1

"Uuuu. . . . kenapa aku harus mengalami siksaan semacam ini?.."

"Jangan berlebihan, aku hanya sedang merapikan penampilanmu."

"Untuk ukuran merapikan penampilan rasanya agak lumayan menyakitkan."

"Tenang saja, nanti kau juga akan terbiasa."

Ibu Hanabi memalingkan pandangan dari anak gadisnya, yang secara tidak langsung adalah pengakuan kalau apa yang dikatakannya adalah pengalaman pribadi. Dan pengalaman itu sama sekali tidak mengenakan.

"Lagipula kenapa aku harus mengenakan benda ini? kurasa aku tidak membutuhkannya."

Hanabi melihat ke arah dadanya sendiri, dan begitu dia melakukannya pandangannya bahkan masih bisa sampai ke perutnya tanpa ada halangan berarti. Yang artinya dadanya masih masih hampir rata.

Meski memang ada dua tonjolan lembut yang berada di kedua sisi dadanya, tapi mereka terlalu kecil untuk bisa dilihat dengan jelas, bahkan jika dia mengenakan pakaian keduanya akan benar-benar kelihatan lenyap.

Yang sedari tadi Ibunya lakukan adalah memasangkan korset kepada anaknya.

Dengan kencang.

Sebab pada dasarnya dia masih ada dalam masa pertumbuhan. Bisa dibilang, akan lebih baik kalau Hanabi mengenakan pakaian yang longgar. Dan tentu saja korset yang biasanya digunakan untuk memaksa perubahan bentuk tubuh darii luar sama sekali tidak disarankan untuk dipakai.

"Kau memang tidak membutuhkannya, tapi ada orang yang butuh untuk kau memakainya."

"Sekarang aku jadi punya pandangan kalau semua laki-laki bangsawan itu orang mesum."

"Jangan khawatir putriku, aku akan berusaha membuatmu bisa memilih calon suamimu sendiri."

"Su-su-su-su-suami. . . kurasa kita tidak sedang membicarakan masalah seperti itu! dan. . .kurasa topik yang semacam ini masih terlalu jauh untuk dipikirkan! yang kumaksud itu. . . . kenapa anak kecil sepertiku harus berdandan hanya karena akan bertemu seorang kakek tua."

"Ahaha. . . kau harusnya tahu sendiri kalau kaum bangsawan itu mengutamakan penampilan."

Dan yang dimaksud penampilan juga bukan hanya masalah pakaian saja. Untuk anak-anak dari keluarga bangsawan, mengajarkan mereka tata krama bahkan bisa lebih dahulu dilakukan sebelum mengajarkan caranya membaca.

Lalu, setelah mereka memasuki usia tertentu penampilan mereka juga akan semakin dipermasalahkan. Anak perempuan diharuskan berpenampilan elegan dan feminim layaknya wanita dewasa. Sedangkan anak laki-laki juga harus selalu kelihatan gagah dan berkelas.

"Tapi bukankah orang yang akan kutemui itu pebisnis?."

"Pebisnis yang punya banyak sekali urusan dengan orang-orang kelas atas di negara ini."

"Eh… Bukannya dia tidak punya posisi spesial di pemerintahan?"

Memang benar orang yang ditemui punya kedudukan yang lumayan tinggi mengingat keluarganya adalah salah satu kelompok yang punya andil besar dalam bedsirinya negara ini. Tapi secara official, posisinya sekarang hanyalah sebagai bangsawan umum.

Dengan kata lain, kedudukannya dalam kerajaan tidak berbeda dengan bangsawan lain yang lebih baru. Bahkan sebab basisnya ada di ibu kota, orang itu sama seakli tidak meniliki teritori untuk diatur.

"Sepertinya aku perlu menyelidikinya lebih dalam"

Hanabi mengingat kalau keluarga orang itu juga tidak ada satupun yang punya posisi di dalam istana. Yang jelas sangat aneh mengingat seberapa besar kontribusi yang diberikan oleh orang itu dan juga keluargannya pada Konoha.

Selagi berpikir, Hanabi membiarkan ibunya melanjutkan kegiatannya untuk merapikan penampilannya. Sedangkan Kanna, sebagai ibu sebenarnya ingin melakukan lebih dari sekedar mempercantik anaknya, tapi sayangnya sebab dia tidak punya pendidikan tinggi dia tidak hanya bisa mendukung dari belakang dan memberikan pertolongan yang sepele.

"Hanabi. . . . apa kau yakin ingin melakukannya?. . ."

"Um. . ."

Anak perempuannya itu mengangguk yakin.

Dia tentu saja tahu kalau Hanabi itu pintar dan punya kemampuan yang bisa diandalkan. Dia bahkan percaya kalau anaknya yang manis itu bisa mengalahkan para bangsawan Konoha dalam masalah intelejensi. Tapi sebagai Ibu, sehebat apapun anaknya tetap saja dia tidak bisa berhenti merasa khawatir. Selain itu, dia juga merasa kalau beban yang ditanggung anak perempuannya itu terlalu besar untuk dipikul pundak kecilnya.

"Apa aku tidak bisa menggantikanmu saja?."

Hanabi menggelengkan kepalanya.

"Aku melakukannya untuk melindungi mama, tapi kalau mama yang melakukannya sama saja usahaku sia-sia! selain itu. . . tugas ini adalah hal yang hanya aku saja yang bisa melakukannya."

Dalam keadaan bahaya, seorang Ibu rela mengorbankan nyawa demi anaknya adalah tindakan yang mulia. Tapi sayangnya dalam kasus ini, yang Hanabi ingin lakukan adalah melindungi Ibunya. Jika dia menyerahkan masalah pada Ibunya, maka sama saja dia memaksa orang yang dia harus lindungi untuk jadi tamengnya dan mati menggantikannya.

Salah prioritas.

Selain itu, tugasnya adalah memang sebuah tugas yang hanya bisa dilakukan olehnya sendiri.

"Bagaimana kalau minta bantuan Naruto. . ?"

Mungkin memang dia tidak bisa membantu, tapi dia masih bisa mencari orang yang bisa membantu anaknya. Dia tidak peduli kalaupun dia harus memohon dan mengemis pada seseorang asalkan mereka mau memberikan bantuan pada anak perempuannya itu.

Tapi sekali lagi, Hanabi kembali menggeleng.

"Naruto sudah banyak sekali membantu, situasi kondusif dan waktu yang kita miliki sekarang bisa didapatkan karena usaha kerasnya! aku tidak bisa meminta lebih banyak, selain itu dia juga bukan orang Konoha sehingga ada kemungkinan kalau kehadirannya malah membuat masalah jadi runyam."

"Kalau beg. . . ."

"Sasuke juga out!. . . kurasa alasannya tidak perlu kusebutkan."

Jika yang dibutuhkan adalah kuat yang bisa menghadapi anggota pasukan elit satu lawan satu, yang dikirim untuk maju tentu saja Sasuke. Tapi pertempuran yang akan Hanabi hadapi bukanlah pertempuran semacam itu.

"Mama, aku paham kalau kau khawatir. . . . tapi. ."

Hanabi menutup matanya, kemudian dia menarik nafas panjang dan mengeluarkannya dengan pelan sambil membuka kembali matanya.

"Masalah ini bukan cuma tentang kita. . . tapi semua orang yang ada di sini."

Karena itulah dia tidak bisa melakukannya setengah-setengah.

"Um. . maaf."

"Kenapa mama minta maaf? di saat seperti ini harusnya kau memberiku semangat kan?."

Hanabi mengepalkan tangannya dan membuat pose kemenangan dengan mengangkat tangannya yang terkepal. Setelah itu Ibunya tersenyum lalu berdiri begitu selesai merapikan penampilan anak perempuannya itu.

"Aku sayang padamu!."

Kanna memeluk tubuh anak perempuannya dengan erat. Dia sama sekali tidak ingin anaknya itu menanggung beban berat, melakukan hal-hal sulit apalagi membahayakan diri. Sebagai seorang Ibu dia tidak bisa berpikir kalau apa yang ingin dilakukan putrinya itu benar.

Tapi Hanabi ingin melakukannya. Dia bisa melakukannya. Dan Gadis kecil itu harus melakukannya sebab tidak ada yang bisa menggantikannya.

Karena itulah dia harus menyerah dan membiarkan Hanabi melakukan apa yang ingin dilakukannya lalu mendukung putrinya itu sebisa mungkin.

"Aku juga sayang padamu mama!."

Hanabi membalas pelukan Kanna. Lalu, setelah mendapatkan dukungan penuh, dia keluar dari kamarnya sambil memasang wajah penuh determinasi.

2

Melawan Gatsu, jendral dari pasukan perbatasan Konoha secara langsung sama sekali tidak mungkin. Selain Hanabi tidak punya personel militer, dia juga yakin kalau konfrontasi fisik dengan divisi militer kerajaan malah akan semakin membuat posisinya yang sudah rendah akan semakin buruk dan jadi minus di mata para bangsawan Konoha.

Karena itulah dia mencari cara hal lain yang bisa dia bawa ke meja negosiasi dua minggu lagi.

"Um. . . . . . . kenapa kita harus bernegosiasi dengan orang lain nona Hanabi? maksudku nona Hanabi kan sudah berhasil menunda pertempuran, bukankah harusnya kita menyusun rencana untuk melakukan negosiasi dengan jendral Gatsu yang selanjutnya."

"Negosiasi yang sekarang juga bagian dari persiapan untuk melakukannya."

Tidak seperti biasanya, suara yang terdengar untuk memberikan pertanyaan bukan berasal dari Sasuke. Suara tadi tidak memiliki nada berat dan malah kedengaran kekanakan, selain itu di dalamnya terselip rasa ingin tahu yang besar.

"Alasannya sederhana, meski kita bisa memaksakan negosiasi tapi posisi kita masih sama seperti sebelumnya."

Hanabi menjawab sambil melihat ke arah seseorang yang duduk di depannya. Seorang gadis kecil berpakaian pelayan yang terlihat hampir seumuran dengannya. Namanya Miina, posisi resminya adalah pelayan pribadi Hanabi. Tapi Sebenarnya dia masih belum lama bekerja dan juga belum bisa belum bisa melakukan tugasnya dengan baik. Jadi, daripada pelayan mungkin akan lebih tepat dibilang kalau Miina adalah teman perjalanan Hanabi.

"Apa kau paham sampai di sini? Miina?."

Gadis kecil itu mengangguk dan Hanabipun melanjutkan penjelasannya.

Mereka ada dalam posisi di bawah jendral Gatsu. Dan jika Hanabi memaksakan negosiasi dalam posisinya yang sekarang, hasil akhirnya tidak akan baik. Gatsu akan mengajukan proposal yang lebih menguntungkannya sambil memojokan Hanabi dan meminta berbagai macam kondisi yang tidak mungkin bisa dia tolak karena posisinya yang ada di bawah.

"Jendral Gatsu akan membawa kekuatan militernya ke meja negosiasi, kemungkinan besar dia akan menggunakannya sebagai modal untuk menekan pihak kita untuk menujukan kalau mereka itu jauh lebih kuat dan berkuasa."

Mereka akan mencoba menunjukan siapa yang jadi bosnya.

Konflik total antara teritori Hanabi dan Gatsu memang tidak sempat terjadi. Tapi sebab Gatsu tahu betul kalau Hanabi dari awal memang tidak bisa melawan menganggap kalau pengajuan negosiasi dari pihak Hanabi adalah sebuah usaha sia-sia untuk mengulur waktu.

Dan sebagai pihak yang merasa menang tentu saja mereka akan mencoba mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dari pihak yang mereka rasa sudah kalahkan.

Dari segi militer memang tidak ada yang menang ataupun kalah dalam konflik kali ini, sebab pada dasarnya peperangan bahkan belum sempat terjadi. Tapi dari segi politik, Hanabi adalah pihak yang kalah begitu dia menawarkan negosiasi saat Gatsu akan menyerang.

Yang dilakukan Naruto pada dasarnya sama dengan mengatakan "Ayo kita bicara dulu" sambil mengangkat tangan pada Gatsu yang mengacungkan pedang ke wajahnya. Dengan kata lain, secara tidak langsung Naruto sudah membuat deklarasi kalau "Aku tidak bisa melawan lagi, jadi beri aku waktu untuk sedikit menyiapkan persembahanl"

Meski yang terjadi sebenarnya malah sebaliknya, tapi tetap saja posisi mereka masih dalam keadaan yang lemah.

Gatsu yang dari awal memang tidak mengundang perhatian dari pihak kerajaan merasa kalau proposal Naruto lebih menguntungkan daripada harus repot-repot menggerakan pasukannya. Oleh karena itulah dia menyetujuinya.

"Kalau begitu. . kita akan melawan?"

"Ya. . . meski mungkin dia menganggap kita sudah kalah tentu saja kita tidak akan mengalah begitu saja, karena itulah kita akan mencari senjata untuk balik menodong jendral Gatsu."

Dan menodong yang dimaksud oleh Hanabi bukanlah todongan seperti yang dia lakukan sebelumnya saat mengajukan tenggang waktu.

Gatsu ada dalam posisi di mana dia bisa membunuh Hanabi ketika dia ingin melakukannya jika mereka benar-benar sedang bertarung. Karena itu dia bisa meminta apapun dari Hanabi. Tapi jika Hanabi juga punya senjata yang dia juga bisa gunakan untuk membunuh Gatsu maka posisi keduanya akan jadi seimbang dan negosiasi bisa dibuat jadi netral.

"Dan orang yang bisa membantu kita adalah tuan Genno?."

"Ya. ."

"Kenapa?."

"Gampangnya, dia itu orang kaya."

"Umm. . . sekaya apa? apa dia lebih kaya dari nona Hanabi?."

Miina memiringkan kepalanya mencoba membayangkan sekaya apa orang yang dipanggil Genno itu. Miina lahir dari keluarga miskin, sebelum pindah ke teritori Hanabi keluarganya bahkan hanya tinggal di gubuk kecil yang kedua orangtuanya dirikan bersama. Meski kehidupannya sekarang sudah naik tarafnya, tapi dia belum pernah pergi jauh dari teritori Hanabi. Baginya yang hanya punya sedikit pengetahuan tentang dunia luar, orang terkaya yang dia tahu adalah keluarga Hanabi. Oleh karena itulah dia menggunakan aset yang dimiliki Hanabi sebagai pembanding.

"Hahaha. . . ."

Mendengar pertanyaan polos itu, Hanabi hanya bisa tertawa kecil. Dan begitu dia akan menjawab, tiba-tiba kereta kuda yang mereka naiki sedikit bergoyang. Kemudian pintunya terbuka dan seorang pemuda masuk ke dalamnya. Naruto.

"Miina kau tahu seberapa besar rumah Hanabi kan?."

"Um. . ."

"Si Genno ini bisa membeli lima puluh rumah sebesar itu dengan uang sakunya."

"Eeeeh. . . . . apa benar nona Hanabi?"

Hanabi hanya bisa mengangguk.

"Ba. ba. . bagaimana dia bisa sekaya itu?."

"Dia adalah salah satu anggota penting dari serikat konglomerat terbesar Konoha."

Hanabi menggeser posisi duduknya dan memberikan tempat untuk Naruto. Di dalam kereta kuda ada tempat duduk lain yang masih kosong dan lebih lega, tapi keduanya langsung bertingkah kalau seakan duduk bersama itu adalah sesuatu yang normal dan tidak perlu dipikirkan.

Miina yang melihat hal itu langsung menggunakan kedua tangannya untuk menutup mulutnya yang tersenyum begitu melihat kedua orang di depannya bertingkah seperti pasangan yang sudah lama menikah dengan naturalnya.

"Ada apa Miina?."

"Ti-tidak ada apa-apa nona Hanabi."

"Syukurlah kalau begitu. . . lalu Naruto. . bagaimana investigasinya?."

"Karena kita kekurangan orang aku tidak bisa mendapatkan terlalu banyak informasi, tapi meski begitu aku sudah bisa menerka karakternya. . . . ada kesempatan untuk dia mau membantu kita. . . tapi semua itu bergantung padamu. . ."

Naruto memandang Hanabi dengan serius.

"Sejujurnya aku takut dan khawatir serta grogi, tapi meski begitu. . . aku yakin kau bisa melakukannya."

Dan kali ini Hanabi balas memandang Naruto dengan serius.

"Aku tidak akan mengecewakanmu."

Naruto tersenyum dan secara reflex dia ingin mengelus kepala Hanabi, tapi begitu dia menyadari kalau di sana ada Miina yang menatap keduanya dengan seksama. Dia memutuskan untuk berhenti dan segera mengambil dokumen yang sudah dia rangkum.

"Seperti yang sudah kuduga, kemampuan finansial serikat konglomerat Konoha punya ikatan kuat dengan kekuatan militer Konoha."

"Sama sekali bukan kejutan, perhitungan sederhana saja sudah menunjukan kalau aset yang mereka miliki itu sebanyak bintang di langit."

"Kau bahkan bisa bilang kalau serikat itu adalah sponsor utama perang yang Konoha lancarkan ke banyak negara di sekitarnya."

"Ngomong-ngomong bagaimana keadaan Sasuke?."

"Dari awal dia sudah terluka berat, dan ditambah dengan luka yang diterimanya kemarin keadaan tubuhnya sama sekali tidak bisa dibilang bagus!."

"Jadi dia tidak akan ikut."

"Begitulah, tentu saja begitu dia tahu kalau kau mau pergi dia ingin ikut tapi aku memaksanya untuk tetap di rumah. . . kita membutuhkan kekuatannya. . . dan kalau dia kenapa-kenapa di saat kita membutuhkannya, malah nanti kita yang repot sendiri."

Hanabi tertawa kecil lalu menjawab.

"Bilang saja kau khawatir."

"Uwah. . apa-apaan ekspresimu itu. . asal kau tahu saja ya, hubunganku dengan Sasuke tidak sedekat itu. . . . "

"Apa iya? aku sangat yakin kalau kau menggendongnya selama berjam-jam tanpa mengeluh sedikitpun saat kita kabur."

"Mau bagaimana lagi? jika aku membiarkannya mati begitu saja aku tidak akan pernah bisa tidur lagi! selain itu aku tidak mau melihamu sed. . . . ."

Naruto langsung berhenti bicara begitu menyadari apa yang baru saja dikatakannya. Dan begitu dia melihat ke arah Hanabi, dia mendapati kalau wajah Hanabi sudah benar-benar merah. Lalu, sebab keduanya tidak tahu haru mengatakan apa lagi, dua orang itu tiba-tiba langsung diam begitu saja.

Hanya saja keadaan itu tidak berlangsung lama. Atmosfir beku itu dicairkan oleh Hanabi yang coba mengalihkan pembicaraan.

"Tapi dia bisa bergerak kan?."

"Asal dia tidak melakukan hal-hal berat, kenapa memangnya?."

"Aku ingin memintanya membuat sesuatu."

"Sesuatu? aku tidak bisa membayangkan sesuatu yang kau atau Sasuke buat itu hal yang normal."

"Kebetulan kita memang butuh sesuatu yang tidak normal, tapi tolong jangan samakan aku dengannya."

"Dengarkan aku Hanabi! meski spesialiasi kalian itu berbeda, tapi kalian itu pada dasarnya sangat mirip!."

Hanabi punya jalan pikir yang terlalu maju dalam bidang ekonomi, sedangkan Sasuke sendiri punya ide maju yang sama jauhnya. Selain bela diri, Sasuke juga punya bakat dalam membuat benda praktis. Bahkan rifling yang jadi standard di senapan yang ada sekarang adalah hasil dari buah pikirannya.

Selain itu, untuk suatu alasan Sasuke juga bisa membuat makanan yang enak.

"Setidaknya aku tidak mesum."

"Jadi apa yang kau minta buat?."

"Makanan cepat saji."

Naruto mencoba berpikir sesaat.

"Untuk pancingan?."

"Ya. . . ."

"Apa aku per. . ."

Sebeum Naruto sempat menyelsaikan kalimatnya, Miina yang sedari tadi kebingungan memberanikan diri untuk mengangkat tangan untuk bertanya.

"A. .uuummm. . . . serikat konglomerat itu apa?"

Hanabi melihat ke arah Naruto dengan rona wajah yang masih sedikit terlihat.

"Naruto, selama perjalanan kurasa kita perlu mengajari Miina tentang beberapa hal."

"Kenapa?."

"Aku tidak yakin kalau aku bisa terus berada di rumah, karena itulah aku butuh pengganti dan anak ini kelihatan punya bakat."

"Kurasa benar juga, menemukan orang yang bisa bicara denganmu itu susah."

"Jangan membuatku kedengaran seperti kakek-kakek keras kepala."

"Baiklah Miina, aku tidak akan mengajarimu seperti guru dan Hanabi juga tidak punya waktu untuk melakukannya nanti, jadi dengarkan dengan baik apa yang kami bicarakan dan catat apa yang kau anggap penting dan perlu ingat, ketika waktunya sudah longgar kami akan memeriksanya."

Miina mengangguk dengan antusias. Dan dengan itu, mereka mulai melakukan diskusi tentang informasi yang sudah Naruto dapatkan dan juga rencana apa yang harus disusun untuk ditambahkan pada rencana awal mereka.

Perang punya banyak tujuan. Dan perang yang dilancarkan oleh Konoha tujuannya adalah menyelesaikan masalah ekonomi mereka. Hanya saja sebuah perang tidak bisa begitu saja dideklarasikan oleh sebuah negara.

Agar perang bisa dilakukan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Yang pertama adalah krisis yang bisa memberikan justifikasi. Yang kedua adalah dukungan rakyat. Dan yang terakhir adalah dukungan finansial.

Jika ketiga syarat itu tidak terpenuhi maka perang tidak akan terjadi, atau kalau perang sampai terjadi yang pecah adalah perang saudara akibat masalah internal.

Lalu tujuan utama dari serikat konglomerat Konoha untuk mau membacking perang yang dilancarkan kerajaan Konoha tentu saja adalah uang. Mereka ingin mencari keuntungan dari peperangan. Hanya saja, peperangan yang berkepanjangan tidak pernah ada yang menguntungkan. Selain itu, dengan posisi Konoha yang sekarang bukannya keuntungan malah yang mereka dapatkan adalah kerugian.

Jika mereka terus memfokuskan diri pada bisnis perang, maka produktifitas untuk keperluan internal dalam negara akan berkurang. Dan jika level dari produktifitas itu sampai turun di bawah angka tertentu, tidak diragukan lagi kalau keadaan ekonomi dalam negri Konoha akan jadi carut-marut.

"Jika keadaan ini terus berlanjut maka harga komoditas pasti akan terus naik, dan dengan kenaikan itu sekaya apapun seseorang mereka tidak akan bisa bertahan."

Yang pertama akan terkena imbas dari hal ini adalah rakyat kecil, dan setelah itu para orang-orang kaya dan juga bangsawanpun akan ikut merasakan akibat dari kenaikan komoditas. Sebab meski uang bisa digunakan untuk membeli sesuatu, uang tidak bisa membuat gandum keluar dari tanah dengan sendirinya. Sebanyak apapun uang yang ditumpuk oleh orang-orang itu, jika masalah utama dari kenaikan harga tidak diatasi uang mereka akan habis duluan.

"Untuk mengatasi masalah itu, serikat konglomerat harus mengalihkan usahanya ke sektor agrikultur, hanya saja. . . ."

Hanabi melihat ke arah Naruto untuk memastikan kalau apa yang dipikirkannya sama dengan informasi yang didapatkan oleh Naruto. Setelah melihat pemuda itu mengangguk Hanabi kembali bicara.

"Melakukan perpindahan bidang bisnis itu punya resiko tinggi."

Jika mereka melakukan konversi dengan salah mereka akan menderita kerugian yang besar. Dan meski mereka berhasilpun, biaya awal untuk melakukan konversi masih tetap jadi masalah karena nilainya yang tidak kecil. Selain itu, bisnis agrikultur di Konoha juga menghadapai masalah yang dasar yang masih belum ada solusinya sampai sekarang yaitu lahan yang tidak cocok dengan untuk pertanian.

"Naruto. . ."

Setelah dipanggil oleh Hanabi, Naruto mengeluarkan sebuah tumpukan dokumen lalu mengambil beberapa lembar kertas yang ada di tangannya untuk ditunjukan pada semua orang. Kemudian dia bicara menggantikan Hanabi.

"Tapi Genno lain, di saat banyak anggota konglomerat seratus persen berpindah ke bisnis militer untuk merauk untung sebanyak-banyaknya, dia masih tetap mengandalkan bisnis agrikulturnya sebagai sumber pendapatan utamanya sedangkan bisnis militernya dia anggap hanya sebagai pendapatan sampingan."

Hanya saja meski namanya pendapatan sampingan uang yang Genou dapatkan dari militer masih tetap lebih banyak dari bisnis agrikultur yang Hanabi pegang sekarang. Oleh sebab itulah Hanabi sudah menyiapkan kartu lain yang bisa dia gunakan sebagai material untuk melakukan negosiasi dan mendapatkan dukungan darinya agar bisa mengalahkan Gatsu di meja negosiasi yang lain.

Setelah melakukan perjalanan selama hampir sehari penuh, akhirnya Hanabi dan yang lainnya berhasil sampai di tempat tujuan mereka. Kediaman Genno.

Ketika, Hanabi, Sasuke, dan Naruto sibuk mengurusi persiapan pertempuran dengan Gatsu Kanna diberian tugas untuk melakukan kontak dengan Genno dan mendapatkan janji agar orang itu mau meluangkan waktu untuk bisa bertemu dengan Hanabi.

Oleh sebab itulah kedatangan Hanabi bisa diterima dengan baik sebab pihak Genno sudah mempersiapkan akomodasi. Begitu petugas keamanan selesai melakukan pemeriksaan seremonialnya, rombongan Hanabi langsung dipersilahkan masuk dan dibimbing ke ruangan yang sudah dipersilahkan untuk mereka.

Sebab mereka sampai saat hari sudah gelap, pihak Genno memberitahukan kalau pertemuan mereka akan dialihkan waktunya ke pagi hari. Yang diterima oleh Hanabi dengan senang hati karena mereka juga sudah kecapekan dalam perjalanan.

Keadaan jalan di sekitar kota utama relatif bagus, tapi jalan-jalan penghubung yang jauh dari pemukiman kebanyakan tidak terawat sehingga perjalanan mereka sama sekali tidak bisa dibilang mengenakan. Ketika mereka harus melewati jalan yang tidak rata, mereka bisa merasakan goncangan dan getaran kereta secara langsung. Membuat mereka sama sekali tidak bisa beristirahat di dalam perjalanan meski tubuh mereka letih.

Perhatian yang diberikan oleh Genno pada kelompok kecil mereka harusnya cukup membuat mereka semua bahagia. Tapi sayangnya, gara-gara perhatian itu juga ada dua orang yang sekarang ada dalam posisi yang menyusahkan sebab ruangan yang disediakan untuk mereka hanyalah satu.

"Kalau begitu aku akan tidur di luar."

"Kalau begitu aku akan tidur di luar."

Yang pertama bicara adalah Naruto. Alasannya ingin tidur di luar sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Sebab mereka sekarang ada di rumah seorang yang punya nama, dia tidak bisa melakukan tindakan apapun yang bisa membuat nama Hanabi jadi buruk. Oleh karena itulah dia memutuskan untuk tidur di tempat lain meski Hanabi memohon padanya seperti yang pernah dia lakukan dulu.

"Entah kenapa aku baru saja merasakan sebuah deja vu."

Hanabi memegang keningnya seakan kepalanya sedang sakit, atau mungkin kepalanya memang benar-benar sakit.

"Untuk Naruto aku agak sedikit paham, aku rasa kami memang perlu menyembunyikan hubungan di antara kita. . ."

"Hey Hanabi! Apa kau bisa membuat omonganmu kedengaran agak tidak mencurigakan? Entah kenapa aku merasa kalau kalimatmu bisa membuat orang salah paham. ."

Yang Hanabi maksud dengan hubungan adalah afiliasi Naruto. Posisinya sebagai anggota pasukan elit Kiri adalah sesuatu yang tidak boleh diketahui oleh sembarang orang. Jika identitas asli Naruto diketahui oleh orang lain ada kemungkinan kalau hal itu akan jadi masalah. Apalagi sekarang dia sedang bersama putri raja Konoha.

"Salah paham?. . ."

Hanya saja bagi yang tidak mengetahui situasi mereka, apa yang Hanabi baru katakan hanya terdengar sebagai ucapan seseorang yang hubungan gelapnya tidak ingin diketahui oleh orang lain. Dan Miina termasuk dalam daftar orang-orang yang berpikir seperti itu.

"Jadi kenapa kau juga ingin tidur di luar Miina?."

"Itu. . . ."

Miina melihat ke arah Naruto dan Hanabi secara bergantian. Dia berpikir kalau sebenarnya mungkin Hanabi dan Naruto ingin tidur di dalam ruangan yang sama tapi tidak enak padanya. Karena itulah dia ingin ke luar dengan menggunakan alasan kalau dia itu hanyalah seorang pelayan sehingga dia tidak pantas tidur bersama Hanabi yang seorang tuan putri.

"Tempat ini lumayan jauh dari rumah utama dan penjaga hanya ada di depan gerbang, pelayannya sendiri hanya datang kalau dipanggil sebab semua urusan perlu dilakukan di bangunan utama jadi. . ."

"Aku agak tidak paham kenapa kau tiba menceritakan semua itu padaku Miina, jadi apa yang ingin kau katakan?."

Hanabi memijat keningnya sebab untuk suatu alasan Miina mulai membicarakan hal yang sepertinya tidak ada hubungannya dengan situasi mereka sekarang.

"Kurasa kalau nona Hanabi ingin, kalian bisa tidur bersama."

"Aaa . . . ."

Hanabi mengangguk seakan dia sudah paham situasinya, meski sebenarnya dia sama sekali tidak tahu. Kalau apa yang dia pikirkan dan apa yang Miina pikirkan adalah dua hal yang berbeda jauh.

"Apa kau sadar dengan apa yang baru saja kau katakan Miina?."

Sedangkan Naruto berteriak dengan panik.

"Eh? apa aku harus pakai kode? aku akan menunggu di luar selama kalian berdua mengobrol di dalam.."

". . . . Miina! aku benar-benar ingin bertemu dengan siapapun yang mengajarimu semua pengetahuan tidak berguna itu padamu!."

Setelah itu Naruto dan Miina mulai membicarakan sesuatu yang Hanabi tidak paham isinya. Akhirnya, Naruto tetap keluar sedangkan Miina tidak jadi pergi dan diperintahkan untuk tidur di dalam bersama dengan Hanabi dengan alasan kalau dia harus siap membantu Hanabi setiap saat.

3

Pagi harinya Hanabi, Naruto, dan Miina bangun sebelum matahari terbit untuk menyiapkan diri. Pertemuan mereka dengan Genno dijadwalkan ulang pada jam tujuh pagi. Dan sebab orang yang perlu mereka temui itu adalah orang yang sangat sibuk, mereka sama sekali tidak bisa datang terlambat.

Begitu mereka keluar dari bangunan tempat mereka beristirahat malamnya. Seorang pelayan langsung menghampiri mereka dan membimbing semua orang ke ruang makan. Dan saat mereka sampai, mereka mendapati kalau ada banyak orang yang juga ikut sarapan bersama mereka.

Dari penampilannya mereka juga sepertinya akan melakukan hal penting, dan dari caranya bicara mereka juga kelihatan bukan seperti orang biasa. Dari pembicaraan yang bisa mereka tangkap, sepertinya mereka adalah pedagang. Dengan kata lain, pebisnis. Dan tujuan mereka semua datang ke tempat ini adalah sama.

Mereka ingin bertemu dengan Genou.

"Naruto. . ."

Hanabi melirik ke arah Naruto.

"Aku paham, tapi setidaknya biarkan aku makan dulu."

"Aku serahkan padamu."

Mereka sudah punya rencana, tapi rencana yang mereka buat dibentuk dengan dasar dari informasi yang jumlahnya minim. Oleh sebab itulah mungkin ada celah-celah yang tidak mereka ketahui dan bisa membuat rencana mereka gagal. Untuk bisa meningkatkan presentase keberhasilan rencana mereka. Mereka butuh lebih banyak informasi.

Setelah selesai makan semua orang mulai membuat kelompok secara natural. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang sudah saling kenal, tapi di antara orang-orang itu sepertinya ada orang juga sama seperti mereka. Baru pernah datang dan tidak tahu harus melakukan apa.

Naruto dan Hanabi berpisah dan mencoba mencari informasi dengan caranya masing-masing. Target yang Naruto incar adalah orang-orang yang punya aura kalau mereka benar-benar hanya mencari keuntungan. Dengan kata lain, seratus persen pebisnis. Orang macam ini bisa dengan mudah diajak bicara asalkan seseorang memiliki umpan yang tepat.

Sedangkan orang yang jadi target Hanabi adalah orang-orang yang kelihatannya kurang pengalaman atau seseorang yang terlihat seperti bangsawan. Yang jelas, orang yang kelihatan seperti lebih ingin membuat koneksi politik daripada bisnis. Orang-orang seperti ini biasanya punya harga diri tinggi dan menganggap orang biasa di bawahnya. Untuk bisa bicara dengan mereka seseorang harus punya status. Dan Hanabi punya status yang lumayan tinggi.

Meski mungkin tidak akan ada yang menganggapnya dengan serius, tapi di saat yang sama juga tidak akan ada yang tidak mempedulikannya dengan terang-terangan.

Dunia politik adalah dunia yang seperti itu. Sesuatu seperti obligasi, harga diri, dan pandangan orang lain adalah hal yang bahkan jauh lebih penting ketimbang situasi keuangan, kesehatan, dan juga perasaan.

Setelah setengah jam melakukan sosialisasi. Seorang pelayan datang dan memanggil nama Hanabi. Mungkin sebab gadis itu adalah orang dengan pangkat tertinggi di tempat itu, Genno memutuskan untuk mendahulukan pembicaraannya dengan Hanabi.

Hal itu membuat Naruto dan Hanabi harus mengakhiri kegiatan mereka dan bersiap. Setelah memanggil Miina untuk ikut dengan mereka, ketiganya dipandu oleh si pelayan untuk menuju ke ruang pertemuan.

Perjalanan mereka hanya berlangsung selama satu atau dua menit, tapi begitu sampai ketiganya tidak langsung masuk begitu saja. Hanabi meminta waktu untuk bersiap, dan selama beberapa saat dia berdiam diri di depan pintu untuk menenangkan diri.

"Huuff. . . ."

Meski yang datang menemui Genno adalah tiga orang, tapi dalam pertemuan nanti yang akan bicara dengan orang itu hanya satu. Yaitu Hanabi. Naruto bertindak sebagai pengawal jadi dia tidak akan berbicara kalau tidak benar-benar perlu, sedangkan Miina adalah pelayan yang normalnya tidak punya hak untuk bicara apa-apa di dalam sebuah pertemuan penting.

"Apa kau ingat perubahannya Hanabi?."

Bisa dilihat dengan jelas kalau Hanabi yang sedang berdiri di sampingnya sedang grogi. Tapi menyuruh seseorang yang sedang grogi untuk berhenti grogi sama saja menyuruh orang yang sedang batuk untuk berhenti atau menyuruh anak kecil yang sedang menangis untuk diam.

Sama sekali tidak ada gunanya.

"Um. . tidak ada masalah."

Daripada itu, Naruto memutuskan kalau mengingatkan kalau topik yang harus dibawa oleh Hanabi sedikit berubah dari rencana awal adalah hal yang lebih penting. Dia percaya kalau mental Hanabi cukup kuat untuk menahan tekanan dari tanggung jawabnya sekarang.

Setelah itu Hanabi menghembuskan nafas dan menepuk kedua pipinya.

"Bagus, kalau begitu aku akan membuka pintunya."

Naruto memberi tanda pada pelayan yang ada di bagian lain pintu untuk membantunya. Dengan sebuah anggukan, keduanya membuka pintu ke dalam tempat kerja Genno yang ternyata tidak semewah yang mereka bertiga pikirkan.

Dan begitu semuanya melihat ke dalam, mereka langsung disambut oleh senyum dari si pemilik ruangan yang sedang duduk dengan santai di balik meja kerjanya. Genno.

"Selamat datang tuan putri Hanabi, silahkan duduk."

Genno mengkat tangannya dan menunjukan ke mana harus pergi. Dan tangan yang dia angkat itu dia arahkan ke sebuah sofa mewah dengan teh dan cemilan yang kelihatan mahal jauh dari meja kerjanya.

"Terima kasih atas sambutannya tuan Genno, tapi aku datang untuk urusan bisnis, selain itu aku tahu kalau tuan Genno itu sibuk sehingga aku berharap kalau bisa langsung mendiskusikan topik utamanya."

"Maafkan aku kalau begitu tuan putri. . . silahkan duduk sini."

Dari informasi yang mereka dapatkan saat melakukan sosialisasi tadi, seperti Genno punya kepribadian yang agak lain daripada kebanyakan bangsawan. Meski punya harta melimpah dan status yang tinggi, dia tidak terlalu suka untuk sesuatu yang berbau pamer maupun ataupun pujian tanpa dasar dan lebih cenderung menyukai sesuatu yang sederhana dan praktis.

Hal itu bisa di lihat dengan jelas dari penampilan dan tempat kerjanya. Pakaian yang dikenakanya jelas terbuat dari material dengan kualitas tinggi, tapi desain maupun aksesorisnyanya tidak ada yang mencolok. Selain itu ruangannya juga dibangun dengan fungsi sebagai bahan pertimbangan utamanya dan bukannya penampilan.

"Terima kasih."

Hanabi duduk di atas kursi yang ada di depan meja kerja Genno dengan hati-hati. Sedangkan Naruto dan Miina hanya memberi hormat dan tetap berdiri lalu memposisikan dirinya di belakang samping kiri dan kanan Hanabi.

"Jadi apa yang bisa saya bantu tuan putri Hanabi."

Hanabi kembali menarik nafas dalam untuk menenangkan diri. Setelah merasa siap, akhirnya gadis kecil itu berbicara.

"Sebenarnya teritori kami sedang mengalami sedikit masalah, dan untuk menyelesaikannya kami membutuhkan bantuan tuan Genno."

Hanabi berhenti dan melihat ke arah Genno untuk memeriksa reaksi orang tua di depannya. Dan seperti yang sudah dia kira, Genno sama sekali tidak memberikan reaksi yang berarti. Menunjukan kalau dia adalah seorang profesional dalam bernegosiasi.

"Aku mendengarkan. . "

Genno memberikan ijin untuk Hanabi melanjutkan penjelasannya.

Setelah itu Hanabi menjelaskan kalau ada pemilik teritori lain yang mencoba mengambil alih daerahnya dengan paksa menggunakan kekuatan militer. Keadaannya yang tidak bisa meminta bantuan kepada keluarga kerajaan karena masalah yang dia hadapi belum benar-benar sampai berubah ke konflik yang nyata. Dia juga punya posisi politik yang lemah. Selain itu dia juga menjelaskan kekhawatirannya akan nasib orang-orang di teritorinya yang hampir semuanya adalah masyarakat kelas rendah.

Begitu Hanabi selesai menjelaskan semua hal itu tanpa menyebutkan nama dari orang yang jadi penyebab masalahnya, gadis kecil itu memberikan hormat dan sebagai tanda untuk meminta pendapat dari orang yang dia ajak bicara.

"Um. . aku paham situasinya. . jadi kau ke sini ingin minta bantuan."

"Benar sekali."

Genno mengangguk dengan yakin dan menunjukan kalau dia memperhatikan semua hal yang Hanabi katakan.

"Hanya saja aku masih tidak paham bagaimana keadaanmu membuatmu datang padaku, seperti yang kau tahu aku adalah pebisnis, seseorang yang mencari uang untuk menambah uang… Kurasa daripada meminta bantuanku, akan lebih mudah kalau kau datang pada bangsawan yang akrab dengan masalah politik dan militer. . ."

Genno menatap Hanabi secara langsung saat dia mencoba menawarkan solusi lain yang tidak harus membuatnya perlu merepotkan diri. Maksud dari nasehat Genno pada Hanabi sangat jelas. Dia ingin agar Hanabi pergi dan mencari orang lain karena dia tidak ingin membantu masalah pribadinya.

Dan Hanabi menyadari maksud itu. Hanya saja ekspresinya tidak berubah. Dia tidak panik dan bahkan sama sekali tidak menganggap kalau Genno baru saja mengatakan sesuatu yang berarti dan perlu untuk dipikirkan.

"Kudengar tuan putri dekat dengan salah satu anggota keluarga Uchiha."

"Benar sekali, dia sudah menganggapku sebagai adik perempuannya sendiri, dan sama sepertinya aku juga sudah menganggapnya sebagai bagian dari keluarganya."

Jika Hanabi bisa mendapatkan informasi tentang Genno, tentu saja Genno juga bisa mendapatkan informasi tentang Hanabi. Hal itu sama sekali bukan kejutan, karena itulah Hanabi sudah mempersiapkan diri kalau nama Sasuke atau Gatsu sampai di bawa-bawa dalam pembicaraan.

"Kalau begitu bukankah akan lebih cepat kalau kau meminta bantuan pada mereka?."

"Tidak, yang bisa membantu kami hanya tuan Genno."

Genno menunjukan wajah bingung.

"Karena hanya dengan bantuan tuan Genno kami bisa menyelesaikan masalah ini tanpa membuat konflik atau menambah masalah lain."

Hanabi belajar dari Naruto kalau punya rencana logis yang bagus saja tidak akan cukup untuk membuat seseorang mau bergerak. Kau juga harus menunjukan kalau kau yakin dengan rencanamu sendiri dan kau pasti akan menang jika rencana yang kau buat berjalan dengan lancar.

Sinyal yang ingin Hanabi berikan adalah, aku sudah punya rencana, dan rencana itu pasti akan berhasil jika kau mau membantuku.

"Kau kelihatan sudah punya rencana, dan jika kau sampai bilang kalau hanya aku yang bisa membantu itu berarti rencanamu ada hubungannya dengan uang."

"Benar."

Hanabi mengangguk.

"Apa kau ingin aku memberimu uang agar kau bisa menyewa tentara? kalau iya maafkan aku tuan putri tapi aku tidak bisa membantu. ."

"Tentu saja aku membutuhkan uang, tapi bukan untuk hal itu."

Seperti yang sudah dia bilang sebelumnya, dia tidak ingin membuat konflik. Dan tentu saja konflik fisik juga termasuk di dalamnya. Dia ingin menyelesaikan masalah dengan hanya duduk dan bicara satu sama lain bersama lawannya, bukannya menghancurkan mereka. Selain itu, jika dia benar-benar menyewa tentara bayaran bisa jadi malah dia yang akan dicap pengkhianat.

"Kalau begitu tuan putri ingin aku melakukan apa?."

Hanabi menarik nafas dan mengeluarkannya dengan pelan. Dia perlu menenangkan diri dulu sebelum mengatakan keinginannya. Sebab apa yang dia akan katakan kemungkinan besar akan membuat lawan bicaranya menganggapnya sebagai musuh.

"Aku menginginkan tiga depot distribusi serikat yang ada di sekitar teritoriku."

"Maksud tuan putri dengan menginginkan?."

Genno menatap Hanabi dengan tajam tapi dia masih menggunakan nada hormat untuk memastikan maksud dari omongan Hanabi.

"Persis seperti yang kubilang, aku ingin ketiga fasilitas itu menjadi miliku. . .Naruto. ."

Begitu dipanggil Naruto langsung maju dan meletakan sebuah dokumen di depan Genno dengan hormat lalu segera kembali ke posisinya begitu selesai. Genno mundur lalu menyandarkan punggungnya ke kursi setelah melirik dokumen itu untuk sesaat.

"Aku tidak menyukainya."

Dari dokumen yang diberikan Hanabi, Genno bisa menebak apa yang ingin gadis kecil di depannya lakukan dengan hal yang dimintanya tadi. Dan begitu memikirkan lebih dalam tentang rencana Hanabi yang dia lihat sekilas, dia sama sekali tidak menyukai kesimpulan yang dia dapatkan setelah memperhitungkan efek dari perbuatan Hanabi.

"Tentu saja aku tidak akan benar-benar menggunakannya sebagai senjata tapi hanya sebagai alat gretakan! dengan perjanjian tertulis kau bahkan bisa mengambilnya kembali kalau aku kau anggap melanggar."

"Apa kau benar-benar bisa melakukannya? apa kau bisa menanggung bebabnnya? kau itu cuma anak kecil! maafkan aku tuan putri, tapi aku harus bicara agak kasar sebab sepertinya untuk ukuran seorang anak kecil, kau terlalu besar kepala!."

". . . ."

Hanabi tidak terkejut begitu Genno memutuskan untuk membuang rasa hormat palsunya dan mulai berbicara dengan kalimat keras dan nada yang meremehkan. Sejujurnya dia malah lebih terkejut dengan fakta kalau orang tua itu masih bisa bersabar sampai saat ini. Sebab dari sudut pandanganya, Hanabi hanyalah seorang anak kecil yang tiba-tiba datang meminta sesuatu darinya tanpa rasa malu hanya karena dia berasal dari keluarga kerajaan.

Jika Hanabi dihadapkan pada situasi yang sama dia juga akan merasa marah.

Hanya saja. .

"Tuan Genno. ."

Dia harus membuang rasa simpatinya pada orang tua di depannya dan tetap maju meski dia tahu kalau dia akan jadi orang tidak tahu malu sombong, yang tidak tahu tempatnya.

"Aku tidak bermaksud sombong tapi aku sudah bisa mencari uang sendiri bahkan sebelum aku bisa naik ke kasurku sendiri, selain itu aku yakin kalau tuan Genno juga tahu kalau aku sudah mengubah teritori miskinku menjadi kaya hanya dalam waktu tiga tahun ketika umurku bahkan belum mencapai angka ganda."

"Bocah. . . ."

Dia ingin melemparkan Hinaan pada Hanabi, tapi mulutnya berhenti berbicara setelah dia tidak tahu harus melemparkan kalimat hinaan macam apa pada gadis kecil di depannya. Sebab dia tahu dari informasi yang didapatkannya, meski Hanabi harus ditendang dari sekolah aristokrat karena tidak bisa mengikuti pelajaran. Dia punya bakat dan kemampuan dalam masalah ekonomi yang jauh meninggalkan anak-anak seumurannya, tidak. . bahkan mungkin melewati para pebisnis yang sudah menjalankan usahanya selama bertahun-tahun.

Dia sama sekali tidak bisa menyebut Hanabi sebagai gadis kecil sombong yang menganggap dirinya terlalu tinggi, sebab bahkan di sekolahnya di Kiri yang terkenal punya standard paling tinggi dari negara manpun. Dia berada di atas semua orang.

"Aku paham kalau kau punya kemampuan. . ."

Jadi masalah menejemen sama sekali bukan sesuatu yang harus terlalu dipermasalahkan.

"Tapi sehebat apapun seseorang, tidak ada yang bisa melakukan apapun sendiri."

"Aku juga paham akan hal itu, karena itulah aku meminta ban. . ."

"Kau tidak paham!. . .meski kau memiliki tempat itu, meski kau punya kemampuan, apa kau kira kau bisa membuat orang-orang di sana bergerak untukmu?."

"Itu. . ."

Jika memang dia bisa memiliki ketiga tempat itu, Hanabi harus tetap mempertahankan orang-orang yang sudah ada di sana sebab mereka yang jauh lebih familiar dengan lingkungan itu. Dia tidak bisa begitu saja membawa orang dari tempatnya masuk lalu mengusir orang lama keluar.

Dia tidak punya cukup orang yang kemampuannya memadai dari teritorinya.

Selain itu dengan melakukan pergantian kepemimpinan mendadak, dia tidak akan bisa mendapatkan dukungan dari pekerjanya secara penuh. Dia datang secara tiba-tiba, dia tidak punya catatan prestasi di bidang itu, dan satu-satunya yang bisa di jadikan sebagai alasan kenapa dia bisa jadi pemimpin hanyalah posisinya sebagai anggota keluarga kerajaan.

Dengan situasi yang seperti itu, pekerja yang lama mungkin ada yang hanya melakukan tugasnya karena takut dihukum, tidak melakukan perintahnya karena merasa Hanabi tidak becus, dan bisa juga ada yang keluar karena merasa tidak cocok.

Manusia punya kecenderungan untuk menyukai hal yang familiar dan menolak sesuatu yang berbeda, selain itu manusia juga punya tendensi untuk mengikuti masa sehingga jika ada satu orang yang berani mundur maka pasti akan ada yang ikut mundur karena merasa hal itu adalah sesuatu yang benar.

"Kemudian, masalah itu bahkan bukanlah masalah pokoknya. . . ."

Masalah pokoknya adalah. . .

"Apa kau bisa memberikan kompenasi untuk ketiga fasilitas itu?."

Atau secara kasarnya. .

"Apa kau punya uang?. . .maaf saja tapi aku tidak bisa menerima 'diam dan turuti perintahku! kalau kau menolak aku akan menghukumu!' sebagai bayaran."

Serikat adalah organisasi finansial terbesar di Konoha, dan kemampuan ekonomi mereka pada dasarnya adalah tiang penyangga dari kehidupan rakyat Konoha sehingga bahkan rajapun tidak akan beranai memberikan permintaan tidak masuk akal pada mereka. Jika keluarga kerajaan berani menjadikan serikat sebagai musuh maka mereka tidak bisa lolos tanpa luka.

Sebab uang bisa membeli semuanya, termasuk kekuatan! dan di antara semua oraganisasi yang ada di Konoha merekalah yang memiliki uang paling banyak.

"Tolong jangan menyamakanku dengan siapapun yang pernah datang dan mengatakan kalimat itu padamu! tuan Genno pasti tahu kalau aku sama sekali tidak punya kekuasaan maupun kekuatan politik! aku datang ke sini benar-benar untuk melakukan bisnis."

"Jadi kau punya uang?."

"Tidak."

"Kalau begitu silahkan keluar."

"Tapi aku memiliki sesuatu yang nilainya setara dengan apa yang kuminta."

Kalau dia tidak membawa uang, itu berarti yang akan ditawarkan Hanabi sebagai bahan barter adalah sebuah produk.

"Apa yang kau bawa?."

Hanabi melihat ke arah Naruto dan Miina secara bergantian.

"Daripada apa yang kubawa mungkin lebih tepat kalau dibilang apa yang kutahu."

Miina meminta ijin untuk keluar sedangkan Naruto kembali memberikan dokumen baru kepada Genno.

"Apa ini?."

"Peta geografik Konoha dan properties dari setiap lokasinya."

"Untuk?"

"Mohon tunggu sebentar."

"Aku ingin mengingatkan kalau aku tidak punya waktu banyak."

"Mohon bersabar sebentar."

"Tch. . . ."

Genno dengan jelas memperlihatkan rasa tidak senangnya, tapi dia tidak lagi mengeluarkan kalimat hinaan lagi. Karena dari interaksinya sebelumnya dengan Hanabi. Dia paham kalau gadis kecil itu kelihatannya saja lemah dan tidak berdaya. Di dalam, dia adalah seseorang yang kuat dan keras kepala. Intimidasi atau pancingan tidak akan berguna dan dia hanya akan memberikan respon netral yang tidak melawan tapi juga bukan tanda kekalahan.

Apakah itu karena pendidikannya di Kiri? atau memang sifat bawaannya memang begitu?.

Dia tidak tahu pasti penyebabnya, tapi sekarang dia yakin kalau lawan bicaranya bukanlah hanya seorang gadis kecil yang kebetulan 'agak sedikit lebih pintar' dari yang lain.

"Untuk mengusir kebosanan, bagaimana kalau kita ngobrol selama menunggu Miina datang."

"Tentang?"

Diam-diam Hanabi mengepalkan tangan kannya di bawah meja. Dengan ajakannya diterima, itu berarti dia bisa menyelipkan sedikit agenda pribadinya untuk menambah kesempatan keberhasilannya dalam negosiasi bertambah.

"Aku membaca di sebuah buku kalau ada penilitan yang mengatakan kalau produksi gandum turun sampai dua puluh persen maka akan ada jutaan orang yang berakhir kelaparan."

"Aku tidak tahu siapa yang melakukan penelitian, tapi kurasa keadaan di lapangan tidak akan jauh berbeda dengan penelitian itu, kalau sampai produksi gandum benar-benar turun sampai sebanyak itu."

"Tapi bukankah hal itu aneh?."

"Apanya yang aneh? ketika jatah makananmu berkurang tentu saja kau akan jadi kelaparan."

"Selama bersekolah di Kiri aku tidak pernah sakit perut karena kelaparan."

"Tuan putri bukan orang miskin."

"Tapi bukankah di produksi gandum Kiri jauh-jauh di bawah Konoha?."

". . . . ."

Genno melebarkan kedua matanya. Apa yang coba Hanabi implikasikan dalam pembicaraannya sangat jelas. Rakyat Konoha harus menderita kelaparan hanya karena produksi gandum turun adalah sesuatu yang sangat bodoh. Yang dibutuhkan masyarakat bukanlah gandum melainkan makanan, mereka hanya memakan gandum karena mereka semua akrab dengan bahan itu.

Lalu kalau memang yang dicari hanya makanan, kenapa harus membatasi diri pada gandum saja?. Tumbuhan yang bisa dimakan bukan hanya gandum, jadi kalau gandum tidak ada yang perlu seseorang lakukan hanyalah mencari bahan lain untuk dimakan.

"Apa topik ini ada hubungannya dengan sesuatu yang ingin kau jual?."

". . ."

Hanabi hanya tersenyum. Dia tidak mengiyakan maupun membantah. Dan setelah beberapa saat hanya saling tatap dan mencoba menebak apa yang lawan bicara mereka pikirkan, suara ketukan pintu terdengar dan salah satu pelayan Genno membukakan pintu.

Miina yang berada di balik pintu langsung masuk, di tangannya ada sebuah nampan besar dengan beberapa wadah besar di atasnya yang berisi bahan makanan. Nampan yang dibawanya bahkan cukup besar sampai gadis kecil itu kesulitan membawanya, tapi meski ingin membantu Hanabi menahan diri dan hanya melihat Miina dengan tatapan penuh harapan.

Harapan kalau dia tidak jatuh dan membuat tempat ini jadi berantakan. Yang kemungkinan besar akan membuat seseorang akan marah.

"Pelayan. . "

Mungkin instingnya sebagai orang tua keluar atau dia juga merasa agak kasihan dengan Miina yang kelihatan kesusahan, dia memutuskan untuk menyuruh salah satu pelayannya untuk membantu gadis kecil itu dengan mengambil alih pekerjaannya.

Namapan yang Hanabi minta ditaruh di atas meja yang berada di antara sofa yang sebelumnya Genno tunjukan. Dan sebab diskusi mereka yang selanjutnya akan berhubungan dengan bahan yang ada di atas benda itu, akhirnya tempat pembicaraan mereka harus berpindah ke bagian lain dari ruangan kerja Genno.

"Jadi ada apa dengan semua bahan makanan ini?."

Sebab meja dari tempat itu lumayan rendah, Hanabi dan Genno harus duduk agar pandangan mereka tidak terlalu canggung keduanya harus duduk di sofa yang disediakan. Tempat itu sebenarnya disiapkan khusus untuk menyambut para bangsawan yang ingin berdiskusi dengan santai, dan fungsi utamanya adalah untuk digunakan sebagai tempat untuk minum teh sambil memakan snack.

Bukan tempat untuk menempatkan bahan makanan yang bahkan belum bisa disebut sebagai makanan.

"Apa tuan Genno tahu kenapa produski gandum pengaruhnya sangat besar pada masalah supply makanan di Konoha."

"Label."

"Benar sekali, gandum punya label sebagai 'bahan makanan pokok' karena itulah sesuatu yang bukan terbuat dari gandum biasanya hanya dianggap sebagai 'makanan tambahan' oleh masyarakat Konoha."

Jadi bagi kebanyakan orang, jika mereka belum mengkonsumsi makanan dari gandum berarti mereka sama saja dengan belum makanan. Meski walau sebenarnya apa yang mereka makan sudah cukup mengenyangkan dan punya nutrisi yang cukup.

"Tapi di tempat lain makanan yang dianggap pokok bukan hanya gandum."

Dengan begitu, Hanabi menunjuk bahan makanan yang ada di depannya. Mulai dari kanan ada jagung, gandum, kentang, ubi kayu, dan kedelai.

"Sebenarnya masih ada bahan makanan lain yang bisa digunakan sebagai makanan pokok seperti beras, ubi, dan sorgum, tapi iklim di sini terlalu berbeda sehingga membudidayakannya akan susah."

"Jadi?. ."

Sebab Genno adalah pebisnis yang mengurusi masalah domestik, tentu saja dia sudah pernah menemui semua produk yang ada di depannya itu. Dia bahkan melakukan perdagangan beberapa komoditas di antaranya. Dan seperti yang sudah Hanabi bilang, mereka bisa digunakan sebagai pengganti gandum karena di negara-negara lain mereka adalah salah satu bahan makanan pokok.

"Apa kau ingin menjual bahan-bahan makanan ini padaku dalam jumlah besar?."

Hanabi menggeleng.

"Jika kami punya hal semacam itu aku sudah menjualnya dari tadi."

Genno berpikir sebenar dan memicingkan matanya.

"Kau mau menjual janji?."

"Aku lebih suka kalau kau menyebutku menjual 'informasi'."

Genno membelalakan matanya dan bilang. .

"Konyol. ."

Genno menggebrak meja di depannya.

Di jaman ini,transasksi niaga hanya dilakukan kalau ada barang dan ada uang. Atau kalau tidak ada uang barang dengan nilai sepadan bisa digunakan sebagai alat tukar. Hanya saja, barang yang dimaksud di sini adalah barang fisik yang bisa dilihat dan disentuh. Sebuah produk nyata.

Sesuatu seperti informasi normalnya tidak bisa disebut sebagai produk. Masyarakat umum tidak akan memberikan uang pada seseorang hanya karena mereka ingin mendengar lawakan.

Satu-satunya yang bisa hidup dengan menjual informasi adalah orang-orang bawah tanah yang pekerjaannya mencari berita-berita penting dan krusial.

"Aku menghormati pendapat tuan Genno, tapi berhubung kita masih punya waktu aku ingin tuan Genno mendengarkan sedikit presentasiku sebelum memutuskan apakah informasi yang kupunya itu punya nilai atau tidak."

"Terserah. . ."

Genno sepertinya sudah menyerah, dia memutuskan kalau pertemuannya dengan Hanabi sudah sama sekali tidak ada gunanya. Oleh sebab itulah ingin segera mengakhirinya, tapi sebab setiap pengunjung punya time slot dia tidak bisa mengusir Hanabi begitu saja. Jika waktunya diubah maka waktu untuk tamu lain juga harus diubah dan hal itu akan membuat jadwalnya jadi kacau. Karena itu, dia membiarkan Hanabi melakukan apapun sesukanya. Daripada menghabiskan waktu saling tatap dengan canggung, akan lebih baik kalau dia punya hiburan dengan menonton gadis kecil di depannya mempermalukan dirinya sendiri.

"Terima kasih. ."

Hanabi memberi hormat lalu memanggil Naruto untuk menyiapkan dokumen lain dan memberikannya pada Genno. Orang tua itu menerimanya dengan ringan karena menganggap dokumen itu tidak penting.

"Kalau begitu aku akan mulai."

Kasus kelaparan yang terjadi di Konoha masih ada meski tidak separah di tahun-tahun sebelumnya. Tapi hal itu bukan karena produksi gandum naik. Sebaliknya, dari tahun ke tahun produksi gandum malah semakin turun karena masalah pekerja.

"Tuan Genno tahu kenapa produksi gandum turun tapi tingkat kelaparan malah ikut turun?."

"Jangan menganggapu orang idiot!, hal itu karena sebagian besar proses distribusi barang sekarang menumpang sistem militer."

"Benar sekali."

Sebab banyak anggota serikat yang menyupplai keperluan militer, ada banyak pedagng juga yang mengikuti ke mana pasukan militer pergi. Dan ketika mereka bergerak dari satu tempat ke tempat lain, mereka juga melakukan aktifitas ekonomi di sepanjang perjalanannya. Karena itulah aliran barang ke rakyat umum juga jadi lebih baik.

"Tapi hal semacam itu hanyalah solusi sementara! tidak mungkin kan Konoha ingin terus berperang?."

Jika Konoha terus melanjutkan perang sampai lima atau sepuluh tahun lagi, maka negara itu akan hancur dari dalam. Karena itulah cepat atau lambat Konoha harus segera menghentikan perang dan memulihkan keadaan internalnya.

"Dan kalau perang berhenti apa yang akan terjadi?."

Sistem distribusi sementara itu akan runtuh dan banyak orang akan kembali mengalami kelaparan.

". . . ."

Hal itu adalah salah satu dilema yang harus diatasi Konoha. Jika mereka cepat menghentikan perang maka akan ada banyak orang yang akan kelaparan karena distribusi barang yang kurang dan juga banyak orang yang kehilangan pekerjaannya di militer, tapi jika mereka terus melanjutkan perang maka mereka akan bangkrut.

Pedagang tidak akan mau bergerak kalau tidak ada kompensasinya, dan kebanyakan pedagang menganggap menjelajahi desa-desa kecil yang jauh dari kota besar tidak menghasilkan profit yang cukup. Kalau kegiatan militer berhenti, mereka juga akan berhenti melakukan distribusi ke tempat-tempat itu.

"Agar hal itu sampai terjadi, setidaknya mereka harus bisa makan sesuatu yang bukan gandum terlebih dahulu."

Selain lahan produksinya yang kapasitasnya sedikit, gandum yang sudah ditanam juga tidak bisa langsung dimakan. Mereka masih harus menunggu sampai bahan makanan pokok mereka bisa dipanen dulu. Dan tentu saja selama menunggu mereka harus makan sesuatu dan tetap hidup sampai panen tiba.

"Jadi kau menyuruhku untuk menanam tanaman lain selain gandum dan menjualnya supaya banyak orang bisa terbiasa tidak harus makan gandum, kalau iya hal itu kedengaran sangat tidak ada gunanya? kenapa aku tidak menambah jumlah produksi gandum saja?."

Hanabi tersenyum.

"Um. . . aku juga ingin tahu kenapa tidak ada yang melakukannya."

Jika solusinya memang sesederhana itu, kenapa sampai sekarang masalah kekurangan pangan masih ada?. Kenyataan kalau sampai sekarang tidak ada yang melakukannya adalah bukti kalau hal itu tidak bisa dilakukan.

"Jika kami bisa menarik sebagian besar laki-laki dewasa dan pemudanya dari kemiliteran, aku bisa melakukan expansi pertanian dengan mudah"

Tapi tuan Genno tidak bisa menarik orang-orang itu kan?

Adalah apa yang ingin Hanabi katakan tapi dia coba tahan untul tidak benar-benar dia ucapkan.

"Tuan Genno lupa menyebutkan satu faktor lagi kenapa ekspansi lahan gandum masih belum berjalan secara maksimal."

"Faktor lain?."

Hanabi kembali tersenyum.

"Bukankah banyak lahan gandum serikat yang terkena penyakit, hama, dan juga gagal panen karena mati sebelum dewasa?."

"Hal seperti itu sesuatu yang biasa."

"Aku rasa menulis kerugian sebesar dua puluh persen setiap tahun hanya sebagai 'sesuatu yang biasa' sama sekali tidak sehat."

"Tahu dari mana kau?."

"Hanya sedikit perhitungan sederhana."

Yang tentunya adalah penjelasan yang sama sekali tidak bisa Genno terima. Dan tentu saja apa yang Hanabi katakan memang hanya bualan saja. Meski memang dia yang menghitungnya, yang mencari informasi dan mengumpulkannya adalah Naruto saat mereka bersosialisasi tadi.

Genno menarik nafas lalu kembali melihat Hanabi dengan tatapan netral.

"Keinginanmu untuk menggiring pembicaraan kelihatan sangat jelas. . . kau masih perlu banyak berlatih."

"Terima kasih atas sarannya."

Serangan psikologis dari orang amatir sepertinya sama sekali tidak ada gunanya jika diarahkan pada seseorang yang pengalaman hidupnya lima kali lipat umurmu.

"Jadi apa yang kau ingin katakan?."

Hanabi menarik nafasnya untuk ke puluhan kalinya.

"Industri gandum mentah sudah mati, produksinya tidak akan mungkin dinaikan lagi dari kapasitas yang saat ini! dengan kata lain jika serikat tidak bisa menambah pilihan atau mengalihkan rakyat Konoha ke bahan makanan pokok lain maka akan ada kelaparan berkepanjangan setelah perang selesai."

"Bagaimana bisa. . ."

Kedok wajah tenang kakek itu, kali ini jelihatan agak mengelupas.

Informasi yang Hanabi berikan adalah sesuatu hal yang sida sudah tahu. Tapi begitu dia mendengarnya dari mulut Hanabi, dia tidak bisa berhenti memandang gadis kecil itu dengan pandangan kaget, heran, dan juga takjub.

Penyebabnya adalah informasi itu adalah hal yang tidak boleh diketahui oleh sembarang orang. Hanya orang-orang di bagian atas rantai perintah yang tahu detail dari hasil penelitian yang mereka dapatkan setengah tahun yang lalu itu.

"Bagaimana aku bisa mengetahuinya sama sekali tidak penting."

Ya, hal itu sama sekali tidak penting. Apakah dia melakukan penelitian dan perhitungan sendiri, atau mendapatkannya dari seseorang bukan lagi masalah yang perlu dipikirkan. Sebab kenyataan kalau dia punya informasi adalah masalah yang jauh lebih besar.

Informasi itu disimpan oleh orang-orang tertentu saja karena sebuah alasan. Dan alasan itu adalah karena informasi itu punya kemungkinan yang sangat besar untuk membuat sebuah kekacauan. Jika sampai masyarakat umum tahu kalau 'kalau perang selesai mungkin kau akan mati kelaparan' bisa jadi mereka akan melakukan tindakan yang memancing kerusuhan.

Dan jika situasi Konoha yang sudah buruk ditambah dengan kerusuhan besar, tidak diragukan lagi keutuhan negara akan langsung runtuh.

Kau tidak bisa menuntut patriotisme dari orang kelaparan, kau tidak bisa mengatur orang yang marah, dan kau tidak akan bisa menakuti orang yang putus asa.

"Yang paling penting adalah kalau aku punya cara untuk mengatasinya."

Informasi inilah yang akan jadi produk yang akan dia jual pada Genno.

"Bagaimana? apa kau tertarik dengan barang jualanku tuan Genno?."

Genno tidak langsung menjawab. Dan dia malah menatap Hanabi dengan tajam. Tapi tidak seperti tatapan tajamnya yang sebelumnya, tatapan tajamnya kali ini bukan tatapan tajam dari seorang yang merasa diremehkan oleh anak kecil. Melainkan tatapan menakan dari seorang prajurit yang siap membunuh musuh di depannya.

"Cih. . ."

Naruto menjetakan lidahnya dan menyiapkan diri untuk meraih air pistolnya. Sepertinya mereka sudah menginjak ranjau mematikan dan melakukan sebuah langkah yang salah. Kemungkinan besar mereka memamerkan hal yang salah di tempat yang salah dan di waktu yang juga salah.

Dari reaksi Genno sepertinya apa yang Hanabi baru saja katakan adalah hal yang sangat besar. Dan hal itu cukup besar untuk membuat seseorang mampu membunuh demi membuat orang yang mengetahuinya tidak bisa bicara lagi.'

". . . . ."

Dia ingin segera berlari dan membawa Hanabi pergi. Tapi jika dia melakukannya maka negosiasi ini dipastikan akan gagal. Selain itu jika dia benar-benar mengangkat senjatanya maka dia akan dianggap musuh, membuat keselamatan mereka malah jadi semakin terancam.

"Sial. ."

Selagi Hanabi mencoba untuk tidak menyerah di hadapan tekanan yang dikeluarkan oleh Genno. Naruto mencoba mencoba menahan diri untuk tidak melakukan apapun yang bisa dianggap sebagai tindakan provokatif.

". . ."

Miina yang merasa kalau suasannya tiba-tiba jadi tegang juga tidak bisa tenang. Dan karena hal itu secara insting dia mencoba berlindung di balik orang yang dia rasa bisa paling aman. Naruto.

"Miina. . ."

Gadis kecil itu bersembunyi di balik punggungnya dan memegang telapak tangan Naruto dengan erat sambil memasang wajah khawatir.

Hal kecil itu ternyata memancing lebih banyak perhatian dari yang Miina kira. Bukannya keluar dari pandangan semua orang, dia malah jadi pusat perhatian baru dan semua orang mengarahkan pandangan mereka padanya. Dan orang itu termasuk Genno.

"Hahh. . . . ."

Setelah melihat Miina selama beberapa saat, Genno menarik nafas panjang lalu menghembuskannya sekaligus.

"Aku akan mendengar lebih banyak detailnya, setelah itu aku akan memutuskan apakah informasi yang kau punya itu memang memang punya nilai yang sepadan atau tidak dengan apa yang kalian minta."

Di saat yang bersamaan Naruto dan Hanabi mengeluarkan nafas lega secara diam-diam.

Sepertinya informasi kalau Genno lemah pada anak kecil memang benar. Dia juga punya reputasi sebagai orang baik yang tidak menganggap enteng nyawa seseorang. Jadi dia harusnya bukan orang yang tega membunuh dua anak kecil dan pengawalnya karena ingin membuat mereka diam.

"Terima kasih tuan Genno."

Hanabi yang sudah terlepas dari tekanan lawan bicaranya langsung menyiapkan diri untuk melanjutkan presentasinya.

"Naruto. . . ."

Naruto memindahkan nampan penuh bahan makanan yang ada berada di depan Hanabi dan Genno lalu menyerahkannya kepada Miina. Setelah itu dia membuka sebuah dokumen besar untuk menggantikan benda sebelumnya.

"Peta?."

"Silahkan lihat dokumen halaman sepuluh di tangan tuan Genno."

Di halaman itu ada sebuah tabel berisi nama tempat, karakter lingkungannya dan juga jenis bahan makanan apa yang bisa dibudidayakan di atas lahannya. Genno yang paham dengan apa yang ingin Hanabi minta dia lakukan langsung memeriksa isi dari tabel yang ada di depannya.

Hanabi yang melihatnya merasa kalau sepertinya pekerjaannya akan jauh lebih mudah sebab mereka sudah paham ke mana arah pembicaraan akan berjalan.

"Sambil membacanya aku akan menjelaskan sebagian dari bayangan yang ada di pikiranku, jika tuan Genno perlu penjelasan tambahan silahkan bertanya kapan saja."

Genno mengangguk dan Hanabipun memulai penjelasannya.

Alasan produski gandum tidak mungkin ditambah lagi itu sederhana. Wilayah Konoha itu sangat luas, dan iklim dari daerah satu dan daerah lainnya punya perbedaan yang kadang-kadang mencolok. Dan tentu saja tidak semua lahan itu cocok untuk ditanami gandum.

Meskipun gandum bisa tumbuh di sana, hasilnya tidak akan sepadan dengan tempat yang cocok dan ketika modal untuk menjaga lahan pertanian itu lebih besar dari nilai hasil panenya maka Serikat hanya akan mengalami kerugian.

Normalnya usaha yang tidak menguntungkan akan langsung dibuang dan diganti dengan usaha baru, tapi sebab produk yang mereka buat adalah gandum mereka tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Sebab jika mereka berhenti memproduksinya maka yang jadi bahan taruhan adalah kehidupan banyak orang.

Oleh sebab itulah Genno masih menjalankan usaha ruginya itu.

"Tapi dengan menanam bahan makanan lain kau bisa membuang usaha merugimu tanpa harus mengorbankan siapapun selain itu. . . mohon lihat ke peta."

Di dalam peta yang Hanabi bawa ada banyak sekali tanda, dan tanda-tanda itu tepat berada di atas daerah-daerah yang tertulis dalam dokumen yang dia berikan sebelumnya. Dengan kata lain, peta yang Hanabi tunjukan adalah peta expansi usaha dari serikat.

"Setelah itu. . ."

Hanabi mengambail alat tulis yang Naruto siapkan lalu memberikan coretan tambahan pada peta di depannya. Selama beberapa saat Genno hanya melihat dengan pandangan meneliti, tapi setelah menunggu cukup lama dan peta di depannya mulai dipenuhi dengan banyak coretan lain. Akhirnya Genno paham apa yang coba Hanabi ingin tunjukan.

"Ini. . . . jalur distribusi?. ."

"Ya, percuma punya banyak barang jualan kalau kau tidak mengirimkannya pada calon pembeli kan?."

Alternatif usaha yang menguntungkan, lokasi yang cocok untuk memulai pertanian, jalur distribusi yang dekat dengan pusat produksi dan pelanggannya, lalu kesempatan untuk mendapatkan monopoli terhadap bisnis itu.

Apa dia tidak baru saja mendapatkan sebuah harta karun?.

"Tuan putri. . apa kau yakin tidak menyesal memberikan semua informasi ini padaku? sekarang aku bisa langsung memulai expansi bahkan tanpa bantuanmu."

Dengan kata lain dia tidak perlu lagi membayar apapun pada Hanabi sebab dia sudah punya informasi yang nilainya besar secara gratis dari mulut gadis kecil itu.

"Tidak ada masalah, sesuatu yang seperti ini adalah hal yang akan kalian ketahui nanti cepat atau lambat."

Dia hanya membuat Genno menyadarinya lebih cepat.

"Selain itu, hanya karena kau punya produk baru bukan berarti seseorang akan mau membelinya begitu saja."

"Begitu. . . aku paham."

Meski mereka bisa melakukan produksi bahan makanan baru, bukan berarti pelanggannya akan langsung mencoba dan membeli. Manusia punya sifat dasar untuk lebih memilih sesuatu yang terasa akrab, bahkan ada tipe orang yang akan menolak apapun yang asing dan tidak pernah mereka lihat.

Menjual produk baru pada orang-orang yang sudah terbiasa pada sesuatu adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan.

"Jadi kau ingin menjual trik untuk bisa membuat orang-orang mudah menerimanya dan cepat membelinya."

"Benar sekali. . ."

"Lupakan saja, kami bisa melakukannya sendiri! apa kau pernah dengar kalau kebohongan yang diserukan terus menerus lama-lama akan jadi kebenaran? kami bisa mempromosikannya gencar-gencaran dan lama kelamaan pasti orang akan akrab dengannya lalu membeli tanpa masalah."

Genno mencoba menyerang Hanabi dengan bilang kalau apa yang ingin dia jual sama sekali tidak ada nilainya, tapi meski begitu Hanabi tidak kelihatan khawatir sama sekali.

"Tentu saja tuan Genno bisa melakukannya jika mau, tapi tentu saja hal itu akan memakan banyak tenaga, waktu, dan tentu saja uang."

Yang ingin Hanabi coba sampaikan adalah, sedikit informasi yang dia berikan saja bisa mendapatkan banyak sekali keuntungan. Jadi tentu saja informasi yang dia ingin jual pasti jauh lebih berharga, seberapapun harga yang diberikan oleh gadis kecil di depannya pasti dia bisa menghasilkan keuntungan berkali-kali lipat dari modal awalnya.

Keuntungan yang bisa dia monopoli sendiri.

"Jadi bagaimana tuan Genno? kurasa tawaranku nilainya cukup besar, jauh lebih besar dari nilai dari ketiga fasilitas yang kuminta."

Genno tidak langsung menjawab dan hanya duduk diam. Setelah itu dia memejamkan matanya lalu menyandarkan badannya ke kursinya dan mempertemukan kedua telapak tangannya di depan dadanya.

Dan dia melakukannya sampai beberapa menit. Dan Naruto serta Hanabi tidak ada yang berani bicara dan mengganggu orang tua yang sedang berpikir itu. Suasana di ruang kerja itu jadi sangat tenang, tapi bagi pasangan di depan Genno ketenangan itu hanya membawa ketegangan.

". . .Aku. . ."

Naruto dan Hanabi bisa mendengar detak jantung mereka di telinganya sendiri.

"Menolak tawaran kalian."

"Ap. . ."

Bukan hanya Naruto dan Hanabi, tapi semua orang termasuk pelayan yang ada di sekitarnya juga memasang wajah bodoh seakan baru saja melihat seorang pelawak yang gagal membuat lawakan lucu dan pada akhirnya hanya mempermalukan dirinya sendiri.

"Tuan Genno, apa kau yakin dengan jawabanmu?."

Naruto yang cepat pulih dari shock yang dialaminya tanpa sadar bertanya sendiri tanpa melalui Hanabi terlebih dahulu.

"Tentu saja. . . akan kuakui kalau tawaran tuan putri Hanabi memang menggiurkan, tapi sayangnya hal itu sama sekali tidak berguna untuk serikat."

Tidak mungkin!.

Naruto ingin langsung berteriak dan membantah omongan bodoh Genno. Para pelayan yang bukan pebisnis saja tahu seberapa besar nilai informasi yang dimiliki Hanabi. Jadi tidak mungkin seorang ahli ekonomi yang punya banyak pengalaman tidak bisa melihat nilai plusnya.

"Dengan segala hormat aku ingin memastikan apa yang pengawal rendahan ini dengar benar atau tidak sekali lagi, apa tuan Genno baru saja bilang kalau informasi yang dimiliki tuan putri Hanabi tidak ada gunanya?."

"Pendengaranmu masih baik, aku memang mengatakannya! infromasi yang dia miliki sama sekali tidak ada gunanya bagi serikat."

Serikat itu besar, mereka bahkan cukup besar untuk bisa dianggap sebagai tulang punggung perekonomian Konoha. Apapun usaha yang mereka geluti pasti akan mendatangkan keuntungan, dan meski mereka mengalami kerugian dari satu atau dua cabang usahanya mereka tidak akan bangkrut dan hancur.

Mereka terlalu besar untuk bisa gagal.

Selain itu mereka juga masih memegang kendali sebagian besar distribusi perekenomian Konoha. Dengan kata lain, tanpa bantuan Hanabipun mereka masih bisa terus berjalan, untung, dan tumbuh tanpa masalah.

"Tidak mungkin. . ."

Jawaban Genno benar-benar tidak masuk akal sampai Naruto dan Hanabi tidak bisa langsung memproses apa yang baru saja terjadi. Mereka sama sekali tidak menyangka kalau Genno akan menolak, bahkan dengan alasan yang sangat kedengaran sangat dibuat-buat seperti itu.

Dan reaksi mereka tentu saja natural. Mereka sudah memberikan sebuah tawaran yang sangat manis sampai kedengaran seperti sebuah tipuan. Untuk membuat Genno tidak curiga kalau dia sedang dibodohi mereka bahkan sudah menyiapkan banyak data yang akan membuat apa yang mereka katakan akan terlihat meyakinkan dan tidak bisa dianggap hanya sebagai omong kosong tanpa bukti nyata.

Mereka sudah memberikan semua yang mereka punya dan juga menunjukan kartu-kartu terkuatnya, tapi pada akhirnya Genno menolak dengan hanya begitu saja?.

Dilihat dari manapun hasilnya terlalu aneh.

"Tuan Genno, aku ingin mengingatkan lagi kalau infromasi yang kumiliki bisa memberikan keuntungan puluhan kali lipat daripada sekedar mempertahankan ketiga fasilitas yang kuminta."

Hanabi masih belum menyerah dan mencoba kembali menarik perhatian Genno.

"Bagaimana kalau aku bilang jika aku sama sekali tidak tertarik dengan semua itu?."

"Ha? tidak tertarik?."

Hanabi membuka mulutnya tanpa mampu mengatakan apapun. Apakah hal semacam itu sesuatu yang patut dikatakan oleh seorang pebisnis?.

"Mengesampingkan pandanganku, aku yakin kalau serikat pasti tertarik dengan informasi yang kau punya, jika kau masih ingin menjualnya aku akan membelinya dengan harga yang cukup tinggi."

Genno memberikan sebuah kertas bertuliskan angka sebanyak enam digit pada Hanabi.

"Ini. ."

Nilainya memang besar, dia bahkan bisa hidup mewah selama setahun penuh bahkan tanpa melakukan apa-apa. Tapi nilai itu bahkan tidak sampai seperempat dari nilai yang dia inginkan dari informasi yang dia ingin jual.

Dengan kata lain, tidak ada gunanya.

"Maafkan aku tuan Genno, tapi nilai ini tidak sesuai dengan perhitungan yang aku miliki, jadi aku harus menolak."

"Kalau begitu negosiasi sudah selesai, silahkan keluar."

"Apa tuan Genno yakin tidak ingin mengubah pikiran?."

"Aku tidak pernah mendengar kabar kalau tuan putri Hanabi itu tuli."

"Baiklah kalau begitu. . . aku paham. . tapi sebelum pergi aku ingin menanyakan satu hal lagi."

Proses bisnis itu bukan hanya sekedar proses menjual dan membeli. Sebuah bisnis adalah hal yang dilakukan untuk mencapai sebuah tujuan tertentu dengan menggunakan uang sebagai mendiumnya. Dengan kata lain, selama tujuan itu masih belum tercapai berarti bisnismu tidak berjalan dengan lancar.

"Apa?. "

"Jika aku punya uang, tuan Genno masih akan mau menjual tiga fasilitas itu padaku kan?."

"Tentu saja, aku akan menyambut semua orang yang ingin melakukan bisnis denganku! jika kau punya uang aku akan melepaskan ketiganya untukmu! kehilangan tiga tempat itu sama sekali bukan masalah bagi kami, dan uang yang kudapatkan darimu juga bisa kami gunakan untuk membangun tempat yang jauh lebih baik."

"Terima kasih banyak! janji tuan Genno akan aku pegang!."

Hanabi memberikan hormat dan memberikan tanda pada Naruto dan Miina untuk membereskan peralatan dan dokumen yang dia gunakan sebagai alat presentasi. Genno sendiri hanya melambaikan tangannya pada kelompok Hanabi sebagai tanda untuk menyuruh mereka segera pergi dan berhenti membuang waktunya.

Hanabi berdiri lalu bergerak menuju pintu keluar. Tapi sebelum keluar dia berhenti lalu berbalik dan mengarahkan badannya kepada Genno yang masih duduk.

"Sampai jumpa di pertemuan selanjutnya."

Hanabi tersenyum dan keluar.

Dengan begitu, negosiasi pertama mereka berakhir dengan kegagalan.