Flash dari kamera membuatnya sangat jenuh, dari matahari belum terbit hingga matahari tenggelam dia sangat sibuk dengan pekerjaannya sebagai model ternama.

Barang-barang branded yang berkolaborasi dengannya selalu laris manis di pasar internasional.

Namun hal itu bukanlah yang dia inginkan, menaikkan nama sang desainer ternama atas hasil karya seni mereka. Mungkin baginya hanya formalitas?

Matahari terbenam, berakhirnya sesi pemotretan pada hari ini.

"Kerja bagus Rosé, kau memang yang terbaik dari model lainnya."

"Terimakasih atas pujiannya."

Tersenyum formal, melangkahkan kaki jenjangnya keluar gedung menuju parkiran mobil. Pikirnya dia ingin cepat pulang dan merebahkan tubuhnya di atas kasur.

"Jangan pulang dulu. Bagaimana kita mengobrol sebentar? Aku tau sejak terbitnya matahari kau seperti lelah entah karena hal apa lagi kali ini?"

"Mungkin iya? Kau sangat perhatian sekali Lalisa."

Lalisa dengan Rosé bukan sekedar model dan manager, mereka sahabat sejak di bangku sekolah menengah atas hal sekecil apapun itu mereka bisa merasakan satu sama lainnya.

Saat mobil mewahnya melaju, Rosé kembali teringat saat pertemuan terakhir pada acara makan malam di rumah keluarga suaminya.

Tidak ada hal yang berkesan selain bertukar kabar pada malam itu, namun lagi-lagi dia terusik dengan pertanyaan "Kapan kamu hamil? Sudah lama menikah kamu dengan anak saya. Tidak berkonsultasi dengan dokter kandungan? Atau jangan-jangan kamu tidak subur?" Sungguh, jika bukan wanita tua itu adalah mertuanya sudah dia kubur hidup-hidup. Mungkin?

Saat turun dari mobilnya, hal pertama yang membuat Rosé terkesan dengan bangunan megah ini.

"Bukankah ini bar termewah yang hanya ada New York City?"

"Tentu sayangku. Mari kita hibur diri di dalam!"

.

.

.

.

-oOo- MY LECTURE -oOo-

.

.

.

.

Hanya sebagian orang yang bisa masuk ke dalam bar mewah ini, karena selain pelayanannya ekslusif tempat ini menyediakan fasilitas yang cukup untuk para tamunya.

"Cigarettes maybe?"

"Thanks."

"Ada hal yang ingin kau sampaikan? Karena aku tau sejak tadi kau seperti lelah."

Hembusan asap rokok yang mengepul di udara menjadi awal pembukaan helaan nafasnya. Setidaknya dengan nikotin ini semua hal negatif melayang di udara dan menghilang.

"Apa kau punya rekomendasi panti asuhan? Aku lelah setiap kali pertemuan keluarga di cecar pertanyaan kapan aku hamil?"

"Tidak ada. Kau tau? Mertuamu memang menyebalkan. Mungkin di saat dia hamil suamimu, dia juga memiliki kendala? Hingga dia tidak sadar melampiaskannya kepadamu."

"Mungkin saja? Karena aku menantunya. Andai saja kakak iparku menikah terlebih dahulu, mungkin tidak seperti ini jadinya?"

"Tidak juga sayangku, mungkin saja kakak ipar wanitamu juga akan di cecar pertanyaan yang kau terima dari mertuamu? So... Karena project kita sukses hari ini, lupakan mertuamu yang kelakuannya seperti penyihir jahat mari kita berdansa dengan orang-orang di sana."

Mereka berdua terhanyut dalam kegembiraan saat sang DJ memainkan lagu.

Dua jam habis mereka berdansa dengan gembira, Lalisa seperti membisikkan sesuatu kepada pelayan yang dia dengan hanya kata secret room dan red arena entah apa maksudnya. Seperti kode?

"Rosé, mari kita melihat pertunjukan spesial malam ini."

"Pertunjukan?"

"Iya, tapi kau harus memakai topengmu terlebih dahulu."

Belum sempat bertanya kembali wajahnya langsung dikenakan topeng.

"Ayok!"

Saat berjalan dia bingung mengapa jalur yang dilalui seperti lorong? Dan, penerangannya sangat minim.

"Untuk L dan R ruang kosong empat."

"Pintu ketiga warna merah sebelah kiri."

Apa hanya dia saja yang baru pertamakali datang ke tempat ini? Mengapa Lalisa seperti terbiasa mampir?

"Apa kau sering ke tempat ini? Mengapa kau... Berbicara dengan mereka seperti memberikan kode?"

"Hanya tiga kali seminggu, itupun aku bersama kekasih satu malamku di tempat ini. Jika kau sendirian penjaga akan memberi tahu peraturannya."

Mereka masuk ke dalam ruangan yang... Serba merah, sedikit gelap, namun terkesan rapih. Apa ruangan ini yang disebut red arena atau apa?

"Welcome ladies, we have a new star tonight."

"Ouh... Yeah? Call him."

"But, please wait for two boys with you."

"Ok."

Tamu lainnya akhirnya datang di saat mereka menunggu dan di susul pembawa acaranya.

"Ladies and gentlemen please welcome B as an actor tonight."

"Dia... Seperti orang Asia?"

"Let me explain the rules, if you want to play with him don't forget to wear your condom and make big deal for it. Ah! If you want to transfer bank account just scan qr."

"What the fuck?"

"Hey Rosé, kenapa?"

"Aku mau keluar! Entah mengapa aku bisa bertahan berteman denganmu?"

Apa katanya? Pasti Lalisa sudah gila, iya dia juga gila menyetujui ajakannya.

"Hey, madam."

"Siapa?"

"Eum... Acaranya bahkan belum di mulai, kenapa madam keluar? Dan, kita sepertinya sama-sama orang Asia."

"Sudah berapa lama?"

"Maaf?"

"Kau, sudah berapa lama kerja di tempat ini?"

"Sebenarnya... Ini hari pertamaku kerja, aku sendiri yang mengajukan pekerjaan ini."

"Kau bisa panggil aku Rosé, siapa namamu?"

"Maaf, aku tidak di perkenankan untuk memberikan identitasku tapi kau boleh panggil aku B seperti yang di katanya MC."

"Apa... Tapi, apakah dia bisa hamil? huh! Lucu sekali pertanyaan bodohmu itu nona Rosé."

"Jika berkenan, boleh kita berteman saja? Aku tau, pekerjaanmu sebagai talent untuk memuaskan hasrat gila yang memberikanmu uang bukan? Karena itu aku langsung keluar ruangan, karena aku tidak sanggup walau hanya menonton saja."

"Ah... Terimakasih, inilah caraku mendapat uang nona."

Mungkin, di lain kesempatan Rosé ingin mengobrol dengannya karena saat dia masuk gestur tubuhnya seperti tidak nyaman kemungkinan karena ini hari pertamanya.

.

.

.

.

TO BE CONTINUED

.

.

.

.

Halo-halo apa kabar kalian? Udh empat tahun sejak book ini rilis maaf ya baru lanjut lagi jumpa lagi di bab selanjutnya /smile/