A ROSE ON ME (CHANBAEK)
BOYSLOVE/YAOI
Main Cast :
Byun Baekhyun
Park Chanyeol
Summary :
Baekhyun kira pertemuannya dengan Chanyeol sudah berakhir setelah ia mengembalikan bantuan yang pernah pria itu beri, namun satu tawaran tak terduga berhasil menyeretnya ke sebuah penthouse dengan fakta mengejutkan tentang seorang Park Chanyeol.
~Keseluruhan cerita berasal dari imajinasiku sendiri~
.
.
BB922020
A ROSE ON ME : Chapter 1
"Aargghh.."
"Kemari kau, Jalang! Siapa yang mengijinkanmu pergi?!"
Cengkeraman pada pergelangan kaki putih nan mulus itu bagaikan bilah pisau yang menyayat.
Seorang remaja laki-laki berusia 20 tahun telungkup di lantai dingin dengan jemari mungilnya yang mencoba meraih udara kosong berharap terselamatkan dari seretan pria bertubuh besar.
"Kau sama saja dengan Ibumu! Pelacur tak tahu diri! Berengsek!"
"A-Ampun.."
Pukulan keras lagi-lagi dilayangkan pada sosok remaja tersebut, tak peduli jika suara isak tangis dan rintihan telah mengisi ke setiap penjuru rumah.
"A-Ayah, kumohon hentikan ini hiks.. Kumohon.."
Lelaki mungil itu menangis terisak dengan kedua telapak tangan yang menyatu penuh permohonan. Wajahnya dipenuhi darah dan luka sobek.
Mengaum marah, surai hitam rambut itu dijambak oleh pria tua tersebut. "Dengar, Sialan! Jangan pernah berani mencoba kabur lagi atau aku akan menjual tubuhmu! Ingat itu!"
Byun Baekhyun tergeletak tak berdaya di lantai ketika sang ayah mendorongnya kasar lalu beranjak pergi dari rumah. Isak tangis dari bibirnya semakin nyaring bersama nyeri yang menjalar di sekujur tubuh. Ia kesakitan, terlebih di ulu hatinya.
Pandangan lemah itu mengedar ke ruang di mana ia berada. Botol-botol hijau kosong dapat ditemui di segala sudut bersama bungkus sampah rokok dan lain-lain.
Ia mencoba mengais ingatan terakhir kali ketika keluarga mereka baik-baik saja. Mungkin terjadi sekitar tujuh tahun lalu, sebelum masalah ekonomi datang menghancurkan keluarga utuhnya dan menghapus setiap senyum maupun tawa.
Kala itu, ayah dipecat dari pekerjaan hingga ibu harus berlari kesana-kemari mencari pinjaman uang. Mereka kacau, berusaha mencari jalan keluar, sampai suatu ketika sang ayah mengambil jalan yang salah. Perjudian yang dilakukan ayah mengobarkan api pertengkaran. Ibu memutuskan menyerah, lalu melarikan diri dari rumah dengan harap tak harus menjalani siksa hidup bagai neraka lagi.
Baekhyun tersenyum miris mengingat kemalangan dirinya. Tinggal bertahun-tahun bersama ayah pemabuk yang juga merupakan seorang penjudi membuatnya terpaksa bekerja di berbagai tempat demi memenuhi kebutuhan dan bahan taruhan untuk pria tersebut.
Baekhyun memaksa tubuh ringkihnya bangkit. Dengan sempoyongan, ia melangkah pelan keluar dari rumah.
"Pergi dari sini! Kami tidak bisa membantu!"
Itu suara tetangga di sebelah rumahnya. Dapat Baekhyun lihat sosok wanita tua menutup kasar tirai jendela saat ia menekan bel mencoba meminta bantuan.
Menghela napas, gemetar tubuhnya berjalan menjauh dari kawasan tempat tinggal. Baekhyun berjalan tanpa tahu arah. Ia ingin pergi, ingin terbebas seperti yang ibu lakukan.
"Kenapa kau tidak membawaku juga bersamamu, Ibu?" lirih suara itu menyambut malam gelap.
Baekhyun mengusap kasar air mata yang jatuh. Kakinya berjalan sedikit lebih cepat, mencoba menguatkan tekadnya untuk hilang dari hadapan sang ayah. Apapun yang terjadi, Baekhyun harus pergi malam ini atau semua siksaan tidak akan pernah berhenti ia dapatkan.
ㅡ《•••》ㅡ
Deru napas berkabut amarah mencekik suasana. Seorang pria dalam balutan jas hitam yang duduk di bangku belakang mobil mewah meremas ponsel yang ia tempelkan ke telinga. Mobil itu berhenti di sebuah jalan kecil dan gelap.
"Temukan pelacur itu dan bawa ke hadapanku. Pastikan dia masih dalam keadaan hidup."
Rahang pria tampan tersebut mengeras. Suara beratnya bergetar bagai gemuruh lantunan kematian. Kemudian ponsel berharga puluhan juta dilempar asal hingga membentur pintu dan jatuh di karpet mobil.
Sopir yang duduk di kursi kemudi hanya dapat bungkam, sesekali melirik dari kaca spion untuk memastikan keadaan tuannya.
Pria dewasa itu mengepalkan tangan hingga buku jarinya memutih. Ia mencoba memejamkan mata, namun dengusan mengejek keluar sebagai penggantinya.
"Kau benar-benar bodoh, Park Chanyeol." desis pria itu, mengutuk diri sendiri.
Seumur hidup ia akan mengingat hal ini sebagai penyesalan terbesar. Kebodohan dan kebutaan yang terlalu dalam.
DUK.. DUK..
Chanyeol membuka mata ketika sebuah suara terdengar dari arah pintu mobil tepat di sebelahnya. Netra itu menemukan seorang lelaki dalam kondisi mengenaskan mengetuk kaca mobil berulang kali dengan bibir yang bergumam tanpa bisa terdengar.
Chanyeol mengernyit, menggeram kesal pada apapun yang sedang terjadi saat ini. Masalah tanpa henti terus menguji kesabaran yang ia punya.
Lelaki di luar sana masih tetap mengetuk kaca dengan kepalan tangan. Mengeluarkan air mata kesedihan dan gumaman yang tak bisa dibaca.
"Pengemis sialan." rutuk Chanyeol menyimpulkan, lalu bergerak mengeluarkan dompet. Ia mengambil beberapa lembar uang kemudian menurunkan kaca mobil hingga kedua manik matanya bersitatap dengan milik lelaki itu.
Lima detik terasa begitu lama, sebelum Chanyeol melempar kasar uang tersebut seperti sampah ke wajah laki-laki malang dan menutup kaca mobil. Ia beralih pada sang sopir.
"Jalankan mobilnya."
"Baik, Tuan."
Tanpa melihat respons dari seseorang yang dianggap pengemis, mobil hitam itu melaju cepat meninggalkan tempat tersebut. Meninggalkan sosok Baekhyun sendirian yang jatuh lemas di atas aspal.
"Hiks.."
Baekhyun menangis terisak, meratapi keadaan bahwa tak ada seorangpun yang memberinya bantuan. Teriakan minta tolongnya tak tersampaikan. Pintanya agar dibawa pergi sejauh mungkin tak terkabulkan. Ia kesulitan seorang diri.
Tetapi tak lama tangis sedih Baekhyun mereda kala ia menyadari sesuatu. Pandangannya berubah. Sorot matanya tersirat harap bersama tangis yang hilang.
Uang. Ia bisa menggunakan uang itu untuk pergi sejauh mungkin.
Dengan tergesa-gesa, Baekhyun mengambil uang yang berserakan di jalan dan mengumpulkannya seperti daun-daun kering.
Napasnya tersendat-sendat. Mata berkaca-kaca miliknya menunjukan perasaan haru yang tak bisa terdeskripsi. Ia diselamatkan.
Lelaki cantik itu menatap ke arah mobil yang mulai menghilang dari pandangan. "Terima kasih." Bibirnya berbisik.
Hatinya merasakan sebuah kelegaan yang begitu luar biasa, seakan baru saja menemukan jalan keluar dari penderitaan.
Baekhyun menangis tanpa suara. "Aku pasti akan mengembalikannya. Aku berjanji. Terima kasih.."
Ini saatnya untuk meloloskan diri. Baekhyun akan pergi dari Bucheon. Entah kemana tujuannya, yang pasti ia perlu meninggalkan kota kelahirannya yang menyakitkan secepat mungkin.
Baekhyun harus segera pergi dari hadapan pria jahat yang ia anggap ayah selamanya.
ㅡ《•••》ㅡ
Detik yang tak bisa dihentikan adalah sebuah misteri. Pagi telah kembali berjumpa pagi untuk tiga tahun yang memberi banyak perubahan pada setiap hal. Bukan hanya makhluk hidup dan benda mati saja, alam pun ikut berubah bersama waktu.
Beberapa orang terlihat menyukai perubahan, ada juga yang tak bisa berkompromi dengan keadaan, sementara sisanya hanya mengikuti bagaimana arus berjalan. Baik itu perubahan besar maupun kecil, semuanya memiliki efek yang berbeda-beda bagi setiap orang. Termasuk Byun Baekhyun.
"Baekhyun, apa kau melihat ikat pinggangku?!"
Suara teriakan itu membuat seorang lelaki cantik yang tengah sibuk menyiapkan sarapan di meja mengangkat kepalanya. "Bukankah kau menaruhnya di lemari?"
"Ah, kau benar!"
Kerusuhan di dalam kamar terdengar sampai ke meja makan. Baekhyun hanya menggeleng pelan, sudah terbiasa dengan teman serumahnya yang selalu tampak heboh setiap pagi.
Kim Heechul keluar dari kamar dengan pakaian santai dan rambut yang telah ditata serapi mungkin. Lelaki itu melempar senyum manis saat berjalan menghampiri Baekhyun.
"Wuah, kau membuat japchae?" tanyanya seraya mendudukan diri.
Baekhyun mengangguk lalu mengambil tempat di seberang lelaki tersebut.
"Jika tidak ada dirimu, aku pasti sudah hidup berantakan di Seoul. Kau memang adik terbaik!" Heechul mengacungkan ibu jarinya. "Selamat makan!"
Baekhyun menanggapi dengan tawa. "Selamat makan!"
Terhitung sudah dua tahun lebih hubungan persahabatan kedua lelaki itu terjalin. Pertemuan mereka terbilang sangat normal. Saat itu keduanya sedang mencari sebuah flat murah dan tak sengaja berpapasan, lalu terlibat obrolan singkat hingga memutuskan menjadi teman serumah. Mereka terlihat sangat cocok satu sama lain meski terpaut jarak usia empat tahun.
"Aku ada shift malam ini. Kau tidak mau mampir?"
Heechul bekerja di salah satu kelab besar termahal di Seoul. Merupakan sebuah tempat terkenal yang tak asing lagi dengan orang-orang kaya. Bahkan artis-artis papan atas sering kali terlihat keluar masuk dari sana.
Baekhyun menggeleng seraya mengunyah pelan. "Kau tahu aku tidak cocok berada di sana, Kak. Sama sekali bukan tempatku."
"Hanya sekadar pengalaman. Orange juice untukmu, bagaimana? Ayolah, kau tidak pernah datang ke tempat kerjaku selama ini."
Heechul tahu Baekhyun tak pernah menginjakan kaki di kelab malam. Merasa asing. Lebih baik menjemput anak tetangga pulang sekolah, katanya.
Di beberapa kesempatan Baekhyun memang suka dimintai tolong oleh tetangga sebelah rumah untuk menjemput anak laki-lakinya dari sekolah. Baekhyun yang memang pada dasarnya menyukai anak-anak tentu tak merasa keberatan dengan itu.
Baekhyun tampak berpikir cukup lama, lalu menghela napas. "Baiklah, tapi aku baru bisa datang setelah pulang kerja. Tidak apa?"
"Tak apa, aku sudah senang kau mau datang. Tenang saja kau pasti aman bersamaku." Heechul tersenyum lebar lalu melirik jam di tangan. "Ah, aku harus pergi sekarang. Aku ada janji." Lelaki itu memakan suapan terakhir dengan terburu-buru lalu bangkit dari duduk.
"Hati-hati, Kak. Perhatikan langkahmu." ujar Baekhyun mengingatkan.
"Aku pergi dulu. Sampai jumpa nanti malam, Adikku! Terima kasih untuk sarapannya!" Heechul segera menghilang dari pandangan secepat kilat.
Baekhyun mendengus kecil lalu beralih menatap jam di dinding. Ia mendapat jadwal shift kerja siang untuk hari ini.
Lelaki itu segera membereskan mangkok-mangkok kotor dan membawa ke dapur. Mencucinya sebentar, lalu pergi merapikan kamar tidur milik Heechul yang selalu ditinggal berantakan.
Helaan napas berat mengosongkan dada. Baekhyun menatap pantulan dirinya di cermin kamar dengan ekspresi yang sulit diartikan. Bola mata itu menelisik sosok dirinya sebelum menarik sebuah senyum manis.
"Kau hidup dengan baik, Baekhyun." pujinya.
Tiga tahun adalah waktu yang lama. Saat-saat itu perjuangan yang ia lakukan sempat membuat dirinya nyaris gila dan ingin menyerah, tetapi beruntung ia masih bisa bertahan sampai akhirnya hati yang dulu penuh derita kini menemukan kedamaian hidup.
Hanya saja sesekali kenangan lama tanpa permisi menghantui pikiran. Banyak orang bilang waktu dapat menyembuhkan luka, namun siapapun setuju jika semua luka meninggalkan bekas. Baekhyun tahu ia tak akan pernah bisa lepas dari itu. Satu hal yang bisa ia lakukan hanya menerima semua dengan lapang dada.
"Tak ada lagi yang perlu kau takutkan, Byun Baekhyun. Kau hidup dengan baik. Kau bahagia sekarang. Kau tak akan bertemu dengannya lagi."
Senyuman itu kian melebar, memberi kekuatan di dalam diri yang sempat rapuh. Kali ini, Baekhyun telah menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Ia sudah banyak berubah.
ㅡ《•••》ㅡ
"Selamat pagi, Tuan."
Puluhan orang menyapa dengan hormat disertai bungkukan badan sembilan puluh derajat saat seorang pria berjalan melintas.
Mata elang pria itu tak melirik. Bibir tebalnya tak menanggapi. Wajah dingin menjadi jawaban seberapa berkuasa dirinya. Merupakan sebuah keajaiban jika pagi ini seluruh karyawan mendapat balasan atas salam tersebut.
Suara ketukan sepatu kulit mendadak berhenti terdengar. Semua orang yang masih dalam posisi membungkuk lantas menegang kaku. Dalam hati mereka mengutuk siapapun orang yang membuat langkah atasan mereka berhenti.
Chanyeol melirik melalui ekor mata ke arah seorang lelaki muda yang berdiri tak jauh. Kesalahan fatal. Siapa orang yang berani-beraninya mengangkat tubuh dari hormat di saat ia masih berjalan?
Sekretaris sekaligus kaki tangan yang berdiri di belakang pria itu berbicara seolah dapat membaca situasi. "Dia anak baru, Tuan."
"Dia perlu belajar cara menghormati. Menjilat sepatuku apa sudah cukup?"
Siapapun tahu jika Chanyeol tengah menahan kesal. Rahangnya mengeras dengan wajah menakutkan.
"Kita tidak bisa membunuhnya, bukan?"
Pertanyaan yang hanya bisa didengar oleh sang sekretaris tak mendapati balasan selain kepala tertunduk penuh sesal. Reputasi akan dipertaruhkan untuk mewujudkan hal tersebut.
Lalu dua jari pria itu mengibas memberi sebuah isyarat.
"Baik, Tuan."
Kang Daniel, sang sekretaris lantas langsung paham maksud dari bahasa tubuh yang diberikan. Chanyeol ingin ia memecat anak baru tersebut.
Beruntungnya hari ini Chanyeol lebih memilih untuk menyuruh Daniel mengurusnya tanpa keributan besar. Anak muda itu sedang beruntung. Karena jika Chanyeol memutuskan untuk memegang kendali, itu bukanlah hal yang menyenangkan.
Pria tersebut lanjut berjalan memasuki ruang kerja miliknya yang megah. Daniel setia mengikuti dari belakang.
"Pihak Yama Group baru saja menghubungi untuk membahas perpanjangan kontrak. Tuan Nagao ingin adakan makan malam resmi besok, Tuan."
Chanyeol duduk nyaman di singgasana seraya mengetuk jari telunjuk di meja. "Kau atur."
"Baik, Tuan."
Park Corp adalah sebuah perusahaan induk besar yang berada di bawah pimpinan Park Chanyeol. Pria berumur 35 tahun itu telah menjabat sebagai seorang CEO sejak umurnya baru menginjak 26 tahun. Dia adalah konglomerat termuda yang disegani oleh orang-orang. Selama itu pula ia terkenal dengan paras rupawannya di antara sikap dingin dan angkuh yang melekat.
"Malam ini kunjungan ke NNG Club?"
"Benar, Tuan. Saya telah mengosongkan jadwal anda nanti malam."
NNG Club merupakan satu dari banyak kelab malam yang dilahirkan perusahaannya. Chanyeol selalu terbiasa menyempatkan diri untuk sekadar berkunjung atau mengawasi kinerja-kinerja bawahan.
Chanyeol tak membalas. Ia bungkam dan kembali mengetuk jari di meja. Pria itu seakan tengah menunggu sesuatu yang perlu Daniel sampaikan padanya setiap hari. Yaitu sebuah laporan singkat.
Daniel segera tersadar. "Dia sudah tiba dengan selamat, Tuan. Seperti biasa, sangat tenang."
Chanyeol tak menampilkan ekspresi apapun, namun ketukan jarinya telah berhenti seolah puas mendengar ucapan Daniel barusan.
ㅡ《•••》ㅡ
"Terima kasih telah berkunjung! Semoga hari anda menyenangkan."
Baekhyun tersenyum cerah memandangi kepergian pelanggan kesekian yang ia layani. Setelah pelanggan tersebut pergi, kesunyian berganti menyapa kafe sementara beberapa pelanggan mengisi meja-meja dengan tenang.
"Hai, Baek." sapa seorang gadis bermata bulat yang baru saja datang sembari mengikat apron di belakang pinggang.
"Syukurlah kau sudah datang. Aku ada janji." Baekhyun menepuk pundak Kim Sohyun dengan senyum manis.
Akhirnya orang yang harus mengganti shiftnya telah datang, sehingga tugasnya sebagai seorang kasir sudah selesai dan ia bisa pergi menemui Heechul.
"Maaf aku sedikit terlambat."
"Tak apa. Kalau begitu aku pulang dulu, Sohyun. Sampai jumpa." Baekhyun melepas apron sembari berjalan masuk ke ruang khusus pegawai untuk mengganti baju dan mengambil tas di loker.
"Hati-hati, Baek!"
Baekhyun memilih keluar lewat pintu belakang kafe. Ia menggendong ransel dan memasang earphone saat melangkah menuju halte. Perjalanan dari tempat kerjanya menuju kelab Heechul hanya memakan waktu lima belas menit menggunakan bus.
Baekhyun mengeratkan ransel ketika kakinya akhirnya berpijak di tempat yang paling ia hindari selama ini. Kelab dengan lampu remang-remang itu sangat memusingkan mata. Hidung Baekhyun pun terasa gatal oleh bau alkohol di mana-mana.
Bola matanya berkeliaran mencari keberadaan Heechul. Ia berjalan perlahan-lahan masuk semakin dalam sembari menghindari puluhan orang yang berlalu-lalang. Mengagumkannya, pakaian mereka terlihat sangat berkelas meski hanya berada di sebuah kelab.
"Baekhyun!"
Heechul terlihat melambaikan tangan dari meja bar yang tak jauh dari Baekhyun berdiri. Lelaki cantik itu segera membawa langkahnya mendekat.
Heechul tersenyum sumringah. "Aku tak menyangka kau sungguh datang. Duduklah dulu. Akan kubuatkan orange juice."
Heechul adalah seorang bartender. Meski sifatnya terlihat aktif dan ceroboh, jemari-jemari ramping itu terbiasa meracik minuman yang sangat nikmat.
"Di sini berisik sekali. Telingaku sakit." ungkap Baekhyun seraya mendudukan diri.
Heechul tertawa. "Kukira kau akan mengomentari kepolosan matamu daripada kerasnya suara musik."
Baekhyun merengut. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar lalu meringis. Kini matanya sungguh-sungguh tidak polos lagi setelah melihat orang-orang meliukan tubuh, bahkan ada yang terang-terangan berciuman dan saling menggoda satu sama lain.
"Ini akan menjadi pertama dan terakhir kalinya aku datang, Kak."
"Dasar tidak seru. Kau memang lebih cocok menjemput anak tetangga pulang sekolah, Baek." sahut Heechul meledek.
"Apa yang salah dengan anak-anak? Tidakkah mereka sangat lucu?"
"Ya, tentu mereka lucu sepertimu, Adik Manis. Nah, ini minumanmu. Selamat menikmati."
Baekhyun menyipitkan matanya. "Aku bukan anak kecil, Kak."
ㅡ《•••》ㅡ
Semua orang dibuat terperangah oleh kehadiran pria tampan berjas yang berjalan masuk ke dalam kelab. Mereka semua tentu tahu siapa pria itu. Alasan jelas bagi beberapa orang untuk berada di sana.
Bukan sesuatu yang mengejutkan lagi jika banyak pengunjung yang sengaja datang hanya untuk bisa melihat seorang Park Chanyeol. Mereka bahkan berharap bisa mencicipi bagaimana rasanya berada di bawah dominan paling diminati tersebut.
"Selamat datang, Tuan Chanyeol." Pemilik kelab langsung menyambut dengan bungkukan hormat.
Chanyeol memang tak suka diajak beramah-tamah. Ia lebih suka jika seseorang tahu di mana posisinya berada. Jangan bersikap seakan ada di level yang sama dengan Chanyeol. Itu menjijikan.
"Mari saya antar." Pemilik kelab memimpin jalan menuju sebuah meja khusus. Chanyeol beserta sekretaris setia dan juga sepuluh orang pengawal berjalan mengikuti dari belakang.
Pria itu melepas kancing jas lalu duduk dengan gaya angkuh di sofa empuk yang mewah. Meja telah menyediakan botol-botol alkohol seolah pemilik kelab telah hapal betul selera Park Chanyeol.
"Kami sudah menyediakan wanita terbaik untuk menemani anda malam ini."
Bersamaan dengan suara pemilik kelab, seorang wanita cantik dan seksi datang mendekat. Baju ketat yang hanya menutupi setengah buah dada berukuran besar itu terlihat menggoda.
"Saya akan membantu menuangkannya untuk anda, Tuan Chanyeol." Suara serak yang dibuat mendayu menyapa pendengaran dengan bibir merah tersenyum sensual.
Wanita tanpa nama itu mengambil tempat di sebelah Chanyeol lalu menuangkan botol brandy ke dalam gelas. Chanyeol lantas menerimanya dan menenggak minuman tersebut.
"Anda sangat tampan." puji wanita tersebut, seraya berusaha melepas kancing kemeja atas sang pria. Ia bermanja di lengan Chanyeol tanpa malu. Beberapa kali terlihat sengaja membusungkan dada ke tubuh itu.
"Aku ingin yang lain." ucap Chanyeol dingin. Jemari besarnya mendorong kasar rahang sang pelacur dari hadapan.
Wanita itu lantas menegang kaku di tempat, sementara pemilik kelab menahan napas takut apabila Chanyeol akan mengamuk. Ini pertama kalinya Chanyeol menolak.
Entahlah, Chanyeol hanya sedang bosan dengan para pelacur murah.
"Apa yang bisa saya pilihkan untuk anda, Tuan?" tanya Daniel.
Mata Chanyeol kemudian mengedar ke seluruh penjuru kelab hingga berhenti begitu melihat sosok lelaki dengan kemeja hijau tua berjalan menuju meja bar. Bokong yang bergoyang itu menarik atensi Chanyeol tanpa bisa terlepas sampai ketika lelaki tersebut duduk.
Chanyeol sedikit mengangkat alis, tersentak saat lelaki itu menolehkan kepala sehingga ia bisa melihat dengan jelas wajah mungil tersebut. Sangat cantik dengan binar matanya yang bercahaya di lampu redup.
"Kami akan membawanya." Daniel seolah bisa menebak apa yang Chanyeol mau hanya menangkap dari tatapan Chanyeol pada sosok di sana.
"Hm." Chanyeol kembali meneguk minuman, lalu pandangannya teralihkan oleh ponsel yang bergetar di saku celana. Sebuah panggilan dari rekan bisnis.
"Kau atur." titah Chanyeol pada Daniel, kemudian membawa langkahnya menuju toilet untuk mengangkat panggilan tersebut.
ㅡ《•••》ㅡ
Baekhyun tertawa manis. Mata sipitnya membentuk bulan sabit setiap kali ia tertawa pada cerita konyol yang Heechul bagikan.
"Aku bersungguh-sungguh! Dia pernah datang ke sini lalu mabuk dan menari seperti orang gila. Sejak itu aku berhenti mengidolakannya." Heechul menggerutu sembari mengelap gelas-gelas kaca.
Mereka berdua tengah membicarakan penyanyi yang sedang naik daun akhir-akhir ini.
"Jadi Kakak berhenti menyukainya setelah tahu dia pemabuk?" tanya Baekhyun. Lelaki itu mengusap sudut mata dengan sisa-sisa tawa.
"Tidak, aku berhenti setelah melihatnya menari. Kau harus lihat seberapa buruk itu. Aku harap aku bisa menghapus ingatan tentang tariannya." Heechul menggelengkan kepala. "Dia menari seperti orang utan."
Baekhyun kembali dibuat tergelak. Beruntung ia tidak sedang minum saat ini atau wajah Heechul akan menjadi sasaran semburan. Waktu yang sempat dikira akan membosankan nyatanya tak seburuk itu jika ada Heechul di sana. Mereka selalu memiliki sesuatu untuk dibahas bersama.
Tepukan pada pundak Baekhyun membuat lelaki cantik itu tersentak dan menoleh. Dapat ia lihat seorang pria tampan tengah menatapnya dingin, diikuti oleh beberapa orang lain di belakangnya.
"Bisa kita berkenalan?" tanya pria itu seraya mengambil tempat di sebelah Baekhyun.
"Ya?" Baekhyun mengerjap, lalu melirik Heechul yang seketika kaku di tempat.
Siapapun yang sering kali keluar masuk kelab pasti mengenal sosok sekretaris setia Park Chanyeol. Hanya saja ini pertama kalinya Heechul melihat Daniel berbicara dengan salah satu pengunjung secara langsung.
"Aku Kang Daniel. Siapa namamu?" tanya Daniel tanpa basa-basi.
"A-Aku.. Byun Baekhyun." Suara itu membalas dengan canggung. Cukup terkejut oleh perkenalan tiba-tiba.
Daniel mengangguk singkat lalu merogoh sesuatu dari balik jas. "Tuan Park Chanyeol menginginkanmu, Baekhyun. Tulis saja berapa nominal yang kau inginkan. Kau bebas menentukan hargamu." Daniel memberi Baekhyun secarik cek.
Heechul sudah hampir tersedak oleh salivanya sendiri begitu mendengar ucapan tersebut, tetapi Baekhyun justru mengernyit kebingungan.
"Eh? Apa maksudnya..? Maaf, aku tidak paham."
Heechul menepuk dahi. Orang seperti Baekhyun mana mungkin tahu siapa itu Park Chanyeol.
"Kubilang Tuan Park Chanyeol menginginkanmu. Beliau ingin kau menemaninya malam ini. Itu merupakan sebuah kehormatan. Ada apa dengan raut wajahmu?" Daniel terlihat tak suka dengan sikap Baekhyun yang tanpa minat. Tak seperti kebanyakan orang ketika mendengar Chanyeol menginginkan mereka.
"Maaf, tapi kau salah orang. Dia bukan pelacur yang bisa kau beli." sahut Heechul pada akhirnya.
Baekhyun yang sempat bingung lantas membelalak mendengar kata-kata Heechul. Ia beralih menatap Daniel dengan hati terluka. "Jadi maksudmu tuanmu ingin aku tidur dengannya? Maaf, aku tidak melakukan itu."
Daniel menatap Heechul dan Baekhyun bergantian. Sangat aneh bisa menemukan orang tidak waras yang mau menolak pesona seorang Park Chanyeol. Padahal ia sudah sangat percaya diri bisa membawa lelaki cantik itu mengingat hampir semua orang yang ada di kelab terang-terangan tertarik berhubungan badan dengan Chanyeol.
"Sayang sekali Tuan Chanyeol tidak menerima penolakan. Kami akan tetap membawamu, Baekhyun." ucap Daniel.
Karena pada hakikatnya, semua yang Chanyeol inginkan harus pria itu dapatkan.
"Apa?" Baekhyun terperangah sesaat. Ia menatap Heechul yang juga sama terkejutnya. Baekhyun menghela napas kasar setelah memejamkan mata untuk beberapa detik. Masih tak menyangka ia bisa berada dalam situasi seperti ini.
"Kalau begitu biarkan aku bicara sendiri dengan tuanmu. Aku yang akan mengatakan langsung padanya bahwa aku tidak bisa ia beli seenaknya. Aku bukan barang."
"Err.. Jangan Baek, kurasa kau tidak perlu melakukan itu—"
"Baik. Mari ikut dengan kami, Baekhyun." sela Daniel memotong ucapan Heechul.
Daniel rasa Baekhyun cukup berani berpikir bisa melawan kuasa seorang Park Chanyeol. Tetapi tak apa, ia merasa tugasnya untuk membawa Baekhyun sudah berhasil.
"Tidak! Tunggu, Baek—"
ㅡ《•••》ㅡ
Baekhyun duduk gelisah di ujung ranjang kamar hotel yang sangat luas. Kini Baekhyun mulai merasa takut jika pria yang akan ia temui adalah seorang gangster atau mungkin pria tua yang kejam. Bodohnya ia tak berpikir sejauh itu saat berbicara. Ia menyesal.
Pintu kamar terdengar dibuka. Jantung Baekhyun seakan berhenti mendadak. Ia berdiri perlahan-lahan, menatap cemas pada sosok yang berjalan masuk ke dalam.
Aura dominan berkeliling mencekat suasana. Chanyeol datang dengan lirikan tajam untuk lelaki mungil yang berdiri tak jauh. Daniel sudah melapor perihal lelaki itu serta penolakannya. Merupakan sebuah penghinaan besar yang baru pertama kali Chanyeol dapatkan.
Di sisi lain, Baekhyun tak kunjung bergerak dari tempat. Lelaki itu hanya diam dan memandang dengan wajah terkesiap membuat Chanyeol mengangkat sebelah alis.
"Sekarang kau terpesona padaku?" sindir Chanyeol, seraya melepas dasi yang ia kenakan lalu melemparnya ke meja. Kiranya Baekhyun akhirnya mau melakukan seks setelah melihat seberapa luar biasa tampan dirinya.
Chanyeol segera melepas jas kemudian membuka satu per satu kancing kemeja dengan iris mata yang tak lepas dari Baekhyun. "Buka bajumu." titah Chanyeol, tak ingin dibuat menunggu lama karena Baekhyun masih tetap terdiam.
"Kau tuli?" Chanyeol telah bertelanjang dada. Otot-otot tubuhnya yang menjadi pujaan para submisif kini terpampang jelas. Beberapa tato terlihat menghiasi lengan kanannya.
Baekhyun masih berdiri seperti patung. Sungguh tak berkedip. Jantungnya berdegup cepat mengisi seluruh indera pendengaran. Terlihat jelas ia syok melihat paras sempurna yang ada di hadapannya.
Tak mendapati sepatah katapun lantas membuat Chanyeol menggeram marah. Pria itu mengambil langkah lebar menuju Baekhyun. "Kau tidak dengar apa yang ku—"
"Kau.." Mata Baekhyun sedikit berkaca-kaca. Jemari lentik lelaki itu terangkat menyentuh wajah Chanyeol yang kini mendadak berhenti hanya beberapa senti darinya. "Kau orang itu, bukan?" bisik Baekhyun dengan gemetar.
Perasaannya bercampur aduk. Tak menyangka jika ketika pintu dibuka, ia justru dihadapkan oleh seseorang yang telah menyelamatkannya tiga tahun lalu. Baekhyun tentu mengingat jelas tiap inci wajah pria itu. Tak ada yang berubah.
Chanyeol mengernyit tak paham. Wajah masamnya menatap bingung pada Baekhyun yang terlihat seperti ingin menangis. Dengan kasar, ia segera menepis jemari halus tersebut dari wajahnya.
"Beraninya kau menyentuh wajahku dengan tangan kotormu." desis Chanyeol.
Baekhyun seakan menutup telinga. Ia justru menangkup kedua tangan Chanyeol sangat erat dan membiarkan sesak di hatinya luruh oleh perasaan haru.
"Terima kasih. Sungguh, jika tidak ada kau.. J-Jika saja tidak ada dirimu saat itu, aku mungkin sudah mati.. Aku benar-benar berterima kasih.." Tubuh Baekhyun bergetar hebat mengingat kembali untuk hari-hari penuh derita yang ia alami. Tentang ayah dan semua luka di tubuhnya tiga tahun lalu.
Chanyeol langsung menepis kasar tangan Baekhyun menjauh. Hampir saja membuat lelaki itu terjerembab di lantai. "Berengsek. Apa kau cari mati denganku?"
Perlakuan itu membuat Baekhyun seketika mengerjap cepat, tersadar akan perbuatan tak sopan yang baru saja ia lakukan.
"A-Ah.. M-Maaf, aku hanya terlalu senang bertemu denganmu.. Maafkan aku.." Ucap Baekhyun sungguh-sungguh seraya membungkukan badan berulang kali. Bola matanya melirik malu ke arah tubuh telanjang Chanyeol sebelum kembali ke mata pria tersebut.
"Tapi, a-apa kau sungguh tidak ingat aku..?" Bola mata sipitnya mengerjap lucu.
Chanyeol mengerutkan dahi tajam dengan wajah tak bersahabat. Tak mengerti maksud dari pertanyaan lelaki di hadapannya. "Apa maksudmu?"
"K-Kau pernah menyelamatkanku dulu. Kau ingat? Tiga tahun lalu di sebuah gang sempit di Bucheon."
Chanyeol hanya diam. Tak mengingat apapun yang berhubungan dengan tiga tahun lalu. Semua sudah ia buang dari ingatan.
"Kau sungguh tidak ingat? Kau menyelamatkanku hari itu.."
Baekhyun seketika bergegas mengambil ransel yang ia taruh di tempat tidur lalu mengeluarkan sebuah amplop putih lusuh dari dalam sana. Sudah satu tahun ia membawa amplop itu kemanapun ia pergi.
Baekhyun menyodorkan amplop tersebut kepada Chanyeol. "Meskipun kau tidak ingat, namun aku masih mengingatnya dengan sangat jelas. Kau memberiku uang saat itu dan aku sangat berterima kasih karenanya." ucap Baekhyun diiringi senyum tipis penuh haru.
Mungkin nominal tak berarti apa-apa, tetapi bantuan hari itu merupakan hal yang paling Baekhyun syukuri. "Aku selalu berdoa agar kita bisa bertemu lagi supaya bisa mengembalikannya padamu. Ini, terimalah kembali dan terima kasih."
Untuk pertama kalinya Chanyeol dibuat bungkam. Lebih tepatnya, pria itu tak mengerti situasi yang tengah ia hadapi. Seharusnya ia sedang melampiaskan hasrat birahinya dan bukan menanggapi omongan konyol yang membingungkan.
Chanyeol segera melempar asal amplop itu ke sembarang tempat saat tak kunjung mendapat petunjuk di dalam kepala. Tangan besarnya mencengkeram rahang Baekhyun dan memaksa lelaki itu mendongak supaya mereka dapat bersitatap. Baekhyun sontak terkejut.
Chanyeol berbisik dengan suara berat dan dalam. "Persetan dengan apa yang sedang kau bicarakan, tapi yang jelas aku ingin menyetubuhimu saat ini."
Baekhyun mengerjap cepat. "H-Huh?" Wajahnya panas oleh kalimat frontal tersebut. Terlebih lagi oleh tatapan Chanyeol yang menatapnya lekat serupa binatang buas.
Chanyeol mengatupkan rahang. Bola matanya menelisik wajah lelaki itu dari jarak dekat. Untuk pertama kalinya ia melihat seseorang cantik tanpa polesan make up. Kedua pipi Baekhyun merona alami. Iris cokelat itu terlihat sangat lugu, namun bibir merah mudanya yang lembut dan mengilap nampak menggoda.
Chanyeol mengumpat dalam hati. Ia langsung mendekatkan wajah, ingin meraup dan merasakan bibir mungil tersebut jika saja Baekhyun tidak dengan cepat menahan dadanya.
"Tidak! K-Kita tak bisa melakukannya!" tolak Baekhyun.
Chanyeol mengangkat sebelah alis. Wajahnya tak senang.
Baekhyun sedikit panik. "Maaf, aku bermaksud mengatakan ini sebelumnya. Aku tidak bisa tidur denganmu, Tuan." Hampir saja Baekhyun melupakan tujuan awal. Ia perlu berbicara soal cinta satu malam mereka.
Chanyeol memandang remeh, teringat kembali ucapan Daniel soal penolakan. "Apa sekretarisku menawarimu jumlah yang sedikit? Aku bisa memberi sebanyak apapun."
Baekhyun menggeleng. "Aku bukan barang apalagi pelacur. Kau tidak bisa membeliku. Kurasa hubungan kita hanya akan sebatas hutang budi."
Jujur saja Baekhyun sangat terkejut saat tahu orang yang telah memberi pertolongan padanya berbeda jauh dari pemikirannya selama ini. Terlebih lagi pertemuan pertama mereka setelah bertahun-tahun kini terlihat menjadi tidak berkesan.
Namun Baekhyun tak ingin menghakimi. Itu bukan halnya. Baekhyun rasa ada baiknya jika ia cukup tak perlu lagi berurusan dengan pria tersebut.
Chanyeol menahan marah mendengar kata-kata itu. Cengkeramannya di rahang si mungil mengencang. Deru napas Chanyeol berhembus di wajah cantik tersebut. "Kau menolakku?" bisiknya tajam.
Siapapun tak akan pernah berani melakukannya, tetapi Baekhyun mengangguk pelan.
"Kau tahu kau tengah bicara dengan siapa?"
"Park Chanyeol."
Chanyeol mendesis. Jawaban polos dengan suara lembut itu bukanlah yang Chanyeol inginkan.
"Maaf, aku harus pergi." Baekhyun memegang lengan Chanyeol berusaha melepasnya, namun kekuatan pria itu tak bisa dikalahkan dan justru semakin menguat.
"Kau pikir sehebat apa dirimu bisa menolakku?" geram Chanyeol.
Baekhyun meringis, sedikit takut. "Aku tidak merasa hebat. Aku hanya berpikir kau salah memilih orang. Aku tak bisa tidur denganmu, Tuan. Tolong lepas, ini sakit."
Tapi Chanyeol semakin meremas kuat wajah Baekhyun, hingga terasa seperti ingin meremukannya.
"Akh! Chanyeol, sakit!" Baekhyun memukul pelan dada pria itu untuk menghentikan aksi kejamnya.
Kali ini Chanyeol langsung melepas kasar hingga rahang Baekhyun hampir terjatuh. Tak berniat untuk membiarkan lolos, Chanyeol hanya merasa terganggu dengan suara lelaki tersebut.
Baekhyun mengusap rahangnya kesakitan dengan mata sarat akan kecewa. Hatinya berdenyut nyeri diperlakukan kasar. Semua kebaikan pria itu seakan lenyap setelah perlakuan tersebut. Kesimpulannya, Chanyeol bukanlah orang baik. Berbahaya. Baekhyun tak seharusnya berurusan dengan pria tersebut.
Ia mengepalkan tangannya dengan sedikit gemetar dan memandang nanar ke dalam bola mata Chanyeol.
"Sekali lagi, aku berterima kasih atas bantuanmu tiga tahun lalu. Aku akui kau adalah orang baik yang menyelamatkanku, tapi kuharap.. kita tak akan perlu bertemu lagi setelah ini. Selamat tinggal, Park Chanyeol."
Baekhyun segera mengambil ransel dan bergegas pergi dari hadapan pria tampan tersebut. Membawa semua harga dirinya dan hal buruk yang baru saja terjadi.
Tanpa tahu karena sikapnya barusan, singa dalam diri Park Chanyeol mengaum marah.
"Berengsek."
.
.
.
.
{ To Be Continued }
Btw ff ini dipub juga di wp. Terserah kalian mau baca dimana ya wkwk
As always, dengan senang hati aku menerima kritik dan saran dari kalian, tapi maaf untuk plot dan karakter ga akan aku ubah ya. Tanpa mengurangi rasa hormat, aku tidak memiliki maksud untuk menjelekan tokoh asli dengan karakter yang ada di ff ini. I respect them a lot. xoxo!
L'AMORE pasti dilanjut kok. Ntar dulu ya chap 17 ada sedih2nya, lieur aku sedih2 mulu. Apalagi aku juga lagi galau kangen cy. Plis banget berharap dia apdet apapun itu:((((
Mind to review? ;)
