengundang teman perempuannya, dan gadis itu tidak protes sedikitpun saat Naruto memangkunya dan bahkan memeluk tubuh kecilnya dengan erat saat udara jadi dingin di skoci darurat. Dia bahkan hanya pasrah saja.
"Aku agak tidak yakin."
"Kau terlalu banyak berpikir Naruto, anggap saja kalau Hanabi sedang mencoba menggodamu."
"Hanabi bukan gadis mesum seperti itu!."
Sekarang giliran Naruto yang marah, tapi Sasuke tetap memasang muka tenang dan mendekatkan kepalanya ke arah Naruto lalu memelankan suaranya.
"Dengarkan aku Naruto! ketika seorang wanita bilang tidak mau! artinya dia itu benar-benar tidak mau! dan yang sebaliknya juga sama! tsundere itu hanya ada dalam fiksi"
"Tsundere?. ."
Ketika Sasuke ingin menjelaskan apa itu tsundere, tiba-tiba Hanabi datang dan mendekati keduanya. Secara reflex gadis itu hampir langsung duduk di samping Naruto seakan hal itu adalah wajar, tapi begitu menyadari apa yang dilakukannya Hanabi segera merubah jalur dan akhirnya duduk di samping Sausuke.
"Jadi kalian sedang membicarakan apa?."
"Bukan apa-apa."
Sasuke memutuskan untuk memberikan jawaban samar sebab dia merasa kalau memberitahukan kalau mereka baru saja membicarakannya bukan hal yang bijak untuk dilakukan.
"Naruto. .? "
Hanab mengganti fokusnya ke arah Naruto.
"Kami. . ."
Menatap orang yang ingin diajak bicara bisa dibilang adalah sebuah norma, dalam situasi tertentu tidak melakukannya bahkan bisa dianggap perbuatan yang tidak sopan karena tidak menghargai orang lain. Dan tentu saja entah itu Naruto maupun Hanabi merasa kalau saling melihat saat bicara adalah hal normal.
Hanya saja.
". . . ."
Keduanya langsung mengingat hal yang sama.
". . . ."
Kejadian tadi pagi.
Keadaan mental mereka yang sedang agak tidak normal memaksa keduanya langsung memalingkan pandangan satu sama lain begitu pandangan mata mereka bertemu.
Naruto bisa dengan jelas mengingat sensasi yang dia rasakan tadi pagi. Jantungnya yang berdetak jadi lebih cepat setelah melihat wajah Hanabi yang biasanya hanya dia nilai sebagai imut. Keinginannya untuk mencicipi bibir mungil semerah cerinya yang terlihat sangat lezat dan menggiurkan. Yang normalnya hanya akan dia nilai sebagai lucu.
Selain itu mata basah berkaca-kaca Hanabi yang malah berefek terbalik. Hal itu bukannya membuat rasa kasihan Naruto bangkit malah sebaliknya, dia jadi ingin membully gadis kecil itu.
Jika mau Naruto bisa terus menyebutkan satu-persatu hal lainnya seperti keinginannya untuk memeluk tubuh kecil Hanabi yang kelihatan sangat lembut, kaki kanannya yang diselimuti rasa hangat dan kelembutan yang nyaman, atau seberapa tegangnya dia saat menjatuhkan gadis kecil itu lalu menahan tubuhnya.
Tapi dia sama sekali tidak mau menyebutkannya, sebab dia khawatir jadi tidak bisa berhenti membayangkannya.
"Ada apa?, ada apa ini?, kenapa aku merasa ada atmosfir aneh di sini?."
Sasuke memeriksa keduanya secara bergantian, dan dia melihat kalau wajah keduanya agak sedikit memerah. Dalam sekejap dia langsung mendapatkan sebuah kesimpulan.
"Na-Na-Naruto. . . apa yang sudah kau lakukan pada Hanabi? jangan bilang kalau kalian sudah . . ..?"
Hanabi yang menyadari jalan pikiran Sasuke langsung menutup mulut Sasuke dengan kedua tangannya.
"Tidak ada yang terjadi! se-semuanya normal-normal saj-saja. . "
Di saat yang sama Hanabi juga teringat dengan apa yang dia rasakan saat kejadian tadi pagi.
Kaget ketika didorong ke atas kasur, bingung ketika Naruto ikut naik dan menahan tubuhnya, terpana saat melihat ekspresi serius yang tidak pernah dia lihat sebelumnya, takut ketika Naruto mulai bergerak mendekatinya, lalu tegang ketika Naruto mulai mengeratkan pegangan tangannya, kemudian perasaan ingin lari saat Naruto mengatakan hal berbahaya sambil melihatnya seakan pemuda itu ingin memakannya.
Hanabi percaya kalau Naruto tidak akan melukainya tapi dia tidak bisa menghentikan tubuhnya yang bergetar. Ada terlalu banyak perasaan yang tercampur aduk dalam satu waktu, dan membuat kepalanya serta perutnya terasa sakit karena stress.
Dan yang terakhir, yang paling membuatnya terkejut adalah fakta kalau dia sempat berpikir "kalau Naruto kurasa tidak apa-apa" lalu ingin menyerah dan membiarkan pemuda itu melakukan apapun yang dia mau.
Begitu mengingat semua itu, Hanabi langsung jadi susah berpikir.
"Jika kau melihat dirimu sendiri aku sangat yakin kalau kau tidak akan percaya dengan apa yang kau katakan!."
"Uuuu. . . . . ."
Hanabi memegang kedua pipinya untuk menutupi warna merah di wajahnya.
Sasuke mlihat Naruto tapi dia yakin kalau pemuda itu juga tidak akan memberikan jawaban yang memuaskan.
Pada akhirnya tidak terjadi apa-apa sebab keduanya masih bisa berpikir jernih, hanya saja kenyataan kalau tinggal satu langkah lagi dan mereka akan melewati garis batas membuat Hanabi dan Naruto tidak bisa membuang ingatan itu.
Jika dibiarkan mungkin mereka tidak akan bisa bicara dengan normal selama beberapa minggu.
"Da-daripada itu apa yang kalian bicarakan tadi Sasuke?."
Meneruskan topik pembicaraan tadi sama sekali tidak ada gunanya kecuali membuat dirinya malu, oleh karena itulah gadis itu mencoba merubah arah pembicaraan. Sasuke paham niat Hanabi, tapi dia juga tidak sedang terlalu ingin menggoda keduanya karena pembicaraannya sebelumnya memang penting, dia memutuskan memberikan jawaban serius.
"Ada kemungkinan kalau nanti akan ada pertempuran, karena itulah aku mengajak Naruto ikut pulang bersama kita."
Hanabi melihat Sasuke dengan tatapan yang seakan bilang 'ha? kau serius?'.
"Kenapa kau menatapku dengan pandangan seperti itu?."
"Aku tahu kalau maksudmu itu baik, tapi saat meminta bantuan kau harus memikirkan keadaan orang yang diminta bantuannya."
"Tapi. ."
"Tidak ada tapi-tapian! Naruto punya tugasnya sendiri dan kita punya tugas kita sendiri selain itu. . . . jika kau hanya ingin asuransi aku sudah lebih dari cukup."
Seperti yang sudah Hanabi katakan sendiri, mungkin Naruto bisa melakukan apapun tapi meski begitu dia tidak bisa melakukan semuanya sendirian saja. Dia sudah memutuskan apa yang harus dilakukannya dan dia juga sudah siap untuk melakukannya, sudah terlalu terlambat untuk meminta bantuannya sebab dia sudah tidak bisa mundur.
Meminta bantuannya sekarang hanya akan menyusahkannya.
"Kau mungkin tidak tahu, tapi aku bisa membongkar semua skema yang Naruto buat! jadi asalkan level lawan kita tidak lebih tinggi dari Naruto aku yakin kalau aku saja sudah cukup untuk mengatasi masalah."
Persis seperti yang sudah Hanabi bilang, gadis itu bisa membongkar semua skema yang Naruto buat jadi secara teknis harusnya dia punya kemampuan yang hampir setara dengan Naruto dalam urusan mengatur pasukan.
Tapi Naruto paham, kalau apa yang gadis itu katakan itu hanya benar secara teknis.
Sama dengan saat keduanya main catur, Hanabi juga belum pernah sekalipun bisa mencetak skor lebih tinggi dari Naruto dalam kelas strategi. Bukan karena dia lebih bodoh dari Naruto, tapi justru karena dia terlalu mengandalkan pengetahuannya.
Di saat menjawab soal, meski keduanya berakhir pada satu jawaban yang sama tapi proses menuju jawaban itu berbeda satu sama lain. Dengan kata lain, jalan pikir, metodologi, dan juga pendekatan keduanya terhadap satu masalah itu jauh berbeda.
Cara Hanabi menebak semua skema Naruto bukanlah dengan mengemulasikan apa yang Naruto pikirkan melainkan dengan mengumpulkan informasi dalam jumlah banyak secara buta, mencari kerangka logika dari informasi tadi, membuat hipotesis serta kalkulasi dan yang terakhir melakukan eliminasi.
"Hanabi, kau tahu sendiri kan kalau hanya sekedar tahu saja itu tidak cukup?."
Dengan metode yang digunakan Hanabi, gadis kecil itu akan bisa selalu mendapatkan hasil terbaik dengan cara paling efisien serta usaha paling minim. Sebuah cara yang digunakan untuk memutuskan arah aliran ekonomi.
Tapi sayangnya musuh tidak selalu mencari hasil yang terbaik melalui cara yang terbaik.
Itulah kelemahan terbesar Hanabi sekarang.
Dia masih belum bisa membaca apa yang musuhnya pikirkan sehingga dia bisa dipermainkan oleh musuh yang sengaja membuat langkah buruk. Dan juga musuh sengaja menyebarkan informasi salah maka kesimpulan yang didapatkan oleh Hanabipun akan jadi salah.
Lalu sebab metode yang Hanabi gunakan adalah teknik pasif yang hanya bisa bereaksi terhadap sebuah keadaan, dia tidak bisa bergerak kalau lawan tidak bergerak duluan.
"Jangan khawatir, aku juga sudah belajar. . . Sasuke!."
Hanabi melemparkan sebuah tas pada Sasuke dan menghentikan pembicaraannya dengan Naruto. Yang merupakan sebuah tanda kalau dia tidak ingin membahas topik itu lagi.
"Apa kita akan berangkat sekarang?."
"Apa kau sudah cukup istirahatnya?."
"Lebih dari cukup."
"Kalau begitu kita akan berangkat sekarang juga."
Sasuke segera berdiri mengikuti Hanabi yang juga berdiri dan mulai berjalan, sedangkan Naruto dengan muka bingung mulai melihat ke arah keduanya. Dia mengangkat tangannya lalu memutuskan untuk bicara.
"Kalian tidak akan pulang dengan jalan kaki kan?."
Sasuke mewakili Hanabi untuk menjawab.
"Tentu saja tidak, hanya aku yang akan berjalan kaki sedangkan Hanabi akan kugendong."
Dan jawaban yang dilontarkannya tidak sesuai keinginan Hanabi, karena itulah dia menginjak kaki Sasuke dan menyuruhnya diam. Setelah itu Hanabi menjelaskan rencan pulangnya.
Saat datang, Sasuke meninggalkan kudanya di pos perbatasan setelah melihat ada pasukan musuh lalu memutuskan untuk berjalan kaki agar tidak ketahuan.
"Kami memang akan berjalan kaki, tapi hanya sampai perbatasan."
Sayangnya, perbatasan yang Hanabi maksud adalah tempat yang jaraknya tiga hari perjalanan kalau ditempuh dengan jalan kaki dengan asumsi mereka berjalan selama delapan jam sehari.
"Kenapa seorang tuan putri harus berjalan kaki sejauh itu? kurasa ada yang aneh dengan kalian berdua."
"Kalau kau mau protes kenapa harus sekarang? bukankah aku sudah berjalan sejauh itu denganmu."
"Itu adalah keadaan darurat, dan sebab sekarang bukan keadaan darurat aku akan menyiapkan kendaraan untuk kalian berdua."
Mau bagaimana lagi, status mereka adalah tamu negara dan Hanabi bahkan adalah seorang tuan putri dari negara terbesar dalam koalisi. Jadi tidak mungkin mereka bisa dibiarkan saja diperlakukan layaknya orang biasa. Bisa jadi nanti malah ada yang menganggap kalau pasukan koalisi meremehkan Konoha. Dan itu adalah masalah yang tidak remeh.
"Lagipula, bagaimana kalian bisa lupa dengan posisi kalian sendiri?."
Normalnya seseorang yang punya kedudukan cenderung akan bergantung pada kedudukannya dan mengandalkan hal itu untuk meminta perlakuan khusus agar keinginannya bisa dipenuhi. Tapi untuk suatu alasan, entah itu Sasuke yang keturunan keluarga militer elit maupun Hanabi yang punya status tuan putri sering sekali lupa kalau mereka itu bukan orang biasa.
"Aku percaya kalau semua orang lahir dalam kedudukan yang sama."
Atau lebih tepatnya, mereka berdua mengganggap kalau dirinya adalah orang biasa.
"Mendengar hal semacam itu dari orang Konoha rasanya agak surrel."
Dalam doktrin militer Konoha, orang yang bukan bagian dari mereka adalah orang rendahan, sedangkan mereka sendiri adalah orang yang lahir untuk ditakdirkan sebagai pemimpin dan punya hak memerintah orang-orang di luar golongannya. Bahasa mudahnya, orang-orang Konoha itu terkenal dengan kesombongannya.
"Aku akan menunggu kalian di gerbang utara dengan kereta dan pengawal, untuk sementara kalian berdua bisa istirahat! kau belum cukup tidur Hanabi? dan kau bahkan belum tidur Sasuke! kalian perlu waspada dalam perjalanan dan kurang istirahat bisa membuat kalian tidak waspada."
Hanabi melihat ke arah Sasuke dan keduanya menganggukan kepalanya.
Siangnya. Setelah merasa sudah cukup istirahat, Sasuke dan Hanabi keluar dari ruangannya masing-masing sambil membawa barang-barangnya yang sudah diperiksa ulang. Mereka segera berjalan menuju gerbang utara, dan di sana sebuah kereta kuda serta beberapa orang pengawal sudah menunggu keduanya.
"Apa kalian sudah cukup istirahat?."
Dan tentu Naruto juga ada di sana untuk mengantar kepergian mereka.
Berhubung mereka sudah membicarakan apa yang mereka perlu bicarakan beberapa jam yang lalu, Naruto hanya mengawasi pekerjaan para prajurit yang sedang menyiapkan keberangkatannya sambil memberikan instruksi tentang jalur yang akan dilintasi dan juga titik-titik yang bisa digunakan sebagai tempat istirahat.
Setelah semuanya selesai Sasuke memberikan salam singkat pada Naruto sebelum masuk ke dalam kereta. Setelah itu Hanabi akan melakukan hal yang sama kemudian keduanya berangkat dengan tenang. Adalah apa yang seharusnya terjadi. Tapi setelah Sasuke masuk Hanabi malah hanya berdiri diam melihat ke arah Naruto dengan wajah ragu-ragu.
"Ada apa Hanabi?."
Naruto yang penasaran dengan tingkah Hanabi bertanya lalu mendekat. Dia mencoba membaca raut wajah Hanabi dan menebak apa yang sedang dipikirkan gadis kecil itu. Hanya saja begitu dia melihat langsung ke wajahnya, Hanabi juga melihat langsung ke arah Naruto.
"Um!."
Dan karena hal itu entah dari mana asalnya, tiba-tiba Hanabi seakan mendapatkan sebuah kepercayaan diri yang dan membuang keraguannya yang tadi sempat terlihat. Begitu melihat Hanabi sudah kelihatan Normal Naruto ingin segera amengucapkan salam dan kembali untuk mengerjakan tugasnya.
Tapi sebelum itu.
"Turunkan badanmu Naruto!."
Naruto menundukan badannya tapi Hanabi tidak puas dan menarik Naruto lalu memaksanya untuk berdiri di atas lututnya.
"Tutup matamu."
"Kenapa?."
"Tutup saja!."
Naruto yang tidak paham dengan permintaan Hanabi tidak langsung menurut tapi Hanabi yang ingin segera mengakhiri kontak di antara mereka tidak bisa sabar dan memutuskan untuk memegang kepala Naruto dan menutup kedua matanya dengan paksa.
"Chuu. . "
"Ha-Hanabi apa yang kau lakukan?."
"Me-mengurangi rasa stressmu. . . aku berangkat, sampai jumpa lagi."
Hanabi segera meninggalkan Naruto yang sedang mematung, lalu dengan perintah dari Hanabi kereta yang mereka tumpangi mulai bergerak sambil diiringi oleh beberapa prajurit yang ditugaskan sebagai pengawal.
Naruto menyentuh dahinya tepat di mana tadi dia dicium
"Apa ini artinya aku ditolak?."
Jawabannya adalah tidak, sebab Hanabi bahkan tidak tahu kalau Naruto punya perasaan seperti itu terhadapnya dan dia juga tidak sempat mendengar pembicaraannya dengan Sasuke. Tapi meski begitu, kesimpulan Naruto tidak berbeda jauh dari kenyataan.
Untuk Hanabi, Naruto memang penting, dia menyukai pemuda itu, menghormatinya dan merasa berhutang budi padanya. Tapi selain itu Hanabi tidak memiliki perasaan lebih pada Naruto. Tidak ada perasaan yang menjurus ke arah cintanya seorang perempuan terhadap laki-laki.
Jika mereka adalah pasangan, ciuman Hanabi di kening Naruto bisa di kategorikan sebagai caranya menunjukan rasa cintanya yang tidak ternodai nafsu. Tapi mereka bukan pasangan, jadi arti paling jauh yang dibawa dari perbuatan Hanabi hanyalah 'kau adalah teman terbaikku' tidak kurang, tidak lebih.
". . . . ."
Naruto tersenyum sambil melihat kereta kuda yang membawa kedua sahabatnya itu mulai jadi tidak terlihat. Untuk ukuran seseorang yang baru saja ditolak secara tidak langsung, dia sama sekali tidak kelihatan muram.
Dia merasa sedikit agak kecewa, tapi selain perasaan itu ada perasaan lain yang membuatnya merasa kalau beban di pundaknya hilang dan membuat badannya jadi ringan. Perasaan itu adalah perasaan lega.
Sejak enam tahun yang lalu, ini pertama kalinya dia bisa merasa lega.
Sejak Naruto mengakui perasaannya pada Hanabi, dia juga memikirkan masa depan di mana Hanabi juga memiliki perasaan yang sama padanya. Dan juga hal macam apa saja yang akan terjadi kalau keduanya secara terbuka mengakuinya di depan umum. kesulitan yang mereka akan dapat lalu juga 'akhir' yang menunggu mereka.
Naruto tidak bisa bilang kalau perjalanan mereka akan mulus. Malah sebaliknya, jalan yang akan mereka lalui dipenuhi batu krikil tajam yang menyakitkan untuk diinjak. Dengan tidak memiliki perasaan yang sama dengannya terhadap dirinya, maka gadis kecil itu akan terhindar dari semua masalah yang disebabkan olehnya. Naruto ingin bisa bersama dengan gadis itu, tapi dia memiliki keinginan lain yang jauh lebih penting.
Kemudian.
"Aku sudah tidak punya banyak waktu, jadi sepertinya ini memang yang terbaik."
2
Setelah keduanya tidak lagi bisa melihat Naruto, Hanabi dan Sasuke berganti mengawasi tempat di mana musuh berada dan memastikan mereka tidak bergerak terlalu dekat dengan mereka dan menarik perhatian. Jarak mereka dari pasukan koalisi sudah cukup jauh, jadi jika mereka diserang pasukan musuh bantuan tidak akan bisa langsung datang.
Mereka bergerak dengan jalur yang memutar-mutar dan kadang harus memilih jalan yang susah untuk menghidari musuh. Oleh sebab itu, meski di dalam kereta perjalanan Hanabi dan Sasuke sama sekali tidak bisa dibilang nyaman.
Tapi meski tidak nyaman keduanya tidak bisa protes sebab semua itu dilakukan untuk melindungi keduanya. Meski sekarang cuma jadi pembawa pesan, tapi Sasuke adalah anak bangsawan dan meski cuma seorang murid sekolah militer tapi Hanabi juga adalah seorang tuan putri. Dan karena posisinya itu, kepala mereka jadi memiliki harga.
Mereka bisa digunakan sebagai alat untuk mencari uang. Jika keberadaan mereka diketahui dan mereka berdua berhasil ditangkap, pasukan musuh bisa meminta tebusan pada Konoha. Dan uang yang mereka dapatkan tentu tidak akan sedikit, lalu uang itu bisa digunakan untuk melakukan banyak hal yang akan menyusahkan pasukan koalisi di masa depan.
Selama hampir satu jam mencoba menghindari pasukan musuh, akhirnya konvoi mereka berhasil keluar dari area yang dikuasai musuh. Membuat semua orang akhirnya bisa bernafas sedikit lebih lega.
Lalu karena keadaan sudah jauh lebih santai, akhirnya Sasuke memutuskan untuk menanyakan apa yang sangat ingin dia tanyakan sejak mereka berangkat.
"Kenapa kau melakukannya?."
"Melakukan apa?."
"Kenapa kau menciumnya?."
"Itu kan cuma di dahi."
"Tetap saja itu sebuah ciuman."
"Memangnya kenapa? dia kelihatan stress jadi aku ingin coba menghiburnya."
Hanabi sering mendengar kalau prajurit yang pulang dari perang atau pertempuran sering mengalami stress yang lumayan berat. Dan biasanya, untuk mengatasinya prajurit yang sudah berumur atau berkeluarga akan diberikan hak libur dan juga tunjangan finansial tambahan sebagai hadiah.
Bisa beristirahat dan berhenti memikirkan masalah militer lalu berkumpul kembali dengan anak dan istrinya adalah obat stress tersendiri.
Tapi ketika prajurit yang dimaksud adalah para pemuda yang sedang dalam proses mencoba berhenti bergantung pada orang tuanya dan menjauh dari keluarganya lalu belum punya keluarga baru. Kedua hal tadi kadang tidak manjur untuk menghilankan rasa stress mereka.
Untuk mereka ada dua hal yang umumnya bisa digunakan untuk menghilangkan rasa stress mereka. Alkohol dan wanita. Terutama wanita. Dan yang dimaksud dengan pemuda di sini adalah laki-laki seumuran Naruto.
Ketika Naruto menyerang Hanabi di pagi harinya, yang dia ingin lakukan adalah mencoba menakuti gadis itu dan membuatnya menjauh setelah menyadari kalau dia sudah jatuh cinta pada gadis kecil yang umurnya hampir tujuh tahun lebih muda darinya itu.
Nilai moralnya tidak mengijinkannya untuk memiliki perasaan semacam itu tapi perasaannya berbalik dan tidak mengijinkan nilai moralnya menahan keinginannya. Naruto adalah orang yang selalu berpikir ke depan. Dan dia tahu kalau keduanya bukan hal yang bisa dia pilih.
Oleh sebab itulah dia memilih jalan tengah. Membiarkan perasaannya meluap untuk sesaat, lalu membuat gadis itu tidak menyukainya kemudian menjauh dan pelan-pelan menghapus perasaannya itu saat keberadaannya sudah tidak diterima.
Pada akhirnya maksud Naruto tidak tercapai, tapi selain gagalnya rencananya itu ada satu hal yang juga meleset dari perkiraan Naruto.
Hanabi punya kemampuan mengingat dan juga menghubungkan informasi yang berada jauh di atas rata-rata. Tapi dia tidak punya kemampuan yang cukup untuk bisa membuatnya mampu menebak apa yang seseorang sedang pikirkan.
Atau lebih mudahnya, Hanabi tidak peka terhadap perasaan orang lain.
Insiden tadi pagi, dari sudut pandang Hanabi hanyalah kejadian di mana Naruto yang menumpuk masalah jadi stress dan tidak bisa menahan diri ingin melampiaskan semua masalahnya dengan melakukan hal-hal dewasa. Tapi sebab di sana tidak ada orang lain kecuali Hanabi yang kebetulan juga seorang gadis, dia berakhir menyerangnya.
Dan kesimpulan yang didapat Hanabi adalah pemuda itu sempat khilaf tapi sadar di saat-saat terakhir.
Kesimpulan yang meleset jauh dari apa yang sebenarnya terjadi.
"Aku tidak bisa memberikan lebih, tapi aku ingin membantunya meringankan stressnya karena itulah ak-aku melakukannya."
Dia tidak tahu apakah apa yang dia lakukan ada pengaruhnya mengingat dia sudah terlalu sering mendengar Naruto bilang kalau dia tidak menganggap Hanabi lebih dari anak kecil dan secara terang-terangan memberitahukan preferensinya.
"Aku juga stress jadi cium aku juga, cium aku di sini!."
Sasuke menunjuk pipi kirinya dengan jari, tapi sebagai balasannya Hanabi hanya memandang Sasuke dengan tatapan dingin.
"Eh? kenapa? kenapa kau melihatku begitu? aku juga sudah bekerja keras dan benar-benar mengalami stress."
"Untuk ukuran orang yang stress kau kelihatan baik-baik saja."
"Aku sama sekali tidak baik-baik saja! jadi cepat cium aku."
Sasuke mendekatkan pipinya ke arah Hanabi, tapi kali ini Hanabi tidak hanya memberikan tatapan tajam. Tapi juga serangan fisik.
Plak.
"Kenapa kau menamparku?."
"Kau sudah tahu alasannya."
"Lalu kenapa kau mencium Naruto?."
"Dia itu anak kecil yang masih butuh bimbingan."
"Yang anak kecil itu kau! dan aku dan Naruto itu seumuran, jadi harusnya aku juga dapat hadiah ciuman."
"Aku tidak perlu mengingatkan kalau kita sedang membicarakan masalah umur kan?."
"Kau benar-benar tidak flexible."
"Kau benar. . aku memang tidak flexible."
Dia sendiri tahu kalau dia tidak flexible, dan dia juga tahu kalau dia tidak peka terhadap perasaan orang lain. Karena itulah dia tidak bisa berbuat apa-apa saat Naruto mengutarakan semua masalahnya padanya. Dia hanya bisa memberikan saran dari apa yang pernah dia baca, dan dia hanya bisa memaksakan logikanya pada Naruto sambil mengkalkulasi apa yang harus dia katakan selanjutnya.
Dengan kata lain dia hanya bicara omong kosong.
"Hey Sasuke. . . . bagaimana caranya agar aku bisa memahami perasaannya?."
Dia tidak bisa melakukan apa yang dia tidak bisa lakukan, tapi itu bukan alasan untuknya agar berhenti berusaha.
"Kenapa kau ingin memahaminya?."
"Aku ingin membantunya?."
Sasuke tidak bertanya kenapa Hanabi ingin membantu Naruto, sebab dia tahu kalau pertanyaan semacam itu adalah pertanyaan yang jawabannya mudah dan juga susah di saat yang bersamaan.
"Apa saja yang sudah kau tahu?."
Naruto yang punya tertekan tanggung jawab besar, Naruto yang selalu menyesali nasib orang-orang yang tidak bisa diselamatkannya, dan Naruto yang tidak bisa membiarkan saja orang-orang yang berjalan di bawahnya, dan rasa tanggung jawabnya terhadap setiap hal buruk yang terjadi juga sangat tinggi.
"Sasuke. . . apa aku ini orang yang dingin?."
Dia tahu kalau perang bukanlah hal yang baik, tapi dia bisa tetap berpikir kalau hal itu bukan urusannya. Dia tahu kalau nyawa yang dikorbankan seorang prajurit itu tidak bisa dihitung harganya, tapi meski begitu saat seseorang mati di medan pertempuran hanya berpikir 'oh orang itu mati?' dan bisa dengan cepat melupakannya. Lalu, meski dia merasakan simpati terhadap orang-orang yang cacat karena perang, tapi dia tidak pernah merasa dia harus membantu mereka dengan sekuat tenaga. Selain itu saat seseorang yang ada di bawah perintahnya tertimpa kemalangan hal yang langsung terpikir olehnya adalah mencari pengganti orang itu.
"Apa aku orang yang sedingin itu Sasuke. . . .? . . . apa aku ini orang yang buruk?."
Dia melihat Sasuke dengan mata yang lembab. Dia ingin mendapatkan jawaban dari pertanyaannya, tapi dia juga takut kalau Sasuke akan menghakiminya dan memutuskan kalau dia itu memang orang yang buruk.
"Tidak! sama sekali tidak! kau itu normal! dari apa yang kudengar daripada kau aku lebih merasa kalau masalahnya ada di Naruto! jika dia masih merasakan hal semacam itu berarti dia memang masih anak kecil yang belum siap ikut perang!."
Yang ingin Sasuke katakan adalah, daripada Hanabi Narutolah yang lebih butuh bantuan.
"Dalam perang tidak ada yang namanya tragedi, semua orang yang ada di medan perang dan siap membunuh seseorang juga seharusnya sudah siap untuk dibunuh! aku tidak akan mengasihani orang yang tetap ikut perang meski mereka tahu kalau mereka bisa mati di sana."
Itu adalah resiko mereka, ketika mereka masuk militer mereka sudah mengetahui resiko itu dan tetap saja masuk.
"Dalam perang kali ini yang terlibat adalah seratus persen anggota militer, dan mereka harusnya sudah tahu kalau sewaktu-waktu mereka bisa saja mati dan meninggalkan orang yang mereka sayangi! jika mereka memang menyayangi nyawa mereka harusnya mereka berhenti jadi prajurit dan beralih profesi. Jika orang sipil terlibat itu baru urusannya lain."
Dengan kata lain, yang ingin Sasuke kataka adalah orang mati dalam perang itu normal dan kematian satu orang maupun banyak orang itu nilainya sama. Dan tentu saja, siapapun yang mati hal itu bukan tragedi. Mati dalam perang itu sama dengan mati tenggelam sebagai pelaut, atau mati diserang hewan buat sebagai pemburu.
Bagi Sasuke, selain kematian orang yang dekat dengannya kematian seseorang hanyalah 'kematian orang lain' yang sama sekali tidak ada hubungannya dengannya. Manusia memang makhluk sosial, tapi sebelum jadi makhluk sosial Manusia adalah makhluk Individu.
"Kau sok sekali, padahal umur kalian sama."
"Kau juga harusnya tahu kalau yang sama dari kami memang cuma umur, selain itu semuanya beda."
Termasuk sudut pandang mereka terhadap perang. Dalam hal ini, Sasuke bisa dikategorikan sebagai kesatria yang berdiri di tengah arena pertempuran sedangkan Naruto adalah jendral yang melihat dari atas dan menentukan jalannya peperangan.
Sudut pandang mereka tidak bisa disebut seratus persen benar, tapi sudut pandang mereka juga tidak bisa disebut seratus persen salah. Keduanya punya role yang berbeda dan juga prioritas yang berbeda. Pendapat keduanya tentang perang ada di daerah abu-abu.
"Kita ganti topik saja, dalam kasus ini pandangannya dan pandanganku terlalu jauh berbeda dan hal itu hanya akan membuat saranku tidak berguna! selain itu masalah perasaan adalah masalah yang hanya bisa diketahui ketika kau sudah dekat dengan orang itu."
Sasuke kembali melihat ke arah Hanabi.
"Hanabi, berhubung kita sedang membicarakan Naruto aku ingin tahu pendapatmu tentangnya."
"Pendapat?."
"Ok, aku akan tanya secara langsung! apa kau menyukai Naruto! sebagai seorang laki-laki?."
"Ha? ja-jangan tanya hal aneh tiba-tiba begini."
"Tidak ada yang aneh dan tiba-tiba di sini! kalian kelihatan sangat dekat jadi aku penasaran tentang perasaaanmu terhadapnya! selain itu kau juga sudah menciumnya."
"Jangan membahas itu lagiii!..."
Dia jadi ingat hal lain.
"Kudengar dari Naruto kalau kau hampir setiap hari mengunjungi kamarnya lalu menghabiskan waktu berdua di sana sambil gelap-gelapan, selain itu aku juga mendengar kalau kau sering mengenakan pakaian tipis di depannya, dan di perjalanan kalian ke sini kalian sempat main-main sampai larut malam di tengah hujan badai, kau bahkan pasrah saat dipangku dan dipeluk olehnya terus-menerus saat di skoci darurat."
"Ke-kenapa kau tahu semua ituuuu!."
"Kenapa? tentu saja karena Naruto memberitahukannya padaku?."
"Orang bodoooohh! kenapa dia membeberkan hal semacam itu pada orang laiiinn!?.."
Hanabi yang wajahnya sudah merah padam karena malu terpaksa harus menutupinya dengan kedua tangannya agar dia tidak jadi semakin malu.
"Tenang saja, aku itu bukan orang lain!."
"Sasuke. . . ."
"Jadi sebagai biaya tutup mulut pindah ke sini dan duduk di pangkuanku lalu biarkan aku memelukmu."
Plak.
"Mengesampingkan hal itu, jadi apa kau punya perasaan seperti itu padanya atau tidak?."
"Tidak, sama sekali tidak, hubungan kami itu hanya seperti saudara! Sama seperti hubunganku denganmu aku tidak bisa melihatnya sebagai target rasa romantis, aku menganggapnya sebagai adik laki-laki saja."
"Kenapa adik laki-laki. . ."
"Kau tidak perlu penjelasan."
"Aku tahu itu. . tapi ketika yang mengatakannya adalah anak dua belas tahun rasanya benar-benar aneh."
"Daripada itu, bagaimana kalau kita membicarakan situasi di rumah? aku ingat kau belum menceritakan detailnya padaku."
"Apa yang sebenarnya sedang terjadi aku tidak tahu, tapi yang jelas aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri kalau ada pasukan yang bersiap untuk bergerak ke teritori kita."
Pasukan itu adalah pasukan pribadi milik seorang bangsawan bernama Gatsu, sama seperti Hanabi teritorinya juga berada di ujung Konoha tapi daripada Hanabi lokasi teritori Gatsu lebih dekat ke perbatasan. Oleh sebab itulah di Gatsu mempunya banyak pasukan perang, malah bisa dibilang kalau teritorinya sudah seperti markas militer.
Luas teritorinya sendiri jauh lebih besar dari teritori yang dimiliki Hanabi, hanya saja sebab mereka lebih fokus pada masalah militer dan pertahanan produksi komoditas dan ekonomi dari lahan yang dimillikinya tidak terlalu bagus. Sehingga mereka sangat bergantung pada supply dari pusat.
"Pasukan ya? kenapa ada yang repot-repot membawa hal seperti itu?."
"Bukankah normal membawa pasukan untuk menyerang sebuah daerah?."
"Pasukan yang kau sebutkan tadi itu terdiri dari orang-orang Konoha kan? kalau begitu bukankah apa yang mereka lakukan itu termasuk lese majeste?."
Ibunya memang orang bisa, lalu dia memang tidak punya kesempatan untuk jadi raja, selain itu umurnya juga masih muda dan kekuasaannya hanya terbatas pada sebuah tanah kecil yang dimilikinya. Tapi meski begitu Hanabi tetaplah seorang tuan putri, dan mengangkat senjata untuk melukai keluarga kerajaan adalah tindakan kriminal dengan hukuman berat.
Mendeklarasikan perang terhadapnya adalah sama saja dengan memberontak terhadap kerajaan Konoha.
"Kau bilang kalau alasan mereka datang adalah untuk mengambil budak yang lari ke teritoriku kan? kalau begitu bukankah kita hanya perlu mengembalikan mereka saja."
"Kalau masalahnya sesederhana itu aku tidak akan memintamu pulang."
Teritori Hanabi memang tidak sebesar milik saudara-saudaranya yang lain maupun para bangsawan kerajaan, tapi meski begitu area yang termasuk dalam teritorinya bukanlah tanah yang bisa dia dan pelayannya garap sendiri. Bahkan setelah menghitung orang-orang yang dia selamatkan dulu jumlahnya masih kurang dan teritorinya masih kekurangan tenaga.
Oleh sebab itulah teritorinya perlu mendatangkan orang dari luar, dan orang-orang itu jumlahnya tidak sedikit. Lalu sebab sistem catatan kependudukan masih sangat berantakan latar belakang orang-orang yang datang ke teritori Hanabi tidak bisa dicek satu-persatu.
Asalkan mereka mau bekerja dan tidak malas lalu tidak bertingkah buruk, mereka akan diterima dan dipersilahkan bekerja lalu tinggal di teritorinya. Oleh sebab itulah menentukan siapa yang harus ditarik dan siapa yang harus ditahan jadi susah.
Asal, status, dan latar belakang keluarga serta catatan kependudukan orang-orang itu tidak ada yang jelas.
"Selain itu aku tidak yakin kalau mengembalikan orang-orang itu akan menyelesaikan masalah."
"Ha. . , aku juga berpikir begitu, bisa jadi malah masalah ini mereka sendiri yang memulai."
Dari informasi tambahan yang Hanabi dapatkan dari Sasuke, alasan dari penggerakan pasukan Gatsu sudah bisa ditebak. Masalah ekonomi. Apa yang Gatsu incar bukanlah Hanabi maupun kembalinya budak yang lari ke teritorinya melainkan hal yang lebih fundamental.
Teritori yang Hanabi miliki.
Teritori luas tidak selalu membawa keuntungan, bahkan jika tidak ditangani dengan baik teritori luas malah hanya akan menjadi beban. Dengan teritori yang semakin luas, maka orang yang di dalamnya juga akan semakin banyak dan orang-orang itu tentu saja harus diurus. Selain itu sebab Gatsu juga harus mengurus fasilitas militer dan pasukannya beban yang dipikulnya juga jadi akan semakin berat.
Dia tidak bisa fokus mengurus masalah domestik dan di saat yang sama dia juga harus mengurus masalah militer, jika dia fokus pada satu hal maka dia harus meninggalkan hal lain. Tapi kalau dia mengurus keduanya dia hanya akan menghasilkan hasil yang setengah-setengah.
"Untuk sementara aku sudah bisa menebak sebuah skema yang dibuat olehnya, tapi itu cuma hipotesis dan kebenaranya tidak bisa dijamin."
Hipotesis yang dibuat Hanabi sangat sederhana.
Gatsu mengirim budak dalam jumlah banyak ke teritori Hanabi untuk membingungkan menejemen. Setelah beberapa lama dia akan akan mengklaim kalau terititori Hanabi menyembunyikan budak-budakanya lalu meminta mereka dikembalikan. Sebelum identitas mereka diketahui Gatsu akan membawa pasukan ke teritori Hanabi dengan alasan menjaga keamanan dan melindungi keluarga kerajaan.
Dengan alasan itu juga dia akan menduduki teritori Hanabi kemudian secara rahasia membuat masalah lalu pura-pura memberikan solusi. Tujuan akhirnya sendiri mungkin adalah penggabungan teritori keduanya dan mengambil alih menejemen dengan dalih kalau tidak ada yang mampu mengelola teritorinya.
"Apa si Gatsu ini orang yang kelihatannya bisa diajak bernegosiasi?."
Hipotesisnya masih penuh dengan lubang yang hanya bisa diisi dengan perkiraannya sendiri. Oleh sebab itulah dia baru akan menentukan langkah selanjutnya setelah bertemu langsung dengan orangnya. Melakukan penggabungan teritori sama sekali bukan ide yang buruk, tapi menyerahkan menejemen teritorinya pada orang lain tentu saja adalah urusan lain.
"Dia adalah rakyat Konoha yang baik."
Artinya dia itu adalah orang yang bisa diajak negosiasi kalau dia yakin akan menang dan merasa menang tapi akan jadi sulit diajak bicara dan tidak memperdulikan apapun yang orang lain katakan kalau merasa kalah dalam perdebatan. Sama sekali bukan tipe orang yang bisa dihadapi Hanabi yang mengandalkan kata-kata dan logika.
"Tapi kita bisa sedikit lega."
Setidaknya Ibunya tidak akan diperlakukan buruk.
"Hanya saja kita tidak bisa santai, kau harusnya masih ingat negara seperti apa Konoha itu kan?."
"Tentu saja."
Hanabi, Sasuke, dan Ibunya mungkin tidak akan diperlakukan buruk, setidaknya secara fisik. Tapi gadis itu tidak bisa mengharapkan supaya Gatsu memperlakukan orang-orang yang ada di teritorinya sama sepertinya.
Sebagian besar dari mereka adalah rakyat biasa, selain itu ada banyak dari mereka yang statusnya adalah budak. Dan di Konoha, rakyat biasa itu dianggap sebagai pelayan yang tugasnya adalah menuruti semua perintah para bangsawan. Sedangkan untuk budak bahkan mereka tidak akan dianggap sebagai manusia dan diperlakukan layaknya properti.
"Maafkan aku Hanabi."
Di dunia manapun yang punya tugas untuk menjadi tameng, yang harus menjadi tulang punggung, dan yang harus mengotori tangannya untuk keluarganya adalah orang yang sudah dewasa. Di dunia manapun memutar otak mencari uang dan melindungi rumahnya bukanlah tugas seorang anak kecil.
Apa yang harus mereka lakukan adalah bermain dan belajar agar bisa jadi orang yang lebih baik dari kedua orang tuanya.
Tapi meski dia sudah tahu semua itu Sasuke tetap lari dan meminta bantuan Hanabi begitu dia mendapat masalah. Dia malah hanya menambahkan beban yang dimiliki gadis kecil itu dan menyerahkan semua masalah yang dia temui padanya. Selain itu, bukannya melindungi dia malah dengan sengaja membawa Hanabi ke tempat yang berbahaya.
Sebagai orang yang sudah dewasa Sasuke merasa kalau dia itu benar-benar tidak berguna.
"Apa-apaan permintaan maafmu itu? kau tidak menganggapku sebagai anak kecil kan?."
"Tapi kau memang masih kecil!."
"Kenapa kau mengungkit masalah ini lagi?."
Sasuke diam untuk sesaat lalu melihat ke mata Hanabi setelah beberapa detik.
"Waktumu bisa bersenang-senang secara bebas hanyalah saat kau masih kecil, saat aku memutuskan untuk mengikutimu apa yang ingin kulakukan hanyalah membuatmu bisa memanfaatkan waktu singkat itu! aku ingin kau senang dan bahagia! tapi meski begitu aku sudah gagal melakukannya."
Orang yang paling Hanabi sayangi adalah Ibunya, tapi orang yang paling dekat dengannya adalah Sasuke. Orang yang paling tahu tentangnya adalah Sasuke. Dan dua orang itu adalah orang yang paling tahu situasi satu sama lain.
"Aku juga bisa mengatakan hal yang sama padamu, daripada mengikutiku kenapa kau tidak bersenang-senang saja? kau ini lolicon kan? dengan statusmu aku yakin ada banyak bangsawan yang mau menjodohkan anak perempuannya yang masih kecil padamu."
"Motoku adalah, loli yes, no touch."
Lagipula, apa yang membuatnya senang bukanlah bisa mendapatkan seorang gadis kecil manis lalu membuatnya jadi dewasa. Tapi melihat mereka bermain tertawa dengan polosnya. Persis seorang kakek yang senang saat melihat cucunya.
Sama seperti Naruto, Sasuke juga punya anggapan kalau anak kecil itu tugasnya hanya belajar dan bermain. Bersenang-senang dan mengasah diri, bukannya dipermainkan oleh orang-orang dewasa untuk kepentingannya sendiri.
"Ahahaha. . . . "
Hanabi tertawa, dan begitu gadis kecil itu tertawa Sasuke ikut tersenyum. Tawa polos seperti itulah yang selalu dia ingin lihat dari Hanabi, sebuah tawa lepas yang datang dari dalam hatinya. Sebuah ekspresi yang sesuai dengan umurnya.
"Apanya yang no touch!? bukankah kau sering memeluku tanpa ijin?."
"Meski kau masih kecil, tapi aku sama sekali tidak merasa berdosa kalau memegang-megangmu."
"Jangan menjadikanku pelarian!. lagipula. . . jika kau mau sedikit merubah diri aku yakin kau tidak akan dijauhi anak kecil."
Meski suka dengan anak kecil tapi Sasuke tidak pernah dekat dengan anak kecil. Keadaannya sama seperti orang yang suka kucing tapi alergi bulu kucing, jadi meski dia ingin mendekatpun dia tidak bisa. Dalam kasusnya, ketika dia mendekat semua orang malah akan lari karena takut dan pada akhirnya membuatnya hanya bisa melihat dari jauh.
"Aku tidak bisa melakukannya! penampilanku ini adalah salah satu senjataku."
Muka sangar dan aura mengintimidasi yang dimilikinya adalah aset yang dia perlukan untuk membantu tugasnya. Meski hal semacam itu tidak akan ada gunanya jika dia berhadapan dengan orang yang benar-benar kuat, tapi hal sederhana itu bisa membuat orang-orang yang tidak punya nyali tidak akan berani mendekat.
Dan hal semacam itu sangat berguna saat dia melakukan pengawalan di tempat umum.
"Hey Sasuke kau ada di sini karena kau punya tujuan kan?."
Hanabi memasang muka serius lalu melihat ke arah Sasuke secara langsung.
"..."
Sasuke mengangguk.
"Dan untuk tujuan itu kau rela mengorbankan hal lain agar tujuan itu bisa kau capai kan?."
Sasuke kembali mengangguk..
Jika mau, Sasuke bisa melanjutkan pendidikan militernya di Konoha. Setelah itu dia bisa melanjutkan karirnya di bidang militr. Dengan bantuan nama keluarga dan kemampuannya, mendapatkan promosi bukanlah sesuatu yang sulit.
Jika dia tidak ikut keluar dengan Hanabi dari sekolah lalu mengikutinya ke teritorinya masa depan Sasuke sudah dipastikan akan cerah.
Tapi Sasuke tidak mengambil jalan itu. Baginya ada yang lebih penting dari sekedar prospek masa depannya yang cerah.
Dan tujuan itu adalah membuat gadis kecil di depannya merasa senang.
Sebuah keinginan bodoh dan tidak berguna yang egois.
"Aku juga punya hal seperti itu! aku ingin membahagiakan Ibuku dan memberinya kehidupan tanpa masalah dan tanpa kekhawatiran."
Dan untuk tujuan itu dia rela mengorbankan kesenangannya.
Sasuke melihat ke mata Hanabi, dan di sana dia menemukan sebuah tekat membara yang kokoh. Dengan sekali lihatpun sudah jelas kalau gadis kecil di depannya tidak akan mundur kalau benar-benar tidak dipaksa mundur.
"Jika kau seingin itu melihatku senang, bagaimana kalau kau membantuku mengejar tujuanku agar tugasku cepat selesai dan aku bisa bersenang-senang?."
"Aku tidak punya pilihan kan?."
Hanabi mengangguk setelah itu dia menyiapkan kertas dan alat tulis.
"Aku akan memikirkan masalah Gatsu dan mencari sebanyak mungkin cara untuk menghadapinya, kau fokus saja untuk menjagaku."
"Baiklah!."
Dengan begitu perjalanan mereka terus berlanjut.
